PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak yang ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker, demikian juga di
berbagai negara di dunia Hacke dkk, 2003; Blecic, 2001; Sacco, 2001; Caplan, 2000.
Di Indonesia, menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga SKRT tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan yang utama yang harus ditangani dengan segera, tepat dan cermat Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,
1999. Stroke juga merupakan penyebab utama gangguan fungsional
dengan 20 penderita yang masih bertahan hidup membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15-30 menjadi cacat permanen
Goldstein dkk, 2006. Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat
dengan bertambahnya usia dan merupakan penyebab kecacatan yang utama diantara semua orang dewasa dan kecacatan yang memerlukan
fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia tua Johnson dan Kubal, 1999; Ropper and Brown, 2005; Gilroy, 2000 .
Berbagai komplikasi dapat terjadi setelah serangan stroke, salah satu diantaranya adalah komplikasi kardiovaskular Adams dkk, 2003.
Guideline stroke secara seragam merekomendasikan bahwa pada
Universitas Sumatera Utara
penderita stroke akut harus dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi EKG Adams dkk, 2007; Khechinashvili dkk, 2002.
Elektrokardiografi merupakan alat yang sederhana, sangat berguna dan tersedia untuk mendiagnosa kelainan jantung Mieghem dkk, 2004;
Okin dkk, 2004. EKG yang dilakukan segera setelah penderita tiba di rumah sakit dapat digunakan untuk mengidentifikasi penderita yang
memiliki resiko tinggi yang memerlukan penanganan segera Savonitto dkk, 2006.
Perubahan gambaran EKG pada fase akut stroke telah dilaporkan sejak tahun 1947. Sejak saat itu, banyak penelitian yang mempublikasikan
perubahan gambaran EKG, seperti aritmia, abnormalitas hantaran dan repolarisasi pada penderita akut stroke Khechinashvili dkk, 2002.
Abnormalitas EKG paling sering terjadi pada penderita perdarahan subarakhnoid, tetapi abnormalitas ini juga ditemukan pada penderita
stroke iskemik perdarahan intrakranial, trauma kapitis, prosedur bedah saraf, meningitis akut, tumor intrakranial dan epilepsi Mieghem dkk,
2004. Abnormalitas EKG yang paling sering berhubungan dengan stroke
adalah perpanjangan interval QT, dimana dijumpai pada 71 penderita perdarahan subarakhnoid, 64 penderita perdarahan intraparenkim dan
38 penderita stroke iskemik Familloni dkk, 2006. Pada beberapa studi stroke iskemik, prognostik yang terpenting
dari parameter EKG , khususnya perubahan ST segment dan
Universitas Sumatera Utara
perpanjangan interval QT telah dibuktikan. Namun, sedikit penelitian pada dispersi QT dan dispersi QT corrected QTc Familloni dkk, 2006.
Dispersi QT adalah perbedaan antara interval QT maksimal dan minimal pada EKG 12 sadapan yang merupakan marker repolarisasi
ventrikel yang heterogen Lazar dkk, 2003. Studi yang telah dilakukan menunjukkan dispersi QT merupakan
prediktor outcome yang jelek pada berbagai penyakit jantung. Peningkatan dispersi QT berhubungan dengan aritmia jantung dan
kematian mendadak penderita infark miokard, hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan gagal
ginjal tahap akhir Afsar dkk, 2003; Lazar dkk, 2008. Beberapa studi juga telah meneliti bermaknasi pengukuran dispersi
QT pada penderita stroke Randell dkk, 1999; Eckardt dkk, 1999; Afsar dkk, 2003; Lazar dkk, 2003 .
Menurut Jain dkk 2004, perubahan EKG yang paling sering dijumpai pada penderita perdarahan subarakhnoid adalah prolongation
interval QT, ST segmen elevasi atau depresi, gelombang T inverted dan prevalensinya berkisar antara 50-100.
