Kerangka Teori Dan Konsepsi

Asuransi Jiwa Central Asia Raya Dan PT. Prudential Life Assurance Di Medan yang dilakukan oleh Rifky R. Purnomo, program pascasarjana jurusan kenotariatan Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini adalah asli dan keasliannya secara akademis dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

Asas kebebasan berkontrak atau dikenal dengan istilah freedom of contract atau liberty of contract merupakan salah satu asas pokok dari hukum kontrak yang terpenting. Ide dasar yang melandasi asas kebebasan berkontrak ialah bahwa setiap individu dapat membuat perjanjian dalam arti seluas-luasnya, tanpa campur tangan dari luar. Dengan demikian, hukum atau negara sekalipun tidak dapat campur tangan terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. 11 Di Indonesia, asas kebebasan berkontrak ini dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek BW terutama pada Pasal 1338 BW yang menyebutkan bahwa “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Di dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak hanya bisa mencapai tujuannya bila para pihak mempunyai bargaining position yang seimbang. Jika salah 11 Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah terhadap Produk TabunganDeposito Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa Ini, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 7. satu pihak lemah maka pihak yang memiliki bargaining position lebih kuat dapat memaksakan kehendaknya untuk menekan pihak lain demi keuntungannya sendiri. Syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan dalam kontrak yang semacam itu akhirnya akan melanggar rasa keadilan dan rasa kelayakan. 12 Di dalam kenyataannya tidak selalu para pihak mempunyai bargaining position yang seimbang. Keadaan ini juga bisa berlaku dalam hubungan antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Hal ini karena umumnya pihak bank memiliki uang dan menjelma dalam bentuk perusahaan besar, maka bank dapat diasumsikan memiliki bargaining position yang kuat terhadap para debiturnya. Perjanjian baku melahirkan hal-hal yang negatif dalam arti pihak yang mempunyai bargaining position yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, dan pihak yang kuat mendapat keuntungan dari tindakannya tersebut. Dalam perjalanan dari asas kebebasan berkontrak ternyata berlakunya asas kebebasan berkontrak ini tidak berlaku dengan mutlak, seperti dalam KUHPerdata ada beberapa pembatasan berlakunya asas kebebasan berkontrak. Ada 3 tiga alasan yang menyebabkan suatu persetujuan tidak lagi mengikat pihak-pihak yang membuatnya, yakni karena paksaan dwang, kekhilafan dwaling, dan penipuan bedrog. Ketentuan ini pada hakikatnya dimaksudkan oleh undang-undang sebagai pembatasan berlakunya asas kebebasan berkontrak. Menurut P.S. Atiyah sebagaimana dikutip oleh Ronny Sautma Hotma Bako: 12 Ibid, hal. 8. “ Kebebasan berkontrak adalah kebebasan bagi para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dari perjanjian tersebut, tanpa campur tangan pihak lain. Campur tangan tersebut dapat datang dari Negara melalui peraturan perundang-undangan yang menetapkan ketentuan-ketentuan yang diperkenankan atau dilarang, dari pihak Pengadilan, berupa putusan Pengadilan yang membatalkan suatu klausul dari suatu perjanjian atau seluruh perjanjian itu, berupa putusan yang berisi pernyataan bahwa suatu perjanjian adalah batal demi hukum.” 13 Menurut Robert W. Clark sebagaimana dikutip oleh Ronny Sautma Hotma Bako ” bargaining position adalah posisi salah satu pihak yang karena hal-hal tertentu dapat memaksakan kehendaknya agar pihak yang lain dalam memasuki suatu perjanjian menerima klausul-klausul yang diinginkan, sehingga perjanjian itu menguntungkan dirinya.” 14 Ronny Sautma Hotma Bako mengatakan bahwa ” perjanjian baku adalah perjanjian yang klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh bank dan pihak nasabah tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausul yang terdapat dalam formulir perjanjian.” 15 Hal ini berlaku juga di dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah KPR dimana salah satu klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut adalah klausul tentang asuransi pada umumnya dan asuransi jiwa pada khususnya. Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di Indonesia, para sarjana tidak ada 13 Ibid, hal. 10. 14 Ibid. 15 Ibid, hal. 11. keseragaman dalam pemakaian istilah ini. Ada yang memakai istilah ”asuransi” dan ada yang memakai istilah ”pertanggungan”. Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa: ” Asuransi atau dalam bahasa Belanda verzekering berarti pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak yang lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan akan saat terjadinya. Suatu kontra prestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi ”. 16 Sementara itu Muhammad Muslehuddin memberikan pengertian asuransi sebagai berikut: ” Istilah asuransi menurut pengertian riilnya, adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu, kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya. Konsep asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang bisa tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok ”. 17 Definisi perumusan otentik dari asuransi termuat dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD, yang berbunyi sebagai berikut ” Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.” 16 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1986, hal. 1. 17 Muhammad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, Lentera, Jakarta, 1999, hal. 3. Dari pengertian asuransi yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD itu, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa ada 3 tiga unsur dalam asuransi yaitu: Unsur ke 1 : pihak terjamin verzekerde, berjanji membayar uang premi kepada penjamin verzekeraar, sekaligus atau berangsur-angsur. Unsur ke 2 : pihak penjamin verzekeraar, berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak terjamin verzekerde sekaligus atau berangsur-angsur apabila terlaksana unsur ke 3. Unsur ke 3 : suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi. 18 Rumusan asuransi terdapat pula dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: ” Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.” Seperti dengan perjanjian-perjanjian pada umumnya, maka transaksi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung harus memenuhi syarat tersebut Pasal 1320 KUHPerdata. Dan apabila ini telah terjadi maka kedua belah pihak mempunyai hak-hak dan dibebani kewajiban-kewajiban. Di samping keempat syarat tersebut perjanjian asuransi juga masih mempunyai syarat tambahan yang khusus berlaku bagi perjanjian asuransi. Kalau Pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa tiada kata sepakat yang sah apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan dwaling atau diperolehnya 18 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 5. dengan paksaan atau penipuan bedrog. Hal kekhilafan diatur dalam Pasal 1322 KUHPerdata dan hal penipuan diatur dalam Pasal 1328 KUHPerdata. Maka khusus bagi perjanjian asuransi syarat-syarat tersebut masih dirasakan kurang, sehingga oleh Pasal 251 KUHD masih dipertegas lagi dengan mengatakan bahwa tertanggung harus memberikan keterangan yang benar dan jujur, dan apabila hal-hal yang disembunyikannya menyebabkan perjanjian batal. Ketentuan ini berlaku untuk semua perjanjian asuransi dengan tujuan untuk melindungi pihak penanggung. Pasal 1322 KUHPerdata menegaskan bahwa: ” Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya persetujuan, kecuali apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Selanjutnya kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya, orang bermaksud membuat suatu persetujuan, kecuali jika persetujuan itu telah dibuat terutama karena mengingat pribadinya orang tersebut”. Pasal 1328 KUHPerdata menegaskan bahwa ” Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu-muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu-muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. ” Suatu penyajian yang keliru dan curang ini termasuk ke dalam fraudulent misrepresentation 19 yang diberikan pihak tertanggung di dalam suatu polis asuransi 19 Ada 4 empat macam misrepresentation yaitu: 1. Fraudulent Misrepresentation. 2. Negligent Misrepresentation at common law. 3. Negligent Misrepresentation Under Statute. 