Storge; Cinta Ayah Kepada Putrinya dan Cinta Ibu Kepada Putrinya

- 70 - sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakuka apapun yang diinginkan objek tersebut. Wahdi dalam www.google.comwahdisblog.blogspot.com2007defenisi cinta12052010 menyatakan bahwa ada beberapa macam bentuk cinta, yaitu: 1 Eros, adalah cinta manusia semata, yang diinspirasi oleh sesuatu yang menarik pada objeknya. Eros merupakan cinta yang tumbuh dari seseorang kepada yang lain, 2 Storge, adalah ikatan alami antara ibu dan anak, bapak dan anak, dan saudara, 3 Philia, setingkat lebih tinggi dari eros, berhubungan dengan jiwa daripada tubuh. Menyentuh kepribadian manusia-intelektual, emosi, dan kehendak, melibatkan saling berbagi, 4 Agape, adalah tingkat kasih yang paling tinggi. Ini adalah kasih Tuhan, kasih yang tidak mencari kesenangan sendiri, tetapi senang memberi tanpa menuntut balas. Dari keempat bentuk cinta tersebut hanya dijumpai tiga bentuk cinta dalam novel Cerita Calon Arang karya Paramoedya Ananta Toer ini, yaitu:

5.1.1 Storge; Cinta Ayah Kepada Putrinya dan Cinta Ibu Kepada Putrinya

Storge, adalah perasaan atau ikatan alami antara ibu dan anak, bapak dan anak, dan saudara. Cinta ini tergambar pada Empu Baradah yang sangat mencintai putrinya Ratna Manggali. Ia sangat sedih melihat putrinya yang belum dapat menerima kepergian ibu kandungnya. Empu Baradah turut merasakan kepedihan yang dirasakan oleh putrinya itu. Sekarang ibunya telah meninggal. Siapa tak akan bersedih hati. Siapa lagi yang akan bercerita begitu indah kepada Wedawati? Siapa lagi yang akan mengasihinya? Lalu dengan tersedu-sedu dirangkulnya mayat ibunya. “Ya, siapa lagi yang mengasihi daku? Tangisnya. Ayah ‘kan masih ada,” hibur ayahnya. Tapi tapi gadis itu menangis juga. “Siapakan yang mencintaiku sekarang?” ratapnya lagi. Lalu Sang Empu tak tahan lagi melihat tingkah laku anaknya. Dirangkulnya Wedawati, diusap-usapnya rambut dan pipi anaknya yang piatu itu, sambil mengucurkan airmata Cerita Calon Arang, 2003: 17. Universitas Sumatera Utara - 71 - Cinta Empu Baradah kepada putrinya ini juga tercermin melalui kegelisahan yang dirasakannya ketika ia pulang ke asrama dan mengetahui Wedawati tidak berada di rumah karena bertengkar dengan ibu tirinya. Kemudian cepat-cepat Empu Baradah berangkat mencari anaknya. Segera Sang Empu bangun dari tidurnya. Kaget benar ia. Cepat-cepat dikenakan kembali jubahnya. Katanya kepada istrinya: “Baiklah, ku cari sendiri”. Kemudian jalanlah ia mencari Wedawati. Cepat sekali jalannya. Sebentar-sebantar ia bertanya kepada orang di jalan: “Ada engkau melihat anakku? Kemana perginya?” Tiap orang yang mengetahui menjawablah dengan segera dan hormat. Sampai di padang rumput Sang Empu sekarang. Anak-anak gembala masih banyak di sana. Pada salah seorang mereka bertanyalah ia: “Ada di antara engkau tahu kemana anakku pergi?” Cerita Calon Arang, 2003: 48. Perasaan cinta Empu Baradah kepada putrinya Ratna Manggali juga terlihat ketika Empu Baradah sangat bersedih karena Ratna Manggali tidak mau pulang ke rumah saat pergi dari rumah untuk kedua kalinya. Empu Baradah menemui Ratna Manggali di kuburan istrinya dan membujuk Ratna Manggali agar tidak meninggalkan dirinya dan mau kembali pulang ke Lemah Tulis. “Anakku, manis Buat apa engkau meninggalkan rumah? Engkau membuat aku bersedih hati. Mari pulang, anakku” Wedawati menggelengkan kepala. Ia tak mau pulang lagi. Ia tak ingin hidup bersama ibu tirinya. Karena tak mau menyusahkan orang lain, ia pun tak sudih bila disuruh tinggal di tempat orang lain. Lama Empu Baradah mengambil hati anaknya. Tapi Wedawati tak mau mengubah pendiriannya. Lama juga ayah itu mengusap-usap rambut dan bahu anaknya. Wedawati tetap tidak peduli. Sudah lama juga Sang Pendeta memberi nasehat. Banyak juga pelajaran disuarakannya. Tidak, Wedawati tetap