• Mengendalikan atau membunuh organisme pengganggu tanaman OPT.
sebagai contoh insektisida, akarisida, fungisida, nematisida, moluskisida, dan herbisida.
• Mengatur pertumbuhan tanaman, dalam arti merangsang atau menghambat
pertumbuhan dan mengeringkan tanaman. Sebagai contoh obat pengatur tumbuh, defoliant senyawa kimia untuk merontokkan daun, dan dessicant
senyawa untuk mengeringkan daun Djojosumarto, 2006.
2.3.1 Bahaya Pencemaran Pestisida
Penggunaan pestisida pertanian berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi pengguna, konsumen, lingkungan, serta dampak sosial ekonomi. Oleh karena
itu, penggunaan pestisida harus digunakan hati-hati. Penggunan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan.
Keracunan tersebut dapat bersifat akut ringan, akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa
sakit, dan diare. Keracunan akut bert menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi
meningkat. Dapat juga mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan mengakibatkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak
segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan
kesehatan seperti iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal, dan pernafasen Djojosumarto, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Residu beberapa pestisida tetap tinggal dalam tanah dalam waktu yang lama persistent dan dapat terbawa atau berpindah ke tempat lain
bahkan masuk kedalam rantai makanan. Contoh: DDT, Endrin, Lindane, Endosulfan, klorpirifos
Pestisida tidak hanya membunuh serangga hama perusak, tetapi juga akan membunuh serangga lain yang menguntungkan manusia musuh alami hama.
Residu pestisida yang masih tertinggal di dalam buah, daun atau batang, bila tidak hilang tercuci dapat ikut masuk termakan oleh manusia dan berbahaya bagi
kesehatan tubuh kita Setyono, 2009.
2.3.2 Residu Pestisida
Pengertian residu adalah sisa insektisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-
peristiwa khemis dan fisis mulai bekerja. Ini untuk membedakan pengertian residu dengan deposit. Deposit adalah bahan insektisida yang ditinggalkan segera
sesudah perlakuan. Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah dtinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun
langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk mendeteksi atau menganalisisnya, menggunakan
metode-metode tertentu yang umumnya telah dibakukan Martono, 2009. 2.3.2.1 Klorpirifos
Rumus Bangun :
Universitas Sumatera Utara
Struktur Molekul : C
9
H
11
Cl
3
NO
3
PS Nama Kimia
: O,O-diethyl O-3,5,6-trichloro-2-pyridyl phosphorothioate Nama Dagang
: Dursban Densitas
: 1,398 gcm
3
43,5 C
Titik Uap : 160
o
C Berat Massa
: 350,59 gmol WHO, 2004 Klorpirifos merupakan insektisida selektif, diperkenalka tahun 1965, serta
bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. Mengendalikan serangga hama dari ordo Coleoptera, Diptera, Homoptera, dan Lepidoptera baik di
daun maupun di dalam tanah Djojosumarto, 2006.
2.3.2.2 Cara kerja klorpirifos
Klorpirifos bekerja sebagai penghambat asetil kolin esterase acetyl cholin esterase inhibitor, bekerja dengan menghambat enzim kolin esterase pada sinaps
saraf sehingga aktivitas saraf tidak terkendali Djojosumarto, 2006.
2.3.3 Proses Analisis Residu Pestisida
Ekstraksi atau pemisahan residu pestisida dari bahan utama yang dianalisis bagian tumbuhan, tanah, air dll. dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam
suatu pelarut atau campuran pelarut. Pelarut harus mampu mengekstraksi residu dalam jumlah maksimum dengan bahan-bahan sertaan yang minimal, supaya tidak
mengganggu hasil dan proses analisis. Komponen utama yang sering mengganggu adalah lemak, pigmen dan gula. Pelarut yang sering dipergunakan: asetonitril,
dimetilsulfoksida, aseton, air untuk pestisida polar; petroleum eter, dietil eter, n- heksan, atau kombinasi dari pelarut-pelarut tersebut Martono, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pemurnian ekstrak dilakukan untuk menyingkirkan bahan-bahan sisapengganggu seperti misalnya lemak, lilin, dan pigmen. Residu kemudian
dapat juga difraksinasi. Hasil fraksinasi kemudian dianalisis dengan metode- metode kromatografi.. Metode-metode kromatografi
dilakukan dengan memperhatikan mekanismenya adsorpsi, pertukaran ion atau kedudukan alatnya
vertikalkolom, horisontal atau datar Martono, 2009.
2.4 Analisis KualitatifKuantitatif
Analisis dengan metode kromatografi antara lain : •
Kromatografi Cairan-Gas KCG atau Gas Liquid Chromatography GLC Merupakan metode yang paling umum dipakai, proses pemisahannya
berdasar pada partisi senyawa yang diuapkan melalui suatu fase stasioner cairan non-volatil pada suatu bahan padat pendukung dengan fase gerak
berupa gas inertgas mulia. Fase diam terdapat di dalam kolom dengan diameter 2 - 4 mm, panjang 1000 - 2000 mm baja tahan karat, gelas atau
teflon, terdapat juga kolom kapiler dapat mencapai panjang 5-60 m. Bahan penyangga fase diam harus memiliki sifat adsorpsi minimum, luas permukaan
besar, stabilitas yang baik tanah diatom, teflon. Dalam menentukan fase cair harus diperhatikan polaritas senyawa yang dipisahkan. Setelah komponen
yang dipisahkan melewati kolom, dilakukan deteksi dengan detektor. Respon detektor dicatat dalam bentuk kromatogram, kemudian dapat dihitung secara
kuantitatif. Perhitungan kualitatif dilakukan dengan membandingkan puncak kromatogram terhadap puncak baku suatu senyawa yang telah diketahui.
Universitas Sumatera Utara