Putusan Nomor : 0164Pdt.G2011PA.Ckr

lintah darat. Selanjutnya pada tanggal 17 Januari 2011 secara berturut-turut hingga sekarang ini Termohon telah meninggalkan kediaman bersama tanpa seizin Pemohon dan sampai saat ini tidak lagi kembali ke kediaman bersama juga tidak diketahui lagi alamatnya, pemohon telah berusaha mencari Termohon kepada keluarganya, teman-teman dekatnya, tetapi mereka tidak mengetahui keberadaan Termohon. Bahwa Pemohon juga mengajukan permohonan agar ditetapkan sebagai hak hadhanah bagi anak-anak. Tentang Hukumnya : karena fakta kejadian feittelijk gronden telah terungkap, hal ini merupakan bukti bahwa rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah pecah, dan sendi-sendi rumah tangga telah rapuh dan sulit untuk ditegakkan kembali yang dapat dinyatakan bahwa rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah rusak broken marriage sehingga telah terdapat alasan untuk bercerai sebagaimana dimaksud Pasal 19 hurup f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan sejalan dengan Pasal 116 hurup f Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan ketentuan Pasal 41 hurup a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa: “Tentang hak pemeliharaan anak semata- mata didasarkan kepada kepentingan anak”, dan anak yang masih di bawah umur pada umumnya masih banyak bergantung kepada bantuanpertolongankedekatan sang ibu Termohon. Akan tetapi berdasarkan alasan Pemohon dikuatkan dengan bukti dan diperkuat pula dengan keterangan saksi-saksi, maka Majelis berkesimpulan bahwa Pemohon selaku ayah telah layak ditetapkan sebagai pemegang hak hadhanah bagi keempat anaknya meskipun kenyataanya anak nomor 2 sampai nomor 4 kondisinya masih di bawah umur, namun ternyata anak-anak tersebut merasa tenteram dan nyaman at home tinggal bersama ayahnya Pemohon, sedangkan Termohon tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hadhanah karena tidak mempedulikan anak-anaknya. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 huruf a dan Hukum Islam sejalan dengan bunyi Pasal 105 hurup a Kompilasi Hukum Islam bahwa: “Tentang hak pemeliharaan anak semata-mata didasarkan kepada kepentingan anak, dan anak yang masih di bawah umur pada umumnya masih bergantung kepada bantuan dan pertolongan sang ibu”, akan tetapi oleh karena Termohon tidak memenuhi syarat-syarat sebagai pemegang hak hadhanah, maka Majelis menafsirkan pasal tersebut secara a contario, sehingga Majelis sepakat bahwa permohonan Pemohon agar ditetapkan sebagai pemegang hak hadhanah dari ke- 4 empat anaknya. Majelis Hakim memutuskan :  Mengabulkan permohonan Pemohon dengan verstek.  Memberi ijin kepada Pemohon Bambang Suharto Bin Mansyur untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon Susana Binti H. Soleh di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang.  Menetapkan 4 empat orang anak hasil perkawinan Pemohon dengan Termohon, masing-masing bernama: 1 Chori Alifia Wulandari perempuan, berumur 14 tahun. 2 Annisa Azzahra perempuan, berumur 9 tahun. 3 Muhammad Rizki Ramadhan laki-laki, berumur 7 tahun. 4 Muhammad Avicenna Alfarabi laki-laki, berumur 5 tahun, di bawah hadhanah Pemohon. Kedua belah pihak yang bersengketa dalam perkara-perkara ini baik sebagai pemohon atau termohon mempunyai hak yang sama dalam proses pemeriksaan persidangan, yaitu hak mendalilkan sesuatu, menjawabmembantah dalil pihak lawan, serta mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat dalilnya. Jadi Termohon bukanlah sekedar menjadi obyek yang pasif melainkan merupakan subyek yang aktif dalam membela diri dan mempertahankan kepentingannya. Artinya kedua belah pihak mempunyai hak yang sama di hadapan Hakim untuk didengar keterangannya dan diperhatikan hak-haknya. Karena fakta kejadian feittelijk gronden tersebut telah terungkap, hal ini merupakan bukti bahwa rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah pecah, dan sendi-sendi rumah tangga telah rapuh dan sulit untuk ditegakkan kembali yang dapat dinyatakan bahwa rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon telah rusak broken marriage sehingga telah terdapat alasan untuk bercerai sebagaimana dimaksud Pasal 19 hurup f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan sejalan dengan Pasal 116 hurup f Kompilasi Hukum Islam. Maka Majelis Hakim Mengabulkan permohonan perceraian. Yang menjadi pokok alasan mengapa para pihak baik ibu maupun ayah mengajukan gugatan hadhanah tersebut adalah penelantaran anak. Artinya yang merasa anaknya itu diterlantarkan oleh ibu, maka ayahnya yang mengajukan gugatan, dan apabila ayahnya yang menelantarkan maka ibunya yang mengajukan gugatan. 6 Mengenai permohonan hak asuh anak hadhanah pada putusan Nomor : 1200Pdt.G2012PA.Ckr dan 0164Pdt.G2011PA.Ckr, meskipun anak masih dibawah umur 12 tahun atau belum mumayyiz tidak begitu saja diberikan kepada ibunya. Tetapi bisa saja diberikan kepada ayahnya jika terbukti apabila ibu dari anak tersebut kurang perhatian terhadap anak-anaknya, sesuai pasal 49 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, Majelis Hakim berpendapat bahwa seorang ibu yang berkelakuan buruk dan melalaikan kewajibannya tidak berhak mendapatkan hak asuh atas anaknya, karena hak seorang ibu untuk memelihara anak dapat dialihkan kepada ayahnya. Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Asadurrahman, Hakim Pengadilan Agama Cikarang ada beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus siapa yang berhak mendapatkan hak pemeliharaan anak hadhanah, yaitu dilihat dari umur anak tersebut yang akan di hadhanah, apabila umurnya tersebut dibawah 12 tahun, dalam KHI pasal 105 a adalah hak ibunya, 6 Wawancara Pribadi dengan Asadurrahman. Bekasi, 15 Januari 2014 akan tetapi kalau ternyata ibunya tidak bisa menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, misalnya ibunya sering keluar malam anaknya ditinggal, ibunya suka mabuk, judi, apakah pasal 105 a akan tetap diterapkan. Dengan begitu ada pasal 156 c bisa saja anak tersebut diberikan kepada ayahnya karena pertimbangan lain. Jadi, seorang Hakim dalam memutus perkara hadhanah dalam menerapkan hukum tidak kaku, yang menjadi pertimbangannya adalah kepentingan si anak sendiri, karena hadhanah itu sesungguhnya melihat bagaimana kepantingan anak bukan kepentingan ibunya maupun bapaknya. Akan tetapi selama anak itu aman baik dalam penguasaan ibunya maupun penguasaan bapaknya, dan umur anak tersebut belum mencapai 12 tahun mumayyiz, maka hakim pada umumnya memutuskan penguasaan anak tersebut diberikan kepada ibunya. 7 Terhadap putusan pengadilan ini, para pihak bisa melakukan upaya hukum apabila para pihak merasa tidak puas atas putusan hakim tersebut, akan tetapi apabila setelah 14 hari tidak ada upaya hukum, maka putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Kalau putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap, barulah bisa dilaksanakan eksekusi atas putusan tersebut, apabila pihak yang kalah tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, maka pihak yang menang bisa meminta bantuan pengadilan agar pihak yang kalah mau melaksanakan putusan tersebut. 8 7 Wawancara Pribadi dengan Asadurrahman. Bekasi, 15 Januari 2014 8 Wawancara Pribadi dengan Asadurrahman. Bekasi, 15 Januari 2014 Jadi, para pihak yang merasa dirugikan kepentingannya dapat mengajukan upaya hukum, bahwa setelah amar putusan dibacakan Majelis Hakim, diberikan tenggang waktu selama 14 hari untuk melakukan upaya hukum bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan atas putusan tersebut. Akan tetapi apabila ternyata selang beberapa waktu baru diketahui bahwa para pihak yang kalah ibuayah tidak melakukan kewajiban sebagaimana yang diputuskan oleh Majelis Hakim, maka para pihak yang berhak terhadap hak asuh anak ibuayah dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama.

