Hasil Ekonomi Model ECM

utama yang menyebabkan terjadinya kesesuaian adalah terpenuhinya Marshall- Lerner condition. Berdasarkan komposisi barang yang diimpor Indonesia dalam jangka panjang, sangat memungkinkan bahwa elastisitas permintaan impor tinggi sehingga penjumlahan elastisitas permintaan ekspor dan elastisitas permintaan impor lebih dari satu. Sehingga keadaan ini akan berdampak positif pada neraca perdagangan Indonesia jika terjadi depresiasi rupiah terhadap mata uang mitra dagangnya. Namun demikian penelitian ini tidak bertujuan untuk menentukan besarnya elastistitas di atas. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat apakah Marshall-Lerner condition terjadi dalam kasus perdagangan Indonesia dengan mitra- mitra dagangnya dengan menggunakan metode VECM.

4.3 Hasil Ekonomi Model ECM

4.3.1 GDP INDONESIA

Dari Estimasi jangka panjang diketahui bahwa GDP Indonesia berpengaruh negatif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia LBT, hal ini berarti semakin tinggi GDP Indonesia maka nilai neraca perdagangan bilateral Indonesia akan turun dengan kata lain neraca perdagangan bilateral akan mengalami defisit. Ini bisa diartikan bahwa kinerja ekspor kita semakin menurun sehingga tidak dapat menambah nilai Gross Domestic Product GDP. Estimasi jangka panjang memberikan hasil bahwa tanda negatif dari GDP Indonesia memberikan dampak negatif, sehingga GDP Indonesia akan mengalami Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 peningkatan dikarenakan kinerja ekspor kita yang semakin membaik sehingga menambah pemasukan bagi GDP negara, karena permintaan eksport yang meningkat, sehingga ada penambahan untuk pemasukan GDP negara. Membaiknya kinerja eksport akan memberikan dampak terhadap GDP Indonesia yang mengalami peningkatan. Sehingga GDP Indonesia akan mengalami peningkatan dan ini akan membuat Indonesia lebih memacu diri untuk lebih meningkatkan eksport mereka secara terus menerus dan memperkecil nilai import mereka. Hasil estimasi jangka pendek sama dengan jangka panjang, bernilai negatif. Nilai koefisien jangka pendek adalah -0,894195, artinya jika GDP Indonesia meningkat sebesar 1 maka akan menyebabkan neraca perdagangan bilateral akan mengalami penurunan sebesar 0,89. Ini artinya bahwa dalam keadaan jangka panjang maupun jangka pendek GDP Indonesia berpengaruh negatif terhadap neraca perdagangan bilateral Indonesia. Kinerja Import yang biasa-biasa saja memberikan bukti bahwa selain import yang semakin berkurang, karena penawaran yang berkurang sehingga tidak adanya pengeluaran yang terlalu besar, dan ini menyebabkan GDP negara terjaga dari defisit karena tadinya terlalu banyak import. GDP negara akan semakin terjaga pula dikala permintaan akan eksport kita semakin meningkat dan semua nilai eksport tadi akan ditambahkan menjadi GDP negara sehingga nilai dari GDP kita akan meningkat. Ada kalanya jika permintaan akan eksport kita meningkat, tetapi peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan penawaran import maka neraca Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 Jadi, arti tanda negatif pada perolehan hasil estimasi jangka panjang pada GDP Indonesia adalah setiap penurunan GDP Indonesia sebesar 1 akan memacu peningkatan nilai eksport menjadi sebesar 0,24. Dengan catatan, import diperkecil nilainya supaya GDP Indonesia bisa lebih membaik setelah terus digalakkannya kinerja eksport Indonesia.

4.3.2 GDP Jepang

Dari hasil estimasi jangka panjang diperoleh nilai koefisiennya sebesar 1,5379 dan bertanda positif ini artinya bahwa GDP Jepang berpengaruh positif terhadap perubahan neraca perdagangan Bilateral. Jika GDP Jepang mengalami peningkatan sebesar 1 maka neraca perdagangan bilateral mengalami peningkatan sebesar 1,53. Artinya jika GDP Jepang mengalami perbaikan kearah yang positif maka nilai eksport Indonesia ke Jepang juga akan mengalami perbaikan, karena Jepang akan lebih sering lagi untuk melakukan ekspor dari Indonesia karena perolehan GDP mereka yang semakin membaik. Peningkatan GDP Jepang ini juga akan sama artinya dengan kasus yang terjadi dengan GDP Indonesia. Peningkatan GDP Jepang ini mengakibatkan neraca perdagangan semakin membaik. Neraca perdagangan yang proksinya ke kinerja Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 eksport dan Import. Semakin meningkat GDP Jepang ini menandakan bahwa kinerja eksport mereka juga semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan ekspor Jepang akan meningkat sehingga nilai dari GDP akan meningkat pula kejadian ini dianggap import tidak mengalami perubahan. Jika permintaan akan import akan meningkat sejalan dengan peningkatan GDP Jepang maka yang terjadi adalah GDP Jepang akan berkurang seiring dengan meningkatnya permintaan akan import dari negara Jepang. Peningkatan ini akan membawa Jepang kearah besar pasak daripada tiang jika peningkatan import tidak diikuti dengan peningkatan nilai eksport sehingga akan memberikan pengaruh negatif terhadap GDP Jepang dan juga neraca perdagangan bilateral yang defisit dikarenakan lebih besar nilai import daripada nilai eksport. Tetapi hal ini tidak terjadi pada hasil estimasi jangka pendek yang memperoleh nilai koefisien sebesar -11,1887 dan bertanda negatif, yang artinya bahwa GDP Jepang berhubungan terbalik dengan neraca perdagangan bilateral. Jadi jika GDP Jepang mengalami peningkatan sebesar 1 maka neraca perdagangan bilateral mengalami penurunan sebesar 11,18. Nilai negatif pada koefisien GDP Jepang memberi arti bahwa dikala Jepang mengalami peningkatan GDP maka ini akan mengakibatkan permintaan untuk import semakin meningkat sehingga laju import meningkat. Jika peningkatan permintaan untuk import ini terus meningkat tidak diikuti oleh peningkatan ekspor maka dengan sendirinya Jepang akan lebih banyak melakukan pengeluaran tanpa Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 memikirkan pendapatan untuk menambah GDP Jepang. Apabila sudah terjadi seperti ini maka nilai Import akan merajai perekonomian Jepang, dan ekspor akan merasa tidak dipedulikan. Sehingga Jepang akan mengalami defisit karena import yang lebih besar daripada ekspor. Jadi, arti dari tanda negatif pada GDP Jepang pada jangka pendek adalah peningkatan GDP Jepang sebesar 1 akan berakibat pada nilai eksport yang akan mengalami penurunan sebesar 11,18.

