Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah KPR

menyetujui bahwa asuransi tersebut akan dipergunakan untuk menjamin pengembalian Kredit Pemilikan Rumah KPR dan masing-masing pihak tidak ada yang keberatan. Tetapi di dalam prakteknya, hal ini belum pernah terjadi pada perusahaan asuransi jiwa pada umumnya. 86

B. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah KPR

Istilah kredit, berasal dari suatu kata dalam bahasa latin yang berbunyi credere yang berarti kepercayaan atau credo yang artinya saya percaya, dalam pengertian seseorang memperoleh kredit berarti ia telah memperoleh kepercayaan. 87 Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 UU Perbankan yang tertuang dalam Pasal 1 angka 11 kredit adalah penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah uang. Pemilikan menurut kamus, kata pemilikan berasal dari kata milik. Sebuah kata yang berarti kepunyaan atau hak, sehingga kata pemilikan mengandung arti proses, perbuatan atau cara memiliki. Sedangkan kata rumah dalam kamus dijelaskan adalah 86 Wawancara dengan Kepala Bidang Keuangan pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912-Medan tanggal 2 Juli 2007. 87 S. Mantaybordir, Imam Jauhari, dan Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara Di Indonesia, Pustaka Bangsa, Medan, 2002, hal. 1. sesuatu bangunan atau tempat tinggal, bangunan pada umumnya seperti gedung dan sebagainya. 88 Kredit Pemilikan Rumah KPR adalah kredit yang diberikan oleh bank untuk membantu anggota masyarakat, guna membeli sebuah rumah berikut tanahnya untuk dimiliki dan dihuni sendiri. Fungsi KPR di dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat dalam garis besarnya adalah sebagai berikut: 1. KPR dapat meningkatkan daya guna dari modal atau uang. Dana yang berupa modal atau uang yang dihimpun dari masyarakat disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk KPR bank salah satunya untuk usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan di pihak penerima KPR maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Para penerima KPR khususnya memanfaatkan fasilitas KPR bank untuk membeli sebuah rumah berikut tanahnya untuk dimiliki dan dihuni sendiri ataupun untuk merehabilitasi rumah yang sudah ada. 2. KPR meningkatkan gairah berusaha masyarakat. Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuan yang antara lain dalam hal modaluang. Oleh karenanya manusia akan selalu berhubungan dengan bank, kemudian fasilitas KPR yang diterima dari bank akan dipergunakan untuk memperbesar usahanya untuk membeli sebuah rumah sendiri untuk dimiliki yang sebelumnya kemampuan untuk itu sangat kecil. 3. KPR sebagai salah satu alat untuk stabilitas nasional. Dalam keadaan negara yang sedang membangun atau keadaan ekonomi negara yang kurang sehat, langkah-langkah stabilitas ekonomi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain: a pengendalian inflasi b peningkatan ekspor c rehabilitasi prasarana d pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat 89 88 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua cetakan keempat, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal. 123. 89 Budi Utami Raharja, Op Cit, hal. 63-64. KPR bank memegang peranan yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi secara keseluruhan khususnya dalam menekan inflasi. Sesuai dengan tugas dan fungsinya maka bank menarik uang yang beredar di dalam masyarakat yang biasanya kurang produktif. Mengurangi uang yang beredar dalam masyarakat berarti berperan langsung menekan inflasi. Kemudian dana dari masyarakat tersebut harus disalurkan kepada masyarakat berupa KPR dari bank salah satunya. 90 Perjanjian KPR adalah merupakan perjanjian pendahuluan yang merupakan hasil pemufakatan antara bank dengan debitur. Perjanjian ini bersifat konsensuil obligatoir, yaitu adanya konsensus dan penyerahan. Penyerahan uang adalah bersifat riil, pada saat penyerahan uang dilakukan barulah berlaku ketentuan-ketentuan yang dituangkan di dalam perjanjian kredit. Sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan mempunyai peranan yang strategis dalam kegiatan perekonomian karena kegiatan usaha, terutama menghimpun dan menyalurkan kredit. Perkembangan perbankan sebagaimana tersebut di atas dilatar belakangi dengan adanya deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah secara berkesinambungan, baik di sektor keuangan maupun di sektor riil. Pemberian kredit oleh perbankan menjadi porsi terbesar dari berbagai kegiatan usaha bank dalam penyaluran dana. 91 90 www.google.com tanggal 28 Juli 2007. 91 Budi Utami Raharja, Op Cit. hal. 65-66. Dalam pemberian kredit undang-undang perbankan menegaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank dan disalurkan dalam bentuk kredit: 92 1. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian 2. Harus mempunyai keyakinan atau kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 3. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank. 4. Harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat. Untuk memperoleh hal tersebut di atas, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan modal, dan agunan. Kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit. Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya pada bank yang bersangkutan, namun demikian ada hal-hal yang tetap harus dipedomani yaitu perjanjian tersebut harus jelas dan tidak boleh kabur. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian meminjam yang diatur dalam buku ketiga KUHPerdata sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan 1769 KUHPerdata. Sebagaimana telah diuraikan bahwa kredit mempunyai arti kepercayaan, atas dasar ini pemberian kredit berarti memberikan kepercayaan. Kepercayaan yang diberikan mengandung arti bahwa pihak penerima kepercayaan akan mempergunakan 92 Heru Soepraptomo, Hak Tanggungan Sebagai Pengaman Kredit Perbankan, seminar Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, kelompok studi hukum bisnis Fakultas Hukum UNPAD, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 99. prestasi yang diterimanya tersebut sesuai dengan tujuan yang telah disepakati dan mempunyai kemampuan untuk mengembalikan prestasi tersebut pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Sehubungan dengan pengembalian prestasi tersebut, maka akan terkait pula dengan faktor waktu antara pemberi prestasi dan penerima prestasi. Waktu antara pemberi dan penerima prestasi tersebut adalah suatu yang abstrak yang sukar untuk diraba, karena masa antara pemberi dan penerima prestasi tersebut dapat berjalan beberapa bulan, dan dapat pula berjalan beberapa tahun. Atas dasar tersebut, maka di dalam terkandung pengertian tentang tingkat risiko. Risiko ini senantiasa dimungkinkan dapat timbul dalam setiap penglepasan kredit. Di satu segi penglepasan kredit berarti menghadapi kemungkinan- kemungkinan timbulnya risiko dan oleh karena itu di dalam rangka pemberian kredit, sebelum permohonan kredit dikabulkan, bank harus memperhatikan hal-hal yang menyangkut berupa: 1. Keadaan intern bank Keadaan intern bank yang harus diperhatikan disini adalah plafon kredit. Plafon kredit disini adalah batas maksimum bagi bank untuk mengoperasikan dananya. Jadi terhadap permohonan kredit yang masuk, bank harus memperhatikan apabila kredit yang dimintakan itu masih terbuka atau tidak. Kalau plafon kreditnya masih terbuka maka permohonan kredit dapat dipertimbangkan untuk proses lebih lanjut. 2. Keadaan calon nasabah Setelah bank memperhatikan keadaan internnya dan mampu untuk menyediakan dana bagi pemohon kredit, maka sebagai langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan keadaan calon nasabah peminjam. Hal-hal yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan keadaan calon nasabah dalam hal permohonan kredit adalah: a Pribadi peminjam b Harta bendanya c Usahanya d Kemampuan dan kesanggupan membayar kembali pinjaman, dan hal-hal lain yang turut mempengaruhi. 93 Di dalam dunia perbankan ada suatu prinsip yang selalu dipegang teguh yaitu kredit yang dikeluarkan harus dapat diterima kembali sesuai dengan perjanjian. Lebih-lebih karena uang tersebut adalah uang yang dipercayakan masyarakat kepada bank. Dengan demikian, maka bank di dalam mengabulkan suatu permohonan kredit senantiasa selektif. Apabila bank menerima permohonan kredit dari nasabah, bank perlu melakukan analisis kredit lebih dahulu, analisis kredit tersebut meliputi: 1. Latar belakang nasabah 2. Prospek usaha yang akan dibiayai 3. Jaminan yang diberikan 4. Hal-hal lain yang ditentukan oleh bank 94 Tujuan dari analisis kredit adalah untuk meyakinkan bank bahwa kredit yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak fiktif. Atas dasar hasil analisis kredit tersebut, bank memberikan pertimbangan dengan hati-hati apakah permohonan nasabah tersebut layak untuk dikabulkan. Hal tersebut harus mendapat perhatian sungguh-sungguh mengingat risiko kemungkinan 93 Mgs. Edy Putra Tje’aman, Kredit Perbankan Suatu Kajian Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1989, hal. 10. 94 Gatot Supramono, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1995, hal. 31. kredit sulit dikeluarkan dan cenderung macet. Adapun dasar pertimbangan pemberian kredit berdasarkan konsep 5 C yaitu: 1. Character watak Penilaian terhadap watak perlu dilakukan untuk mengetahui itikad baik dan kejujuran nasabah calon debitur untuk membayar kembali kredit yang diterimanya. Penilaian watak calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kemauannya untuk membayar. Penilaian tersebut meliputi moral, sifat, perilaku, tanggung jawab, dan kehidupan pribadi calon debitur yang sangat berpengaruh terhadap pelunasan hutang. 