Randell dkk 1999 melaporkan studi pada 26 penderita subarakhnoid dan 16 kontrol dimana terdapat peningkatan dispersi QT
pada penderita dengan perdarahan subarakhnoid dibandingkan kontrol. Lazar dkk 2003 melakukan studi retrospektif pada 140 penderita
dengan kelainan neurologis akut dan menemukan bahwa rata-rata nilai dispersi QT lebih tinggi pada penderita perdarahan intraserebral bila
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan Cerebrovascular Accident CVA dan Transient Ischemic Attack TIA.
Familloni dkk 2006 menemukan 28 penderita stroke iskemik yang mengalami perpanjangan interval QTc maksimal diatas 440 msec dan
interval dispersi QT secara bermakna lebih panjang pada penderita tersebut daripada kontrol seperti halnya juga dengan interval dispersi QTc.
Afsar dkk 2003 meneliti 36 penderita stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya dan menemukan adanya korelasi dispersi
QTc dengan luas lesi pada pemeriksaan EKG 24 jam setelah onset stroke, dimana nilai dispersi QTc secara bermakna sangat tinggi pada
penderita dengan luas volume lesi besar dibandingkan penderita dengan luas volume lesi kecil.
Studi Taschl dkk 2006 secara prospektif pada 120 penderita stroke akut menunjukkan bahwa perpanjangan QT kebanyakan pada
penderita dengan lesi kecil di daerah insular. Perbedaan hubungan antara ukuran infark dengan perpanjangan QT dapat menggambarkan
perbedaan kontribusi pada daerah kortikal yang berbeda untuk regulasi otonom dan menjelaskan fakta bahwa tidak dijumpai perpanjangan QT
pada penderita dengan lesi besar di daerah tersebut. Perpanjangan interval QT lebih sering terjadi pada stroke hemisfer
kanan daripada hemisfer kiri karena beberapa tingkatan lateralisasi dari fungsi otonom Chalela dkk ,2006.
Eckardt dkk 1999 melakukan studi pada 40 penderita stroke iskemik unilateral dan menemukan bahwa pada penderita dengan
Universitas Sumatera Utara
keterlibatan korteks insular , dispersi QT secara bermakna lebih panjang dibandingkan dengan penderita tanpa keterlibatan insular.
Pada penelitian Afsar dkk 2003 tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara peningkatan Dispersi QT, QTcd dan lokasi stroke pada
pemeriksaan EKG 24 jam setelah onset namun dijumpai peningkatan nilai QTcd lebih besar secara bermakna pada penderita dengan lesi kanan
daripada lesi kiri saat pemeriksaan EKG 72 jam setelah onset . Dari penelitian Huang dkk 2004 secara bermakna terdapat nilai
dispersi QTc yang panjang pada penderita dengan keterlibatan batang otak dibandingkan tanpa keterlibatan batang otak.
Perubahan EKG pada penderita stroke akut sering berhubungan dengan peningkatan mortalitas, bahkan walaupun tidak dijumpai lesi pada
jantung Kuntzer dan Waeber, 1996. EKG secara bermakna dan independen dapat memprediksi mortalitas penderita Okin dkk, 2004;
Fagard dkk, 2004. Beberapa studi menyatakan bahwa perpanjangan interval QT
berhubungan dengan tingkat kematian pada penderita stroke Familloni dkk 2006. Dispersi QT merupakan suatu penanda dari repolarisasi
abnormal jantung yang dihubungkan dengan peningkatan tingkat kematian pada penderita perdarahan intrakranial akut Chalela dkk, 2006.
Lazar dkk 2003 dalam studinya memakai tiga skala fungsional yaitu NIHSS, BI dan MRS yang berguna untuk mengevaluasi status
fungsional penderita saat keluar dari rumah sakit, dimana terdapat
Universitas Sumatera Utara
peningkatan dispersi QT berhubungan dengan outcome fungsional yang rendah pada ketiganya.
Sedangkan pada studi Lazar dkk 2008 dijumpai peningkatan dispersi QT berhubungan dengan outcome fungsional yang jelek dan
mortalitas yang meningkat pada penderita yang masuk rumah sakit dengan kejadian neurologis akut. Pada kejadian ini, dispersi QT
mencerminkan injury neurologis seperti yang terjadi pada penyakit jantung.
I.2. PERUMUSAN MASALAH