Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Sifat Campuran AC-WC

(1)

PENGARUH PASIR ALAM BINJAI TERHADAP SIFAT

CAMPURAN AC-WC

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh:

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MARTHIN H. TAMBUNAN

050404114


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan berkahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna melengkapi syarat Sidang Sarjana Program Strata Satu (S-1) Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi yang dibawakan penulis merupakan studi penelitian laboratorium yang berjudul “Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Sifat Campuran AC-WC”, yang dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan maupun dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Ir. Terunajaya, MSc., selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, M.T., selaku Pembimbing, yang telah memberikan sumbangan pikiran, arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;

4. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng,Sc., selaku Koordinator Sub-Jurusan Transportasi sekaligus sebagai kepala Laboratorium Jalan Raya Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Ir. Joni Harianto, selaku dosen Penguji I;


(3)

8. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai Fakultas Teknik, Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

9. Istimewa kepada Ayahanda Ir. M.T. Tambunan dan Ibunda Dra. E.M. Pasaribu, beserta saudara/i saya, Rotua, Marolop, Maria, Margaretha dan Markus yang telah memberikan dukungan moral/moril, motivasi, dan perhatian penuh dalam menyelesaikan skripsi ini;

10. Devi yang selalu memberikan semangat dan motivasi;

11. Rekan-rekan sesama Asisisten Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

12. Asisten Laboratorium Jalan Raya, Emir, Ataruddin, Gabe, yang turut serta membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Teman saya Jhon Marshal, Pieter, Jefri, Nensi, Rudolf, Edward F.S. serta rekan- rekan seperjuangan di stambuk’05. Junioran saya, Frengki, Jefry, Dani, Putra, Ivan serta seluruh praktikan Mektan Smester B.TA. 2010/2011;

13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna, disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Desember 2010

Marthin H. Tambunan 050404114


(4)

ABSTRAK

Performa suatu campuran tergantung pada jenis dan kualitas bahan yang digunakan. Agregat dari sumber/quarry yang berbeda akan menghasilkan performa campuran yang berbeda pula. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat dan karakteristik campuran AC-Wearing Course jika menggunakan pasir alam Binjai sebagai agregat halus, yaitu dikhususkan pada sifat stabilitas dan karakteristik/parameter pengujian Marshall. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengujian Marshall, dimana percobaan dilakukan dengan menggunakan variasi penambahan pasir alam Binjai (4 % ; 6 % ; 8 % ; 10 % ; 12 % dan 14 %) pada kadar aspal optimum (5,98 %). Persentase penambahan pasir alam Binjai yang ideal untuk campuran AC-WC adalah 8 %.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. UMUM ... 1

1.2. LATAR BELAKANG ... 3

1.3. PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN ... 4

1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 4

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN ... 4

1.6. METODOLOGI PENELITIAN ... 5

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. LAPIS BETON ASPAL ... 7

2.2. BAHAN CAMPURAN BERASPAL ... 8

2.2.1. Agregat ... 8

2.2.2. Sifat-sifat Fisik Agregat dan Hubungannya dengan Kinerja Campuran Beraspal ... 11


(6)

2.3.1. Pengujian Agregat ... 18

2.3.2. Pengujian Aspal ... 26

2.4. KOMBINASI AGREGAT ... 29

2.4.1. Gradasi Agregat Campuran ... 29

2.4.2. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Analitis .. 31

2.4.3. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Grafis .... 33

2.4.3. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Coba-coba (Taksiran) ... 40

2.5. SIFAT CAMPURAN ... 42

2.5.1. Stabilitas ... 42

2.5.2. Durabilitas (Keawetan) ... 43

2.5.3. Fleksibilitas (Kelenturan) ... 43

2.5.4. Skid Resistance (Kekesatan Terhadap Slip) ... 44

2.6. PENGARUH AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ... 44

2.6.1. Pengaruh Agregat Kasar ... 44

2.6.2. Pengaruh Agregat Halus ... 44

2.6.3. Pengaruh Filler ... 45

2.7. METODE PENGUJIAN CAMPURAN ... 45

2.7.1. Imersion Compression Test ... 45

2.7.2. Hubbard Field Test ... 46

2.7.3. Triaxial Compression Test ... 46

2.7.4. Stabilometer (Hveem, Stability Test) ... 47

2.7.5. Marshall Test ... 47

2.8. PARAMETER PENGUJIAN MARSHALL ... 47


(7)

2.8.2. Stabilitas Marshall ... 48

2.8.3. Kelelehan (Flow) ... 48

2.8.4. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) ... 49

2.8.5. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB) ... 49

2.8.6. Rongga Antar Agregat (VMA) ... 50

2.8.7. Rongga Udara (VIM) ... 51

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 52

3.1. METODE PENELITIAN ... 52

3.2. METODE PENGUMPULAN DATA ... 52

3.3. METODE PENCAMPURAN AGREGAT (BLENDING AGGREGATE) ... 52

3.4. METODE PENENTUAN DAN PEMBUATAN SAMPEL ... 54

3.4.1. Bahan dan Peralatan ... 56

3.4.2. Prosedur Persiapan Bahan dan Pembuatan Sampel ... 58

3.5. METODE PENGUJIAN SAMPEL ... 60

3.5.1. Bahan dan Peralatan ... 60

3.5.2. Prosedur Pengujian Sampel ... 61

A. Penentuan Bulk Spesific Gravity Sampel ... 61

B. Pengujian Stabilitas dan Flow ... 61

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA ... 64

4.1. HASIL PENELITIAN ... 64

4.2. METODE ANALISA ... 68

4.3. MENGHITUNG PARAMETER PENGUJIAN ... 68


(8)

4.4.1. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Density ... 75

4.4.2. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap VMA ... 76

4.4.3. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap VFB ... 76

4.4.4. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap VIM ... 76

4.4.5. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Stabilitas ... 77

4.4.6. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Flow ... 77

4.4.7. Pengaruh Pasir Alam Binjai Terhadap Marshall Quotient ... 77

4.5. ANALISA SIFAT CAMPURAN ... 78

4.5.1. Pengaruh Penambahan Pasir Alam Binjai Terhadap Stabilitas ... 78

4.5.2. Pengaruh Penambahan Pasir Alam Binjai Terhadap Durabilitas ... 79

4.5.3. Pengaruh Penambahan Pasir Alam Binjai Terhadap Fleksibilitas ... 79

4.5.4. Pengaruh Penambahan Pasir Alam Binjai Terhadap Skid Resistance ... 80

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1. KESIMPULAN ... 81

5.2. SARAN ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston (AC) ... 8

Tabel 2.2. Ketentuan Agregat Kasar ... 9

Tabel 2.3. Persayaratan Agregat Halus ... 9

Tabel 2.4. Ukuran Saringan Menurut ATM ... 20

Tabel 2.5. Jenis Pengujian Aspal Keras ... 27

Tabel 2.6. Titik Kontrol Kurva Fuller dan Daerah Larangan ACWC ... 30

Tabel 3.1. Combined Grading ... 53

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Berat Jenis Dan Absortion Agregat ... 64

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Aspal Keras ... 65

Tabel 4.3. Hasil Pengujian Marshall (I) ... 66

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Marshall (II) ... 67

Tabel 4.5. Nilai Parameter Pengujian Marshall Pada KAO 5,98% Akibat Penambahan % Pasir Alam Binjai ... 70

Tabel 4.6. Nilai Parameter Pengujian Marshall Pada Penggunaan Pasir Alam Binjai 4% ... 71


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat ... 14

Gambar 2. Tipikal bentuk butir kubikal, lonjong dan pipih ... 16

Gambar 3. Rongga diantara agregat ... 19

Gambar 4. Berat jenis agregat ... 22

Gambar 5. Mesin abrasi Los Angeles ... 25

Gambar 6. Pengujian Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup ... 27

Gambar 7. Pengujian Penetrasi ... 28

Gambar 8. Pengujian Titik Lembek ... 28

Gambar 9. Pengujian Daktalitas ... 29

Gambar 10. Grafik kurva Fuller dan Daerah Larangan ACWC ... 30

Gambar 11. Proporsi Dua Fraksi Agregat Secara Grafis ... 34

Gambar 12. Proporsi Tiga Fraksi Agregat Secara Grafis ... 36

Gambar 13. Contoh Penggabungan Dua Fraksi Agregat (Cara Diagonal) ... 37

Gambar 14. Contoh Penggabungan Tiga Fraksi Agregat (Cara Diagonal) ... 39

Gambar 15. Grafik Combined Grading ... 53

Gambar 16. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap Density ... 72

Gambar 17. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap VMA ... 72

Gambar 18. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap VIM ... 73

Gambar 19. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap VFB ... 73


(11)

Gambar 20. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap

Stabilitas ... 74 Gambar 21. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap

Flow ... 74 Gambar 22. Grafik Hubungan antara % Penambahan Pasir Terhadap


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. LAPORAN PENGUJIAN ASPAL KERAS (ASPHALT TEST REPORT) Lampiran 2. PEMERIKSAAN PENETRASI ASPAL

Lampiran 3. PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL Lampiran 4. DAKTALITAS BAHAN BITUMEN

Lampiran 5. PEMERIKSAAN TITIK NYALA & TITIK BAKAR ASPAL (CLEVELAND OPEN CUP)

Lampiran 6. BERAT JENIS BITUMEN

Lampiran 7. PENGUJIAN KEHILANGAN BERAT (THIN FILM OVEN TEST) Lampiran 8. PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL SETELAH TFOT Lampiran 9. DAKTALITAS BAHAN BITUMEN SETELAH TFOT

Lampiran 10. KELARUTAN BITUMEN ASPAL DALAM C2HCl3 (KARBON TETRA KLORIDA)

