peningkatan dispersi QT berhubungan dengan outcome fungsional yang rendah pada ketiganya.
Sedangkan pada studi Lazar dkk 2008 dijumpai peningkatan dispersi QT berhubungan dengan outcome fungsional yang jelek dan
mortalitas yang meningkat pada penderita yang masuk rumah sakit dengan kejadian neurologis akut. Pada kejadian ini, dispersi QT
mencerminkan injury neurologis seperti yang terjadi pada penyakit jantung.
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah hubungan antara abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QT dengan luas dan lokasi lesi pada penderita
stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya.
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QT dengan luas dan lokasi lesi pada penderita
stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya
Universitas Sumatera Utara
I.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui gambaran EKG dan abnormalitas EKG pada penderita stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya
dan penderita kontrol yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QT dengan luas dan lokasi lesi pada
penderita stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Untuk mengetahui hubungan antara abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QT dengan tipe stroke pada penderita stroke
akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
4. Untuk mengetahui hubungan antara abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QT dengan outcome fungsional pada
penderita stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
5. Untuk mengetahui hubungan antara abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QT dengan faktor resiko pada penderita
stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
I.4. HIPOTESIS
Ada hubungan antara abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QT dengan luas dan lokasi lesi pada penderita stroke akut tanpa
riwayat penyakit jantung sebelumnya.
I.5. MANFAAT PENELITIAN
Dengan mengetahui adanya hubungan antara peningkatan dispersi QT dengan luas dan lokasi lesi pada penderita stroke akut tanpa riwayat
penyakit jantung sebelumnya, maka dapat dilakukan penatalaksanaan yang lebih komprehensif terhadap abnormalitas EKG tersebut sehingga
dapat menurunkan angka mortalitas penderita yang dirawat di bangsal Neurologi RSUP.H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. STROKE II.1.1. Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler Kelompok Studi
Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi, 1999.
II.1.2. Epidemiologi
Stroke merupakan satu dari tiga penyebab terbesar kematian di Amerika Serikat, termasuk di banyak negara lainnya di dunia, setelah
penyakit jantung dan kanker. Hampir ¾ juta individu di Amerika Serikat mengalami stroke tiap tahunnya dan dari jumlah tersebut sebanyak
150.000 90.000 perempuan dan 60.000 laki-laki mati akibat stroke. Di China, kira-kira 1,5 juta penduduk mati setiap tahun oleh karena stroke
Sacco dkk, 2000; Caplan, 2000. Penyakit serebrovaskuler CVD atau stroke yang menyerang
kelompok usia diatas 40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Proses ini dapat berupa
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun
Universitas Sumatera Utara
kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital
maupun degeneratif, atau akibat proses lain, seperti peradangan, aterosklerosis, hipertensi dan diabetes mellitus Misbach, 1999.
II.1.3. Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi lesi, stadium dan lokasi sistem pembuluh darah
Misbach, 1999. 1 Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a Stroke iskemik i Transient Ischemic Attack TIA
ii Trombosis serebri iii Emboli serebri
b Stroke hemoragik i Perdarahan intraserebral
ii Perdarahan subarakhnoid 2 Berdasarkan stadium:
a Transient Ischemic Attack TIA b Stroke in evolution
c Completed stroke 3 Berdasarkan lokasi sistem pembuluh darah:
a Tipe karotis b Tipe vertebrobasiler
Universitas Sumatera Utara
II.2. ELEKTROKARDIOGRAFI II.2.1. EKG NORMAL
Elektrokardiografi adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat dibawa kemana-mana, tetapi harus diingat bahwa
walaupun alat ini sangat berguna, banyak pula keterbatasannya. Dalam usaha menginterpretasikan gambaran EKG normal belum tentu
menunjukkan jantung normal, sebaliknya gambaran EKG abnormal belum tentu menunjukkan jantung yang tidak normal Munawar dkk, 2002.
