BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Tidak ada yang tidak melihat televisi. Begitulah gambaran yang ada saat ini ketika teknologi komunikasi dan informatika begitu cepatnya berkembang dan
menembus batas ruang dan waktu. Kotak-kotak televisi itu, baik yang berukuran kecil sampai raksasa, telah menyelinap masuk kemana saja, tak peduli apakah itu
ruang pribadi, ruang keluarga, ruang publik, desa, atau kota. Pada Agustus 1962, keinginan untuk mendirikan sebuah stasiun televisi di Indonesia terlaksana dengan
nama Televisi Republik Indonesia TVRI. Saat itu, TVRI memulai siaran perdananya dengan siaran langsung Upacara Pembukaan Asian Games IV di
Stadion Gelora Bung Karno. Saat ini TV telah menjangkau lebih dari 90 penduduk di negara
berkembang. TV yang dulu mungkin hanya menjadi konsumsi kalangan dan umur tertentu saat ini bisa dinikmati dan sangat mudah dijangkau oleh semua kalangan
tanpa batasan usia. Siaran-siaran TV akan memanjakan orang-orang pada saat- saat luang seperti saat liburan, sehabis bekerja bahkan dalam suasana sedang
bekerjapun orang-orang masih menyempatkan diri untuk menonton televisi. Suguhan acara yang variatif dan menarik membuat orang tersanjung untuk
meluangkan waktunya duduk di depan TV. Semaraknya acara televisi yang disiarkan bagi masyarakat ditandai dengan
munculnya televisi-televisi swasta di Indonesia. Hal ini sesuai dengan langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia yang memberi izin pendirian stasiun televisi
Universitas Sumatera Utara
yang murni komersial dan dimiliki swasta. Sejak saat itulah mulai bermunculan stasiun-stasiun swasta baru dengan berbagai program hiburannya yaitu, RCTI,
SCTV, ANTV, Indosiar, Trans TV, Trans 7, Metro TV, Global TV, TV One, dan MNC TV.
Televisi adalah media yang tidak saja potensial untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun
negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual, TV mampu merebut 94 saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu
lewat mata dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50 dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun
hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85 dari apa yang mereka lihat di TV setelah 3 jam kemudian dan 65 setelah 3 hari kemudian.
Televisi banyak mempengaruhi pemirsa secara psikologis. Banyak tayangan yang mengajak pemirsanya untuk hidup dalam dunia ilusi atau alam
khayalan. Menciptakan kecemburuan yang akhirnya memaksa diri untuk melakukan kejahatan demi memenuhi hasrat. Televisi mengajarkan kepuasan
sesaat, seperti iklan yang digunakan untuk menarik anak-anak dan remaja untuk membeli suatu produk yang menipu. Televisi mengajarkan bahwa kebahagiaan
berarti memiliki segala sesuatu. Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa memperluas
penanaman budaya populer tersebut kepada benak audiensnya. Lewat pengaruh “Amerikanisasi” terhadap industri dan budaya film pada tahun-tahun seusai
Perang Dunai I, televisi ‘berhasil’ menstandarisasikan hal-hal yang dinggap
Universitas Sumatera Utara
populer ala Barat. Tetapi dengan pola kehidupan Barat yang jauh lebih bebas dan terbuka membuat budaya khas Asia tidak sekejap bisa berubah melainkan terjadi
proses asimilasi atau perkawinan budaya terlebih dahulu. Hasilnya adalah berbagai bentuk budaya baru yang khas anak muda Asia atau disebut Asian Pop
Culture Budaya Populer Asia. Salah satu acara hiburan yang memiliki penggemar yang cukup besar yaitu
sinetron, baik produksi dalam maupun luar negeri. Jenis sinetron Indonesia yang memiliki alur cerita yang gampang ditebak, tokoh antagonis selalu kalah dan
protagonis selalu menang, serta jumlah episode yang tak kunjung habis bahkan hingga beratus-ratus episode membuat kebanyakan penonton merasa bosan. Hal
inilah yang memicu beberapa stasiun televisi memasukkan drama Asia khususnya film Korea di salah satu program acaranya. Tak terkecuali Indosiar. Indosiar
sebagai salah satu stasiun televisi swasta nasional Indonesia yang beroperasi dari Daan Mogot, Jakarta Barat ini telah menayangkan sejumlah drama Korea yang
cukup populer sejak April 2005. Walaupun tidak mempelopori pemutaran film Korea di televisi, perusahaan yang pada 2011 ini telah berencana untuk merger
dengan SCTV, tetap kontinu menayangkan drama-drama Korea yang sedang in di negara asalnya.