Lampiran 11. SPECIFIC GRAVITY TEST (NATURAL SAND) Lampiran 12. SPECIFIC GRAVITY TEST (CRUSHER DUST/FA) Lampiran 13. SPECIFIC GRAVITY TEST (MA)

Lampiran 14. SPECIFIC GRAVITY TEST (CA)

Lampiran 15. SPECIFIC GRAVITY TEST (CA dan MA)

Lampiran 16. PENGUJIAN BERAT JENIS MAKSIMUM (GMM) CAMPURAN BERASPAL

Lampiran 17. KELEKATAN AGREGAT TERHADAP ASPAL

Lampiran 18. PEMERIKSAAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES


(13)

Lampiran 20. SIEVE ANALYSIS (CRUSHER DUST/FA) Lampiran 21. SIEVE ANALYSIS (MA)

Lampiran 22. SIEVE ANALYSIS (CA)

Lampiran 23. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 4%) Lampiran 24. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 6%) Lampiran 25. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 8%) Lampiran 26. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 10%) Lampiran 27. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 12%) Lampiran 28. COMBINED GRADING ACWC (PASIR BINJAI 14%) Lampiran 29. MARSHALL TEST I

Lampiran 29. MARSHALL TEST I

Lampiran 30. HOT MIX DESIGN BY MARSHALL METHOD (TEST PROPERTIES CURVES)

Lampiran 31. MARSHALL TEST II Lampiran 32. MARSHALL TEST II


(14)

ABSTRAK

Performa suatu campuran tergantung pada jenis dan kualitas bahan yang digunakan. Agregat dari sumber/quarry yang berbeda akan menghasilkan performa campuran yang berbeda pula. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat dan karakteristik campuran AC-Wearing Course jika menggunakan pasir alam Binjai sebagai agregat halus, yaitu dikhususkan pada sifat stabilitas dan karakteristik/parameter pengujian Marshall. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengujian Marshall, dimana percobaan dilakukan dengan menggunakan variasi penambahan pasir alam Binjai (4 % ; 6 % ; 8 % ; 10 % ; 12 % dan 14 %) pada kadar aspal optimum (5,98 %). Persentase penambahan pasir alam Binjai yang ideal untuk campuran AC-WC adalah 8 %.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 UMUM

Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal ,aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung kepada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran, dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal, serta sifat-sifat-sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metode kerja yang digunakan telah sesuai.

Beberapa jenis campuran beraspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain: AC (Asphaltic Concrete) atau Laston (lapis aspal beton), HRS (Hot Rolled Sheet) atau Lataston (lapis tipis aspal beton), dan HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau Latasir (lapis tipis aspal pasir).

Seperti kita ketahui struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapis elemen struktur perkerasan. Pada struktur perkerasan lentur terdiri dari tanah dasar (subgrade), lapis pondasi bawah (sub base course), lapis pondasi atas (base course), dan lapis permukaan (surface course). Pada struktur perkerasan kaku terdiri dari lapis tanah dasar, lapis pondasi bawah, dan pelat beton.


(16)

Pada semua jenis perkerasan termasuk Hot Mix, kualitas dari campuran yang dihasilkan tergantung pada agregatnya. Dimana agregat dalam campuran memegang peranan penting untuk menghasilkan nilai stabilitas yang tinggi. Oleh karena pentingnya peranan agregat dalam campuran, maka gradasi gabungan (combined grading) dari agregat kasar, halus, maupun filler harus ditentukan sedemikian rupa untuk mendapatkan performa campuran yang baik, kuat, stabil, ekonomis, dantahan lama.

Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.

Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya pelekatan terhadap aspal. Gradasi agregat merupakan sifat yang sangat berpengaruh terhadap kualitas perkerasan secara keseluruhan.

Gradasi adalah susunan butir agregat yang ukurannya dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisa saringan. Perbedaan tipe gradasi agregat disebabkan oleh berbagai faktor seperti: lalu lintas yang ada, iklim pada daerah tersebut, geografis suatu daerah, material yang digunakan, jenis aspal yang digunakan, ketersediaan tenaga ahli, ketersediaan peralatan, dan faktor ekonomi. Dengan demikian, perbedaan tipe gradasi akan memberikan hasil akhir yang berbeda baik dari segi kekuatan, kehalusan permukaan, maupun dari segi pengerjaan.


(17)

1.2 LATAR BELAKANG

Pertumbuhan volume lalu lintas yang meningkat pesat akan memberikan dampak terhadap permintaan akan membangun struktur perkerasan jalan dan pemakaian material yang digunakan. Terutama untuk kondisi di Indonesia dimana beban lalu lintas yang berlebihan (overloading) sering terjadi sehingga perlu adanya pertimbangan-pertimbangan khusus dalam melakukan perencanaan campuran aspal termasuk diantaranya komposisi campuran agregat halus (fine aggregate) dan agregat kasar (course aggregate) maupun filler dengan demikian performa perkerasan jalan yang baik sangat dibutuhkan.

Pada saat sekarang ini, pemakaian lapisan aspal beton (Laston) sudah semakin banyak digunakan. Penggunaan tipe perkerasan lain dengan permukaan kasar seperti perkerasan tipe penetrasi Macadam sudah mulai ditinggalkan. Laston (Asphaltic Concrete, AC) yang dibuat sebagai campuran panas (Hot Mix), merupakan konstruksi pendukung dari perkerasan lentur (Fleksible Pavement) dan merupakan konstruksi perkerasan yang paling umum digunakan. Perkerasan campuran beraspal panas merupakan campuran yang terdiri atas kombinasi agregat yang dicampur dengan aspal dan dipadatkan pada suhu tertentu untuk mendapatkan perkerasan yang baik. Lapisan aspal beton (AC) dapat dibedakan menjadi dua jenis tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan, yaitu sebagai lapis permukaan atau lapis aus (AC-Wearing Course) dan sebagai lapis pondasi (AC-Base, AC-Binder, ATB (Asphalt Treated Base)).

Dalam pencampuran, digunakan berbagai jenis agregat yang secara umum terdiri dari agregat kasar, agregat halus, serta filler atau bahan pengisi. Pada umumnya campuran dari masing-masing agregat yang dipakai berbeda-beda untuk setiap penggunaan campuran. Sehingga dalam hal ini karakteristik dari agregat akan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat campuran itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan


(18)

pemeriksaan atau penelitian terhadap berbagai jenis agregat itu untuk memperoleh nilai stabilitas yang baik dan memenuhi syarat spesifikasi.

1.3 PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai pengaruh dari penggunaan/pemanfaatan pasir alam terhadap sfat-sifat campuran Beton Aspal Lapis Aus (AC-Wearing Course).

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah:

Untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik campuran AC-Wearing Course jika menggunakan pasir alam sebagai tambahan dalam agregat halus, yaitu stabilitas, density, flow, marshal quo tient, VIM, VFB dan VMA.

• Untuk memperoleh komposisi campuran termasuk penentuan kadar aspal optimum dan persentase pasir alam yang ideal untuk campuran.

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah:

Diharapkan dengan adanya penulisan tugas akhir ini dapat dijadikan sebagai gambaran dan pertimbangan dalam pemilihan material aggregat untuk perencanaan campuran dan pembangunan jalan terutama perkerasan jalan dengan menggunakan pasir alam Binjai.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Studi ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut:

• Tugas akhir ini hanya membahas tentang pengaruh penggunaan pasir alam sebagai tambahan dalam agregat halus pada perencanaan campuran terutama sifat


(19)

stabilitasnya, yaitu dengan mengadakan penambahan persentase pasir alam Binjai pada agregat halus terhadap campuran.

• Dalam penelitian ini, material yang dipakai sebagai agregat kasar adalah batu kerikil/pecah, agregat halus yang digunakan adalah pasir hasil pemecah batu (sand crusher) dan pasir alam Binjai, aspal yang dipakai adalah aspal keras (AC Pen 60/70) merk Exxon mobil.

Pada penelitian ini juga dibatasi dengan penggunaan tiga jenis agregat yang berasal dari AMP PT. ADHI KARYA desa Patumbak Pasar V Medan dan telah memenuhi persyaratan untuk dipakai dalam suatu campuran perkeasan aspal panas, yaitu agregat kasar berupa batu pecah 3/4 (ukuran maksimum 3/4”), agregat sedang (medium aggregate), agregat halus (fine aggregate) berupa pasir hasil pemecah batu (sand crusher), serta agregat halus berupa pasir alam (natural sand) dari sungai Binjai.

1.6 METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengujian Marshall. Tahapan yang dilaksanakan antara lain: persiapan bahan, selanjutnya dilakukan perencanaan campuran yaitu pemilihan gradasi gabungan (combined grading), perkiraan kadar aspal optimum, melakukan test Marshall terhadap benda uji dimana masing-masing untuk kadar aspal dibuat tiga benda uji. Selanjutnya dilakukan hal yang sama untuk setiap penambahan persentase pasir. Kemudian menggambarkan grafik hubungan antara kadar aspal dengan kepadatan, stabilitas, kelelehan, Marshall Quotient, VMA, VIM, VFA.


(20)

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperjelas tahapan yang dilakukan dalam studi ini, di dalam penulisan tugas akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi, latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan hal-hal mengenai pengaruh penambahan pasir alam pada agregat halus terhadap sifat campuran AC-Wearing Course. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang hasil-hasil pemeriksaan bahan (agregat) mulai dari persiapan bahan sampai dengan pembuatan benda uji dan pemeriksaan benda uji dengan metode pengujian Marshall.

BAB IV HASIL PENELITIAN /ANALISIS DATA

Berisikan pembahasan mengenai data-data yang diperoleh dari hasil pengujian di laboratorium.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang telah diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan masukan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LAPIS BETON ASPAL

Lapis beton aspal adalah lapisan penutup konstruksi jalan yang mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institude dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, campuran ini terdiri atas agregat menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan aspal (bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya memiliki sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku.