Banyak variasi mengenai EKG normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah habitus tubuh, sumbu listrik jantung, ukuran dada
dan keadaan lain seperti obesitas dan penyakit paru. Kriteria yang dipakai di bawah ini hanyalah sebagai pegangan, namun diagnosis akhir apakah
jantung normal atau abnormal harus dibuat berdasarkan gambaran klinis secara keseluruhan Munawar dkk,2002.
Kriteria Munawar dkk,2002
1. Gelombang P
Positif keatas di sandapan I, II,aVF dan V3 –V6. Di sandapan aVR gelombang P selalu negatif terbalik. Sedang di sandapan II, aVL,
V1 dan V2 gelombang P sangat bervariasi. Interval PR berkisar antara 0,11 sampai dengan 0,20 detik.
2. Gelombang Q
Gelombang Q kecil kurang dari 0,045 detik, kurang dari ¼ gelombang R normal terlihat di I, V5 atau V6. Terjadinya
gelombang Q ini akibat aktifitas septal. Vektor awal QRS kearah
Universitas Sumatera Utara
kanan atas dan muka. Olehkarena itu gelombang Q kecil atau bahkan kadang-kadang tak terlihat di sandapan II, aVF dan V3. Di
sandapan III dan aVL terlihat kecil atau bahkan kadang-kadang tak terlihat dan kadang-kadang tak terlihat cukup bermakna.
3. Gelombang R
Tergantung dari sumbu QRS. Biasanya sangat dominan di I dan II, V5 dan V6. Di sandapan aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil
atau tidak ada sama sekali. 4. Gelombang
S Tidak terlihat atau kurang dibanding gelombang R di sandapan I
atau II . Tetapi di sandapan III, aVF dan aVL biasanya lebih menonjol atau justru tidak terlihat. Di sandapan aVR, V1 dan V2,
gelombang S terlihat lebih menonjol. Di V4-V6 kurang dibanding R. 5. Gelombang
T Positif di sandapan I, II, V3-V6. Terbalik di aVR. Di sandapan III,
aVF, aVL, V1 dan V2, gelombang T bervariasi. 6. Interval
QT Interval in akan memendek bila laju jantung bertambah cepat,
sebaliknya akan memanjang bila laju jantung lambat interval QT 0,41 detik pada laju jantung 50menit dan berubah menjadi 0,31
detik pada laju jantung 100menit. 7. Segmen
ST Biasanya isoelektris. Bervariasi sampai +1 mm di sandapan
ekstremitas dan sampai 2 mm 0,2 mV di sandapan prekordial.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. EKG normal. Dikutip dari : Mirvis D.M, Goldberger A.L 2005. Electrocardiography. In : Brauwald E. Ed. Heart Disease : Textbook of
Cardiovascular Medicine . 6
th.
Edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company.p. 107-118.
II.2.2. INTERVAL QT DAN DISPERSI QT II.2.2.1. Definisi
Interval QT adalah jarak yang diukur pada rekaman EKG permukaan , mulai dari defleksi pertama kompleks QRS sampai dengan
bagian terminal gelombang T mm, yakni titik potong gelombang T dengan garis isoelektrik Okin dkk, 2000
Dispersi QT adalah perbedaan antara interval QT maksimum dan minimum pada rekaman EKG. Afsar, 2003.
Dispersi QT ini merupakan marker dari adanya heterogenitas repolasasi ventrikel. Dispersi QT dihitung dengan menggunakan
perbedaan antara nilai maksimum dan minimum interval QT. Biasanya dispersi QT dikoreksi menggunakan rumus Bazzett’s sehingga
menghasilkan dispersi QTcLazar, 2008.
