- 25 - BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan library research, yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Pada penelitian ini diperoleh data dan informasi tentang
objek penelitian melalui buku-buku. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari novel, yaitu:
Judul : Cerita Calon Arang
Karya : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Jenis : Novel
Cetakan : Ketiga
Ukuran : 13 x 20 cm
Tebal : 94 halaman
Gambar Sampul : Gambar seorang wanita yang sedang berdiri yang raut wajahnya
menunjukkan kemarahan, sedangkan di sisi lain terdapat gambar seorang wanita sedang termenung.
Warna Kulit : Perpaduan kuning muda dan biru toska
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode membaca heuristik dan hermeneutik. Pradopo 200: 135 menyatakan:
Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik sistem pertama. Pembacaan
hermeneutik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah
Universitas Sumatera Utara
- 26 - pembacaan ulang retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberi
konvensi sastranya.
Selanjutnya Pradopo 2001: 135 menjelaskan “pembacaan heuristik cerita rekaan adalah pembacaan tatabahasa ceritanya, yaitu pembacaan dari awal sampai akhir cerita
secara berurutan”. Dari pembacaan ini dihasilkan sinopsis cerita sebagai berikut: Di sebuah negara, yaitu Daha yang kini bernama Kediri, penduduknya banyak dan
hidup makmur. Petani selalu mendapatkan hasil panen yang baik. Penduduknya hidup dengan sukacita. Negara Daha termasyhur aman. Penduduknya cukup makanan dan
pakaian, sehinggan tidak ada penyakit. Negara itu diperintah oleh seorang raja yang berbudi dan bijaksana yang bernama Baginda Erlangga. Baginda selalu memperhatikan
rakyatnya. Rakyatnya mencintai Baginda karena keramatamahannya. Suatu hari, keadaan negara yang makmur dan sentosa itu berubah. Keamanan dan
kesejahteraannya tidak lagi seperti dulu. Seluruh penduduk gelisah dan diikuti perasaan takut karena terdengar bahwa akan ada musuh yang datang menyerang mereka. Sehingga
Orangtua melarang anak-anaknya bepergian. Jalan-jalan menjadi sepi. Ibukota negara seakan-akan berkabung karena sunyinya. Ternyata musuh itu adalah penyakit mematikan
yang dapat menimpa siapa saja yang ada di Negara Daha. Penyakit berbahaya itu ternyata disebabkan oleh perbuatan seorang janda yang
tinggal di Dusun Girah, dusun yang menakutkan bagi penduduk Daha. Janda setengah tua itu bernama Calon Arang. Calon Arang berkuasa. Ia senang menganiaya sesama manusia,
membunuh, merampas, dan menyakiti. Ia memiliki ilmu hitam yang dapat digunakannya untuk membunuh orang. Calon Arang adalah pendeta perempuan pada Candi Dewi Durga.
Universitas Sumatera Utara
- 27 - Calon Arang juga seorang dukun yang memiliki banyak mantra yang manjur. Tidak ada
orang yang berani melawannya. Ia juga memiliki banyak murid. Calon Arang memiliki seorang anak perempuan yang berumur lebih dari 25 tahun.
Nama putrinya itu adalah Ratna Manggali. Ia adalah gadis yang sangat cantik. Walaupun Ratna Manggali sangat cantik, belum ada seorang pemuda pun yang mau meminangnya.
Para pemuda di dusun itu takut pada Calon Arang, karena kelakuannya yang buruk. Bahkan, Ratna Manggali tidak memiliki teman biasa. Gadis-gadis lain menjauhinya, karena
takut dengan kejahatan dan kedengkian yang dimiliki oleh ibunya. Tidak ada yang mau berbicara atau bertegur sapa dengan Ratna Manggali, karena jika salah bicara akan
menimbulkan amarah Calon Arang. Melihat penduduk Girah yang menjauhi putrinya, lama-kelamaan Calon Arang
menjadi sangat marah. Sifat jahatnya pun muncul. Ia hendak membunuh orang sebanyak- banyaknya, demi memuaskan amarahnya. Maka, Calon Arang memanggil semua muridnya
dan menyampaikan rencana jahatnya. Dengan tidak banyak pertimbangan Calon Arang berangkat ke Candi Durga untuk memanggil Dewi Durga, yaitu dewi yang menghendaki
kerusakan. Di dalam candi inilah Calon Arang dan murid-muridnya membaca mantra untuk menyampaikan maksud untuk membunuh orang. Ada yang menyanyi, menandak dan
menari-nari, melangkah berputar-putar, menjulurkan lidah seperti ular, mendelik-delik menakutkan, memendekkan kaki, miring-miring dan semacamnya, seperti orang gila.