Menurut spesifikasi campuran aspal Departemen Pekerjaan Umum 2007, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25.4 mm, 37.5 mm. Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston (AC) dengan aspal Pen 60/70 dapat dilihat pada tabel 2.1 .


(22)

Tabel. 2.1. Ketentuan Sifat–sifat Campuran Laston (AC)

Sifat-sifat Campuran Laston

WC BC Base

Penyerapan Aspal (%) Maks 7,2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min 3,5

Maks 5,5

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshal (kg) Min 800 1500

Maks - -

Kelelehan (mm) Min 3 5

Maks - -

Marshal Quetient (kg/mm) Min 250 350

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah

perendaman selama 24 jam, 60 oC Min 75

Rongga dalam campuran (%) pada

Kepadatan membal (refusal) Min 2,5

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007)

2.2. BAHAN CAMPURAN BERASPAL

2.2.1. Agregat 1. Agregat Kasar

Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk di dalamnya antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90 - 95 % dari berat total campuran, atau 75 -85 % dari volume campuran (The Asphalt Institute, 1983). Mutu, keawetan dan daya dukung perkerasan sangat dipengaruhi oleh karakteristik agregat. Oleh karena itu, sebelum digunakan sebagai bahan campuran dalam perkerasan jalan, harus dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui karakteristiknya (11).


(23)

Menurut BS.594 (1992), agregat kasar mempunyai peran sebagai pengembang volume mortar, menjadikan campuran lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan stabilitas. Campuran dengan kandungan agregat kasar yang rendah mempunyai daya tahan yang lebih baik dari kandungan yang lebih tinggi, karena membutuhkan kadar aspal yang lebih banyak.

Tabel. 2.2. Ketentuan Agregat Kasar

Pengujian Standart Nilai

Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-4428-1997 Maks. 40 % Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-4428-1997 Min. 95 % Angularitas agregat kasar SNI 03-6877-2002 95/90 (*) Partikel pipih dan lonjong (**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 % Material lolos saringa n No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan 95 %agregat kasar mepunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih

(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum (2007)

2. Agregat Halus

Agragat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 8 (2.36 mm) yang terdiri dari batu pecah tersaring atau pasir alam yang bersih, keras dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan dalam tabel II.3. Menurut BS 594 (1985), fungsinya adalah untuk mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen. Stabilitas campuran diperoleh melalui ikatan saling mengunci (interlocking) dan pergeseran dari partikel.

Tabel 2.3 Pengujian dan Sifat – Sifat Teknis Agregat Halus

Pengujian Standart Nilai

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 % Material lolos saringa n No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %


(24)

3. Filler (Bahan Pengisi)

Filler dapat terdiri dari debu batu kapur (limestone dust), sement portland, fly ash, abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya. Fungsi filler dalam campuran adalah(11) :

• Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang

• Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus yntuk membentuk mortar

• Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan sdan kestabilan.

Tujuan awal filler adalah mengisi rongga dalam campuran VIM, tidak hanya oleh bitumen tetapi material yang lebih murah. Pada kadar aspal konstan, penambahan filler akan memperkecil VIM. Dalam perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak hanya mengganti fungsi bitumen mengisi rongga, tetapi juga memperkuat campuran (Edward, 1988). Untuk suatu kadar aspal yang konstan jumlah filler yang sedikit akan menyebabkan rendahnya koefisien marshall karena viskositas bitumen masih rendah dengan filler yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien marshall meningkat dengan penambahan filler sampai nilai maksimum, kemudian menurun akibat kemampuan pemadatan campuran (tanpa menimbulkan retak).

Filler juga berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan dari partikel mineralnya. Penggunaan jenis dan proporsi filler juga mempengaruhi kualitas dari campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak. Di sisi lain, kandungan filler yang terlalu rendah juga akan menjadikan campuran lebih peka terhadap temperatur dimana campuran akan terlalu lunak pada cuaca panas.


(25)

Gradasi agregat yang digunakan adalah Laston dengan jenis campuran lapis aus (AC-WC) yang berpedoman kepada Spesifikasi Baru Campuran Aspal Panas Departemen Pekerjaan Umum 2007.

2.2.2. Sifat-sifat Fisik Agregat dan Hubungannya dengan Kinerja Campuran Beraspal

Pada suatu campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi yang cukup besar sampai 90-95 % terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain(1) :

1) Ukuran butir

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. Ada dua istilah yang biasanya digunakan berkenaan dengan ukuran butir agregat, yaitu :

− Ukuran maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran saringan terkecil yang meloloskan 100 % agregat,

− Ukuran nominal maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran saringan terbesar yang masih menahan maksimum dari 10 % agregat.

Istilah-istilah lainnya yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat, yaitu: − Agregat kasar : Agregat yang tertahan saringan No. 8 (2,36)

− Agregat halus : Agregat yang lolos saringan No. 8 (2,36)

− Mineral pengisi : Fraksi dari agregat halus yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) minimum 75 % terhadap berat total agregat

− Mineral abu : Fraksi dari agregat halus yang 100 % lolos saringan No. 200 (0,075 mm)


(26)

Mineral pengisi dan mineral abu dapat terjadi secara alamiah atau dapat juga dihasilkan dari proses pemecahan batuan atau dari proses buatan. Mineral ini penting artinya untuk mendapatkan campuran yang padat, berdaya tahan dan kedap air. Walaupun begitu, kelebihan atau kekurangan sedikit saja dari mineral ini akan menyebabkan campuran terlalu kering atau terlalu basah. Perubahan sifat campuran ini bisa terjadi hanya karena sedikit perubahan dalam jumlah atau sifat dari bahan pengisi atau mineral debu yang digunakan. Oleh karena itu, jenis dan jumlah mineral pengisi atau debu yang digunakan dalam campuran haruslah dikontrol dengan seksama.

2) Gradasi Agregat

Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran pertikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari varisi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur.

Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi per segi dari saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan.

Gradasi agregat dapat dibedakan atas :


(27)

adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar agregat. Campuran beraspal yang dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau memiliki permeabilitas kyang tinggi, stabilitas rendah dan memiliki berat isi yang kecil.

b. Gradasi rapat (dense graded)

Adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran agregat kasar sampai halus, sehingga sering juga disebut gradasi menerus atau gradasi baik (well graded). Pada campuran Laston lapis aus (AC-WC), selain batasan titik kontrol gradasi juga terdapat persyaratan khusus yaitu kurva Fuller dan daerah larangan (restricted zone). Kurva Fuller adalah kurva gradasi dimana kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga diantara mineral agregat (VMA) minimum. Suatu campuran dikatakan bergradasi sangat rapat/Kurva Fuller tersebut ditentukan bila persentase rumus dari masing-masing saringan memenuhi persamaan berikut :

P = 100

( )

n

Dimana : d = ukuran saringan yang ditinjau

D = ukuran agregat maksimum dari gradasi tertentu n = 0,35 – 0,45

Campuran dengan gradasi ini memiliki stabilitas yang tinggi, agak kedap terhadap air dan memiliki berat isi yang besar.

c. Gradasi senjang (Gap graded)

Adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali.Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan di atas. Biasanya digambarkan dalam suatu grafik hubungan antara ukuran saringan


(28)

dinyatakan pada sumbu horizontal dan persentasi agregat yang lolos saringan tertentu dinyatakan pada sumbu vertikal.

Gambar1. Contoh tipikal macam-macam gradasi agregat

3) Kebersihan Agregat

Kebersihan agregat menentukan sifat campuran perkerasan aspal yang akan dibuat. Agregat yang berasal dari alam biasanya banyak mengandung kotoran-kotoran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk, maupun dari batuan-batuan muda yang mempunyai kekerasan yang rendah. Kotoran pada agregat juga dapat berupa lempung yang tidak stabil struktur tanahnya.

Untuk menganalisa sifat ini dapat dilakukan secara visual, tetapi untuk mendapat hasil yang lebih baik bias dilakukan dengan penyaringan basah. Selain itu khusus untuk menganalisa lempung yang terdapat pada agregat, dapat dilakukan pengujian sand equivalent.(1)

4) Kekerasan (Toughness)

Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) daripada agregat yang digunakan untuk lapis bawahnya. Hal ini disebabkan karena lapisan permukaan


(29)

perkerasan akan menerima dan menahan tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas paling besar. Untuk itu, kekuatan agregat terhadap beban merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan.

Uji kekuatan agregat di laboratorium biasanya dilakukan dengan uji abrasi dengan mesin Los Angeles (Los Angeles Abration Test), uji beban kejut (Impact Test) dan uji ketahanan terhadap pecah (Crushing Test). Dengan pengujian-pengujian ini kekuatan relatif agregat dapat diketahui.

5) Bentuk Butir Agregat

Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) sampai bersudut (angular), seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.

Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara agregat (aggregate interlocking) yang baik yang dapat menahan perpindahan (displacement) agregat yang mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari satu bidang pecah akan mengasilkan ikatan antar agregat yang paling baik.

Bentuk agregat tersebut dapat mempengaruhi workabilitas campuran perkerasan selama penghamparan, yaitu dalam hal energi pemadatan yang dibutuhkan untuk memadatkan campuran, dan kekuatan struktur perkerasan selama umur pelayanannya.

Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut saja atau bulat saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik. Kombinasi penggunaan kedua partikel agregat ini sangatlah dibutuhkan untuk menjamin kekuatan pada struktur perkerasan dan workabilitas yang baik dari campuran tersebut.


(30)

Gambar 2. Tipikal bentuk butir kubikal, lonjong dan pipih

6) Tekstur Permukaan Agregat

Selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir (skid resisntance) pada permukaan perkerasan, tekstur permukaan agregat (baik makro maupun mikro) juga merupakan faktor lainnya yang menentukan kekuatan, workabilitas dan durabilitas campuran beraspal.

Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip.

Agregat dengan tekstur permukaan yang sangat kasar memiliki koefisien gesek yang tinggi yang akan membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat, sehingga akan menurunkan workabilitasnya. Oleh sebab itu penggunaan agregat bertekstur halus


(31)

dengan proporsi tertentu kadang-kadang dibutuhkan untuk membantu meningkatkan workabiltasnya.

Dilain pihak, film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan pada akhirnya akan menghasilkan campuran beraspal yang kuat. Agregat yang berasal dari sungai (bankrun agregat) biasanya memiliki permukaan yang halus dan berbentuk bulat, oleh sebab itu agar dapat menghasilkan campuran beraspal dengan sifat-sifat yang baik agregat sungai ini harus dipecahkan terlebih dahulu. Pemecahan ini dimaksudkan untuk menghasilkan tekstur permukaan yang kasar pada bidang pecahnya dan mengubah bentuk butir agregat.

7) Daya Serap Agregat

Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat. Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi yang penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampur aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu, campuran yang dihasilkan tetap baik, agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kurang porus.

Agregat dengan keporusan/daya serap yang tinggi biasanya tidak digunakan, tetapi untuk tujuan tertentu, pemakaian agregat ini masih dapat dibenarkan asalkan sifat lainnya dapat terpenuhi. Contoh-contoh material seperti batu apung yang memiliki keporusan tinggi digunakan karena ringan dan tahan terhadap abrasi. Meskipun demikian


(32)

berat jenis harus dikoreksi mengingat semua perhitungan didasarkan pada persentase berat bukan volume.

8) Kelekatan Terhadap Aspal

Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima, menyerap dan menahan film aspal. Agregat hidrophobik (tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh agregat ini adalah batu gamping dan dolomit. Sebaliknya, agregat hidrophilik (suka air) adalah agregat yang memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah. Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan beberapa jenis granit adalah contoh agregat hidrophilik.

Ada beberapa metode uji untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal dan kecenderungannya untuk mengelupas (stripping). Salah satu diantaranya dengan merendam agregat yang telah terselimuti aspal ke dalam air, lalu diamati secara visual. Tes lainnya adalah tes perendaman mekanik. Tes ini menggunakan dua contoh campuran, satu direndam dalam air dan diberikan energi mekanik dengan cara pengadukan, dan satunya lagi tidak. Kemudian kedua contoh ini diuji kekuatannya. Perbedaan kekuatan antara keduanya dapat dipaki sebagai indikator untuk dapat mengetahui kepekaan agregtat terhadap pengelupasan.

2.3. PENGUJIAN KUALITAS BAHAN

2.3.1. Pengujian Agregat

1. Pengujian Analisa Ukuran Butir (Gradasi)

Gradasi agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat total. Tujuan utama pekerjaan analisa ukuran butir agregat adalah untuk pengontrolan gradasi agar diperoleh konstruksi campuran yang bermutu tinggi.


(33)

Batas gradasi diperlukan sebagai batas toleransi dan merupakan suatu cara untuk menyatakan bahwa agregat yang terdiri dari fraksi kasar, sedang dan halus dengan suatu perbandingan tertentu secara teknis masih diijinkan untuk digunakan. Jika grafik terletak menuju ke bagian atas batas toleransi gradasi, agregat dinyatakan lebih halus dan sebaliknya apabila kurva menuju ke bagian bawah batas toleransi gradasi, agregat dinyatakan lebih kasar dari yang diinginkan.

Suatu lapisan yang semuanya terdiri atas agregat kasar dengan ukuran yang kira-kira sama, akan mengandung rongga udara sekitar 35 % seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 3. Rongga diantara agregat

Apabila lapisan tersebut terdiri atas agregat kasar, sedang dan halus dengan perbandingan yang benar, akan dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan rongga udara yang kecil.

Lapisan agregat yang berongga kecil dengan ukuran yang tepat, akan lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan yang berongga tinggi. Untuk mencapai hal tersebut,


(34)

jumlah agregat yang sedang dan halus perlu diperhatikan. Akan tetapi kepadatan atau kekuatan lapisan akan berkurang apabila kelebihan agregat halus atau sedang.

Suatu material yang mempunyai grafik gradasi di dalam batas-batas gradasi tetapi membelok dari satu sisi batas gradasi ke batas yang lainnya, dinyatakan sebagai gradasi yang tidak baik karena menunjukkan terlalu banyak untuk ukuran tertentu dan terlalu sedikit untuk ukuran lainnya. Gradasi dilakukan dengan melakukan penyaringan terhadap contoh bahan melalui sejumlah saringan yang tersusun sedemikian rupa dari ukuran besar hingga ukuran kecil, bahan yang tertinggal dalam tiap saringan kemudian ditimbang.

Tabel. 2.4. Ukuran saringan menurut ASTM No. Saringan Lubang saringan

Inch mm

1 ½ in 1,5 38,1

1 in 1,0 25,4

3/4 in 0,75 19,0

1/2 in 0,5 12,7

3/8 in 0,375 9,51

No. 4 0,187 4,76

No. 8 0,0937 2,38

No. 16 0,0469 1,19

No. 30 0,0234 0,595

No. 50 0,0117 0,297

No. 100 0,0059 0,149

No. 200 0,0029 0,074

Sumber : Buku 1 Petunjuk Umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Kimpraswil

Spesifikasi gradasi campuran beraspal panas sering dinyatakan dengan ukuran nominal maksimum dan ukuran maksimum agregat. Ukuran nominal maksimum agregat merupakan ukuran agregat dimana paling banyak 10 % dari agregat tertahan pada saringan kedua urutan nomor susunan saringan. Ukuran maksimum agregat merupakan


(35)

ukuran agregat dimana 100 % agregat lolos pada saringan pertama urutan nomor susunan saringan.

Hasil analisa saringan harus mencerminkan keadaan dan ciri khas dari semua agregat darimana contoh tersebut diperoleh. Oleh karena itu ketelitian dalam pengambilan contoh, sama pentingnya dengan ketelitian dalam melakukan percobaan. 2. Berat Jenis (Specivic Gravity) dan Penyerapan (Absorpsi)

Berat jenis suatu agregat (Specivic Gravity) adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o – 25o C (68o – 77o F). Dikenal ada beberapa macam berat jenis agregat, yaitu :

a. Berat jenis semu (apparent specific gravity)

Berat jenis semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam. b. Berat jenis bulk (bulk specific gravity)

Berat jenis bulk, volume dipandang sebagai volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.

c. Berat jenis efektif (effective specific gravity)

Berat jenis efektif, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal.

Berat jenis dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

- Berat jenis semu : Gsa =

- Berat jenis curah : Gsb =


(36)

Dengan pengertian :

Ws = Berat agregat kering. = Berat isi air = 1 gr/cm3

Vs = volume bagian padat agregat. Vpp = volume pori meresap air. Vap = volume pori mersap aspal.

Vpp – Vap = volume pori meresap air yang tidak meresap aspal.

Gambar 4. Berat Jenis Agregat

Pemilihan macam berat jenis untuk suatu agregat yang digunakan dalam rancangan campuran beraspal, dapat berpengaruh besar terhadap banyaknya rongga udara yang diperhitungkan. Bila digunakan berat jenis semu maka aspal dianggap dapat terhisap oleh semua pori yang dapat menyerap air. Bila digunakan Berat Jenis Bulk, maka aspal dianggap tidak dapat dihisap oleh pori-pori yang dapat menyerap air. Konsep mengenai Berat Jenis Efektif dianggap paling mendekati nilai sebenarnya untuk menentukan besarnya rongga udara dalam campuran beraspal(1).


(37)

Bila digunakan berbagai kombinasi agregat maka perlu mengadakan penyesuaian mengenai berat jenis, karena Berat Jenis masing-masing bahan berbeda(1).

a. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Berat Jenis dan Penyerapan agregat kasar dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) =

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) = Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) =

Penyerapan (Absorpsi) = x 100 % Dengan pengertian :

Bk = berat benda uji kering oven (gram).

Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gram).

Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram). b. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

Berat Jenis dan Penyerapan agregat halus dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) =

Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (Saturated Surface dry) = Berat Jenis Semu (apparent Specific Gravity) = Penyerapan (Absorpsi) = x 100 %

Dengan pengertian :

A = 500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh di dalam air (gram).


(38)

Bk = berat benda uji kering oven (gram). B = berat piknometer berisi air (gram).

Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air (gram).

Agregat hendaknya sedikit berpori agar dapat menyerap aspal, sehingga terbentuklah suatu ikatan mekanis antara film-aspal dan butiran batu. Agregat berpori banyak akan menyerap aspal besar pula sehingga tidak ekonomis. Agregat berpori terlalu besar umumnya tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran beraspal.

3. Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Abrasi

Pada pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti pemecahan, pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Guna mengatasi hal tersebut, agregat harus mempiunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan (crushing), penurunan (degradation) dan penghancuran (disintegration).

Agregat pada atau di dekat permukaan perkerasan memerlukan kekerasan dan mempunyai daya tahan terhadap pengausan yang lebih besar dibandingkan degan agregat yang letaknya pada lapisan lebih bawah, karena bagian atas perkerasan menerima beban terbesar.

Agregat dengan nilai keausan yang besar mudah pecah selama pemadatan atau akibat pengaruh beban lalu lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa sebab : a. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran yang halus.

Dengan demikian agregat mempunyai gradasi yang tidak memadai.

b. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang pengunci yang bersudut mudah pecah.