4. Innocent Misrepresentation. dapat menimbulkan hak bagi pihak penanggung untuk membatalkanmenolak suatu klaim. Pihak penanggung dapat menolak klaim tersebut jika misrepresentation 20 menyangkut hal materil yang tercantum di dalam polis. Hal ini dapat menjadi masalah apabila terjadi keadaan force majeure misalnya banjir dan gempa bumi yang memang dinyatakan oleh pemerintah menjadi suatu bencana nasional, dimana pihak penanggung menolak klaimpembayaran uang asuransi kepada pihak tertanggung. Beberapa perusahaan asuransi mencantumkan di dalam polis yang isinya menjelaskan bahwa pihak penanggung dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam melaksanakan pembayaran klaim asuransi. Ini menjadi ketidakadilan terhadap pihak tertanggung. Secara hukum jika suatu pihak menolak melakukan kewajiban dan merugikan pihak yang lain maka disebut wanprestasi. Padahal di dalam perjanjian asuransi menganut asas kepercayaan antara pihak penanggung dan pihak tertanggung. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi. Biasanya hal ini terjadi pada saat tertanggung mengajukan klaim, ternyata ada beberapa hal yang tidak dimasukkan oleh perusahaan asuransi di dalam polis. Fraudulent Misrepresentation adalah informasi yang diberikan oleh salah satu pihak kepada pihak lain dan dibuat dengan tujuan untuk menipu dan sudah diketahui sebelumnya bahwa informasi itu adalah palsu, serta mengandung unsur kecurangan yang mempunyai pengaruh terhadap pihak-pihak yang membuat kontrak tersebut. www.wikipedia.com, tanggal 30 April 2007. 20 Misrepresentation adalah informasi salah yang diberikan oleh salah satu pihak atau agen kepada pihak lain sebelum kontrak dibuat yang mempunyai akibatpengaruh terhadap pihak-pihak yang membuat kontrak itu yang dapat dimintakan pembatalan. www.lawhandbook.sa.gov.au tanggal 30 April 2007. Sehingga terkadang pihak tertanggung yang dalam hal ini juga dapat dikatakan sebagai konsumen merasa tertipu oleh perusahaan asuransi tersebut. Tapi terkadang pihak tertanggung tidak menyadari bahwa dia yang menyebabkan permasalahan tersebut. Jika tertanggung ingin mengambil asuransi, hendaknya tertanggung lebih banyak bertanya sebelum menyetujui asuransi tersebut bersifat aktif. 21 Biasanya pihak asuransi memberikan jangka waktu kepada tertanggung untuk mempelajari isi polis. 22 Hal ini dapat menyebabkan batalnya pertanggungan, baik yang disebabkan oleh tertanggung maupun penanggung. 23 Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa, perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik yaitu perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama melakukan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban atau risikonya kepada pihak kedua yaitu penanggung. Unsur-unsur penting dalam perjanjian pertanggungan menurut Pasal 256 KUHD ialah: 1. Para pihak dalam perjanjian pertanggungan yakni: penanggung dan tertanggung. 2. Kepentingan. 3. Benda pertanggungan. 4. Jumlah pertanggungan. 5. Bahaya yang ditanggung oleh penanggung. 6. Saat mulai dan berakhirnya bahaya bagi tanggungan si penanggung. 7. Premi. 21 Lebih banyak terjadi pada asuransi dengan klausula All Risk. 22 Dika Agus Sardjono, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Polis Dengan Klausula All Risk Dalam Asuransi, www.mediakonsumen.com tanggal 08 Agustus 2007. Akan tetapi Fraudulent Misrepresentation ini belum pernah terjadi di Indonesia. 23 Dapat dilihat pada Pasal 251 KUHD. 8. Pemberitaan kepada penanggung dan syarat-syarat yang diperjanjikan. 24 AsuransiPertanggungan Jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup pengambil asuransi dengan penanggung, dimana penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi, sedangkan penanggung mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang yang jumlahnya telah ditetapkan pada saat ditutupnya pertanggungan kepada penikmat dan didasarkan atas hidup dan matinya seseorang yang ditunjuk. 25 Sifat dasar asuransi jiwa, adalah proteksi terhadap kerugian finansial akibat hilangnya kemampuan menghasilkan pendapatan yang disebabkan oleh kematian, maupun usia lanjut. Proteksi tersebut dapat diperoleh dari perusahaan asuransi jiwa. 26 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, di dalam Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi atau Pertanggungan Jiwa diatur dalam Buku I Bab X Pasal 302 sampai dengan Pasal 308 Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD. Namun tidak satupun dijumpai yang memuat rumusan definisi asuransi jiwa. Asuransi Jiwa ini termasuk ke dalam golongan asuransi yang jenisnya lain daripada Asuransi Kerugian yaitu yang disebut schadeverzekering di dalam beberapa literatur seperti oleh Vollmar. 24 H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit, hal. 34. 25 Ibid, hal. 10. 26 Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal. 73. Secara luas sommenverzekering itu dapat diartikan sebagai suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar sejumlah uang secara sekaligus atau periodik, sedang pihak lain mengikatkan dirinya untuk membayar premi dan pembayaran uang itu adalah tergantung kepada mati atau hidupnya seseorang tertentu atau lebih. Salah satu dari perjanjian itu ialah apa yang disebut lijfrente di dalam KUH Perdata. 27 Perbedaan lijfrente dari asuransi jiwa ialah bahwa di dalam suatu asuransi jiwa, premi itu dibayarkan tertanggung pada umumnya secara periodik di dalam tenggang waktu bertahun-tahun lamanya dan yang sebaliknya akan menimbulkan hak atas pembayaran sejumlah uang secara sekaligus dari penanggung. Sedang pada lijfrente, pemberian uang yang seperti premi itu adalah sekaligus untuk dapat menerima pembayaran sejumlah uang secara periodik. 28 Peristiwa yang terdapat di dalam asuransi jiwa itu ialah kematian. Akan tetapi kematian itu adalah suatu peristiwa yang telah dapat ditentukan akan terjadi, sebab semua orang harus mati, ini adalah suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal lagi. Hanya saatnya kematian itulah yang tidak dapat dipastikan. Sedang faktor peristiwa tidak tertentu itu di dalam asuransi kerugian pada umumnya adalah suatu peristiwa yang menurut pengalaman manusia tidak dapat diharapkan akan terjadinya. Pada 27 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Ibid, hal. 91 28 Ibid. asuransi jiwa, kematian ini adalah suatu peristiwa yang diharapkan pada setiap orang akan terjadi, hanya waktunya yang tidak dapat dipastikan. 29 Oleh karena itulah pengertian peristiwa yang tidak tertentu seperti yang disebutkan di dalam Pasal 246 KUHD itu, di dalam asuransi jiwa hanyalah terdapat dalam arti “apabila penanggung mengikatkan dirinya untuk membayar, kalau peristiwa kematian itu terjadi di dalam waktu yang lebih pendek daripada waktu hidup yang mungkin terpanjang dari tertanggung”. Di dalam asuransi kerugian pada umumnya kepentingan itu adalah merupakan suatu syarat yang harus ada bagi tiap-tiap tertanggung. Akan tetapi di dalam asuransi jiwa faktor ini adalah merupakan suatu syarat yang tidak diharuskan. Sebab di dalam asuransi jiwa itu, di samping penanggung dan tertanggung masih dikenal pihak lain sebagai pihak terhadap siapa pembayaran dari jumlah-jumlah yang dipertanggungkan itu kemudian hari akan diberikan kalau kematian telah terjadi, dan orang inilah yang disebutkan orang yang berkepentingan. Jadi walaupun di dalam perjanjian dari asuransi jiwa itu sebagai pihak lawan dari penanggung ialah tertanggung dengan siapa penanggung mengadakan perjanjian itu, sebagai orang yang hidupnya dipertanggungkan, atau sebagai tertanggung yang terhadap kematiannya diikatkan suatu penggantian kerugian, namun yang menerima pembayaran kerugian itu atau yang berkepentingan atas penggantian kerugian itu adalah orang lain. 30 29 Ibid, hal. 92. 30 Ibid, hal. 92-93. Selanjutnya dapat dikemukakan, bahwa kalaupun ada kepentingan seseorang atas meninggalnya orang yang atas jiwanya diadakan asuransi, tetapi kepentingan itu adalah tidak dapat dinilai dengan uang. Jadi tidak sesuai dengan Pasal 268 KUHD yang berbunyi sebagai berikut “ Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Pertama-tama asuransi jiwa itu bermaksud sebagai tanggungan atas suatu risiko dari peristiwa kematian yang terlalu cepat dari seseorang yang mempunyai mata pencaharian. Tapi di samping itu juga sebenarnya untuk menanggung risiko dari masih tetap tinggal hidup setelah lewatnya waktu-waktu di mana seseorang itu masih dapat diperkirakan mempunyai mata pencahariannya. Si tertanggung membayar premi selama bertahun-tahun, mempunyai mata pencaharian yang baik dan mempertanggungkan baik dirinya maupun keturunannya. Dengan demikian terkumpullah suatu modal dalam suatu waktu di mana si tertanggung memerlukannya. Kalau disadari, dapatlah dimengerti bahwa di samping asuransi jiwa itu mempunyai unsur yang penting seperti “mengalihkan risiko”, juga masih mempunyai unsur lain yang penting yaitu unsur “menabung”. Hal ini adalah mungkin, oleh karena pembayaran atau penggantian sejumlah uang oleh penanggung itu cepat atau lambat, sekarang atau kemudian, akan pasti terjadi atau dilaksanakan. 31 31 Ibid, hal. 94. Kebanyakan perjanjian asuransi itu diadakan oleh tertanggung atas hidupnya sendiri. Bilamana sampai pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian asuransi jiwa itu si tertanggung masih hidup maka dia sendirilah yang menerima pembayaran itu dari penanggung, akan tetapi apabila dia meninggal dunia sebelum saat yang ditentukan itu maka yang menerima pembayaran itu ialah orang lain yang ditunjuk sebagai orang yang berkepentingan. Pada hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapsiagaan dalam menghadapi berbagai risiko yang mengancam kehidupan manusia, terutama risiko terhadap kehilangan atau kerugian yang membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya. Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa tujuan semula dari pertanggungan itu adalah tujuan ekonomi, yaitu bahwa seseorang yang menghendaki supaya risiko yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada pihak lain dengan diperjanjikan sebelumnya dengan syarat-syarat yang dapat disepakati bersama. 32 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengertian hukum asuransi atau pertanggungan mengandung satu arti yang pasti, yaitu sebagai salah satu jenis perjanjian dengan tujuan berkisar pada manfaat ekonomi bagi para pihak yang mengadakan perjanjian. 32 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Beberapa Aspek Hukum Dagang Di Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1997, hal. 28. Pembangunan perumahan yang dibiayai melalui fasilitas kredit merupakan program dari bank untuk menyediakan salah satu kebutuhan primer masyarakat. Bila dilihat dari program pembangunan perumahan, tingkat pendapatan masyarakat yang memerlukan rumah untuk tempat tinggal dapat dilihat sebagai berikut : 1. Golongan masyarakat yang berpenghasilan tinggi. 2. Golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah. 3. Golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Bank diberi tugas khusus untuk menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah KPR bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah dalam rangka pelaksanaan program pemerintah khusus di bidang pengadaan perumahan bagi rakyat. Sebagai sasaran yang hendak dicapai dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah KPR yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah untuk membeli sebuah rumah sederhana dengan pembayaran secara angsuran untuk ditempati dan memiliki sendiri. Kredit dilihat dari sudut bahasa berarti kepercayaan, dalam arti bahwa apabila seseorang atau suatu badan usaha mendapatkan fasilitas kredit dari bank, maka orang atau badan usaha tersebut telah mendapat kepercayaan dari bank pemberi kredit. Menurut O.P. Simorangkir, seperti yang dikutip oleh Hasanuddin Rahman, kredit adalah pemberian prestasi misalnya uang, barang dengan balas prestasi kontra prestasi akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dengan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi dimasa-masa mendatang. 33 Pasal 1 Angka 11 UU Perbankan memberikan batasan terhadap kredit, yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 34 Ada 4 empat unsur kredit, yaitu: 1. Kepercayaan Setiap pelepasan kredit, dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. 2. Waktu Antara pelepasan kredit oleh bank dengan pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu. 3. Risiko Setiap pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung risiko di dalamnya, yaitu risiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran kembali. Hal ini berarti semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi risiko kredit tersebut. 33 Hasanuddin Rahman, Op.Cit, hal. 95-96. 34 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia simpanan, jasa, kredit, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hal. 8. 4. Prestasi Setiap kesepakatan terjadi antara bank dengan debiturnya mengenai suatu pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi. 35 Oleh karena itu untuk kepentingan pengembalian kredit yang telah diberikan kepada debiturnya, bank melakukan penutupan asuransi. Di dalam melakukan penutupan asuransi, bank haruslah selalu memasukkan adanya syarat ”Banker’s Clause” atas setiap pertanggungannya. Pengertian ”Banker’s Clause” di sini adalah suatu klausula yang menyatakan bank sebagai pihak yang berhak menerima ganti rugi atas terjadinya suatu kejadian yang mengakibatkan kerusakan atau kerugian atas barang-barang yang dipertanggungkan atau kematian atas debitur yang ditutup asuransinya. Banker’s Clause terjadi karena ada perjanjian antara pihak perusahaan asuransi dengan pihak bank. Hal ini dapat diterima karena perjanjian yang dibuat oleh para pihak menjadi undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut 36 akan tetapi perjanjian yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian 37 . Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa asuransi atau pertanggungan ini harus dilakukan oleh bank, baik atas jiwa debiturnya perorangan maupun atas jaminan kredit yang dikuasainya. Salah satu pertimbangan yang paling 35 Hasanuddin Rahman, Loc.Cit, hal. 96-97. 36 Lihat Pasal 1338 BW. 37 Lihat Pasal 1320 BW. mendasar adalah yang menyangkut kepentingan atas pengembalian kredit yang telah diberikan kepada debiturnya. Meninggalnya penerima kredit merupakan salah satu sebab yang dapat menimbulkan kesulitan dalam pengembalian kredit tersebut. Dalam rangka menanggulangi masalah tersebut, dikenal adanya suatu proteksi kematian dari penerima kredit di mana jumlah uang pertanggungannya dikaitkan dengan jumlah kredit yang terpaut. Bank di dalam mengasuransikan jiwa debiturnya, adalah atas dasar bahwa: ”bank mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan” terhadap hidup debiturnya. Dalam arti bahwa bank sebagai kreditur mempunyai keuntungan keuangan dari kelangsungan hidup si debitur tersebut. 38 Fasilitas kredit sebagai aktifitas utama lembaga perbankan mempunyai konstruksi yang sama sejak dulu. Namun, kini perkembangannya mengarah pada variasi-variasi dan pola-pola yang menggabungkan perkembangan teknologi dengan segmen pasar dan regulasi yang menyertainya. Salah satu jenis kredit yang diberikan oleh lembaga perbankan adalah kredit untuk pembelian bangunan, baik untuk pembelian rumah, pembelian rumah toko ruko, pembelian apartemen, pembelian rumah susun, baik bangunan lama maupun baru. 38 Ibid, hal. 254-256. Kredit Pemilikan Rumah KPR adalah kredit yang diberikan oleh bank untuk membantu anggota masyarakat, guna membeli sebuah rumah berikut tanahnya untuk dimiliki dan dihuni sendiri. 39 Kewajiban yang mewajibkan penutupan asuransi jiwa di dalam pemberian fasilitas KPR terkadang menimbulkan persoalan di kalangan ahli waris debitur dan juga terhadap pihak penanggung bila selama masa asuransi debitur melakukan take over ke kreditur lain. Pada umumnya, pembayaran asuransi jiwa tidak termasuk warisan. Pensiun yang diberikan kepada si janda berdasarkan perjanjian kerja, lebih banyak dipandang sebagai hak yang sewajarnya jatuh pada si janda, sehingga hak itu dipandang sebagai diperoleh berdasarkan suatu natuurlijke verbintenis. 40 Seperti diketahui di dalam Pasal 832 Burgerlijk Wetboek BW ditentukan bahwa ” Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau isteri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini.” Pada umumnya bila seseorang menutup asuransi jiwa atas dirinya dan meninggal dalam masa pertanggungan, maka yang berhak menjadi penerima manfaatnya adalah ahli waris dari yang bersangkutan atau orang yang telah ditunjuk di dalam polis dan polis tersebut dipegang oleh yang bersangkutan. 39 Budi Utami Raharja, Hak Jaminan Atas Kredit Pemilikan Rumah Studi Kasus PT. Bank Danamon Indonesia Tbk dan PT. Bank Sumut Medan, Program Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hal. 63. 40 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hal. 3 Tetapi tidak demikian halnya dengan asuransi jiwa yang ada di dalam Kredit Pemilikan Rumah KPR. Disini yang menjadi tertanggung tetap adalah debitur orang yang mendapat fasilitas kredit dari kreditur, akan tetapi debitur tidak menjadi pemegang polisnya. Yang menjadi pemegang polis adalah badan usahaperorangan yang mengadakan perjanjian asuransi dengan perusahaan asuransi atau yang menggantikannya. 41

G. Metode Penelitian