Mereka berhasil membaca mantra dan Dewi Durga memberi izin untuk membangkitkan penyakit untuk menumpaskan nyawa orang banyak dengan syarat bahwa
mereka tidak boleh menyebarkan penyakit itu hingga ke dalam ibukota. Kemudian mereka semua pulang dan merencanakan niat jahat yang akan mereka lakukan terhadap seluruh
penduduk.
Universitas Sumatera Utara
- 28 - Calon Arang dan murid-muridnya mulai melaksanakan rencananya menyakiti dan
menewaskan orang banyak. Setiap hari ada saja yang menjadi korban kejahatan Calon Arang dan murid-muridnya itu. Tidak ada seorang pun yang berani melawan. Seluruh
penduduk dan kepala desa serta barisannya pun tidak. Tidak ada yang berani keluar rumah. Sawah-sawah di Dusun Girah tidak ada yang mengerjakan. Ladang-ladang menjadi padang
rumput dan belukar. Lama-kelamaan Dusun Girah yang semula ramai menjadi sunyi karena penduduknya tidak ada yang berani keluar rumah.
Calon Arang dan murid-muridnya merasa bahagia dan puas karena berhasil menyakiti dan menewaskan orang-orang yang dibencinya. Mereka tertawa dan merayakan
kemenangan dengan berkeramas. Yang digunakan untuk mengeramasi rambut mereka adalah darah manusia. Karena itu rambut murid-muridnya lengket-lengket dan tebal. Jika
sedang berpesta, mereka seperti binatang buas. Semua orang takut melihatnya. Jika ada orang yang mengintip mereka, maka orang itu akan diseret ke tengah pesta dan dibunuh
dan darahnya digunakan untuk keramas. Pada hari-hari berikutnya mereka menanamkan teluh, agar penyakit menyebar ke
empat mata angin. Tidak lama kemudian, penyakit itu merajalela ke seluruh negeri, ke gunung, sawah, hutan , dusun kecuali ibukota. Setiap hari ratusan orang meninggal karena
penyakit yang tidak ada obatnya itu. Penduduk negara Daha semakin hari semakin sedikit. Penyakit panas dingin yang disebarkan Calon Arang dan murid-muridnya tidak bisa
dicegah lagi. Bahkan pendeta-pendeta yang baik hati di Daha pun tidak ada yang bisa melawan kekuatan Calon Arang. Nama Calon Arang disebut-sebut dan dikutuk oleh
seluruh penduduk negara Daha.
Universitas Sumatera Utara
- 29 - Suatu hari, berita tentang meluasnya penyakit yang disebarkan Calon Arang itu
sampai kepada Sri Baginda Erlangga. Sri Baginda Erlangga sangat sedih mendengarnya. Lalu ia memanggil seluruh pendeta dan menteri ke istana. Kemudian ia memerintahkan
balatentara untuk pergi ke Dusun Girah untuk menangkap Calon Arang dan menghentikan penyakit yang sedang merajalela itu. Seluruh penduduk menyambut gembira keputusan Sri
Baginda Erlangga itu. Mereka mengadakan selamatan agar pasukan balatentara berhasil menghentikan perbuatan Calon Arang.