Ketahanan agregat terhadap keausan dapat dilakukan dengtan pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles (SNI-03-2417-1991). Agregat dengan perbandingan dan ukuran yang benar dimasukkan ke dalam alat (drum) yang diisi bola


(39)

baja dengan diameter 46,80 mm. Drum diputar sebanyak 500 putaran. Bagian agregat yang hancur yang besarnya lebih kecil dari ukuran saringan 1,7 mm ditimbang dan beratnya dinyatakan dalam persentase terhadap benda uji semula.

Gambar 5. Mesin Abrasi Los Angeles

4. Angularitas

Angularitas merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah. Susunan permukaan yang kasar yang menyerupai kekasaran kertas ampelas mempunyai kecenderungan untuk menambah kekuatan campuran, dibanding dengan permukaan yang licin. Ruangan agregat yang kasar biasanya lebih besar sehingga menyediakan tambahan bagian untuk diselimuti oleh aspal.

Agregat dengan permukaan licin dengan mudah dapat dilapisi lapisan aspal tipis (asphalt film), tetapi permukaan seperti ini tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada tempatnya.

Tata cara pengujian angularitas agregat kasar diuraikan oleh Pennsylvania DoT Test Method No. 621 dan angularitas agregat halus ditentukan berdasarkan AASHTO TP-33 atau ASTM C 1252(1).


(40)

a. Angularitas agregat kasar

Angularitas agregat kasar adalah persentase dari berat pertikel agregat lebih besar dari 4,75 mm (No. 4) dengan satu atau lebih bidang pecah.

Angularitas agregat kasar dihitung dengtan persamaan :

Angularitas = x 100 %

Dengan pengertian :

A = berat agregat yang mempunyai bidang pecah.

B = berat total benda uji tertahan saringan 4,75 mm (No. 4). b. Angularitas agregat halus

Angularitas agregat halus adalah persen rongga udara yang terdapat pada agregat padat lepas. Agregat halus merupakan agregat lolos saringan 2,36 mm (No. 8). Makin besar nilai rongga udara berarti makin besar bidang pecah yang terdapat pada agregat halus. Angularitas agregat halus (persen rongga udara) dihitung sebagai berikut :

Angularitas = x 100 %

Dengan pengertian : V = volume silinder.

W = berat benda uji yang mengisi silinder. Gsb = berat jenis curah agregat halus. 2.3.2. Pengujian Aspal

Pengujian aspal meliputi pengujian aspal keras (padat), cair dan emulsi. Aspal cair atau aspal emulsi pada pekerjaan aspal campuran keras umumnya digunakan sebagai lapis resap (Prime Coat) atau lapis pengikat (Tack Coat) (1).Jenis pengujian aspal keras dapat dilihat pada tabel II.5.


(41)

Tabel. 2.5. Jenis pengujian aspal keras

No. Spesifikasi atau Judul Pengujian Metode Pengujian

1. Penetrasi SNI 06-2456-1991

2. Titik lembek SNI 06-2434-1991

3. Daktalitas SNI 06-2432-1991

4. Kelarutan dalam C2HCl3 SNI 06-2438-1991

5. Titik nyala SNI 06-2433-1991

6. Berat jenis SNI 06-2488-1991

7. Kehilangan berat SNI 06-2441-1991

8. Penetrasi setelah kehilangan berat SNI 06-2456-1991 9. Daktalitas setelah kehilangan berat SNI 06-2432-1991

10. Titik lembek setelah RTFOT SNI 06-2434-1991

11. Temperatur pencampuran dan pemadatan SNI 06-6411-2000

12. Kadar air SNI 06-2439-1991

Sumber: Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas

1. Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup

Penentuan titik nyala dilakukan berdasarkan SNI 06-2433-1991, bertujuan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk pelaksanaan. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal(1).


(42)

2. Penetrasi Bahan Bitumen

Pengujian ini dilakukan berdasarkan AASHTO T 48 atau SNI 06-2456-1991yang dimaksudkan untuk menetapkan nilai kekerasan aspal. Berdasrkan pengujian ini aspal keras dikategorikan dalam beberapa tingkat kekerasan. Pengujian ini merupakan pengukuran secara impiris terhadap konsistensi aspal. Kekerasan aspal diukur dengan jarum penetrasi standar yang masuk ke dalam permukaan bitumen pada temperatur 250C, beban 100 gr dan waktu 5 detik(1). Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7.Pengujian Penetrasi

3. Titik Lembek

Prosedur pengujian berdasarkan SNI 06-2434-1991. Konsistensi bitumen ditunjukkan oleh temperatur dimana aspal berubah bentuk karena perubahan tegangan. Hasilnya digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 8.


(43)

4. Daktalitas Bahan Bitumen

Daktalitas ditunjukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga putus. Pengujian dilakukanberdasarkan SNI 06-2432-1991, dengan alat yang terdiri atas cetakan, bak air dan alat penarik contoh(1). Alat pengujian ditunjukkan pada gambar 9 berikut :

Gambar 9. Pengujian Daktalitas

2.4. KOMBINASI AGREGAT

2.4.1. Gradasi Agregat Campuran

Kombinasi gradasi agregat campuran dinyatakan dalam persen berat agregat harus memnuhi batas-batas gradasi agregat seperti tercantum dalam spesifikasi. Hubungan antara persen lolos saringan dan ukuran butir agregat (dalam skala logaritma) kemudian digambarkan.

Dalam memilih gradasi agregat gabungan, kecuali untuk gradasi Latasir dan Lataston, dikenal istilah Kurva Fuller, Titik Kontrol Gradasi dan Gradasi Zona Terbatas (zona yang dihindari).

Gradasi agregat gabungan dengan menggunakan spesifikasi campuran beraspal panas dengan kepadatan mutlak harus memenuhi gradasi seperti diisyaratkan dalam spesifikasi.


(44)

Gambar.10. Grafik Kurva Fuller dan Daerah Larangan ACWC

Untuk mendapatkan gradasi agregat campuran yang diinginkan, tentukan gradasi agregat yang cocok dengan memilih persentase yang sesuai dari masing-masing fraksi agregat. Berikut ini diberikan petunjuk cara pencampuran beberapa fraksi agregat untuk

Tabel. 2.6. Titik Kontrol Kurva Fuller dan Daerah Larangan AC-Wearing Course

% Berat yang lolos Laston (AC)

ASTM (mm) WC Fuller

3/4'' 19 100 100

1/2'' 12.5 90 - 100 82.8

3/8'' 9.5 Maks. 90 73.2

no.8 2.36 28 - 58 39.1

no.16 1.18 28.6

no.30 0.6 21.1

no.200 0.075 15.5

DAERAH LARANGAN

NO.4 4.75 - 53.6

NO.8 2.36 39.1 39.1

NO.16 1.18 25.6 - 31.6 28.6

NO.30 0.6 19.1 - 23.1 21.1

NO.50 0.3 15.5 15.5

Sumber. Departemen Pekerjaan Umum 2007

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 0,1 1 10

P er c en t L ol os ( % )

Sieve size (mm) Combined Grading AC WC

Total Fuller Fuller Curve Max


(45)

1. Campuran Lataston

Untuk jenis Lataston, semakin halus gradasi (mendekati batas atas), maka rongga dalam mineral agregat (VMA) akan makin besar. Pasir halus yang dikombinasi dengan batu pecah harus mempunyai bahan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 100 (600 mikron) sesedikit mungkin. Hal ini sangat penting karena bahan yang sangat senjang harus tidak lebih dari batas yang diberikan, yaitu diisyaratkan agar minimum 80 % dari agregat yang lolos 2,36 mm harus lolos juga pada saringan 0,600 mm. Jika jumlah bahan tersebut lebih besar dari yang ditentukan dalam kondisi senjang maka VMA akan terlalu rendah sehingga campuran sulit mencapai VMA yang diinginkan.

2. Campuran Laston

Campuran Laston dapat dapat dibuat mendekati batas atas titik kontrol gradasi atau di atas kurva Fuller, tetapi hal ini mungkin sulit untuk mencapai VMA yang diisyaratkan. Karena itu lebih baik gradasi diarahkan memotong kurva Fuller mendekati saringan No. 4 (4,75 mm).

Gradasi agregat gabungan dengan menggunakan spesifikasi campuran beraspal panas dengan kepadatan mutlak harus memenuhi gradasi seperti diisyaratkan dalam spesifikasi. Penggabungan gradasi agregat dalam campuran rencana dapat dilakukan dengan cara analitis, cara grafis dan coba-coba (Taksiran).

2.4.2. Penggabungan Gradasi Agregat dengan Cara Analitis

Kombinasi agregat dari beberapa fraksi dapat digabungkan dengan persamaan dasar, yaitu : P = Aa + Bb + Cc + ...

Dengan pengertian :

P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu A, B, C = persen lolos agregat pada saringan masing-masing ukuran


(46)

a, b, c = proporsi masing-masing agregat yang digunakan dengan jumlah total 100 % Persamaan dasar di atas dapat digunakan untuk penggabungan beberapa fraksi agregat, diantaranya :

1) Rumus dasar penggabungan gradasi dari dua jenis fraksi agregat : P = Aa + Bb

Untuk a + b = 1 maka : a = 1 – b dengan pengertian :

P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu A, B = persen bahan yang lolos saringan masing-masing ukuran

a, b = proporsi masing-masing agregat yang digunakan, jumlah total 100 % Menggunakan persamaan di atas dapat dihitung :

b = atau a =

2) Rumus dasar penggabungan gradasi tiga jenis fraksi agregat : P = Aa + Bb + Cc

b =

dengan pengertian :

P = persen lolos agregat campuran dengan ukuran tertentu A, B, C = persen lolos agregat pada saringan masing-masing ukuran

a, b, c = proporsi masing-masing agregat yang digunakan dengan jumlah total 100 %

Persen kombinasi masing-masing ukuran agregat harus mendekati persen yang diperlukan untuk kombinasi agregat. Gradasi campuran tidalk boleh keluar dari titik kontrol atau batas gradasi yang diisyaratkan dan sedapat mungkin harus berada diantara titik-titik kontrol gradasi (tidak perlu di tengah-tengah batas gradasi tersebut dan tidak


(47)

Dari kombinasi beberapa fraksi agregat, maka akan hanya ditemukan satu gradasi agregat yang optimum, yang mendekati gradasi yang diinginkan. Bila ditemui kesulitan mendapatkan gradasi yang diinginkan maka dapat dipilih gradasi lain yang khusus atau sesuai dengan keadaan gradasi agregat setempat, asalkan dapat memnuhi kriteria sifat campuran yang diisyaratkan.