tak mau ikut pulang. “Mengapa engkau hendak menyedihkan hati ayahmu, Wati?” “Ayahanda.” Kata Wedawati sopan, “hamba sudah berniat tinggal di kuburan ini. Hamba tak ingin pulang.” “Kalau engkau tinggal di sini anakku, angin, hujan, panas, dan dingin udara itu akan membuat engkau tidak sehat,” ayahnya menasehati lagi. Universitas Sumatera Utara - 72 - “Biarlah hamba sakit, ayahanda. Biarlah hamba sakit,” jawab Wedawati. “Mengapa engkau hendak menyedihkan hatiku, Wati?” tanya Sang Pendeta Cerita Calon Arang, 2003: 64. Cinta ini juga jelas terlihat ketika Empu Baradah rela mengorbankan keinginannya membawa Ratna Manggali kembali pulang. Empu Baradah rela menuruti permintaan Wedawati untuk tinggal di kuburan ibunya, walaupun hatinya sangat sedih. Ia sudah membujuk anaknya, namun tidak berhasil. Wedawati tetap pada pendiriannya. Empu Baradah pun menyuruh murid-muridnya untuk membuat sebuah bangunan di kuburan itu sebagai tempat tinggal Wedawati agar putrinya itu terlidung dari bahaya. Selama Wedawati tinggal di tempat itu, Empu Baradah setiap hari mengunjungi putrinya itu. Ia juga mengajarkan ilmu kepada putrinya yang memutuskan menjadi pertapa itu. “Kalau sudah tetap niatmu, anakku,” katanya perlahan, “ untuk tinggal di kuburan, sebaiknya engkau tinggal di rumah yang aku suruh buat itu.” Wedawati tidak menjawab. Juga ia tidak menoleh ke arah orang-orang yang sibuk mendirikan rumah. “Dan ini ibumu berkirim makanan. Jangan kau biarkan kosong perutmu di bawah hawa dingin seperti semalam. Ibumu bilang sejak kemarin pagi kau belum makan.” Wedawati tak mau juga bicara. Hari itu juga rumah telah berdiri di pekarangan pekuburan. Berloteng rumah itu. Dengan kasih sayangnya Sang Pendeta memegang tangan anaknya. Wedawati didirikan. Dan gadis itu tidak membantah. Lambat-lambat mereka berjalan ke arah rumah yang sudah jadi itu. Saban hari Sang Pendeta datang membawa weda-weda dan mengajarkan pada anaknya berbagai ilmu yang patut diketahui oleh setiap orang. Dan bila berhadapan dengan ayahnya, tak pernah gadis itu bertanya tentang ibu, tentang adik, tentang asrama. Ia tak bertanya apa-apa selain tentang pelajarannya. Kalau ia bercerita kepada ayahnya, ia hanya bercerita tentang kuburan dan suburnya bunga-bunga yang tumbuh Cerita Calon Arang, 2003: 66-67. Cinta ayah kepada putrinya ini semakin jelas terlihat ketika Empu Baradah pada akhirnya memutuskan hidup menjadi pertapa putrinya. Setelah Empu Baradah berhasil menyelamatkan penduduk Daha dari kejahatan Calon Arang, ia pun meninggalkan seluruh hartanya dan mengajak putrinya Wedawati pergi ke tempat yang jauh sekali untuk bertapa. Universitas Sumatera Utara - 73 - Sesampainya di asramanya sendiri, segala kekayaan itu diserahkannya kepada anak yang lelaki. Setelah menyerahkan seluruh harta-bendanya, pergilah ia ke tempat Wedawati bertapa. Diajaknya anaknya yang dicintai itu pergi jauh, jauh sekali. Maka nampaklah kedua orang itu berjalan bersama-sama, naik gunung. Tambah lama tambah kecil kelihatannya. Akhirnya tak kelihatan sama sekali. Sejak itu tak pernah orang mendengar berita di mana mereka berdua berada Cerita Calon Arang, 2003: 92. Bentuk cinta storge ini juga tergambar dari cinta yang dimiliki oleh Calon Arang ibu kepada putrinya Ratna Manggali. Calon Arang sangat mencintai putri tunggalnya itu. Karena begitu dalam cintanya itu, Calon Arang rela membunuh banyak orang sebagai bentuk kemarahannya kepada para penduduk yang sering membicarakan tentang putrinya yang belum juga ada yang melamar. Mendengar kabar itu, Calon Arang menjadi marah dan bertekad membunuh orang sebanyak-banyaknya demi memuaskan amarahnya. Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka padanya. Dari murid-muridnya banyak mendengar bahwa anaknya sering menjadi buah percakapan, karena tidak juga diperistri orang. Bukan main marahnya. Sifatnya yang jahat pun tumbuhlah. Ia hendak membunuh orang sebanyak-banyaknya, supaya puaslah hatinya Cerita Calon Arang, 2003: 12. Calon Arang pun menyebarkan penyakit yang menyebabkan banyak penduduk di Daha yang meninggal. Tindakan ini dilakukan terus-menerus sebagai bentuk dendamnya kepada penduduk yang menjadikan putrinya sebagai bahan perbincangan. Suatu ketika ada lelaki yang bernama Empu Bahula yang menemui Calon Arang untuk melamar putri Calon Arang. Mendengar itu, Calon Arang sangat senang. Ia menyambut gembira lamaran itu dan menerima dengan terbuka. “Sangat girang hati hamba, Sang Pendeta, karena tuan sudi memperistri anak hamba. Tetapi sudah hamba katakan tadi, Ratna Manggali anak kampung yang tak tahu adat kota. Kerjanya kaku dan kikuk. Dialah anak hamba satu-satunya.” “Bagaimanakah pendapat tuan tentang permintaan hamba? Tanya Bahula. “Hamba bersyukur, Pendeta. Hamba serahkan anak hamba kepada tuan.” “Dan emas kawin apakah yang harus hamba penuhi? tanya Bahula. Universitas Sumatera Utara - 74 - “O, itu perkara gampang, tuan Pendeta Sembarang hadiah tuan pendeta akan hamba terima dengan perasaan syukur, beribu-ribu syukur,” jawab janda Girah itu Cerita Calon Arang, 2003: 70. Rasa cinta Calon Arang kepada putrinya ini juga jelas tergambar ketika ia membuat pesta yang meriah untuk merayakan pernikahan putri tunggalnya itu. Ia rela mengorbankan sebagian hartanya untuk membuat pesta yang megah. Ia ingin pernikahan pestanya itu membuat putrinya bahagia. Perhelatan perkawinan itu dibuat besar-besaran oleh Calon Arang. Tentu saja, karena Ratna Manggali anak tunggal. Dan anak itu disayangi sekali. Harta benda janda itu banyak, melimpah-limpah. Tentu saja ia tak sayang kehilangan dari sebagian dari harta bendanya. Beribu-ribu orang datang. Bukan karena sayang mereka datang menyaksikan pernikahan itu. Tetapi karena ketakutan. Tua-muda, laki-perempuan semua keluar rumah masing-masing. Segala permainan ada di pesta itu. Segala makanan dan minuman tersedia. Hari itu Calon Arang adalah orang yang paling berbahagia di seluruh dunia. Sebentar-sebentar ia tertawa-tawa. Ia merasa puas. Sekarang anaknya telah bersuami Cerita Calon Arang, 2003: 71. Tindakan Calon Arang tersebut dilakukan untuk membahagiakan putri tunggalnya Ratna Manggali. Ini merupakan bentuk cinta. Bentuk cinta ini merupakan ikatan yang terdapat dalam hubungan antara ibu dan anaknya. Bentuk cinta yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang ini, yaitu cinta ayah kepada putrinya dan cinta ibu kepada putrinya storge memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah yaitu sama-sama rela melakukan apa saja demi membahagiakan anaknya. Empu Baradah rela menuruti permintaan putrinya untuk berpisah tempat tinggal dengan ayahnya dan memutuskan menjadi seorang pertapa. Empu baradah menerima keputusan itu, meskipun itu sangat menyedihkan baginya. Empu Baradah membangun sebuah rumah tinggal untuk putrinya di lokasi pertapaan itu agar putrinya terlindung. Universitas Sumatera Utara - 75 - Demikian juga dengan Calon Arang yang sangat marah ketika penduduk membicarakan putrinya yang belum juga ada yang melamar. Calon Arang kemudian melampiaskan amarahnya itu dengan membunuh penduduk sebanyak-banyaknya. Hingga suatu hari, putrinya dilamar oleh Empu Bahula. Calon Arang pun sangat senang dan mengadakan pesta yang sangat meriah untuk pernikahan putri tunggalnya walaupun harus mengorbankan sebagian besar dari hartanya. Perbedaan dari kedua cinta ini, yaitu cinta ayah Empu Baradah kepada putrinya Wedawati menghasilkan hal yang baik, artinya tidak merugikan orang lain di sekitarnya. Sebaliknya, cinta ibu Calon Arang kepada putrinya Ratna Manggali, menyebabkan hal buruk bagi orang lain, yaitu sanpai menghilangkan nyawa orang lain.

5.1.2 Philia; Cinta Seorang Pemimpin Kepada Rakyatnya sesama