Faktor Dalam Negeri: Faktor Luar Negeri:

dolar AS dalam skala global; dan menguatnya nilai tukar regional dalam tahun 2002. Penguatan nilai tukar rupiah selama tahun 2002 berlanjut sampai pada akhir tahun 2003. Selama tahun 2003, nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp8.285 – Rp8.900. Namun sejak awal tahun 2004 sampai semester pertama tahun 2005, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan kecenderungan melemah secara fluktuatif. Nilai terendah nilai tukar rupiah terjadi dalam bulan Juli 2005 Rp9.800dolar AS dan nilai tukar rupiah tertinggi terjadi pada bulan Januari 2004 Rp8.384dolar AS. Fluktuasi yang tinggi terjadi dalam periode April 2004 sampai dengan Agustus 2004, hal ini terkait dengan kekhawatiran pelaku pasar uang atas penyelenggaraan Pemilu 2004. Trend pergerakan Kurs Rupiah cenderung melemah terhadap USD selama 2004 sampai dengan pertengahan 2005 disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun luar negeri.

1. Faktor Dalam Negeri:

Ü Dampak inflasi yang cenderung meningkat; Ü Dampak negatif dari tingginya harga minyak terhadap neraca perdagangan migas; Ü Sentimen negatif dari kelangkaan BBM; Ü Kekhawatiran dari dampak tingginya harga minyak terhadap kesinambungan fiskal fiscal sustainability; Ü Nilai rupiah sudah “undervalued”, karena itu ruang untuk penguatan rupiah cukup terbuka. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008