Puncak kepopuleran drama Korea di Indonesia terjadi saat serial Winter Sonata diputar di Jepang, Cina, Taiwan, dan Asia Tenggara. Dari tahun 2002-
2005, drama-drama Korea yang populer di Asia termasuk Indonesia antara lain Endless Love, Winter Sonata, Love Story from Harvard, Glass Shoes, Stairway to
Heaven, All In, Hotelier, Memories in Bali, dan Sorry I Love You yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
serial drama melankolis. Drama komedi romantis muncul berikutnya seperti Full House, Sassy Girl Chun Hyang, Lovers in Paris, Princess Hours, My Name is
Kim Sam-soon, My Girl, Hello Miss, dan Coffee Prince. Jenis drama latar belakang sejarah ikut mencetak rating tinggi yaitu drama Dae Jang Geum, Queen
Seon Deok, Hwang Jini, Iljimae, hingga Jumong. Dan tahun 2008-2009, drama Korea yang banyak mendapat perhatian adalah Boys Before Flowers BBF
http:id.wikipedia.orgwikiHallyu. Komunikasi sebagai sebuah perilaku interaksi sosial menjadi alat bagi
budaya untuk mempertahankan dirinya dan memastikan hal tersebut melalui pewarisan sosial. Namun, komunikasi juga menjadi media bagi pewarisan budaya-
tandingan atau counter culture yang diam-diam mengakar dan tumbuh sebagai alternatif dari budaya-tinggi yang dimiliki sebuah masyarakat. Budaya tinggi
high culture adalah budaya yang bersifat khusus dan tertutup, lahir dari kalangan atas kaum elite. Budaya ini dianggap bernilai luhur, memiliki standarisasi yang
tinggi selera, kualitas, dan estetika, dan cenderung memiliki kemampuan khusus untuk menerapkannya. Contohnya yaitu musik klasik, alat musik tradisional
gamelan, dan pagelaran seni wayang. Saat ini, budaya tinggi telah tergeser oleh kemunculan teknologi yang berakibat pada instanisasi perilaku masyarakat, yang
mendapatkan tandingannya berupa budaya populer. Budaya populer atau budaya massa diartikan oleh McDonald dalam
Populer Culture sebagai sebuah kekuatan dinamis, yang menghancurkan batasan kuno, tradisi, selera, dan mengaburkan segala macam perbedaan Vidyarini, 2008:
30. Budaya massa membaurkan dan mencampuradukkan segala sesuatu,
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan apa yang disebut budaya homogen. Budaya tinggi menyesuaikan diri dengan moral dasar yang dianut suatu masyarakat. Bila budaya tinggi adalah
sebuah bentuk dukungan terhadap kestabilan dan kemapanan nilai-nilai dalam masyarakat, maka budaya populer pada awalnya bertindak sebagai counter culture
yang melawan kemapanan, memberikan alternatif bagi sebuah masyarakat yang berubah, kemudian menjadi ‘pemersatu’ unsur-unsur masyarakat yang terpisahkan
kelas dan status sosial ke dalam satu komunitas massa ‘maya’. Apabila melihat sejarah, Jepang mulai mengekspor ‘imperialisme budaya’-
nya seiring dengan kuatnya daya saing produk-produk industrinya yang merambah Asia pada saat itu. Sepertinya tidak ada negara mana pun yang ‘aman’
dari pengaruh budaya pop Jepang saat itu. Situasi yang hampir mirip kini telah terjadi dengan Korea. Seiring dengan stagnannya ekonomi Jepang, Korea
semenjak keluar dari krisis moneter di akhir 90-an lalu, telah bisa dikatakan berhasil kembali ke jalur ekonomi yang ‘mulus’. Didukung dengan mulai
gencarnya produk-produk Korea di dunia termasuk Asia, Korea secara disadari atau tidak juga telah mulai ‘mengekspor’ budaya modernnya ke kehidupan ma-
syarakat Asia yang terlebih dahulu telah mengenal produk-produk industri Korea.
Lewat Hallyu atau Korean Wave Gelombang Korea banyak orang
berusaha untuk mempelajari bahasa dan kebudayaan Korea. Hallyu adalah istilah yang diberikan pada budaya pop Korea yang tersebar secara global di berbagai
negara dunia. Hallyu bisa berbentuk film, drama, maupun musik Korea. Tetapi, yang dibahas pada penelitian ini hanyalah Hallyu yang berbentuk drama Korea.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai makhluk sosial, perilaku kita banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri kita organismic forces maupun dari luar diri kita
environmental forces. Kita berpikir, merasa, bersikap dan bertindak karena adanya rangsangan dari luar diri kita. Perilaku kita ditentukan oleh otak kita.
Dengan 10 trilyun sel syarafnya, otak membantu kita menentukan apa yang kita pikirkan, rasakan, pelajari dan lakukan. Informasi dari luar masuk ke dalam diri
kita lewat jalur indrawi sensory pathways. Lewat mata, telinga, hidung, kulit dan lidah informasi tentang apa-apa yang terjadi di sekitar kita dan di dalam diri kita
disampaikan. Sejak lahir hingga mati seseorang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tingkah laku orang lain atau
benda serta peristiwa di sekitarnya. Hanya lewat interaksi inilah seseorang anak akan menjadi dewasa dan mendapatkan kepribadiannya.
Pengaruh negatif televisi lewat sikap hidup konsumtif mencengkeram ABG Anak Baru Gede, yang harus senantiasa mengikuti mode. Tentu saja ini
semua menuntut biaya yang tinggi. Sampai-sampai beberapa ABG memaksa diri hidup dengan standar sedemikian tinggi, menghalalkan segala cara untuk
mewujudkan keinginannya. Hal-hal itu dapat mereka lihat dan pelajari dari tayangan sinetron dan film, yang mengisahkan gaya hidup mewah tanpa disertai
latar belakang memadai tentang kerja keras dan jujur untuk mencapai kesuksesan. SMAN 1 Medan adalah satu dari banyak sekolah di kota Medan dimana
remaja-remajanya masih memiliki emosi yang labil. Keinginan untuk selalu tampil mode in inilah yang ingin dibahas oleh peneliti di SMA ini. Selain itu, juga
Universitas Sumatera Utara
akan dilihat apakah SMAN 1 Medan yang merupakan salah satu sekolah unggulan yang ada di kota Medan juga akan terikut pada terpaan media ini.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara terpaan tayangan drama Asia Korea di Indosiar
terhadap perilaku budaya populer di kalangan siswai SMAN 1 Medan.
I.2 Perumusan Masalah