2.4.3. Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Grafis a) Cara grafis dengan kotak bujur sangkar

1) 2 fraksi agregat

Tahapan penggabungan gradasi agregat dengan cara grafis bujur sangkar untuk 2 fraksi agregat adalah sebagai berikut:

− Buat kotak grafik dengan panjang sisi yang sama (lihat gambar 10)

− Tandai kedua garis vertikal menjadi 10 angka dengan perbedaan 10, masing-masing dimulai dai 0 sampai 100 dan mulai dari bawah sampai ke atas. Bagian kiri persen lolos saringan agregat B dan bagian kanan untuk agregat A. Tandai kedua garis mendatar menjadi 10 angka dengan perbedaa 10. Garis bawah dimulai dari 0 sampai dengan 100 dan mulai dari kiri ke kanan, selanjutnya digunakan untuk mendapatkan persentase agregat A. Garis atas adalah sebaliknya dari garis bawah dan digunakan untuk mendapatkan persentase agregat B.

− Plotkan masing-masing ukuran gradasi agregat A berupa titik-titik vertikal bagian kanan dan agregat B pada garis vertikal bagian kiri.

− Hubungkan titik-titik yang mempunyai hubungan sama, dengan membuat garis furus diantara kedua titik tersebut, kemudian beri tanda sesuai dengan ukuran saringannya di atas garis tersebut.


(48)

− Tandai batas gradasi masing-masing ukuran pada garis-garis tersebut kemudian tebalkan.

− Proporsi agregat A dan agregat B dapat diwakili oleh kedua garis vertikal yang menghubungkan garis tebal untuk semua ukuran agregat. Dari kedua garis tersebut dapat diketahui proporsi agregat A antara 50% dan 70% atau tengahnya 60%. Sedang agregat B antara 50% dan 30% atau tengah-tengahnya 40%. Dari garis ini pula dapat dilihat ukuran 15 mikron dan 9,5 mm sangat menentukan rentang kombinasi agregat yang diperoleh.

− Ambil proporsi agregat A dan B yang masih dalam rentang di atas, kemudian digambarkan. Jika masih memotong zona terbatas, atau diinginkan tekstur kasar atau halus maka proporsi tersebut dapat diubah dengan cara coba-coba.

Gambar 11. Proporsi Dua Fraksi Agregat Secara Grafis

2) 3 fraksi agregat


(49)

− Buat kotak dengan dengan panjang sisi dan skala yang sama (lihat Gambar 11 di bawah),

− Tandai kedua garis vertikal menjadi 10 angka dengan perbedaan 10, masing-masing dimulai dari 0 sampai 100 dan dimulai dari bawah ke atas. Selanjutnya akan digunakan untuk mencantumkan fraksi yang lolos saringan 75 mikron,

− Tandai kedua garis mendatar menjadi 10 bagian dengan perbedaan 10. Garis bawah dimulai dari 0 sampai dengan 100 dan dimulai dari kiri ke kanan, selanjutnya digunakan untuk mencantumkan bahan yang tertahan di atas saringan 2,36 mm,

− Plotkan masing-masing ukuran gradasi agregat dengan menggunakan ukuran-ukuran agregat di atas,

− Titik A sebagai agregat kasar tertahan di atas saringan 2,36 mm sebesar 100 - 10% = 90%. Plotkan titik A pada garis bawah. Koordinat titik A (90 ; 0),

− Titik B sebagai agregat halus yang lolos saringan 2,36 mm sebanyak 82% atau tertahan saringan 2,36 mm sebesar 100 – 52 = 18% dan lolos saringna 75 mikron sebesar 9,2%. Plotkan titik B. Koordinat titik B adalah (18 ; 9,2), − Titik C sebagai agregat halus 2 atau bahan pengisi yang lolos saringan 75

mikron sebesar 82% plotkan pada garis kiri. Koordiant titik C adalah pada (0 ; 82),


(50)

Gambar 12. Proporsi Tiga Fraksi Agregat Secara Grafis

− Titik S sebagaititik yang mewakili tengah-tengah titik kontrol gradasi dengan ukuran tertahan saringan 2,36 mm dan lolos saringan 75 mikron sebesar 100 – 43% = 57% dan lolos saringan 75 mikron sebesar 6%. Koordinat titik S adalah S(57 ; 6),

− Tarik garis antara titik A dan S kemudian garis antara titik B dan C. Garis AS diperpanjang sehingga memotong garis BC pada titik W. Ukur koordiant B’. Koordiant titik B’ adalah (17 ; 13,2),

− Ukur panjang masing-masing segmen garis dengan menggunakan persentase antara titik terminal,

− Hitung persentase agregat yang diperlukan untuk campuran dengan persamaan :

a = panjang SB’ = 57-17 panjang AB’ 90-17


(51)

c = (1-a) x panjang BB’ = (1-0,55) x (13-9,2) panjang AB’ 82-9,2

= 0,02 = 2%

b = 1 – a – c = 1 – 0,55 – 0,02 = 0,43 = 43%

− Plotkan gradasi gabungan dengan perbandingan di atas pada, jika masih memotong zona terbatas maka lakukan perubahan dengan cara coba-coba. b) Cara grafis dengan diagonal

1) 2 fraksi agregat

Tahapan penggabungan gradasi agregat cara grafis diagonal untuk 2 fraksi agregat adalah sebagai berikut;

− Buat kotak grafis dengan perbandingan panjang dan lebar 2 : 1, seperti diperlihatkan pada Gambar 12,

Gambar 13. Contoh Penggabungan Dua Fraksi Agregat (Cara Diagonal)

− Bagi sumbu vertikal menjadi 100 bagian dengan renggang 10 bagian, dari 0 sampai 100 dalam satuan persen. Tandai sumbu vertikal sebagai persen lolos saringa n.


(52)

− Plotkan titik-titik yang menunjukkan tengah titik kontrol gradasi yang diisyaratkan sesuai dengan persen lolos masing-masing bahan. Misalnya ukuran 2,36 mm pada (28 + 58)/2 = 43,5

− Tarik garis dari titik yang ditandai di atas, tegak lurus terhadap sumbu horisontal.

− Cantumkan masing-masing ukuran butir di bawah ujung garis vertiakl pada perpotongannya dengan batas horisontal kotak bagian bawah

− Plotkan gradasi agregat fraksi A dan B masing-masing sesuai dengan persentase lolos dan hubungkan titik tersebut.

− Tarik garis s yang memotong garis fraksi A dan B sama panjang pada bagian atas dan bawah dari kotak (x1 = x2).

− Beri tanda perpotongan garis s dengan diagonal sebagai titik R.

− Proporsi agregat A dan B ditentukan jarak dari R ke bagian atas dan ke bagian bawah (y1 dan y2), dimana y1 = 56% agregat A dan y2 = 44% agregat B.

− Periksalah apakah proporsi agregat yang diperiksa tersebut sudah benar atau tidak dengan cara perhitungan dan persyaratan. Jika hasil yang diperoleh menunjukkan proporsi tersebut memotong zona terbatas maka lakukan perubahan dengan cara coba-coba.

2) 3 fraksi agregat

Tahapan penggabungan gradasi agregat secara grafis dengan diagonal untuk 3 fraksi agregat adalah sebagai berikut:

− Buat kotak grafik dengan perbandingan 2 : 1, seperti diperlihatkan pada gambar 13.


(53)

Gambar 14. Contoh Penggabungan Tiga Fraksi Agregat (Cara Diagonal)

− Bagi sumbu vertikal menjadi 100 bagian, dari 0 sampai 100 dalam suatu persen. Tandai sumbu vertikal sebagai persen lolos saringan.

− Tarik garis diagonal antara titik 0 sebelah bawah kiri ke sudut kanan atas. − Plotkan titik-titik yang menunjukkan titik tengah kontrol gradasiyang

dsyaratkan sesuai dengan persen lolos masing-masing bahan. − Tarik garis dari titik-titik di atas tegak lurus sejajar garis tepi.

− Cantumkan masing-masing ukuran butir di bawah ujung garis vertikal pada perpotongannyadengan batas horisontal kotak bagian bawah.

− Plotkan gradasi agregat fraksi A,B dan C masing-masing sesuai dengan persentase lolos dan hubugkan titik-titik tersebut.

− Tarik garis s yang memotong fraksi A dan B sama panjang pada bagian atas dan bawah dari kotak (x1 =x2).

− Beri tanda perpotongan garis s dengan diagonal sebagai titik R.

− Ulangi penarikan garis sehingga jarak antara perpotongan garis dengan fraksi gradasi A (y1) sama panjang dengan jumlah jarak yang memotong


(54)

fraksi gradasi B dan fraksi gradasi C, sehingga y1 = y2 + y3 ;karena y3 = 0 maka y1 = y2. Tandai titik perpotongan antara garis diagonal dengan garis ABC ke titik S.

− Tarik garis horisontal dari titik R dan S masing-masing ke sebelah kiri sehingga memotong tepi kotak di R’ da S’.

− Proporsi fraksi agregat A dan B dapat ditentukan dengan melihat bagian atas, diperoleh proporsi fraksi agregat A = 50 %, bagian tengah sebagai proporsi fraksi agregat B = 43% dan bagian bawah sebagai proporsi fraksi agregat C = 7%.