2. Faktor Luar Negeri:

Ü Dolar Amerika Serikat menguat terhadap hampir semua mata uang; Ü Ekonomi Amerika menguat; Ü Tingkat suku bunga Amerika Serikat merambat naik. Sehingga jika diikhtisarkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika selama kurun waktu Januari 2000 sampai dengan Juni 2005, nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi selebar Rp4.250 atau dalam rentang Rp7.425 pada Januari 2000 nilai terendah dan Rp11.675 pada April 2001 nilai tertinggi. Selama rentang tersebut nilai tukar rupiah terhadap dollar AS rata-rata sebesar Rp9.153. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar tersebut berjalan melalui dua jalur yaitu jalur direct pass-through yang mempengaruhi inflasi langsung melalui efek harga impor dan indirect pass-through yang mempengaruhi inflasi melalui perubahan output gap akibat adanya perubahan neraca perdagangan. Melalui jalur indirect pass-through, depresiasi nilai tukar akan menurunkan harga relatif ekspor dan meningkatkan daya saing produk ekspor tersebut sehingga permintaan luar negeri terhadap produk ekspor akan meningkat yang dapat dilihat dari peningkatan volume ekspor. Sebaliknya harga produk impor menjadi lebih tinggi yang selanjutnya akan menekan permintaan produk impor sehingga volume impor akan menurun. Kebijakan nilai tukar yang akan dirumuskan tentunya selain untuk menjaga kestabilan harga juga dilandasi oleh pertimbangan dampak nilai tukar terhadap kinerja perdagangan internasional Indonesia, yang selanjutnya akan Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 berdampak pada PDB dan Inflasi. Perekonomian Indonesia pada Tahun 2007 tumbuh 6,32, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi pada sektor pengangkutan dan komunikasi 14,38, diikuti oleh sektor listrik, gas dan air bersih 10,40 dan sektor bangunan 8,61. Dari sisi pengeluaran, seluruh komponen pengeluaran juga mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi terjadi pada komponen investasi PMTB yaitu sebesar 9,16, diikuti oleh ekspor barang dan jasa 8,02 dan konsumsi 4,90. Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor di Indonesia 2005 2006 2006 Rincian Perubahan Nilai Juta Pangsa Ekspor Nonmigas Pertanian Pertambangan Perindustrian 22,5 18,1 72,8 17,8 20,7 20,7 41,8 17,7 80.578 3.465 11.361 65.752 78,4 3,4 11,1 64,0 Ekspor Migas 24,3 9,4 22.150 21,6 Total 22,9 18,1 102.728 100,0 Sumber: Bank Indonesia Berdasarkan gambar tabel 1.1 diatas perkembangan ekspor di Indonesia sepanjang tahun 2006 mengalami kenaikan terutama karena ditopang oleh ekspor non migas. Ekspor nonmigas tumbuh tinggi dengan peningkatan volume ekspor terutama pada komoditas ekspor berbasis sumber daya alam. Sementara itu, kinerja ekspor minyak belum optimal dalam memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak akibat masih terbatasnya kemampuan dalam melakukan eksplorasi minyak. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 Peningkatan investasi di sektor migas dalam tiga tahun terakhir belum berdampak optimal bagi peningkatan produksi untuk mengimbangi penurunan alami produksi minyak. Akibatnya, kecenderungan penurunan volume ekspor minyak sepanjang 2005 masih terus berlanjut pada 2006. Nilai ekspor nonmigas tumbuh tinggi pada komoditas pertanian, pertambangan, dan industri. Selama 2006, nilai total ekspor nonmigas naik cukup tinggi mencapai 20,7 menjadi 80,6 miliar. Sumber: Bank Indonesia Gambar 1.2 Pangsa Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan Berdasarkan negara tujuan ekspor Gambar 1.2, konsentrasi negara tujuan ekspor Indonesia kepada lima negara masih belum berubah. Lima negara tujuan ekspor dengan pangsa ekspor terbesar adalah Jepang 15,2, AS 13,2, Singapura 9,8, Cina 7,0, serta Malaysia 4,8. Pangsa ekspor ke lima negara tersebut mencapai sekitar 50,0 dari ekspor total nonmigas Indonesia, relatif tidak berubah dibandingkan tahun sebelumnya. Belum berubahnya konsentrasi ekspor ke negara tujuan utama tersebut perlu memperoleh perhatian lebih lanjut dengan terus Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 mengoptimalkan peluang pasar di negara-negara lainnya. Dengan penyebaran negara tujuan ekspor yang lebih meluas diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas kemampuan ekspor Indonesia dalam mengantisipasi berubahnya siklus perekonomian di berbagai negara mitra dagang. Tabel 1.2 Negara Utama Tujuan Ekspor Menurut Hasil Komoditas Tahun 2006 Sumber: Bank Indonesia Jepang Amerika Serikat Uni Eropa Singapura China Komoditi Share Komoditi Share Komoditi Share Komoditi Share Komoditi Share Biji Logam Sisa Logam 4.22 Pakaian 3.84 Minyak Sayur Lemak 1.57 Mesin Listrik Peralatan 1.35 Minyak Sayur Lemak 1.33 Batubara 1.43 Karet Mentah 1.29 Pakaian 1.35 Mesin Kantor Pengolah Data 1.05 Biji Logam Sisa Logam 0.82 Logam tidak Mengandu ng besi 1.23 Ikan Udang 