individu cross sectional, maka disarankan menggunakan MET, dan sebaliknya apabila jumlah periode waktu time series yang lebih kecil dibanding jumlah
individu cross sectional, maka disarankan menggunakan MER. Berdasarkan ketiga kriteria diatas, maka model yang terpilih untuk
menganalisis data penelitian adalah model regresi MET. Hasil lengkap output program Eviews 4.1 yang diujicobakan terhadap masing-masing model estimasi ditampilkan
pada bagian lampiran. Model regresi MET memberikan output nilai koefisien determinasi R² yang tertinggi yaitu sebesar 0,95. Kemudian berdasarkan analisis
terhadap data penelitian, jumlah periode pengamatan time series lebih banyak dibanding jumlah data inidividu cross sectional.
3.9. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan model regresi MET, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik
dimaksudkan untuk memastikan bahwa estimasi model regresi berganda yang digunakan bersifat Best Linear Unbiased Estimator BLUE, sehingga model regresi
layak untuk dipergunakan. Dalam uji asumsi klasik ini dilakukan 3 tahapan pengujian, yaitu : uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
3.9.1. Uji Multikolinearitas
Uji formal yang digunakan untuk mendeteksi adanya masalah multikolinearitas adalah dengan membandingkan antara nilai koefisien determinasi dari persamaan
regresi penelitian terhadap nilai koefisien determinasi dari persamaan korelasi
2 y.x
R
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
parsial antar variabel independen . Aturan pengambilan keputusan untuk uji
multikolinearitas adalah sebagai berikut :
2 x.x
R
1. Jika nilai
2 y.x
R
2 x.x
R , maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah
kolinearitas pada model regresi yang digunakan H , diterima.
2. Jika nilai
2 y.x
R
2 x.x
R , maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah
kolinearitas pada model regresi yang digunakan H , ditolak .
Hasil lengkap output program eviews 4.1 untuk uji multikolinearitas ditampilkan dalam Lampiran 8. Tabel berikut ini adalah ringkasan dari hasil uji multikolinearitas
tersebut.
Tabel 3.2 Perbandingan Nilai Koefisien determinasi
dengan
2 y.x
R
2 x.x
R
Persamaan Regresi Hubungan
2
R Nilai
2
R
it 1
it 2
it 3
t
Y = a+ b X 1 + b X 2 + b X
it i
3 + e
2 y.x
R
0,95
it 1
it 2
it
X 1 = a+ b X 2 + b X 3 + e
it 2
x.x
R 0,39
it 1
it 2
it it
X 2 = a+ b X 1 + b X 3 + e
2 x.x
R 0,82
it 1
it 2
it it
X 3 = a+ b X 1 + b X 2 + e
2 x.x
R 0,81
Sumber : Lampiran 8 penelitian
Berdasarkan perbandingan nilai koefisien determinasi pada Tabel 3.2 diatas, ternyata nilai
0,95 lebih besar dibanding ketiga nilai sehingga dapat
disimpulkan bahwa ditolak, dengan kata lain dapat disebutkan bahwa pada model
persamaan regresi penelitian tidak terdapat masalah multikolinearitas.
2 y.x
R
2 x.x
R H
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
3.9.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah didalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari satu residual pengamatan ke pengamatan lain. Bila Varian
dari residual atau errors = j
2
konstan, atau dengan kata lain semua residual mempunyai varian yang sama, maka kondisi ini disebut homoscedasticity. Uji Formal
yang dilakukan untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah menggunakan uji White White’s General Heteroscedasticity Test yang secara
langsung sudah disediakan oleh Program Eviews 4.1.
i
e
Prinsip pengujian dalam uji White ini adalah mengkonstankan nilai varian residual dan meregresnya terhadap variabel independen. Khusus untuk model
persamaan regresi dengan MET, uji formal dapat diamati dengan menganalisis hasil output program eviews yang telah mengeliminasi unsur heteroskedastisitas pada
model. Untuk keperluan tersebut, pilihan untuk mengkonstankan residual pada program Eviews 4.1 harus diaktifkan. Hasil lengkap output estimasi persamaan
regresi dengan MET yang telah mengeliminasi masalah heteroskedastisitas ditampilkan dalam Lampiran 7 . Tabel 3.3. berikut ini adalah ringkasan dari output
program eviews dimana model regresi MET telah mengeliminasikan unsur heteroskedastisitas.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel 3.3 Hasil MET Setelah Residual Dikonstankan
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors Covariance Y_Pabrikan = a_Pabrikan + 227.342.150 X1 + 0,5518 X2 + 52,8340 X3
Fixed Effects Variabel Std.