4.3.3 Nilai Tukar Riil

Perolehan hasil estimasi jangka panjang dapat dilihat bahwa koefisiennya bernilai 1,4813 dan bertanda positif. Artinya, bahwa setiap nilai tukar riil mengalami depresiasi melemah, maka harga import akan menjadi mahal, ini harus dimanfaatkan untuk lebih mengali import kita lagi supaya mengalami peningkatan terhadap neraca perdagangan bilateral kita sebesar 1,48. Dari perolehan estimasi nilai tukar riil jangka panjang diperoleh nilai koefisien yang bertanda positif dan bernilai 1,48. Ini artinya telah terjadi kondisi marshall lerner pada jangka panjang karena nilai elastisitas eksport dan importnya. Kondisi Marshall-Lerner ini biasanya akan tercapai pada jangka panjang dan jangka menengah. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 Estimasi jangka pendek lain lagi perolehannya, nilai koefisiennya 0,41162 juga bertanda positif. Ini artinya bahwa nilai tukar benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan bilateral, yang mana dapat kita lihat perubahannya pada nilai ekspor dan import kita kedari Jepang. Terapresiasinya nilai tukar dapat mengakibatkan akan mengurangi daya saing barang-barang ekspor, dan meningkatkan penetrasi import. Sehingga nilai import akan meningkat sebesar 0,41. Dalam jangka pendek kondisi marshall-lerner tidak terjadi pada kasus perdagangan bilateral Indonesia – Jepang, dikarenakan nilai elastisitas yang tidak lebih dari 1, hanya sebesar 0,41. Sehingga fenomena J-Curve tidak terjadi karena depresiasi nilai tukar pada awalnya akan memperburuk neraca perdagangan bilateral Indonesia – Jepang sebelum akhirnya akan meningkat secara permanen. Hal ini disebabkan pada jangka pendek volume eksport dan import tidak akan banyak berubah dan pengaruh harga yang lebih banyak mendominasi sehingga neraca perdagangan bilateral akan memburuk.

4.3.4 Krisis Moneter 1997:04 – 1998:01

Dengan maksud untuk melihat pengaruh krisis moneter 1997-1998 terhadap nilai tukar rupiah maka penelitian ini dibuat variabel dummy yaitu sebelum krisis moneter =0 dan setelah krisis moneter =1. Hasil estimasi yang diperoleh bahwa krisis moneter, jangka panjang dan jangka pendek krisis moneter tidak Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 mempengaruhi neraca perdagangan bilateral Indonesia-Jepang, karena jangkauan nilai dummy yang terlalu singkat sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan neraca perdagangan bilateral antara Indonesia-Jepang. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan bilateral indonesia-Jepang. Hasil yang diperoleh dari hasil estimasi adalah sebagai berikut: 1. Hasil estimasi jangka pendek maupun jangka panjang GDP Indonesia bernilai negatif, itu artinya jika GDP Indonesia mengalami peningkatan maka rasio XM akan mengalami penurunan. Karena peningkatan GDP Indonesia tidak serta merta memberikan peningkatan pula terhadap rasio XM karena peningkatan GDP dapat dialokasikan untuk memperoleh bahan baku eksport kita yang sebagian besar berasal dari luar negeri, karena industri di Indonesia banyak menggunakan bahan baku impor dalam menghasilkan barang-barang ekspor sehingga pendapatan ekspor yang diterima yang tadinya bisa menambah GDP tetapi habis digunakan untuk pembelian bahan baku dan pembayaran bunga serta cicilan pembayaran utang. 2. Hal yang tidak jauh berbeda dapat pula kita lihat pada perolehan estimasi GDP Jepang. Hasil estimasi GDP Jepang memperlihatkan bahwa GDP Jepang berpengaruh negatif, itu dilihat dari perolehan nilai koefisiennya. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008