Cirri-ciri mental sehat Kesehatan Mental

39

2. Cirri-ciri mental sehat

Orang yang mentalnya kacau tidak dapat memperoleh ketenangan hidup, hal ini menyebabkan timbulnya emosi negative sehingga ia tidak mampu mencapai kedewasaan psikis mudah putus asa dan bahkan ingin bunuh diri. 45 Kartini Kartono secara ringkas menyatakan ada tiga faktor yang menyebabkan timbulnya kekalutan mental, yaitu: a. predisposisi struktur biologis atau jasmaniyah dan mental atau kepribadian yang lemah. b. Konflik-konflik sosial dan konflik-konflik cultural yang mempengaruhi diri manusia. c. Pemaksaan batin internalisasi dari pengalaman oleh diri si subjek yang salah. 46 Sebaliknya orang mentalnya sehat akan merasa suasana batin yang aman tentram dan sejahtera. Berbagai usaha untuk mencapai kebahagiaan, keamanan, ketentraman batin dan kesehatan mental, pada hakekatnya bertujuan untuk mencapai ketenagan hidup. Dr. Kartini Kartono mengatakan bahwa orang yang memiliki mental sehat mempunyai tanda-tanda khas antara lain sebagai berikut: 45 Yusak Bahruddin,Kesehatan Mental untuk Fakultas Tarbiah Komponen MKK Bandung; CV Pustaka Setia, 1999, Cet. Ke- h. 17 46 Kartini Kartono, Hygiene Mental da Kesehatan Mental dalam Islam Bandung; Mandar Maju, 1989, h. 241. 40 a. Adanaya kombinasi dari segenap energy, potensi dan aktifitasnya. b. Efisiensi dalam setiap tindakanya. c. Memiliki tujuan hidup. d. Bergairah dan tenang harmonis batinya. 47 Maka orang yang sehat mentalnya itu mudah mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan lingkunganya, juga mampu beradaptasi aktif dan lancar mengatasi semua masalah yang timbul dalam perubahan-perubahan sosial. Pada umumnya setiap orang memiliki mental yang sehat, namun karena suatu sebab, ada sebagian orang yang memiliki mental yang tidak sehat. Orang yang tidak sehat mentalnya memiliki tekanan-tekanan batin, denagn suasana batin seperti itu keperibadian seseorang menjadi kacau dan terganggu ketenangannya, gejala inilah yang menjadi pusat pengganggu ketenangan jiwa. Ketenagan hidup dapat dicapai bila seseorang dapat memecahkan keruwetan jiwa pada dirinya, yang menimbulkan kesulitan hidup, hal ini dapat dilakukan bila ia berusaha membersihkan jiwa agar tidak terganggu ketenangannya dan tidak terjadi konflik-konflik maupun rasa takut. 48 Jasmani dapat dikatakan sehat apabila energy yang ada mencukupi, daya tahan yang ada mencukupi, memiliki kekuatan untuk menjalankan aktifitas dan kondisi 47 Kartini Kartono, Hygiene Mental da Kesehatan Mental dalam Islam. h. 243 48 Yusak Bahruddin,Kesehatan Mental, h. 17 41 badan terasa nyaman dan sehat. Orang yang meniliki sifat-sifat yang khas, antara lain mempunyai kemampuan untuk bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang jelas, memiliki koordinasi antara setiap potensi denagn usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integritas kepribadian, memiliki batin yang tenang. 49 49 Yusak Bahruddin,Kesehatan Mental, h. 9 42 42

BAB III HADIS-HADIS TENTANG ZIKIR

A. Pengertian Hadis

Hadis secara etimologis bahasa ialah cerita, percakapan baik dalam konteks agama maupun duniawi, atau dalam konteks sejarah atau peristiwa dan kejadian aktual, Hadis secara terminologis istilah, sinonim dengan sunnah, keduanya diartikan segala sesuatu yang diambil dari Rasulullah saw., sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul. Menurut ulama Muhaddisin terdapat pengetrian hadis yang luas, yakni tidak hanya mencakup sesuatu yang dimarfu ’kan kepada Nabi Muhammad saja, tetapi perkataan, perbuatan, dan taqrir, 1 yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in pun di sebut hadis. 2 Hadis juga merupakan sumber utama ajaran Islam di samping al- Qur’an. Karenanya hadis Nabi saw memiliki fungsi yang berkaitan dengan al- Qur’an, yaitu sebagai penjelas bagi al- Qur’an; penjelas secara global, menerangkan yang sulit, membatasi yang mutlaq, mengkhususkan yang umum dan menguraikan ayat-ayat yang ringkas, bahkan kadangkala menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat dalam 1 Taqrir berasal dari bentuk masdar kata kerja Qarrara dimana secara etimologi istilah Taqrir berarti penetapan, persetujuan. Lihat Muhammad bin Muqarran bin Mansyur, Lisan al-Araby, Mesir: Dar Misriyah, juz V, h.394, menurut istilah Taqrir tidak berkomentarnya Nabi saw, atas perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, baik disaksikan atau didengarnya. 2 Fathur Rahman, Ikhtisar Mustalah Hadis , Bandung: PT Ma’arif, 1974, h.24