1.1. Tingkat Kesadaran Wajib Pajak
Berbicara mengenai kesadaran ini menyangkut dengan pribadi seseorang,dimana kesadaran tersebut datang dan timbul dari hati nurani seseorang
untuk melakukan sesuatu yang menurut etiket merupakan tindakan yang baik da terpuji tanpa adanya paksaan dari orang lain. Kesadaran wajib pajak adalah wajib
pajak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku.
Tingkat kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban pajak masih rendah,walupun system perpajakan kita menganut system “Self Assesment”. Namun
perlu disadari bahwa penerapan system “Self Assesment” membutuhkan kesadaran masyarakat yang jujur dan bertanggung jawab.Adapun faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat kesadaran Wajib Pajak adalah: 1.Karena seseorang tersebut tidak menerima manfaat.
2.Karena orang lain juga tidak membayar pajak. 3.Karena jumlah pajaknya terlalu besar.
4.Karena seseorang itu menganggap bahwa pemerintah mencuri uangnya. 5.Karena tidak tahu bagaimana melaksanakannya.
6.Karena telah mencoba namun tidak mampu. 7.Karena jika mereka
menangkap saya,maka saya akan dapat menyelesaikannya.
8.Walapun saya tidak bayar,tidak akan terjadi apa-apa. 9.Karena tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah.
Universitas Sumatera Utara
Semua faktor-faktor diatas merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah terutama Ditjen Pajak. Kesembilan faktor-faktor diatas sangat erat
kaitannya dengan lemahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Hal ini dapat disebabkan oleh lemahnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,lemahnya
law enforcement,peraturan yang tidak fair serta ketidaktahuan masyarakat terhadap manfaat pajak.
a.Sosialisasi dan Edukasi Agar masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya,masyarakat arus tahu sifat dari pajak,tahu ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,tahu bagaimana cara menghitung pajak,cara
membayar pajak,tahu sanksinya bila tidak membayar pajak dan sebagainya. b.Law Enforcement
Pada saat yang sama,langkah sosialisasi dan edukasi yang optimal harus diikuti dengan pelaksanaan law enforcement secara konsisten dan tanpa pandang bulu.
Tujuannya adalah agar menghasilkan efek jera deterrent effect serta menciptakan efek multiplier kepada pihak yang telah dan akan melakukan pelanggaran di bidang
perpajakan. Jelasnya dengan penerapan sanksi konsisten kepada seseorang dihukum karena melakukan pelanggaran,orang lain akan takut untuk melakukan hal sama. Di
sisi lain,agar law enforcement berjalan dengan baik,diperlukan aparat yang tegas, jujur dan memiliki integritas. Dalam hal ini Ditjen Pajak ditantang untuk
memperbaiki citra aparatnya agar lebih memiliki kewibawaan dan keteladanan di hadapan masyarakat Wajib Pajak. Kalau selama ini sebagian masyarakat berasumsi
Universitas Sumatera Utara
bahwa segala permasalahan perpajakan bisa diselesaikan dengan uang atau UUD ujung-ujungnya duit,maka ke depan sedikit demi sedikit asumsi ini harus bisa
dikikis atau dihilangkan. c.Peraturan Perpajakan yang Fair
Dalam Undang-undang perpajakan saat ini masih berat sebelah terutama berkaitan dengan sanksi perpajakan. Jelasnya saat ini ancaman sanksi lebih tertuju ke Wajib
Pajaknya, sedangkan aparatnya masih di awang-awang,dalam arti memang jelas diatur.Undang-undang perpajakan saat ini belum mengatur secara jelas sanksi untuk
aparat yang melakukan kesalahan dalam menerapkan ketentuan perpajakan.Sedangkan untuk Wajib Pajak telah diatur secara jelas,dari sanksi
bunga,denda,kenaikan hingga sanksi pidana kurungan. Untuk membuat aturan pajak yang fair diperlukan lembaga independent pembuat Undang-undang
perpajakan. Dalam arti antara instansi pembuat harus independent terhadap pelaksana kebijakan.
d.Manfaat Pajak Bagi Masyarakat Kebanyakan masyarakat Indonesia enggan melaksanakan kewajiban perpajakannya
juga diakibatkan karena masyarakat tidak merasakan manfaat yang riil dari pembayaran pajak mereka. Sebagai contoh,masyarakat yang membutuhkan sarana
jalan dan transportasi yang baik justru mendapatkan jalan yang masih berlubang- lubang dan masih banyak yang belum diperbaiki. Atau juga di bagian pendidikan
misalnya,pemerintah menjanjikan bahwa masyarakat Indonesia tidak akan ada lagi yang buta aksara ataupun tidak mengenyam pendidikan sama sekali yang akan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan generasi penerus bangsa menjadi penerus yang bodoh. Namun, kenyatannya masih banyak anak-anak dari keluarga masyarakat miskin tidak bisa
bersekolah karena biaya pendidikan yang sangat mahal. Padahal,sebagian dana belanja Negara yang diperoleh dari pajak akan diberikan ke bagian dunia
pendidikan guna mencerdaskan bangsa dan mengentaskan kemiskinan,akan tetapi masih saja ada oknum yang jahat tidak mengalokasikan dana pajak tersebut untuk
tujuan memakmurkan masyarakat Indonesia. Jadi, jelas disini masyarakat seperti tidak merasakan manfaat yang diperoleh dari kewajiban perpajakan mereka.
1.2. Definisi Kepatuhan Perpajakan