B. Upaya Pengadilan Agama Cikarang Untuk Terlaksananya Eksekusi Hadhanah

Sebuah rumah tangga yang mengalami perceraian sudah dapat dipastikan akan menimbulkan beberapa akibat yang merugikan semua pihak tanpa terkecuali. Dalam hal ini tentunya akan membawa akibat hukum terhadap anak. Kelahiran anak sebagai peristiwa hukum yang terjadi karena hubungan hukum akan membawa konsekuensi hukum, berupa hak dan kewajiban secara timbal balik antara orang tua dengan anaknya. 9 Artinya anak mempunyai hak tertentu yang harus dipenuhi oleh orang tuanya sebagai kewajibannya, dan sebaliknya orang tua juga mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh anaknya sebagai kewajibannya. Dalam hal terjadinya perceraian, biasanya anaklah yang menjadi korban. Orangtua beranggapan bahwa dalam perceraian mereka, persoalan anak akan dapat diselesaikan nanti setelah masalah perceraian diselesaikan. Padahal tidak demikian adanya, dan tidak demikian sederhananya. Seperti telah diketahui bersama bahwa 9 L.J. Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1980, h.53. permasalahan pengasuhan anak sering timbul dalam kehidupan manusia, sebagai akibat dari perceraian yang dilakukan kedua orangtuanya. Bagi orangtua tentunya, menginginkan anak-anaknya tetap berada di dekat dan berada dalam asuhannya, tetapi mau tidak mau antara kedua orangtua yang telah bercerai harus merelakan anak-anaknya berada dalam penguasaan salah satu dari mereka, atau dengan jalan pembagian hak asuhnya berdasarkan putusan Hakim yang memutuskan perceraian mereka. Putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Agama yang diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi Agama yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi, dan putusan Mahkamah Agung dalam hal kasasi. Menurut sifatnya ada 3 tiga macam putusan, yaitu : 10 1. Putusan declaratoir, adalah putusan yang hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja sehingga tidak perlu dieksekusi. 2. Putusan constitutief, yang menciptakan atau menghapuskan suatu keadaan, tidak perlu dilaksanakan. 3. Putusan condemnatoir, merupakan putusan yang bisa dilaksanakan, yaitu putusan yang berisi penghukuman, dimana pihak yang kalah dihukum untuk melakukan sesuatu. 10 Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama Mahkamah Syar’iyah, Buku II, Jakarta: Mahkamah Agung RI , 2007, h.433.