0.81 Alas Kaki 0.74 Logam Tidak Mengandung Besi 0.98 Karet Mentah 0.78 Mesin Listrik Peralatan 0.93 Barang- barang Manufakt ur 0.62 Furniture 0.65 Alat Telekomunika si 0.64 Kimia Organik 0.59 Jenis barang yang diekspor ke negara tujuan utama tersebut cukup bervariasi antara negara yang satu dengan lainnya. Komoditas ekspor ke pasar Jepang yang dominan adalah bijih logam dan batubara dengan pangsa ekspor masing-masing sebesar 4,2 dan 1,43 dari total ekspor nonmigas. Untuk pasar AS, ekspor lebih banyak berupa komoditas pakaian dan karet mentah dengan pangsa masing-masing sebesar 3,84 dan 1,29. Ke pasar Singapura, mesin dan produk logam merupakan komoditas ekspor yang dominan dengan pangsa 1,35 dan 0,98. Sementara itu, Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 komoditas ekspor andalan Indonesia ke Cina adalah CPO dengan pangsa 1,33, sedangkan ke Uni Eropa banyak berupa produk minyak sayur dan lemak dengan pangsa 1,57 dari total ekspor nonmigas. Secara teoritis, perubahan nilai tukar rupiah memiliki beberapa konsekuensi ekonomi. Sisi buruknya adalah membengkaknya jumlah hutang luar negeri , di sisi yang lainnya terdepresiasinya rupiah memberi peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor dan pengurang impor terhadap negara-negara mitra dagangnya. Setelah melihat penjelasan diatas yang mengarah kepada mitra dagang terbesar Indonesia adalah Jepang, berikut penjelasan mengenai hubungan bilateral antara Jepang dan Indonesia. Jepang merupakan salah satu dari mitra perdagangan yang terpenting bagi Indonesia. Transaksi nilai ekspor dan impor diantara kedua negara untuk selanjutnya akan tercatat pada neraca perdagangan dalam neraca pembayaran Indonesia. Pada gambar 1.3 1.4 menunjukkan bahwa Jepang adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 22 14 9 9 46 Jepang Amerika Serikat Cina Singapura Lain lain Sumber: SEKI, Bank Indonesia berbagai edisi Gambar 1.3 Negara Tujuan Ekspor Indonesia dalam Berdasarkan gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa negara tujuan ekspor Indonesia beberapa tahun belakangan tidak pernah berubah, mayoritas mengarah ke negara Jepang sebesar 22 , urutan kedua negara Lain-lain dimana ini mencakup negara-negara Eropa sebesar 45, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor Indonesia sebesar 14 , diikuti dengan Singapura dan Cina sebesar 9. Total nilai ekspor Jepang ke Indonesia pada bulan Desember 2004 sebesar USD 838,41 juta atau meningkat 14,34 dibanding bulan November 2004 USD 733,24 juta. Untuk periode Januari-Desember 2004, ekspor Jepang ke Indonesia Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 adalah USD 9.082,31 juta atau meningkat 26,54 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya USD 7.177,66 juta. Total nilai ekspor Jepang ke Indonesia pada bulan Februari 2006 sebesar US 550,48 juta atau meningkat 0,11 dibanding bulan Januari 2006 US 549,86 juta. Untuk periode Januari-Februari 2006, ekspor Jepang ke Indonesia adalah US 1.100,34 juta atau menurun 24,63 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US 1.460,93 juta. Dengan demikian neraca perdagangan Jepang dengan Indonesia pada bulan Desember 2004 menunjukkan defisit atau surplus untuk Indonesia sebesar USD 831,95 juta dan untuk periode Januari-Desember 2004 defisit sebesar USD 9.590,87 juta. 18 16 13 8 45 Jepang Cina Singapura Thailand Lain lain Sumber: SEKI, Bank Indonesia berbagai edisi Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008 Gambar 1.4 Negara Asal Impor Indonesia Berdasarkan gambar diatas juga dapat dilihat bahwa Jepang masih merupakan negara asal impor terbesar sepanjang beberapa tahun terakhir 2000-2006 untuk negara Indonesia yaitu sebesar 18, diikuti dengan negara lain-lain sebesar 45, Cina sebesar 16, Singapura Sebesar 13, dan Thailand sebesar 8. Total nilai impor Jepang dari Indonesia pada bulan Desember 2004 tercatat USD 1.670,36 juta atau meningkat 0,15 dibanding bulan November 2004 USD 1.667,84 juta. Untuk periode Januari-Desember 2004 impor Jepang dari Indonesia USD 18.673,18 juta atau meningkat 13,62 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya USD 16.434,21 juta. Total nilai impor Jepang dari Indonesia pada bulan Februari 2006 tercatat US 1.762,43 juta atau menurun 7,79 dibanding bulan Januari 2006 US 1.911,36 juta. Untuk periode Januari-Februari 2006 impor Jepang dari Indonesia mencapai US 3.680,42 juta atau meningkat 16,16 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US 3.168,36 juta. Dengan demikian neraca perdagangan Jepang dengan Indonesia pada bulan Februari 2006 menunjukkan defisit atau surplus untuk Indonesia sebesar US 1.211,95 juta dan untuk periode Januari-Februari 2006 sebesar US 2.580,08 juta. Nancy Nopeline : Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve, 2009 USU Repository © 2008

1.2 Perumusan Masalah