BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian oleh Marks 2003 mengenai analisis ekonomi terhadap pengenaan cukai rokok di Indonesia menjelaskan bahwa ada beberapa faktor utama yang dapat
mempengaruhi peningkatan pendapatan atas cukai rokok yaitu : pertumbuhan produksi rokok, peningkatan tarif dan HJE rokok. Kesimpulan yang dihasilkan
dari analisis Marks tersebut adalah bahwa tarif efektif untuk cukai rokok terutama untuk jenis SKT yang akan memaksimalkan pendapatan cukai adalah sekitar 21,8,
sedangkan untuk keseluruhan produk rokok adalah sekitar 36,6. Dalam upaya untuk memaksimalkan pendapatan cukai kedepan, beberapa
skenario yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut : a.
Dengan berdasar terhadap elastisitas harga sendiri yang dihitung berdasarkan data pasar selama tahun 1999 sd 2002, prediksi peningkatan terhadap
penerimaan cukai rokok riil akan berada pada rentang 73,5 s.d. 91,1, dimana besaran tarif efektif terendah untuk SKT yang akan memaksimalkan
pendapatan adalah sebesar 51,9, sedangkan untuk keseluruhan tarif cukai rokok adalah sekitar 55 .
b. Dengan berdasar pada elastisitas harga sendiri dari kalkulasi permintaan selama
tahun 2001 s.d. 2002, prediksi peningkatan terhadap penerimaan cukai rokok riil akan berada pada rentang 40,3 s.d. 47,5, dimana tarif efektif terendah
untuk SKT adalah sekitar 37,7 sedangkan tarif efektif untuk keseluruhan jenis rokok adalah sekitar 45”.
Sejalan dengan pendapat Mark, teori kurva Laffer Agung, 2000 menjelaskan mengenai pengaruh tarif cukai terhadap penerimaan cukai rokok,
sebagai berikut :
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi tidak selalu berarti akan menghasilkan penerimaan yang semakin tinggi pula. Pada tingkat tertentu
yaitu pada saat mencapai area prohibitive Range for Goverment, maka penerimaan cukai justru akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi oleh
karena ketidakmampuan pasar menerima kenaikan tarif tersebut dan imbasnya sebagaian produsen tidak lagi mampu mempertahankan tingkat
produksi ataupun tingkat penjualan rokok.
Hasil studi mengenai penerimaan cukai dan tarif cukai oleh Isdijoso 2004 menunjukkan bahwa peningkatan penerimaan cukai rokok antara lain dipengaruhi oleh
kebijakan cukai rokok, yaitu kebijakan HJE dan tarif cukai rokok. Dimana selama periode tahun 1997 sampai 2002, penerimaan cukai rokok naik hingga 4,7 kali lipat
dan kenaikan tersebut terutama dipicu oleh kenaikan HJE yang ditetapkan pemerintah sehingga angka rata-ratanya melonjak dari Rp. 73 per batang menjadi Rp. 331 per
batang. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar konsumen membeli rokok dengan harga di bawah HJE minimum yang ditetapkan pemerintah. Untuk
kondisi tahun 2003, harga beli konsumen 11 di bawah HJE, dan kondisi semacam ini telah berlangsung sejak tahun 2000. Sebagai akibat dari HJE yang ditetapkan
pemerintah official price lebih tinggi dari harga transaksi pasar, maka hal tersebut menimbulkan distorsi dan memperbesar beban cukai yang digeser ke belakang
backward shifting oleh pengusaha pabrik. Penelitian oleh Yerison 2006 mengenai pengaruh kebijakan tarif cukai, jumlah
cukai tembakau dan jumlah cukai palsu terhadap penerimaan dalam negeri dengan menggunakan metode Ordinary Least Square, menyimpulkan bahwa ketiga variabel
bebas tersebut secara bersama-sama berpengaruh signifikan pada tingkat kepercayaan 99 terhadap penerimaan dalam negeri. Berdasarkan nilai koefisien determinan yang
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dihasilkan dari estimasi model regresi dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut mampu menjelaskan variasi dari penerimaan dalam negeri sebesar 98,15.
Secara parsial, tarif cukai rokok berpengaruh positif terhadap penerimaan dalam negeri pada tingkat kepercayaan 95, sedangkan jumlah cukai rokok berpengaruh positif
pada tingkat kepercayaan 90. Untuk variabel jumlah cukai palsu berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan dalam negeri.
2.2. Teori dan Konsep Cukai