Setelah perjalanan panjang, sampailah pasukan balatentara di Dusun Girah. Mereka tiba di sana larut malam. Tidak ada yang menyadari kedatangan mereka, karena penduduk
sudah pada tidur dan tidak berani keluar rumah. Pasukan itu pun langsung menuju rumah Calon Arang. Namun, pasukan itu tidak berhasil menangkap Calon Arang, malahan tiga
orang dari pasukan tewas di tangan Calon Arang. Pasukan yang lain pun segera pergi dan kembali ke ibukota.
Mendengar kegagalan para prajurit balatentara, seluruh penduduk sangat sedih. Begitu juga Sri Baginda Raja. Penyakit pun terus menyebar. Di sisi lain, Calon Arang dan
murid-muridnya marah karena pemerintah ibukota telah mengetahui dan ikut campu atas kejahatan yang mereka lakukan. Maka Calon Arang dan murid-muridnya merencanakan
memperluas penyebaran penyakit ke ibukota. Mereka meminta izin pada Dewi Durga untuk menyebarkan penyakit itu sampai ke ibukota bahkan ke istana. Mereka
mempersembahkan sesaji, kemudian Dewi Durga memberi izin kepada Calon Arang dan murid-murinya untuk melaksanakan maksud mereka tersebut.
Hari demi hari, penyakit semakin hebat. Mayat tergolek di sepanjang jalan, di dalam rumah, di sawah, bahkan di dekat-dekat istana juga. Bukan main amarah Sri Baginda
Universitas Sumatera Utara
- 30 - melihat peristiwa itu. Maka ia mengumpulkan pasukan dan pendeta-pendeta. Sri Baginda
Erkangga mengatakan bahwa mantra harus dilawan dengan mantra juga. Ia memerintahkan para pendeta itu untuk memohon petunjuk dari Dewa Agung guna mendapatkan cara
melawan kejahatan Calon Arang dan murid-muridnya. Pendete-pendeta itu kemudian memanggil Dewa Agung di dalam candi kerajaan dengan asap pedupaan. Tidak lama
kemudian, muncul Dewa Guru. Dewa itu mengatakan bahwa yang dapat melawan Calon Arang hanya seorang saja, yaitu seorang pendeta yang sakti dan baik hati bernama Empu
Baradah yang tinggal Lemah Tulis. Ia pulalah kelak yang melindungi kerajaan dari kerusuhan dan keonaran.
Setelah mendapatkan petunjuk dari Dewa Guru itu, segeralah Sri Baginda Erlangga memerintahkan Kanduruan agar meminta pertolongan dengan hormat kepada Empu
Baradah. Kenduruan pun segera menuju Lemah Tulis menemui Empu Baradah. Setelah mereka bertemu, Kenduruan langsung menyampaikan maksudnya kepada Empu Baradah,
bahwa ia utusan Sri Baginda Erlangga. Empu Baradah bersedia menolong penduduk. Lalu Empu Baradah menanyakan apakah yang menyebabkan Calon Arang berbuat demikian
jahat kepada penduduk Daha. Kanduruan menjelaskan alasannya, yaitu karena tidak seorang lelaki pun yang mau menikahi putri Calon Arang yaitu Ratna Manggali karena
takut kepada Calon Arang. Setelah mengetahui alasan tersebut, maka Empu Baradah pun menjodohkan
seorang muridnya yang bernama Empu Bahula dengan Ratna Manggali. Tidak lama kemudian, Sri Baginda menghadiahkan emas kawin dan uang kepada Empu Bahula untuk
dipersembahkan pada saat upacara perkawinannya nanti. Lalu dengan kuda putih besar Empu Bahula dan iring-iringan langsung berangkat ke Dusun Girah menemui Calon
Universitas Sumatera Utara
- 31 - Arang. Sesampainya di sana, Calon Arang sangat senang dan langsung menerima lamaran
Empu Baradah terhadap putrinya Ratna Manggali. Upacara pernikahan pun dilaksanakan sangat meriah. Suluruh penduduk pun ikut memeriahkan acara itu. Bukan main girangnya
Calon Arang karena putri tunggalnya sudah menikah. Kemudian Empu Bahula dan Ratna Manggali hidup berumahtangga.
