dihasilkan dari estimasi model regresi dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut mampu menjelaskan variasi dari penerimaan dalam negeri sebesar 98,15.
Secara parsial, tarif cukai rokok berpengaruh positif terhadap penerimaan dalam negeri pada tingkat kepercayaan 95, sedangkan jumlah cukai rokok berpengaruh positif
pada tingkat kepercayaan 90. Untuk variabel jumlah cukai palsu berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan dalam negeri.
2.2. Teori dan Konsep Cukai
Pungutan cukai adalah salah satu jenis pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah terhadap obyek pajak berupa barang-barang tertentu yang mempunyai sifat
atau karakteristik yang ditetapkan oleh pemerintah . Dalam penetapan suatu jenis pajak oleh pemerintah dapat dibedakan antara pajak langsung dan pajak tidak langsung .
Pengertian pajak langsung adalah pungutan pajak yang secara ekonomis bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Kemudian yang kedua, mengenai pengertian
pajak tidak langsung adalah pajak yang mana beban ekonomisnya dapat dialihkan kepada pihak lain. Lebih lanjut, Barata dan Zul 1989 menentukan cara
mengkategorikan suatu pajak, apakah termasuk jenis pajak langsung atau tidak langsung, yaitu dengan memperhatikan tiga unsur pajak sebagai berikut :
1. Penanggung jawab pajak wajib pajak, yaitu orang-orang yang secara formal
yuridis harus membayar pajak. 2.
Penanggung pajak, yaitu orang yang secara riil nyata memikul dahulu beban pajak yang harus dibayar.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Pemikul pajak, yaitu orang-orang yang menurut undang-undang harus dibebani
pajak. Apabila ketiga unsur tersebut ada pada diri seseorang, maka pajak yang dibayarkan
tersebut dikategorikan sebagai pajak langsung, namun bila salah satu unsur tadi terpisah pada lebih satu orang, maka pajak yang dibayarkan dikategorikan sebagai
pajak tidak langsung. Pungutan cukai yang dipungut oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai termasuk dalam kategori pajak tidak langsung, karena unsur subyek pajak sebagaimana uraian pengkategorian diatas berada lebih dari satu orang. Posisi
penanggung jawab pajak dan penanggung pajak riil adalah pengusaha yang memproduksi barang-barang kena cukai, sedangkan pemikul pajak akhir adalah
konsumen sebagai end user dari barang-barang kena cukai tersebut. Menurut historis pemungutan cukai, adalah Inggris sebagai negara yang pertama
kali memberlakukan pungutan cukai pada tahun 1643 dalam rangka meningkatkan pendapatan pemerintahnya. Kemudian pemerintah di USA memberlakukan pungutan
cukai pertama kali terhadap produk distilled spirits minuman keras dari alkohol sulingan pada tahun 1791 Encarta, 2006. Sejarah pungutan cukai di Indonesia
dimulai oleh pemerintah kolonial Belanda dengan pemberlakuan ordonansi cukai. Adapun obyek cukai yang dikenakan pada saat itu meliputi : minyak tanah ordonansi
tahun 1886, alkohol sulingan ordonansi tahun 1898, bir ordonansi tahun 1931, hasil tembakau ordonansi tahun 1932, gula ordonansi tahun 1933, dan setelah
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya beberapa produk tersebut tidak lagi
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dikenakan pungutan cukai. Sejalan dengan pemberlakuan Undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang cukai, maka saat ini pemerintah Indonesia hanya menetapkan tiga
komoditi yang dikenakan pungutan cukai yaitu : hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol.