Universitas Sumatera Utara
II.2.2.2. Nilai Normal Interval QT dan Dispersi QT
Secara umum nilai normal interval QTc kurang atau sama dengan 440 milidetik. Beberapa studi mengemukakan bahwa nilai tersebut
mungkin dapat memanjang 20 milidetik, dan sedikit memanjang pada perempuan. Interval QTc memanjang jika nilai QTc lebih dari 440 milidetik
Mirvis dkk,2005. Nilai dispersi QT sangat bervariasi, berkisar dari 10 sampai 71
milidetik pada subjek normal. Suatu studi 8455 subjek kontrol dengan usia yang bervariasi, termasuk anak-anak yang sehat, didapatkan nilai rerata
dispersi QT berkisar dari 11 sampai 71 milidetik. Nilai yang sama juga dilaporkan pada studi yang besar dan beberapa tinjauan kepustakaan
yang menganggap bahwa batas atas normal dari dispersi QT pada subjek normal adalah 65 milidetik. Nilai dispersi QT lebih dari 70 milidetik
dianggap memanjang, namun nilai normal belum ada kesepakatan Malik dan Bathcarov, 2000
II.2.2.3. Patofisiologi Perpanjangan Interval QT
Perpanjangan interval QT disebabkan oleh peningkatan durasi salah satu atau lebih komponen kompleks QRS, segmen ST dan
gelombang T. Interval QTc memanjang juga merupakan penanda non- invasif substrat aritmogenik elektrofisiologis yang berkorelasi dengan
risiko tinggi terhadap kejadian aritmia ventrikel, sinkop dan kematian mendadak. Perpanjangan interval QTc terjadi karena sel-sel miokard lebih
Universitas Sumatera Utara
bermuatan positif selama masa repolarisasi Tan H.L dkk,1995; Rubart M dkk, 2001; Ramaswamy dkk, 2000.
Gelombang depolarisasi fase 0 jaringan ventrikel disebabkan oleh pergerakan cepat ion natrium dari ruang ekstrasel ke intrasel, suatu
proses yang dikenal sebagai arus natrium cepat. Aliran keluar ion K dan masuknya ion Ca
2+
bertanggung jawab terhadap awal repolarisasi fase 1. Kemudian diikuti fase plato fase 2, yang merupakan penentu utama
durasi potensial aksi. Durasi fase plato ditentukan melalui keseimbangan aliran kation ke dalam dan keluar secara kompetitif di kanal-kanal ion.
Termasuk inaktivasi lambat kanal natrium , kanal kalsium tipe-L dan kanal kalium. Repolarisasi fase 3 dihasilkan dari inaktivasi arus kalsium
bersamaan dengan peningkatan arus keluar kalium. Aliran masuk dari kanal kalium selanjutnya bertanggungjawab terhadap pemeliharaan
potensial membran istirahat fase 4 Gambar 1 Tan H.L dkk,1995; Rubart M dkk, 2001; Ramaswamy dkk, 2000.
Kanal ion Kalium tertutup, terjadi penundaan pembukaan atau membuka dalam waktu singkat, menyebabkan penurunan arus kalium ke
luar sel. Akibatnya, repolarisasi menjadi memanjang. Menetapnya arus ion Na
+
masuk ke dalam sel, juga berakibat repolarisasi memanjang Tan HL dkk, 1995; Rubart M dkk, 2001. Hal inilah yang menyebabkan interval QT
memanjang dan early afterdepolarizations EADs . Perpanjangan repolarisasi ini selanjutnya juga akan memperlambat inaktivasi kanal Ca2
+
dan selanjutnya akan menyebabkan early afterdepolarizations EADs
Universitas Sumatera Utara
yang akan memicu terjadinya aritmia ventrikel Ramaswamy dkk, 2000; Tan HL dkk, 1995 ; Rubart M dkk, 2001 .
Gambar 2. Hubungan antara Fase Potensial Aksi Jantung dan EKG Permukaan. Dikutip dari : Tan HL dkk. Electrophysiologic Mechanisms of The Long Interval
QT Syndromes and Torsade de Pointes. Ann Intern Med 1995; 122: 701-14.