− Periksa apakah proporsi yang diperoleh tersebut sudah benar atau tidak dengancara perhitungan dan persyaratan. Jika tidak, proporsi diubah kembali dengan cara coba-coba.

3) Lebih dari 3 fraksi agregat

Untuk penggabungan lebih dari 3 fraksi agregat akan lebih mudah menggunakan spreadsheet dimana masing-masing gradasi fraksi agregat dievaluasi terlebih dahulu denagn cara menggambarkan pada grafik pembagian butir, yang dilanjutkan dengan cara seperti pada 2).

2.4.4. Penggabungan Gradasi Agregat Dengan Cara Coba-Coba (Taksiran)

Pencampuran dilakukan dengan proses trial and error (coba-coba). Tahapan penggabungan (Blending) agregat dengan cara Coba-coba (Taksiran) adalah sebagai berikut :

Langkah pertama dari prosedur adalah meneliti data. Maksudnya adalah kita

memerlukan analisa gradasi untuk setiap material yang akan diblending. Juga batas gradasi dari spesifikasi yang harus dilihat dari bahan acuan yang ada. Spesifikasi


(55)

untuk gradasi selalu memberikan batas atas dan bawah dari persyaratan. Blending dari job mix harus masuk dalam kotak batas antara batas atas dan batas bawah.

Langkah kedua adalah memilih nilai target untuk kombinasi agregat. Awal

percobaan nilai target yang diambil dapat batas tengah dari spesifikasi yang diberikan. Pada kenyataannya kita dapat memakai nilai lain bardasarkan pengalaman, jenis agregat dan problem yang ada.

Langkah ketiga adalah membuat ‘taksiran logis’ untuk proporsi setiap agregat

dalam campuran. Sebagai contoh jika dua agregat dicampur kita bisa menaksir Agregat 1 sebanyak 30 % dan Agregat 2 sebanyak 70 %. Kombinasi agregat adalah hasil campuran dengan proporsi tersebut.

Langkah keempat adalah menhitung gradasi yang menhasilkan material dengan

proporsi sesuai taksiran logis di atas.

Langkah terakhir adalah membandingkan hasil dari perhitungan dengan nilai

target. Jika nilai perhitungan blending mendekati nilai target berarti kita selesai memecahkan persoalan blending. Kita akan tahu berapa proporsi masing-masing material. Tapi bila hasilnya tidak mendekati atau malah keluar dari nilai target, maka kita harus mengulang taksiran logis lainnya. Seyogyanya taksiran logis kedua harus mendekati target karena kita akan tahu dimana sebaiknya taksiran kedua dibuat, berdasarkan hasil taksiran pertama. Mungkin taksiran akan dilakukan berkali-kali sampai betul-betul nilai target didekati se-dekat-dekatnya (diperoleh combine/blending aggregat yang paling baik).

Cara Coba-coba (Taksiran) ini dapat dilakukan juga untuk kombinasi 3 agregat, hanya proses menjadi agak panjang (identik dengan cara penggabungan dua agregat di atas).


(56)

2.5. SIFAT CAMPURAN

Bilamana agregat dicampurkan dengan aspal, ada beberapa kondisi umum yang akan terjadi, yaitu permukaan agregat akan diselimuti aspal diikuti dengan pori-pori agregat. Demikian pula dengan rongga diantara butiran agregat akan terisi aspal. Namun baik pori-pori agregat maupun rongga diantara agregat, tidak selalu teriasi penuh oleh aspal, ada bagian tersisa yang pasti terisi oleh udara. Adalah logis makin banyak kadar aspal makin banyak ruang dan pori yang terisi oleh aspal.

Campuran yang baik harus memnuhi 4 (empat) syarat utama(3),yaitu : a) Stabilitas tinggi,

b) Durabilitas lama, c) Fleksibilitas cukup,

d) Tahan terhadap skid resistance 2.5.1. Stabilitas

Stabilitas yaitu bagaimana perkerasan mampu memikul beban lalu lintas, tanpa perubahan deformasi yang berarti.Inti dari stabilitas adalah tahanan terhadap geser atau kekuatan saling mengunci (interlocking), yang dimiliki bahan agregat dan lekatan yang disumbangkan oleh aspal. Stabilitas akan terjaga tetap tinggi bilamana agregat terkunci satu sama lain dengan baik. Ini harus terkondisikan oleh tersedianya banyak bidang pecah, kekasaran, gradasi dan syarat-syarat lainnya.

Stabilitas dijaga jangan terlalu tinggi karena akan menyebabkan perkerasan akan menjadi kaku dan mudah retak akibat beban lalu lintas. Demikian juga jangan terlalu rendah karena deformasi akan dengan mudahnya terjadi. Stabilitas agar disesuaikan dengan beban lalu lintas dan repetisi yang dilakukan oleh kendaraan(3).


(57)

2.5.2. Durabilitas (Keawetan)

Durabilitas adalah tolak ukur ketahanan perkerasan terhadap desintegrasi akibat beban lalu lintas. Tinjauannya menjadi luas, karena bisa berarti bahwa perkerasan harus bertahan selama umur rencana. Ini artinya dengan adanya rentang waktu sekian lama, akan terjadi perubahan lingkungan anatar lain cuaca, kadar air, degradasi bahan ataupun beban yang semakin bertambah.

Dengan demikian, agar perkerasan dapat berumur lama, maka desain campuran harus mendapatkan kadar aspal yang cukup untuk melindungi seluruh partikel agregat dan juga dapat mengisi rongga butir secukupnya sesuai desain.

Agregat dilindungi juga terhadap masuknya air pori tanah atau akibat intrusi dari permukaan, yaitu dengan mengisi rongga dengan aspal secukupnya. Aspal tidak boleh kebanyakan, karena dengan tebalnya film aspal berakibat seolah-olah agregat mengapung di dalam aspal, sehingga tahanan geser tidak mungkin terjadi lagi atau terjadi bleeding(3).

2.5.3. Fleksibilitas (Kelenturan)

Fleksibilitas perkerasan adalah berupa kemampuan bahan untuk mengikuti deformasi permukaan dan turunannya ke bawah, tanpa terjadi keretakan akibat perubahan volume.

Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi, dapat dilakukan dengan cara menggunakan campuran agregat open graded, atau bergradasi senjang. Dari sisi penggunaan aspal, penggunaan aspal yang lunak berarti yang mempunyai angka penetrasi tinggi atau penggunaan kadar aspal yang lebih tinggi, tapi masih dalam batas, sehingga tidak terjadi bleeding. Tetapi penggunaan material open graded, bertolak belakang dengan kekuatan yang memerlukan angka kepadatan yang tinggi, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memilih desain campuran(3).


(58)

2.5.4. Skid Resistance (Kekesatan Terhadap Slip)

Dua faktor yang paling banyak mengakibatkan slip adalah perkerasan yang sudah mengalami bleeding dan akibat agregat sendiri.Dalam hal ini, bleeding menyebabkan jalan menjadi licin, dan faktor kedua adalah baik agregat halus maupun kasar pada dasarnya memiliki kecenderungan mempunyai sifat tidak terlalu tahan terhadap pemolesan permukaan akibat melajunya kecepatan kendaraan. Apalagi bila ada bagian agregat yang muncul ke permukaan jalan, misalnya akibat terkelupasnya lapis permukaan, atau bisa saja akibat ukuran agregat maksimum terlampaui.

Kekesatan dapat dipertinggi dengan menggunakan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, menggunakan agregat dengan permukaan kasar, menggunakan agregat dengan bentuk kubus atau komposisi persentase agregat kasar yang cukup(3).

2.6. PENGARUH AGREGAT TERHADAP CAMPURAN

2.6.1. Pengaruh Agregat Kasar

Fungsi agregat kasar pada suatu campuran beraspal adalah untuk menghasilkan stabilitas dengan adanya saling mengunci (interlocking) antar partikel agregat dan tahanan gesek pada agregat, sehingga suatu campuran beraspal yang mempunyai agregat kasar yang lebih banyak, perkerasannya lebih stabil dibandingkan dengan campuran yang mempunyai agregat kasar lebih sedikit.

2.6.2. Pengaruh Agregat Halus

Fraksi agregat halus mempunyai pengaruh yang menentukan pada campuran aspal beton. Pengaruh ini dapat terlihat pada BS-594-1973, metode perencanaan laboratorium dimana dalam menentukan kadar bitumen optimum pengujian hanya dilakukan terhadap mortar.


(59)

Salah satu fungsi agregat halus adalah untuk mengisi rongga udara yang terdapat pada campuran, dengan kata lain akan mengurangi rongga udara campuran.

2.6.3. Pengaruh Filler

Fungsi filler pada campuran terutama adalah untuk mengatur gradasi agregat halus, sehingga kerapatannya bertambah dan jumlah bitumen yang dibutuhkan untuk mengisi rongga udara berkurang.

2.7. METODE PENGUJIAN CAMPURAN

Telah dijelaskan di atas bahwa sifat-sifat campuran beraspal panas yang paling menentukan adalah stabilitas, durabilitas, fleksibilitas, dan skid resistance.Dalam pembahasan penelitian ini terutama dikhususkan pada sifat stabilitas campurannya saja.

Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall.Setelah gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di laboratorium.

Untuk lebih jelasnya,mengenai proses pembuatan contoh benda uji, peralatan serta prosedur pengujiannya secara rinci akan dibahas pada BAB III, METODOLOGI PENELITIAN.

Dalam pengujian rencana campuran aspal panas dikenal beberapa metode yang sering dipakai, yaitu :

2.7.1. Imersion Compression Test

Pengujian ini dipakai untuk mengukur pengiisi dari bahan bitumen pada campuran kering atau basah. Hasil pengujian akan memprlihatkan pengaruh air terhadap harga stabilitas aspal panas, denga membandingkan harga stabilitas sampel yang direndam dengan yang tidak direndam.