Di negara-negara lain seperti Japan, pungutan cukai diterapkan terhadap 24 jenis komoditi tertentu seperti : produk alkohol, produk tembakau, kosmetika, etil ethanol,
dan sebagainya. Kemudian di USA, cukai secara umum oleh pemerintah pusat dikenakan terhadap 3 jenis komoditi yaitu : gasoline, cigarettes, dan alcoholic
beverages. Di Malaysia yang relatif memiliki kesamaan etnis dan budaya dengan Indonesia, pungutan cukai diberlakukan terhadap 14 jenis komoditi antara lain :
minuman beralkohol, tembakau, meubel, keramik, video caset, parfume, dan sebagainya. Dalam Lampiran 1 penelitian ini diperlihatkan lebih rinci mengenai
penerapan pungutan cukai terhadap berbagai jenis komoditi di berbagai negara. Dari uraian perbandingan mengenai obyek pengenaan cukai tersebut, kita dapat
menyimpulkan dua hal penting yang perlu diekspose dalam tinjauan pustaka ini. Yang pertama, bila dilihat dari banyaknya obyek cukai yang dikenakan oleh suatu negara
maka Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang mengenakan obyek cukai secara terbatas atau dikenal sebagai kelompok extremely narrow. Selain Indonesia
negara-negara yang mengenakan cukai secara terbatas terhadap tiga jenis komoditi adalah sebagian besar negara-negara yang tergabung dalam Organization for
Economic Cooperation and Development OECD yang beranggotakan 30 negara seperti : USA, Canada, Japan, Australia, Germany, United Kingdom, Korea Selatan,
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
dan sebagainya. Point penting yang kedua adalah kesamaan obyek cukai di setiap negara terhadap komoditi rokok dan minuman beralkohol. Pada umumnya pemerintah
di setiap negara sepakat bahwa konsumsi terhadap produk rokok dan minuman beralkohol haruslah dibatasi dengan pengenaan cukai, alasan utamanya adalah bahwa
dampak eksternal yang ditimbulkan oleh hasil tembakau dan minuman beralkohol terhadap kesehatan dan lingkungan cukup potensial. Dengan kata lain, cukai dikenakan
terhadap produk rokok dan minuman beralkohol sebagai kompensasi dari biaya-biaya eksternalitas yang ditimbulkannya.
Pungutan cukai adalah salah satu instrumen yang penting untuk mengumpulkan penerimaan negara. Berbeda dengan instrumen pajak lainnya, pengenaan cukai
dikaitkan dengan konsumsi terhadap komoditi-komoditi tertentu yang peredarannya harus dibatasi oleh pemerintah dengan alasan-alasan tertentu. Cnossen 2005
menjelaskan beberapa sasaran utama dalam pengenaan cukai oleh pemerintah, antara lain adalah :
”untuk meningkatkan pendapatan negara dalam rangka mendukung program- program umum pemerintah; sebagai cerminan dari biaya eksternalitas; untuk
membatasi konsumsi terhadap produk-produk tertentu ; dan sebagai bentuk kompensasi publik atas pelayanan yang disediakan pemerintah”.
Adapun isu-isu aktual yang berkaitan dengan sistem pengenaan pungutan cukai dewasa ini adalah pilihan antara sistem pembebanan tarip spesifik atau sistem
pembebanan tarif advaloreum. Kemudian isu lain yang tidak kalah pentingnya adalah adanya trade-off antara kepentingan cukai sebagai salah satu sumber pendapatan
negara, kepentingan masyarakat terhadap pembatasan peredaran komoditi tertentu dan
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
juga kepentingan pemerintah terutama dalam hal menciptakan kesempatan kerja. Ketiga isu tersebut harus bisa diakomodasikan oleh pemerintah dalam penyusunan
setiap regulasi dan kebijakan yang berkaitan dengan pungutan cukai. Undang-undang Cukai Nomor 11 Tahun 1995, sebagai dasar yuridis pengenaan
cukai secara khusus mencantumkan konsep pungutan cukai pada bab ketentuan umum pasal 1, sebagai berikut :
“Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini”.
Ada dua poin penting yang dapat dimaknai terhadap penjelasan ayat dalam pasal ini,
yaitu : 1.
Penegasan mengenai pengertian barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini, adalah barang-barang yang
dalam pemakaiannya perlu dibatasi dan diawasi. 2.
Secara khusus Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 menetapakan tiga jenis barang kena cukai yang terdiri dari :
a. etil alkohol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
pembuatannya; b.
minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk
konsentrat yang mengandung etil alkohol; c.
hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau
tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Sesuai dengan pasal 7 Undang-undang nomor 11 tahun 1995 diatur mengenai pelunasan cukai, dimana proses pelunasan cukai dapat dilaksanakan dengan dua cara,
yaitu: dengan cara pembayaran dan dengan cara pelekatan pita cukai. Dalam peraturan pelaksaan undang-undang tersebut, ditetapkan bahwa terhadap barang kena
cukai berupa hasil tembakau yang akan dikonsumsi di dalam negeri maka pelunasan cukainya dilakukan dengan pelekatan pita cukai. Untuk memperoleh pita cukai maka
produsen rokok harus melakukan pemesanan pita cukai kepada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai KPBC setempat. Jika produsen mendapat fasilitas penundaan pembayaran,
maka pemesanan pita cukai dilakukan secara kredit, namun jika tidak mendapatkan fasilitas penundaan, maka pemesanan pita cukai dilakukan secara tunai.
2.3. Teori dan Konsep Kebijakan Cukai