II.2.2.4. Etiologi
Perpanjangan interval QT secara etiologis dikategorikan dalam bentuk primer dan sekunder karena berbagai penyebab antara lain
Akhtar M , 2003; Camm dkk, 2000; Victor dkk, 2004; Silvia dkk, 2003 : a. Kongenital primer :
1. Sindrom Jervell- Lange Nielsen 2. Sindrom Romano- Ward
b. Didapat sekunder : 1. Induksi obat : digitalis, aritmia, antibiotik, antidepresan, anti
jamur.
Universitas Sumatera Utara
2. Abnormalitas metabolik elektrolit : hipomagnesemia, hipokalsemia, hipokalemi.
3. Hipertensi sistemik 4. Sirosis hati
5. Gangguan pada sistem saraf pusat atau otonom. 6. Lain-lain : iskemia dan infark miokard, prolaps katup mitral
MVP, penyakit jantung koroner PJK, kardiomiopati,dsb.
II.2.2.5. Gambaran EKG Interval QT memanjang
Interval QT memanjang sering berhubungan dengan perubahan morfologi gelombang T, menjadi cekung, bifasik dan terdapat komponen
lain yang menampilkan distribusi heterogen repolarisasi ventrikel. Interval QT mencakup dua komponen yaitu depolarisasi dan repolarisasi, dan
peningkatan salah satu atau keduanya akan menghasilkan perpanjangan interval QT gambar 3. Gelombang T terbentuk oleh repolarisasi pada
lapisan selain miokard epikard, endokard, miokard. Proses repolarisasi ini meluas dari apeks hingga basis ventrikel terutama diatur oleh
pergerakan arus keluar natrium Crows dkk, 2003; Mirvis dkk,2005
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. EKG penderita dengan perdarahan subarachnoid akut, interval QT mengalami perpanjangan QTc =613milidetik.
Dikutip dari : Mieghem C.V, Sabbe M, Knockaert D. 2004. The Clinical Value of the ECG in Noncardiac Conditions. Chest ; 125 : 1561-76.
II.3. MEKANISME PERPANJANGAN INTERVAL QT PADA STROKE
Peningkatan dispersi QT terutama sekali berkaitan dengan inhomogenitas dari repolarisasi jantung. Akan tetapi, mekanisme dan
sistem regulasi berbeda yang mempengaruhi dispersi QT masih belum dimengerti. Perkiomaki dkk, 2001.
Telah lama diketahui bahwa lesi pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan perubahan EKG, aritmia jantung dan gangguan refleks
kardiovaskuler Naver dkk, 1996. Dimana susunan saraf pusat memegang peran penting dalam regulasi fungsi otonom. Batang otak,
pons, hipotalamus merupakan area utama yang berperan mengontrol homeostasis vaskular. Tiap level otak tersebut memiliki bagian yang
terintegrasi yang berhubungan dengan pathway aferen dan eferen
Universitas Sumatera Utara
Kuntzer dan Waeber, 1996. Hubungan ini bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4. Dikutip dari: Kuntzer T, Waeber B, 1996. Peripheral nerve, muscle, and autonomic changes. In: Bogousslavsky, J. Caplan, L. eds. Stroke
Syndrome. pp. 200-7. Cambridge University Press. Australia.
Secara bermakna, peningkatan dispersi QT merupakan kejadian repolarisasi dan perpanjangan otot jantung sebagai akibat
ketidakseimbangan sistem saraf simpatis dan parasimpatis . Disfungsi sistem otonom ini akan mengarah ke repolarisasi jantung abnormal , dan
dapat menyebabkan peningkatan dispersi QTc Huang dkk,2004. Abnormalitas EKG, sebagaimana nekrosis sel miokard terjadi
setelah stroke paling sering disebabkan peningkatan aktifitas saraf simpatis yang dimediasi dari sentral. Area difus atau fokal dari nekrosis
miokard mirip seperti yang diamati pada penderita pheochromocytoma dan konsentrasi katekolamin sangat tinggi pada sirkulasi. Overaktifitas
Universitas Sumatera Utara
parasimpatis dapat dijumpai pada beberapa penderita dengan kejadian supresi sinus node atau blok atrioventrikuler Kuntzer dan Waeber, 1996.