(60)

Pengujian ini dilakukan terhadap sekurang-kurangnya dua sampel pekerjaan, yang dipadatkan pada cetakan dengan diameter 10,2 cm dengan tinggi 10,2 cm dan dengan beban 17000 kg. setelah ditimbang beratnya, satu sampel direndam dalam air selama empat hari, dan yang lain dibiarkan di udara dalam waktu yang sama.

Setelah empat hari kedua sampel diuji dengan menggunakan unconfined compression. Harga yang didapat merupakan harga stabilitas campuran dalam keadaan kering dan basah. Ratio stabilitas dinyatakan sebagai stabilitas basah dibagi stabilitas kering(8).

2.7.2. Hubbard Field Test

Merupakan salah satu metode pengujian stabilitas campuran aspal panas yang cukup luas dipakai.Metode ini telah distandarisasi oleh ASTM. Pertama skali metode ini digunakan untuk campuran aspal panas dengan agregat halus (sand sheet), tetapi belakangan ini dipakai juga untuk campuran aspal panas yang mengandung agregat kasar sampai ukuran ¾”.

Pada metode ini, pengujian dilakukan terhadap sampel percobaan dengan diameter 15 cm dan tinggi 7,5 cm. sampel percobaan kemudian diuji dengan menggunakan static compression load dengan beban sebesar 10000 lb.

Beban maksimum yang diperoleh saat sampel hancur dinyatakan sebagai harga stabilitas(8).

2.7.3. Triaxial Compression Test

Pengujian ini mungkin yang paling menarik dibanding dengan pengujian-pengujian yang lain dari sudut penelitian. Pada pengujian-pengujian ini diukur kohesi dan gaya gesek dalam arti campuran perkerasan aspal(8).


(61)

2.7.4. Stabilometer (Hveem, Stability Test)

Metode stabilometer ini digunakan untuk merencanakan campuran aspal yang dipakai oleh California Division of Highway dan sering juga disebut metode perencanaan Hveem. Pengujian ini digunakan untuk mengukur stabilitas, density dan kandungan pori untuk mendapatkan persentase aspal dari suatu sampel percobaan.

Keistimewaan pengujian ini adalah menguji sampel percobaan dengan empat jenis pengujian yang berbeda(8), yaitu :

1) Swell Test

2) Stabilometer Test

3) Bulk Density Determination Test 4) Cohesiometer

2.7.5. Marshall Test

Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi.

Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”.

2.8. PARAMETER PENGUJIAN MARSHALL

Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang dicampur secara merata atau homogeny pada suhu tertentu.Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat.


(62)

Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian marshall antara lain :

2.8.1. Kepadatan (Marshall Density)

Pada kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi akan mengakibatkan rongga udara (VIM) dan rongga diantara mineral agregat (VMA) berkurang.

Usaha pemadatan yang direncanakan di laboratorium harus dipilih yang menggambarkan keadaan lalu lintas yang di lapangan. Karena jika pemadatan yang dilakukan di laboratorium tidak sesuai (kondisi lalu lintas ringan), sementara kondisi sebenarnya di lapangan adalah untuk lalu lintas berat, maka akibat pemadatan lalu lintas kadar aspal akan menjadi lebih tinggi sehingga mengakibatkan perkerasan mengalami alur plastis. Sebaliknya, jika pemadatan di laboratorium adalah untuk lalu lintas berat sementara kondisi sebenarnya di lapangan adalah lalu lintas cenderung rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara mudah masuk, akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat mengakibatkan pelepasan butir dan pengelupasan.

2.8.2. Stabilitas Marshall

Stabilitas Marshall Adalah beban maksimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan kegagalan tekan ketika diuji dengan menggunakan prosedur Marshall. 2.8.3. Kelelehan (Flow)

Kelelehan (Flow) merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam millimeter (mm) yang terjadi pada sampel padat dari campuran perkerasan hingga mencapai titik beban maksimum pada saat pengujian stabilitas Marshall.


(63)

2.8.4. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)

Sebagai harga atau indeks kemampuan pemadatan campuran aspal. Marshall Quotient adalah sebagai karakteristik harga modulus daya tekan atau kekakuan.

Harga yang rendah dari Marshall Quotient berarti campuran akan lembek dan kurang cukup stabilitasnya dengan suatu resiko yang mungkin dari retak permukaan dan pergerakan horizontal pada arah perjalanan(8).

Marshall Quotient =

2.8.5. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)

VFA adalah bagian dari rongga yang berada diantara mineral agregat (VMA) yang terisi oleh aspal efektif, dinyatakan dalam persen.

Kriteria VFA bertujuan untuk menjaga keawetan campuran beraspal dengan memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama semakin tinggi nilai VFA maka makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal (asphalt film thicknes).

VFA,VMA dan VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFB dapat membantu perencanaan campuran dengan memberikan VFA yang dapat diterima.

Rongga udara terisi aspal, VFA, merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VFA =

Dengan pengertian :

VFA = Rongga terisi aspal, persen dari VMA.


(64)

Pa = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.

Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan melaksanakan campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan-kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang yang dapat diterima.

2.8.6. Rongga Antar Agregat (VMA)

Rongga diantara mineral agregat (VMA) adalah volume rongga yang terdapat diantara partikel agregat suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan, yaitu rongga udara (VIM) dan kadar aspal efektif, yang dinyatakan dalam persen terhadap volume total benda uji. VMA dihitung berdasarkan Berat Jenis agregat curah (Bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.

Batas minimum VMA tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Hubungan antara kadar aspal dengan VMA pada umumnya membentuk cekungan dengan satu nilai minimum, kemudian naik lagi dengan naiknya kadar aspal.

Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VMA = 100 -

(

)

Dengan pengertian :

VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah) Gsb = Berat jenis curah agregat

Ps = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726)

Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :


(65)

VMA = 100

-

x

100

Dengan pengertian :

Pb = Aspal, persen berat agregat Gmb = Berat jenis curah campuran padat Gsb = Berat jenis curah agregat

2.8.7. Rongga Udara (VIM)

VIM adalah volume total udara yang berada diantara partikel agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen volume bulk suatu campuran.

Rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VIM = 100 x

Dengan pengertian :

VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume. Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

Gmb = Berat jenis curah campuran padat.

Tujuan dari perencanaan VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuain dengan hasil uji di laboratorium.


(66)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah Metode Eksperimen. Semua prosedur pelaksanaan baik dalam pembuatan sampel (benda uji) maupun pengujian sampel mengikuti prosedur Marshall Test yang dikeluarkan oleh SNI 06-2489-1991.

3.2. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pencatatan langsung dari hasil pengujian yang akan dilakukan terhadap sampel percobaan di laboratorium Jalan Raya, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU sesuai dengan prosedur Marshall Test.

Material campuran perkerasan berupa agregat kasar, agregat sedang, dan agregat halus (pasir hasil pemecah batu) yang diambil dari AMP PT. Adhi Karya, Pasar V Desa Patumbak, Medan. Pasir alam yang dipakai adalah pasir alam Binjai, pasir ini diperoleh dari sungai Binjai. Material tersebut kemudian diuji di laboratorium Jalan Raya, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU.

3.3. METODE PENCAMPURAN AGREGAT (BLENDING AGGREGATE)

Pada penelitian ini, metode pencampuran agregat (blending/combine aggregate) yang digunakan adalah metode dengan cara pendekatan secara analitis

Pemilihan gradasi campuran dapat dilihat pada tabel perhitungan dan grafik gradasi gabungan berikut ini.


(67)

Tabel 3.1. Combined Grading

Sieve Size

I nch 3/ 4" 1/ 2" 3/ 8" # 4 # 8 # 16 # 30 # 50 # 100

# 200

mm 19 12.7 9.53 4.76 2.38 1.19 0.595 0.297 0.149 0.075

Grading Material

Natural Sand 100.00 100.00 100.00 100.00 98.41 59.40 45.00 22.06 16.34 1.65 Fine Agg./ Abu Batu 100.00 100.00 100.00 86.85 53.50 35.28 27.12 20.70 14.56 10.43

Medium Agg. 100.00 100.00 59.82 14.67 3.51 2.98 2.36 1.77 1.38 0.74

Coarse

Agg. 100.00 51.10 19.47 1.84 0.72 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Combined Grading

Natural

Sand 4.00% 4.00 4.00 4.00 4.00 3.94 2.38 1.80 0.88 0.65 0.07

FA./ Abu

Bat u 58.00% 58.00 58.00 58.00 50.37 31.03 20.46 15.73 12.01 8.44 6.05

Medium

Agg. 21.00% 21.00 21.00 12.56 3.08 0.74 0.63 0.50 0.37 0.29 0.15

Coarse

Agg. 17.00% 17.00 8.69 3.31 0.31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Total 100% 100.0 0 91.69 77.87 57.76 35.70 23.46 18.03 13.26 9.39 6.27

Spec Max 100.00 100.00 90.00 58.00 10.00

Spec Min 90.00 28.00 4.00

Fuller 100.00 83.42 73.20 53.59 39.12 28.64 21.12 15.46 11.32 8.29

Fuller Curve

Fuller Curve Max 39.1 31.6 23.1 15.5

Fuller Curve Min 39.1 25.6 19.1 15.5

Gambar 15. Grafik Combined Grading

. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,01 0,1 1 10

P er c en t L ol os ( % )

Sieve size (mm) Combined Grading AC WC

Total Fuller Fuller Curve Max


(1)

Persiapan Penumbukan


(2)

Penumbukan 2 x 75 Tumbukan

Proses Pengeluaran Benda


(3)

Benda Uji didiamkan Pada Suhu Ruang

Benda Uji Direndam Dalam Waterbath


(4)

(5)

UJi Marshall


(6)