2. Capacity kemampuan Penilaian terhadap kemampuan perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon debitur untuk membayar kembali kredit serta bunganya. Pemikiran kemampuan membayar tersebut dilihat dari kegiatan usaha dan kemampuan mengelola usaha yang akan dibiayai melalui kredit. 3. Capital modal Penilaian terhadap modal perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah modal yang dimiliki calon debitur cukup memadai untuk menjalankan usahanya. Besarnya jumlah modal yang ditanam terutama berupa benda bergerak dan tak bergerak akan memberikan daya tahan usaha dalam menghadapi siklus atau fluktuasi ekonomi. 4. Collateral jaminan Penilaian terhadap jaminan perlu dilakukan untuk mengetahui nilai barang jaminan yang diserahkan calon debitur untuk menutupi risiko kegagalan pengembalian kredit yang akan diperolehnya. Barang jaminan berfungsi sebagai pengamanan terhadap kemungkinan ketidakmampuan calon debitur melunasi kredit yang diterima. 5. Condition keadaan Penilaian terhadap keadaan perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi pada suatu daerah yang mungkin akan mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur. Kondisi ekonomi ini mencakup juga peraturan atau kebijaksanaan pemerintah yang memiliki dampak terhadap keadaan perekonomian yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan usaha calon debitur. 95 95 Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial Dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank Perspektif Hukum dan Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, 2004, hal. 16-17. Sebagaimana diketahui bahwa usaha pokok bank adalah memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembangunan dan peredaran uang. Sedangkan sumber utama pendapatan bank berasal dari bunga kredit. Kredit-kredit yang diberikan oleh bank perlu diamankan, tanpa adanya pengamanan bank sulit mengeluarkan risiko yang datang, sebagai akibat tidak berprestasinya nasabah. Agar pihak bank terlepas dari risiko tersebut atau setidak- tidaknya memikul risiko sekecil-kecilnya, bank senantiasa ingin mendapatkan kepastian bahwa kredit yang diberikan itu dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan serta dapat kembali dengan aman. Untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari kreditnya bank melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan meminta pada calon nasabahnya agar mengikatkan suatu barang tertentu sebagai jaminan dalam pemberian kreditnya. 96 Pengamanan kredit merupakan suatu mata rantai kegiatan bank dan suatu aspek yang penting dalam manajemen kredit, karena proses pengamanan kredit berjalan terus menerus. Langkah pengamanan ini dilakukan sejak bank merencanakan pemberian kredit hingga kreditnya kembali. Langkah-langkah yang diambil bank dalam mengamankan kreditnya, dapat digolongkan menjadi dua yaitu: pengamanan prefentif dan pengamanan refresif. Pengamanan prefentif adalah pengamanan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit, sedangkan pengamanan refresif adalah pengamanan yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit yang telah mengalami ketidaklancaran atau 96 Budi Utami Raharja, Op Cit, hal. 70. kemacetan. Dengan demikian pengamanan kredit pada hakekatnya adalah memperkecil risiko. Adanya jaminan kredit adalah karena bank ingin mendapat kepastian bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah dapat diterima kembali sesuai dengan syarat- syarat yang telah disetujui bersama. Dengan adanya jaminan, bank merasa aman sebab bila terjadi nasabahnya wanprestasi untuk membayar hutang tepat pada waktunya, bank masih dapat menutup piutangnya yaitu dengan mencairkan atau menjual barang jaminan yang telah diikatkan. 97 Kredit yang telah diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat yaitu: 1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis. 2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian. 3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pemberian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham. 4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit. 98 Dengan mengingat hal-hal tersebut di atas maka dalam pemberian kreditnya bank wajib melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan bank perlu melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit, serta kemampuan dan kepatuhan terhadap pengguna kredit. Selain itu bank juga dituntut untuk melakukan peninjauan, penilaian dan 97 Ibid, hal. 71. 98 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 392. pengikatan terhadap agunan yang diajukan oleh debitur, sehingga agunan yang diterima dapat memenuhi persyaratan ketentuan yang berlaku. Dari penjelasan tersebut yang penting yaitu bank dalam menyalurkan dana atau kredit harus didasarkan kepada adanya suatu jaminan. Adapun yang dimaksud dengan jaminan dalam pemberian kredit menurut Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit yaitu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan memperoleh keyakinan tersebut maka bank sebelum memberikan kreditnya harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. 99 Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam hal pemberian fasilitas kredit. Hal demikian sesuai dengan termuat dalam Pasal 1 angka 23 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit. Dalam hal pemberian fasilitas kredit ini pada hakekatnya agunan lebih dominan atau yang diutamakan, sehingga sebenarnya agunan lebih dipentingkan daripada halnya sekedar jaminan yang berupa keyakinan atas kemampuan debitur, untuk melunasi hutangnya. Hal demikian sangatlah mendasar karena jaminan merupakan hal yang abstrak, dimana penilaian sangatlah subyektif, berbeda dengan 99 Ibid. agunan apabila terjadi suatu wanprestasi dari debitur atau adanya kredit yang bermasalah maka bank dengan segera dapat mengkonversikan kepada sejumlah uang. 100 Sesuai dengan penjelasan bahwa agunan dalam praktek lebih dipentingkan dalam pemberian kredit ini, sehingga tidak berlebihan apabila bank memandang perlu dalam rangka menambah keyakinan atau watak dan kemampuan debitur, bank selalu meminta jaminan pemberian kredit dari pihak lain seperti jaminan perorangan, garansi dari bank lain atau jaminan dari induk perusahaan, jaminan pribadi. Selain jaminan pribadi yang lebih dikenal dengan avalist, pada prakteknya yang selalu dipergunakan dalam hal jaminan adalah jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu jaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, atau antara kreditur dengan seseorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Dalam praktek jaminan kebendaan diadakan suatu pemisahan bagian dari kekayaan seseorang si pemberi jaminan, yaitu melepaskan sebagian kekuasaan atas sebagian kekayaan tersebut, dan semuanya itu diperuntukkan guna memenuhi kewajiban debitur bila diperlukan. Kekayaan yang dapat dijadikan jaminan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur itu sendiri, ataupun kekayaan pihak ketiga. 101 Dalam istilah perkreditan jaminan sangat sering disamakan dengan istilah agunan. Apabila yang dimaksud dengan jaminan itu adalah sebagaimana ditegaskan 100 Budi Utami Raharja, Op Cit, hal. 73. 101 Ibid, hal. 74. dalam pemberian kredit menurut Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2369KEPDIR tentang jaminan pemberian kredit, maka jaminan itu adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Menurut pendapat Soebekti seperti dikutip Muhammad Djumhana, jaminan yang ideal baik tersebut terlihat dari: 1. Dapat secara mudah perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya. 2. Tidak melemahkan potensi kekuatan si penerima kredit untuk melakukan meneruskan usahanya. 3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si debitur. 102 Sedangkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka yang dimaksudkan dengan aguan yang ideal yaitu agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemerintah yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai. 103 Dengan demikian penjelasan di atas maka agunan dalam perkreditan memiliki fungsi untuk menjamin pembayaran kredit yang dalam kehidupan dan kegiatan yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, selain itu juga untuk memenuhi ketentuan 102 Muhammad Djumhana, Op Cit, hal.399. 103 Ibid. perkreditan yang dikeluarkan oleh bank sentral. Dengan demikian bank dituntut untuk setiap waktu memastikan bahwa agunan yang diterima telah memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan pengikatan agunan kredit telah diselesaikan dan akan mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. Perjanjian kredit bank, menurut serangkaian klausul dimana sebagian besar dari klausula tersebut merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditur dalam pemberian kredit. Klausul merupakan serangkaian persyaratan yang digabungkan dalam upaya pemberian kredit ditinjau dari aspek finansial dan hukum. Dari aspek finansial, klausul melindungi kreditur agar dapat menuntut atau menarik kembali dana yang telah diberikan kepada nasabah debitur dalam posisi menguntungkan bagi kreditur apabila kondisi nasabah debitur tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan dalam aspek hukum, klausul merupakan sarana untuk melakukan penegakan hukum agar nasabah debitur dapat mematuhi substansi yang telah disepakati di dalam perjanjian kredit. 104

C. Mekanisme Pengaturan Klausula Asuransi Jiwa Dalam Kredit Pemilikan