Suatu hari, ketika duduk bersama Ratna Manggali, Empu Bahula menanyakan untuk apa setiap sore Calon Arang pergi dengan membawa kitab. Ratna Manggali pun
menceritakan semua rahasia Calon Arang kepada Empu Bahula, bahwa Calon Arang setiap sore pergi ke pekuburan dekat Candi Durga untuk membuat dan menyebarkan penyakit ke
seluruh pendudu. Dan kitab yang dibawa itu sangat bertuah dan di dalamnya berisi rahasia semua ilmu yang dimiliki Calon Arang. Empu Bahula pun meminta Ratna Manggali
mengambil kitab itu. Pada suatu malam ketika Calon Arang sedang tidur pulas, Ratna Manggali
mengambil kitab ibunya itu, lalu menyerahkannya kepada Empu Bahula. Setelah menerima kitab itu, Empu Bahula segera menuju Lemah Tulis menemui Empu Baradah dan memberi
tahu bahwa rahasia ilmu Calon Arang sudah ia pegang. Ia lalu menyerahkan kitab itu kepada Empu Baradah, gurunya. Empu Baradah membaca seluruh isi dari kitab itu dan
menyuruh Empu Bahula mengembalikannya kepada Ratna Manggali. Setelah mengetahui rahasia Calon Arang, maka Empu Baradah dan tiga muridnya
pergi ke tempat-tempat yang diteluh penyakit. Di sepanjang jalan mereka mengobati penyakit penduduk. Bahkan mereka menghidupkan kembali mayat orang-orang yang
meninggal. Lalu Empu Baradah menemui Calon Arang. Awalnya Calon Arang meminta ampun kepada Empu Baradah dan ingin bertobat, tetapi Empu Baradah menolak
Universitas Sumatera Utara
- 32 - permintaan Calon Arang itu karena wanita itu memiliki banyak sekali dosa. Jiwanya tidak
bisa disucikan lagi. Calon Arang tidak bisa diampuni lagi. Mendengar penolakan itu, Calon Arang sangat murka. Ia menyerang Empu Baradah dengan semburan api yang besar.
Namun, api itu sama sekali tidak dapat membakar tubuh Empu Baradah, walaupun sudah berulang-ulang. Kemudian Empu Baradah mengalahkan Calon Arang hanya dengan
ucapan. Maka Calon Arang pun mati. Kemudian Empu Baradah menghidupkan Calon Arang kembali untuk menyucikan jiwanya, menghilangkan kotoran jiwanya, kemudian
Calon Arang dibunuh kembali. Setelah itu Calon Arang benar-benar telah tiada. Kabar kematian Calon Arang sampai ke seluruh negeri. Sri Baginda Erlangga
sangat bahagia. Kini negara Daha yang dipimpinnya bebas dari penyakit teluh Calon Arang. Sri Baginda pun menemui Empu Baradah untuk mengucapkan rasa terimakasih
yang besar. Ketika mereka bertemu, Sri Baginda Erlangga meminta Empu Baradah mengajarkan ilmu budi pekerti. Pengetahuan Sri Baginda Erlangga itu dipergunakan untuk
memperbaiki keadaan rakyat. Negara Daha kembali makmur. Orang-orang Tionghoa dan India leluasa datang ke Jawa untuk berdagang. Anak-anak kecil kembali bermain dengan
riang. Tidak ada seorang pun yang ketakutan. Penyakit tidak lagi banyak seperti dulu. Sawah dan ladang diolah lagi. Tidak ada lagi kelaparan. Demikianlah keadan Daha setelah
Calon Arang tiada. Dalam penelitian ini selanjutnya penafsiran data tentang unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik dicatat pada kartu data. Setiap kartu data berbeda warna, yaitu kartu kuning untuk unsur intrinsik yang meliputi tema, penokohan, alur, dan latar serta kartu merah
untuk unsur ekstrinsik berupa nilai-nilai sosial yaitu cinta, kejahatan, dan kepahlawanan.
Universitas Sumatera Utara
- 33 - Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam membedakan setiap masalah yang
akan dibahas.
3.2 Metode Analisis Data