Bagaimana patologi SSP berperan pada iskemik miokard, telah ada hipotesa bahwa injury SSP dapat menimbulkan tonus simpatis yang
berlebihan dan produksi katekolamin. Tempat yang paling penting mengontrol susunan saraf simpatis adalah pada korteks insular, amigdala
dan hipotalamus lateral Mieghem dkk, 2004. Brainin dan Gugging 2005 menyatakan bahwa pada penderita
stroke akut dengan lesi pada daerah insular berhubungan dengan disfungsi jantung seperti QT prolongation.
Pada penderita stroke, dimana ada kecenderungan terjadi bersamaan dengan penyakit arteri koroner adalah tinggi, diyakini bahwa
peningkatan tonus simpatis menghasilkan peningkatan kebutuhan oksigen dan kadang-kadang kerusakan miokard. Korban kecelakaan lalu lintas
dan penderita perdarahan subarakhnoid juga menunjukkan kerusakan miokard pada keberadaan arteri koroner normal. Penelitian klinis memberi
dukungan lebih lanjut terhadap hipotesa overaktivitas simpatis. Kerusakan miokardial dapat dihasilkan secara eksperimental dengan pemberian
secara parenteral katekolamin atau dengan stimulasi elektrik pada daerah tertentu di otak seperti pada hipotalamus dan insula. Lesinya mirip seperti
yang ditemukan pada penderita pheochromocytoma atau pecandu kokain. Katekolamin mungkin memberi efek toksik secara langsung pada sel-sel
miokardial atau memediasi vasokonstriksi arteri koroner yang diikuti dengan kerusakan miokard Mieghem dkk, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun beberapa peneliti menyatakan bahwa disfungsi jantung berhubungan dengan abnormalitas EKG dan edema pulmonum,
mekanisme pasti yang mendasari kerusakan jantung masih belum diketahui. Salah satu dugaan penyebabnya adalah aktivasi yang terus
menerus dari sistem saraf simpatis, yang dikarakteristikkan dengan sekresi katekolamin yang berlebihan dari terminal saraf simpatis ke
jaringan Masuda dkk, 2002. Pada suatu penelitian manusia dan binatang telah diketahui bahwa
terdapat asimetris anatomi dan fungsi pada persarafan otonom jantung. Sistem parasimpatis dan simpatis yang mensarafi jantung mempunyai
beberapa paralel, pada sisi kanan bekerja untuk nodus sinus dan pada sisi kiri untuk nodus ventrikuloatrial dan ventrikel Naver dkk,1998 ;
Tokgozoglu dkk, 1999 . Adanya bukti dari lateralisasi kortikal pada regulasi fungsi
kardiovaskular mengindikasikan bahwa iskemik pada hemisfer kanan mempunyai konsekuensi simpatis yang lebih besar daripada hemisfer kiri
Strittmatter dkk, 2003. Dispersi QT digunakan sebagai faktor prognostik penderita-
penderita dengan penyakit kardiovaskuler yang beresiko untuk takiaritmia ventrikuler dan kematian mendadak. Stroke akut diketahui akan
mengakibatkan abnormalitas EKG termasuk perpanjangan QT Lazar, 2008.
Randell menemukan bahwa pada 26 penderita dengan perdarahan subarakhnoid akan memanjang dispersi QT nya bila dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
kontrol yang mempunyai aneurisma cerebral yang tidak ruptur Randell, 1999.
Eckardt dkk, meneliti pada 40 penderita dengan stroke iskemik hemisfer unilateral dan menemukan bahwa dispersi QT berhubungan
dengan lokasi lesi serebri Eckardt, 1999. Afsar dkk, juga menemukan bahwa perpanjangan nilai dispersi QT
pada 36 penderita dengan stroke akut bila dibandingkan kontrol Afsar, 2003.
Dispersi QT memang berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi dan hasil akhir yang lebih jelek pada penyakit serebrovaskuler
Lazar, 2008.
II.4. COMPUTED TOMOGRAPHY CT