Karakteristik Subjek Penelitian Penderita stroke

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian Penderita stroke

Insiden stroke akut berdasarkan jenis kelamin dilaporkan lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dengan ratio 1,3:1,0 Sacco dan Boden-Albala, 2001. Mayer dkk 2005 pada penelitiannya terhadap penderita stroke, melaporkan jumlah penderita laki-laki sebesar 57 dibandingkan perempuan sebesar 43. Pada penelitian ini didapati lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan yaitu 74,1 n=15 laki-laki dan 28,6 n=6 perempuan. Usia sebagai faktor resiko penentu dalam kejadian stroke. Insiden stroke meningkat sesuai dengan meningkatnya usia, dan mayoritas stroke terjadi pada usia 65 tahun Sacco dan Boden-Albala, 2001. Sedangkan pada usia muda lebih jarang, akan tetapi mempunyai dampak yang buruk terhadap penderita maupun keluarganya. Secara umum disepakati bahwa dewasa muda mempunyai kesempatan untuk hidup akibat stroke dibandingkan dengan usia yang lebih tua. Namun sebagian besar penderita yang hidup mempunyai sekuele fisik, emosional, maupun sosial yang mengganggu kualitas hidupnya Nedeltchev dkk, 2004. Rentang umur penderita yang dijumpai pada studi ini adalah dari umur 44 tahun sampai dengan 80 tahun, dengan sebaran umur terbanyak pada kelompok 51-70 tahun yaitu 16 orang 76,2 dengan rerata usia 59,24 ± 8,80 tahun. Mayoritas penderita pada penelitian ini mengalami stroke iskemik yaitu sebesar 71,4 n=15, yang lainnya menderita stroke hemoragik sebanyak 28,6 n=6. Hasil studi yang hampir sama dilaporkan oleh Universitas Sumatera Utara Apak dkk 2005 didapatkan jumlah penderita stroke iskemik sebesar 58 n=36 dan perdarahan intraserebral sebesar 42 n=26. Demikian juga Ohira dkk 2003 pada penelitiannya mendapatkan penderita stroke iskemik sebanyak 339 orang dan stroke hemoragik sebesar 209 orang. Hipertensi merupakan faktor resiko mayor terhadap stroke iskemik dimana pada tekanan darah yang lebih tinggi resiko stroke lebih besar. Tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik meningkat dengan bertambahnya usia Goldstein dkk, 2006. Dari keseluruhan penderita penderita yang diteliti pada studi ini dijumpai sebanyak 85,8 n=18 menderita hipertensi dan umumnya penderita ini tidak memakan obat secara teratur atau bahkan tidak memakan obat sama sekali. Arenillas dkk, 2003 melaporkan penderita stroke iskemik dan TIA yang mengalami hipertensi sebesar 76,1. Paithankar, 2003 juga menemukan jumlah penderita hipertensi sebanyak 43,2. Pada penelitian ini, faktor resiko diabetes melitus sebesar 4,8 dan merokok 9,5. Tonam dkk, 2004 melaporkan faktor resiko diabetes melitus sebesar 22,2 dan merokok 28,48. Lokasi lesi berdasarkan lateralisasi pada studi ini pada hemisfer kanan sebesar 52,4 dan hemisfer kiri 47,6 n=15 dan n=17. Hasil ini berbeda dengan penelitian Fink dkk, 2002 yang melaporkan jumlah penderita stroke iskemik hemisfer kiri sebesar 52,9 dan hemisfer kanan 47,1. Pada studi ini, volume rerata lesi sebesar 33,93 ± 30,41 cm 3 dengan median volume adalah 31,5. Lesi yang paling kecil adalah 4,7 cm 3 Universitas Sumatera Utara dan yang terbesar adalah 133,3 cm 3 . Dimana penderita stroke iskemik yang berlokasi di hemisfer kanan sebanyak 9 42,9 dan sisanya 6 28,6 di hemisfer kiri, dimana sebanyak 57,1 n= 12 dengan volume lesi 50 cm 3 dan 14,3 n=3 mempunyai volume lesi ≥ 50 cm 3 . Sedangkan pada stroke hemoragik, 2 9,5 penderita berlokasi di hemisfer kanan dan 4 19 penderita di hemisfer kiri dengan 23,8 n=5 penderita mempunyai volume lesi 50 cm 3 dan sisanya 4,8 n=1 dengan volume lesi ≥ 50 cm 3 . Pada studi Painthakar dkk, 2003 menemukan ukuran lesi 3 cm sebesar 51,3 kasus dan selebihnya 48,6 berukuran 3 cm. IV.2.2. Gambaran Elektrokardiografi EKG dan Abnormalitas gambaran EKG peningkatan dispersi QTc pada penderita stroke dan kelompok kontrol Gambaran EKG abnormal pada penderita stroke akut dalam penelitian ini diperoleh sebesar 90,5 n=19, sedangkan kelompok kontrol sebesar 33,3 n=7. Apak dkk 2005 pada penelitiannya mengenai indikator miokard injury pada penderita stroke menemukan bahwa dari 62 penderita, yang mengalami EKG abnormal sebanyak 63 n=43. Pada kelompok penderita stroke dijumpai abnormalitas gambaran EKG yang terbanyak adalah T inversi sebesar 36,8, diikuti dengan prolonged QT sebesar 26,3 dan ST depresi sebesar 21,1. Apak dkk 2005 pada penelitiannya menemukan abnormalitas yang tersering Universitas Sumatera Utara berupa perubahan ST depresi sebesar 42 diikuti dengan prolonged QT intervals sebesar 18. Hirashima dkk 2001 menemukan abnormalitas EKG yang tersering dijumpai setelah stroke berupa T inversi, QT prolongation, ST segment elevasi dan depresi. Afsar dkk 2003 meneliti 36 penderita stroke akut tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya dengan peningkatan dispersi QTc QTcd, dimana nilai rerata QTcd meningkat pada pemeriksaan EKG 24 jam setelah onset stroke sebesar 56 ± 19 milidetik dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 30 ± 14 milidetik. Sedangkan Familloni dkk 2006 menemukan peningkatan nilai rerata QTcd sebesar 72,23 ± 32,8 milidetik pada penderita stroke iskemik dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 51,7 ± 15,4 milidetik. Pada penelitian ini, diperoleh nilai rerata dari ketiga QTcd sebesar 52,22 ± 32,85 milidetik pada penderita stroke akut dengan nilai terendah 10 milidetik dan tertinggi 140 milidetik. Sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 29,52 ± 15,65 milidetik dengan nilai terendah 10 milidetik dan tertinggi 70 milidetik. Jadi disimpulkan bahwa rerata nilai QTcd penderita stroke hari ke-1, ke-7 dan ke-14 dan kelompok kontrol masih dalam batas normal Qtcd dianggap memanjang bila 70 milidetik. IV.2.3. Hubungan antara nilai QTcd dengan luas volume lesi dan lokasi lesi Pada penelitian ini, nilai rerata QTcd hari ke-1, ke-7 dan ke-14 lebih tinggi pada penderita stroke dengan volume lesi ≥ 50 cm 3 daripada Universitas Sumatera Utara penderita stroke dengan volume lesi 50 cm 3 namun perbedaannya tidak bermakna secara statistik. Afsar dkk 2003 menemukan adanya korelasi QTcd dengan luas lesi secara bermakna pada pemeriksaan EKG 24 jam setelah onset stroke, dimana nilai QTcd sangat tinggi pada penderita dengan volume lesi besar daripada penderita dengan volume lesi kecil. Perbedaan ini disebabkan olehkarena jumlah sampel penderita dengan volume lesi ≥ 50 cm 3 sangat sedikit. Berdasarkan lokasi lesi, diperoleh nilai QTcd hari ke-1, ke-7 dan ke- 14 yang lebih tinggi pada penderita stroke di hemisfer kanan daripada di hemisfer kiri, namun perbedaannya juga tidak bermakna secara statistik. Afsar dkk 2003 menemukan peningkatan nilai QTcd lebih tinggi secara bermakna pada penderita di hemisfer kanan daripada di hemisfer kiri saat pemeriksaan EKG 72 jam setelah onset. Sedangkan Huang dkk 2004 menemukan secara bermakna peningkatan QTcd pada penderita dengan keterlibatan batang otak dibandingkan tanpa keterlibatan batang otak. Studi Taschl dkk 2006 pada penderita stroke akut juga menunjukkan bahwa perpanjangan QT kebanyakan pada lesi kecil di daerah insular. Perbedaan ini disebabkan olehkarena lokasi lesi yang paling banyak pada penelitian ini adalah daerah basal ganglia dan kapsula interna, sedangkan peningkatan QTcd sering terjadi pada lokasi lesi di insular dan batang otak. Universitas Sumatera Utara

IV.2.4. Hubungan antara nilai QTcd dengan tipe stroke