Error t-statistik Probabilitas
STTC Siantar, a = -1,10
10
10 x
X1 73.663.675 3,086218
0,0028 STTC Tamora, a = -1,60
10
10 x
X2 0,391173 1,410752 0,1623
Pagi Tobacco, a = -1,39
10
10 x
X3 11,38561 4,640416 0,0000
Wongso Pawiro, a = -1,29
10
10 x
Permona, a = -1,31
10
10 x
Putra Stabat, a = -1,42
10
10 x
Senang Jaya, a = -1,22
10
10 x
Kisaran, a =-1,13
10
10 x
Adenan Ayu, a =-0,34
10
10 x
2
R 0.951311 F-statistik
138,5455 Adjusted
2
R 0.944444 ProbF-statistik
0,.000000 S.E. of regression
3,79E+09 Durbin-Watson statistik 2,026268
Hasil MET setelah residual dikonstankan menunjukan bahwa koefisien regresi dan intercept antar individu tidak mengalami perubahan, tetap sama dengan hasil MET
sebelum residual dikonstankan ditampilkan pada tabel Lampiran 4. Korelasi parsial antara variabel fasilitas penundaan X2 dengan pungutan cukai Y setelah residual
dikonstankan menjadi tidak signifikan, dan bahkan nilai standar error koefisiennya menjadi lebih besar. Sebelumnya, korelasi parsial antara variabel X2 dengan Y adalah
sebesar 0,0161 signifikan pada tingkat signifikansi 5. Berdasarkan analisis ini dapat disimpulkan bahwa pada data awal observasi tidak terjadi masalah
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
heteroskedastisitas. Oleh sebab itu model regresi MET untuk mengestimasi persamaan regresi layak untuk digunakan.
3.9.3. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah didalam model regresi linier terjadi korelasi antara error pada periode t dengan error pada periode t-1 sebelumnya.
Metode OLS mengasumsikan bahwa error merupakan variabel random yang independen agar penduga bersifat BLUE. Mengingat sifat data penelitian ini juga
memuat unsur time series, maka uji autokorelasi pada model regresi perlu dilakukan. Uji Formal yang akan dilakukan untuk mendeteksi auto korelasi adalah dengan Uji
Durbin Watson DW Test. DW test mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam
model regresi dan tidak ada variabel Lag diantara variabel independen. Adapun kriteria hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :
H
= Tidak ada autokorelasi pada model regresi = 0
1
H
= Terdapat autokorelasi pada model regresi ≠ 0
Aturan membandingkan nilai uji DW-test terhadap tabel D-W ditunjukan dalam Gambar berikut Nachrowi, 2006 :
Korelasi Negatif Tidak
Tahu Tidak ada Korelasi
Tidak Tahu
Korelasi Positif
dL dU
4-dU 4-dL
4
Gambar 3.1 Aturan pengambilan keputusan uji DW-test
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
Tabel DW terdiri atas dua nilai yaitu batas bawah dL dan batas atas dU, yang mana nilai-nilai ini dapat digunakan sebagai pembanding hasil uji DW dengan
aturan sebagai berikut : 1.
Jika DW test dL , terdapat korelasi yang positif atau kecenderungannya 1
ρ = . 2.
Jika nilai
dL
, tidak dapat diambil kesimpulan.
DWtest dU
≤ ≤
3. Jika nilai
4 dU
, tidak ada masalah korelasi .
DWtest dU
≤ ≤ −
4. Jika nilai
4 4
, tidak dapat diambil kesimpulan.
dU DWtest
dL −
≤ ≤ −
5. Jika nilai DW test 4-dL , terdapat korelasi negatif.
Hasil uji Formal yang dilakukan untuk mendeteksi autokorelasi dengan Durbin Watson DW Test, pada output program eviews 4.1 sebagaimana ditunjukan
dalam Tabel 3.3 diatas, memberikan nilai DW-statistik sebesar 2,026. Apabila dibandingkan dengan nilai dL dan dU berdasarkan Tabel Durbin Watson, dimana
jumlah obeservasi sebanyak 90 n=90 dan jumlah variabel independen sebanyak tiga variabel k=3, maka dL=1,59 dan dU=1,73.
Berdasarkan aturan pengambilan keputusan DW-test, sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 3.1, maka nilai DW-statistik tersebut berada pada daerah tengah
gambar, dimana keputusannya adalah diterima atau ”tidak ada autokorelasi”.
H
1, 59 2, 026
4 2, 41
dU DWtest
dU ≤
≤ − ,
Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi terhadap model regresi penelitian.
Surono : Pengaruh Kebijakan Cukai, Failitas Penundaan Dan Tingkat Produksi Terhadap Pungutan Cukai…, 2007 USU e-Repository © 2008
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN