Pembayaran Dan Yang Berhak Menerima Uang Pertanggungan

a Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris. b Dipersalahkan telah memfitnah dengan cara mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. 175

B. Pembayaran Dan Yang Berhak Menerima Uang Pertanggungan

Pertanggungan jiwa bermaksud sebagai tanggungan atas suatu risiko dari peristiwa kematian yang terlalu cepat dari seseorang yang mempunyai mata pencaharian. Tapi di samping itu juga sebenarnya untuk menanggung risiko dari masih tetap tinggal hidup setelah lewatnya waktu-waktu di mana seseorang itu masih dapat diperkirakan mempunyai mata pencahariannya. Si tertanggung membayar premi selama tahun-tahun ia mempunyai mata pencaharian yang baik dan mempertanggungkan baik dirinya maupun keturunannya. Dengan demikian terkumpullah suatu modal dalam suatu waktu di mana ia memerlukannya. 176 Di samping pertanggungan jiwa mempunyai unsur yang penting seperti ”mengalihkan risiko” maka juga masih mempunyai unsur lain yang penting yaitu unsur ”menabung”. Hal ini adalah mungkin, oleh karena pembayaran atau penggantian sejumlah uang oleh penanggung itu cepat atau lambat, sekarang atau kemudian, akan pasti terjadi atau dilaksanakan. Kebanyakan perjanjian pertanggungan itu diadakan oleh tertanggung atas hidupnya sendiri. Bilamana sampai pada waktu yang telah ditetapkan dalam 175 Afdol, Penerapan Hukum Waris Islam Secara Adil, Airlangga University Press, Surabaya, 2003, hal. 97-98. 176 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa, Loc Cit, hal. 93. perjanjian pertanggungan jiwa itu si tertanggung masih hidup maka dia sendirilah yang menerima pembayaran itu dari penanggung, akan tetapi apabila dia meninggal dunia sebelum saat yang ditentukan itu maka yang menerima pembayaran itu ialah orang lain yang ditunjuk sebagai orang yang berkepentingan. 177 Di dalam KUHD mulai dari pasal 302 sampai dengan pasal 308 di dalam buku I titel 10 bagian 3 diaturlah tentang pertanggungan jiwa itu secara singkat sekali. Di dalam pasal pertama yaitu pasal 302, undang-undang memberikan gambaran tentang apa yang dimaksud dengan perjanjian pertanggungan jiwa yaitu: bahwa jika seseorang dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang berkepentingan dengan itu, baik untuk selama hidupnya, maupun untuk sesuatu waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Ternyata yang penting dari bunyi pasal itu ialah bahwa pertanggungan itu selalu diadakan dalam suatu jangka waktu, yang ditentukan di dalam perjanjian pertanggungan itu sendiri, akan tetapi juga dapat untuk waktu selama hidupnya dan hal ini menurut bunyi pasal itu tidak ditetapkan dalam perjanjiannya itu. Sehingga, kemungkinan untuk mengadakan pertanggungan itu untuk selama hidup oleh undang- undang tidak secara tegas-tegas diberikan. Selanjutnya di dalam pasal 303 terdapat suatu ketentuan yang dapat menimbulkan suatu kejanggalan. Dari ketentuan itu ternyata bahwa tidak dilarang untuk mengadakan pertanggungan atas jiwa seseorang di luar pengetahuan atau persetujuan orang yang dipertanggungkan jiwanya itu. 178 177 Ibid, hal. 94. 178 Ibid. Memang secara sepintas lalu dapat diterima jika ada keberatan terhadap bunyi pasal tersebut akan tetapi kalau dihubungkan dengan keadaan di dalam praktek maka keberatan ini akan tidak lagi begitu besar. Sebab di dalam praktek oleh kebanyakan perusahaan pertanggungan jiwa diadakan sebelumnya pemeriksaan kesehatan dari orang yang jiwanya dipertanggungkan itu dan supaya pemeriksaan tersebut bisa terlaksana sudah barang tentu dengan sepengetahuannya ia diperiksa oleh dokter. 179 Pihak yang mengikatkan dirinya terhadap penanggung untuk membayar premi di dalam pertanggungan kerugian, pada azasnya adalah disebut tertanggung. Di dalam praktek pertanggungan jiwa dilihat bahwa pada umumnya pihak yang mengadakan perjanjian pertanggungan dengan penanggung itu adalah disebut dengan istilah yang berbeda-beda seperti pemegang polis policy holder dan pengambil asuransi. Sedang menurut undang-undang dia disebut dengan istilah tertanggung Pasal 304 angka 2 KUHD. 180 Pihak yang berhak atas premi dan yang berkewajiban untuk memberi sejumlah uang jika terjadi kematian adalah disebut penanggung sebagaimana kedudukan seorang penanggung di dalam perjanjian pertanggungan kerugian pada umumnya. Kemungkinan bahwa ada pihak ketiga di dalam pertanggungan jiwa, juga diatur di dalam KUHD yaitu dalam Pasal 302, 303 jo Pasal 304 angka 3 ialah orang yang jiwanya dipertanggungkan. 179 Ibid, hal. 95. 180 Ibid, hal. 97. Walaupun demikian, pada umumnya seseorang itu adalah mempertanggungkan jiwanya sendiri. Bilamana hal ini terjadi maka dalam hal pertanggungan itu diadakan hanya untuk waktu atau umur yang terbatas tertentu, pemegang polis, dalam hal ini tertanggung, itulah yang berhak atas pemberian jumlah pertanggungan yang sekaligus menjadi orang yang berkepentingan. Lain halnya, apabila pemegang polis itu meninggal dunia, maka di sini tidak mungkinlah ia menjadi orang yang berkepentingan, sebab pemberian sejumlah uang dari penanggung akan jatuh ke tangan orang lain. Juga seandainya pemegang polis itu mempertanggungkan jiwa orang lain, maka apabila orang itu meninggal dunia, pemegang polis itulah yang menjadi orang yang berkepentingan. Jadi menurut pasal-pasal 302, 303, dan 304, pembentuk undang-undang seolah-olah hanya mengenal pertanggungan atas jiwa seseorang lain tertentu yang diadakan oleh pihak lawan dari penanggung di dalam perjanjian itu. Di dalam Pasal 304 angka 2 KUHD, terdapat penyebutan, nama dari tertanggung verzekerde sedang di dalam angka 3 terdapat penyebutan: nama dari orang atas jiwa siapa diadakan pertanggungan, jika konstruksi pertanggungan jiwa yang disebut di dalam pasal 302 dan pasal 303, yaitu seseorang dapat mengadakan pertanggungan atas jiwa orang lain, dihubungkan dengan pasal 304 angka 2 maka dapat disimpulkan bahwa: orang yang menjadi pihak lawan dari penanggung itu adalah tertanggung verzekerde yang sekaligus menjadi orang yang berkepentingan di dalam pertanggungan jiwa itu. Ia berkepentingan untuk mempertanggungkan jiwa seseorang lain, dan dengan mempertanggungkan jiwa orang lain itu ia mengharapkan suatu pembayaran sejumlah uang dari penanggung. Bahkan menurut pasal 303, tertanggung itu dapat mempertanggungkan jiwa orang lain tanpa sepengetahuan orang itu. Konstruksi pembentuk undang-undang di dalam pasal 302, 303, yang sudah lama sekali dan sudah kuno itu, justru adalah berbeda dengan apa yang terjadi sekarang yaitu bahwa pada umumnya seseorang itu mengadakan pertanggungan atas dirinya sendiri. Di dalam konstruksi seperti inilah ada kemungkinan orang yang berkepentingan ”yang tidak jatuh bersamaan pada satu orang dengan tertanggung”. Apabila pertanggungan jiwa itu hanya diadakan oleh tertanggung untuk suatu batas umur tertentu atas jiwanya, maka sudah barang tentu apabila setelah batas umur itu lewat, yang berarti tenggang pertanggungan sudah habis dan yang bersangkutan belum meninggal dunia, maka dia sendirilah yang akan menerima sejumlah uang dari penanggung. Dalam hal inilah dia masih sebagai orang yang berkepentingan. 181 Tetapi bilamana pertanggungan atas jiwanya itu tidak untuk batas umur tertentu, dan dia meninggal dunia, maka yang berkepentingan disini adalah orang lain dan bukan tertanggung. Tertanggung tidak sama dengan orang yang berkepentingan. Sebagai yang dikemukakan oleh Dorhout Mess, seperti dikutip oleh Emmy Pangaribuan Simanjuntak, bahwa kejadian seperti tersebut di atas dapat disamakan dengan pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga di dalam suatu pertanggungan kerugian. 182 181 Ibid, hal. 98. 182 Ibid. Tetapi bagaimanapun juga antara keduanya masih terdapat perbedaan, yaitu: bahwa orang yang berkepentingan di dalam contoh di atas tidaklah mempunyai kewajiban apa-apa terhadap penanggung. Dia tidak wajib membayar premi sebagai orang yang berkepentingan pada pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga. Di dalam pertanggungan jiwa, biasanya juga diperjanjikan bahwa pembayaran sejumlah uang dari penanggung itu akan dibayarkan kepada seseorang lain apabila pemegang polis itu meninggal dunia. Orang lain inilah yang disebut dengan istilah orang yang berkepentingan. Perjanjian pertanggungan jiwa tersebut di dalam hal yang demikian adalah merupakan perjanjian yang dimaksud di dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Janji sedemikian itu dapat juga ditarik kembali oleh orang yang menjanjikan menurut ayat 2 Pasal 1317 KUHPerdata kecuali pihak ketiga tersebut telah menyatakan akan mempertanggungkannya. Apabila ketentuan Pasal 1317 ayat 2 itu diterapkan kepada perjanjian pertanggungan, ini akan berarti bahwa pemegang polis yang telah memperjanjikan pembayaran jumlah pertanggungan kepada seseorang lain dan yang oleh orang lain itu telah diterimadinyatakan akan dipergunakan, si pemegang polis tidak boleh lagi mengubah atau mengganti ”seseorang lain” itu. Tapi di dalam praktek biasanya mengenai itu terdapat klausula-klausula janji-janji di dalam polis yang memungkinkan perubahan atau penggantian dari ”orang lain” itu. 183 183 Ibid, hal. 99. Cara pembayaran uang premi oleh tertanggung tergantung dengan sifat kontrak yang dibuat di dalam polis dengan pihak perusahaan. Pada dasarnya ada 2 dua cara pembayaran premi yang dilakukan oleh pihak tertanggung, yaitu: 1. Premi meningkat natural premium increasing premium Pembayaran premi disini makin lama makin bertambah besar. Pada waktu tahun- tahun permulaan premi asuransi yang dibayar rendah, tetapi setelah itu makin lama makin bertambah dari tahun ke tahunnya. 2. Premi merata level premium Pada level premium besarnya premi yang dilunasi oleh pemegang polis untuk setiap tahunnya sama merata besarnya. 184 Uang premi yang sudah disetor sesuai dengan perjanjian dalam polis, sedangkan yang tertanggung masih hidup, maka dialah yang akan menerima sejumlah uang dari pihak asuransi. Sebenarnya bentuk ini mirip dengan penabungan uang, walaupun tidak persis sama seperti yang dilakukan dengan bank. Jika tertanggung meninggal dunia, untuk menerima uang premi maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: a. Ahli waris atau orang yang ditunjuk untuk menerima faedah asuransi, menunjukkan polis yang bersangkutan. b. Surat Keterangan Kematian. c. Surat keterangan sebab-sebab kematian dari dokter yang memeriksa jenazah tertanggung. d. Kwitansi yang sah dari pembayaran premi yang terakhir. 185 Bila tertanggung membunuh diri atau dipidana mati, maka akan gugur pertanggungannya. Demikian bunyi Pasal 307 KUHD. Menurut pasal ini tertanggung 184 Wawancara dengan staf administrasi pada PT. Asuransi Jiwa Central Asia Raya, tanggal 2 Juli 2007. 185 Ibid. sendirilah yang mempertanggungkan jiwanya, dan bukan jiwa orang lain dan dia sendirilah yang bunuh diri atau dipidana mati. 186 Mengenai dengan setoran premi bila tertanggung meninggal dunia, maka tertanggung tidak berkewajiban lagi membayar premi. Sebaliknya perusahaan berkewajiban membayar klaim kepada orang yang ditunjuk. Jika anak tertanggung lebih dari satu, sedangkan yang ditunjuk dalam polis hanya isteri dan satu orang anak, maka pihak perusahaan menyerahkan benefit kepada isteri dan anak yang ditunjuk. Adapun jumlah benefit yang diterima sesuai dengan plan asuransi yang diambil. 187 Dari penjelasan-penjelasan dan uraian di atas, tidak ada ketentuan yang tegas menyangkut dengan seluruh ahli waris yang berhak menerima klaim benefit. Hanya disebutkan orang yang ditunjuk sajalah yang berhak menerima uang tersebut. Asuransi jiwa kredit di dalam KPR tidak memandang kewarisan menurut hukum apapun baik itu menurut hukum KUHPerdata maupun hukum Islam. Disini yang menjadi penerima manfaatnya tetap adalah pihak bankkreditur. Di dalam Kredit Pemilikan Rumah KPR, dapat memproteksi kelangsungan pembayaran kredit tersebut dengan menutup diri atas asuransi berjangka dengan pertanggungan menurun decreasing term insurance sejalan dengan penurunan sisa 186 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa, Loc Cit, hal. 99. 187 Wawancara dengan Kepala Bidang Keuangan pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912-Medan tanggal 2 Juli 2007. kredit. Apabila debitur meninggal dunia sebelum pinjaman lunas, maka sisa kredit dibayarkan dengan uang pertanggungan asuransi berjangka tersebut. 188 Jika tidak ada asuransi, pastilah membebani keluarga yang ditinggalkan, dan bisa saja keluarga terusir dari rumah yang masih dalam cicilan tersebut apabila cicilannya tidak dibayarkan. 189 Asuransi jiwa kredit yang diwajibkan dalam Kredit Pemilikan Rumah KPR terkadang menimbulkan masalah bagi nasabah debitur 190 , meskipun sebenarnya nasabah debitur tersebut sudah mempunyai asuransi jiwa sebelumnya, akan tetapi pada bank yang menjadi objek penelitian ini tidak mau menerima asuransi jiwa murni karena ada unsur investasinya 191 . 188 Wawancara dengan staf administrasi pada PT. Asuransi Jiwa Central Asia Raya tanggal 2 Juli 2007. 189 Fuad Usman dan M. Arief, Security For Life Hidup Lebih Nyaman Dengan Berasuransi, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004, hal. 82. 190 Wawancara dilakukan pada nasabah debitur PT. Bank Central Asia, Tbk., tanggal 3 Juli 2007. Nasabah debitur tersebut menyebutkan bahwa mereka harus mengikuti ketentuan dan syarat yang berlaku pada produk KPR tersebut. 191 Wawancara dengan staf dokumentasi kredit pada PT. Bank Central Asia, Tbk., tanggal 6 Juli 2007.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN