Aliran Frankfurt dan Kelahiran Teori Kritis

aktor, memusatkan perhatian kepada kenyataan yang penting dan kepada sikap yang wajar alamiah, memusatkan perhatian pada masalah mikro dan memperhatian pertumbuhan, perubahan dan proses tindakan. Paradigma prilaku sosial dikemukakan B.F. Skinner yang menterjemahkan prinsip-prinsip psikologi aliran behaviorisme ke dalam sosiologi melalui bukunya berjudul beyond freedom and dignity. Menurutnya, kedua paradigma yang disebutkan sebelumnya fakta sosial dan defenisi sosial mengandung persoalan yang masih teka- teki dan bersifat mistik. Skinner berpendapat objek studi sosiologi yang konkrit dan realistis adalah prilaku manusia yang nampak serta kemungkinan pengulangannya. behavior of man and contigencies of reinforcement. Dalam pandangan paradigma prilaku sosial yang menjadi pokok persoalan sosiologi adalah tingkahlaku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkahlaku. Dua teori yang masuk dalam paradigma prilaku sosial adalah; teori behavioral sociology yang mengandung konsep dasar reinforcement yang dapat diartikan sebagai ganjaran reward. Maksudnya, perulangan tingkah laku tak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap prilaku itu sendiri. Kedua adalah teori exchange dengan tokoh utamanya George Homan yang mengemukakan pandangannya tentang emergence, psikologi dan metode penjelasan Durkheim sebagai reaksi terhadap paradigma fakta sosial.

2.2. Aliran Frankfurt dan Kelahiran Teori Kritis

Dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi ada dua tradisi besar pemikiran yang menjadi cikal bakal kelahiran berbagai teori dalam ilmu sosiologi beserta Universitas Sumatera Utara metodologinya. Pertama tradisi pemikiran Prancis dan Inggris yang lebih dikenal dengan positivisme atau sering disebut dengan empirisme, behaviroisme, naturalisme dan sinisme. Kemunculan dan perkembangan tradisi pemikiran Prancis dan Inggris ini sangat dominan dengan pengaruh-pengaruh ilmu alam yang tergolong Aristotelian. Hal terpenting dalam tradisi pemikiran ini adalah pandangannya terhadap realitas sebagai materi. Yang disebut dengan jiwa mind tak ubahnya seperti kertas putih tabula rasa yang pada hakikat semacam film kamera pada diri manusia; ia sekedar photocopy atau gambaran ‘hasil potret’ pengalaman indrawi manusia 19 19 Lebih lengkap Lihat Burhan Bungin dalam Analisis Data Penelitian Kualitatif, 2003, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 4-12. . Kedua adalah tradisi pemikiran Jerman yang lebih humanistik yakni memandang manusia sebagai manusia. Tradisi pemikiran ini lebih humanistik dilatarbelakangi dan dipengaruhi oleh filsafat rasionalisme platonik. Oleh Kant dan Hegel, filsafat rasionalisme menjadi ilham bagi pemikiran keduanya yang melihat manusia bukanlah sebuah film kamera. Pemikiran Kant maupun Hegel pada akhirnya menjadi akar dan dasar pendekatan kualitatif dan menolak dengan tegas tradisi pemikiran Prancis dan Inggris yang melihat realitas sebagai sesuatu yang empiris dan menganggap jiwa manusia tak lebih dari film kamera. Penolakan itu bukan tidak beralasan, bagi Kant dan Hegel sejarah perjalanan umat manusia dipenuhi dengan ide-ide besar yang ternyata bukan berasal dari pengalaman nyata manusia itu sendiri. Contoh ide-ide besar itu adalah persoalan Tuhan, surga dan neraka yang sama sekali bukan berasal dari pengalaman empirik manusia. Tuhan, surga dan neraka sama sekali tidak pernah muncul dalam dunia empiris dan observasi siapapun. Tetapi diyakini dan memberikan dampak yang besar terhadap prilaku kehidupan manusia sehari-hari. Jadi keduanya berpendapat sebagai makhluk yang memiliki kesadaran dan tujuan dalam hidup purpose creator, Universitas Sumatera Utara perjalanan manusia adalah perjalanan sejarah ide dan kreasi bukan sekedar perubahan. Pada prinsipnya manusia adalah sumber dan penghasil ide-ide besar. Dunia ide, dunia makna itulah yang menjadi point penting pemikiran Kant dan Hegel untuk memahami manusia. Sebab menurut keduanya, realitas-realitas sosial yang muncul pada dasarnya bersumber dari ide dan makna yang tersembunyi dalam diri manusia bukan sesuatu yang hanya dapat dianggap bersifat empiris seperti dalam tradisi Prancis dan Inggris. Kant dan Hegel menyebut apa yang tampak dipermukaan sebagai wujud prilaku atau realitas sosial berasal dunia makna dan dunia ide atau fakta fenomenologis dan untuk mengetahui makna yang tersembunyi di dalamnya perlu dilakukan proses penghayatan atau interpretative understanding. Teori kritis lahir dari pemikir-pemikir besar dari Sekolah Frankfurt. Institut penelitian sosial di Frankfurt Institut für Sozialforschung Jerman yang saat itu sedang berlangsung propaganda Hitler. Media dipenuhi prasangka, retorika dan propaganda. Media menjadi alat pemerintah untuk mengontrol publik dan mengobarkan semangat perang. Ternyata media bukanlah entitas yang netral tetapi bisa dikuasai kelompok dominan 20 20 Uraian lengkap lihat Eriyanto dalam Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, 2001, LKiS, Yogyakarta hal 23. . Aliran sekolah Frankfurt ini banyak memperhatikan aspek ekonomi dan politik dalam penyebaran pesan. Teori kritis ini lahir sebagai wujud keprihatinan terhadap akumulasi dan kapitalisme lewat modal yang besar yang mulai menentukan dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ciri khas dari teori kritis ini adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi masyarakat dewasa ini. Sebab, kondisi masyarakat yang kelihatannya bagus, produktif sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak. Pemikiran aliran Frankfurt yang disebut ciri teori kritik mencoba Universitas Sumatera Utara memperbaharui dan merekonstruksi teori yang membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern. Istilah teori kritis dikenalkan Max Horkheimer pada tahun 30-an untuk memaknakan kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan dengan mengungkap deviasi dari ideal-ideal dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan dan institusi politik borjuis. Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, dan dunia. Sebab Horkheimer menyatakan bahwa semua pemikiran, benar atau salah, tergantung pada keadaan yang berubah sama sekali tidak berpengaruh pada validitas sains. Pemikiran dari sekolah Frankfurt itu dikembangkan Stuart Hall melalui tulisannya berjudul The Rediscovery of Ideologi; The Return of The Repressed in Media Studies. Hall mengkritik penelitian studi tentang media yang tidak menempatkan ideologi sebagai bagian yang penting. Media dilihat sebagai kekuatan besar yang dapat memanipulasi kesadaran dan kenyataan. Karena itu, media dikuasai kelompok dominan dalam rangka melestarikan kelompok dominan sekaligus memarjinalkan kelompok masyarakat yang tidak dominan. Hall mengajukan gagasan arti pentingnya ideologi dalam studi media untuk membongkar kenyataan palsu yang diselewengkan dan dipalsukan oleh kelompok dominan. Namun media seharusnya bukan dilihat sebagai kekuatan yang jahat yang memang didesain untuk memburukkan kelompok lain. Media menjalankan peranannya seperti itu, melakukan representasi kelompok lain melalui proses yang kompleks, melalui proses pendefenisian dan penandaan. Perhatian Hall terhadap media adalah bagaimana media menciptakan sebuah konsensus sebagai sesuatu yang baik. Dalam proses pembentukan Universitas Sumatera Utara konsensus itu, ia mengemukakan teori mengenai normal dan penyimpangan. Menurutnya teori normal dan penyimpangan itu bukanlah sesuatu yang terjadi secara wajar dan alami seperti seperti pandangan kaum pluralis. Menurutnya, konsensus dihasilkan lewat pertarungan kekuasaan dan dibentuk melalui praktik sosial politik, disiplin legal, dan bagaimana kelas, kekuasaan dan otoritas ditempatkan. Dalam proses itu media memainkan peranan yang penting dan terlibat dalam usaha merekonstruksi yakni bagaimana mereproduksi, memapankan defenisi dari situasi yang mendukung dan melegitimasi struktur, mendukung suatu tindakan dan mendelegitimasi tindakan lain 21 . Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa media tidak dapat dianggap secara sederhana merefleksikan konsensus yang ada, pandangan kritis berpendapat bahwa hasil konstruksi dan realitas hasil produksi media dipengaruhi kekuatan-kekuatan dan faktor dominan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Menurut Hall ketika media melakukan rekonstruksi terhadap realitas sosial ada dua hal yang harus diperhatikan yakni bahasa dan politik penandaan. Bahasa merupakan sistem penandaan dan media memiliki kemampuan bagaimana memberikan tanda terhadap sebuah realitas. Melalui penggunaan bahasa 22 21 Ibid. hal 28 , media mampu melakukan praktik menonjolkan maupun memarjinalkan suatu realitas. Hall berpendapat praktik itu tidak bisa dilepaskan bagaimana wacana dominan membentuk dan membatasi pengertian yang ditandakan media melalui penggunaan bahasa. Makna muncul dari proses pertarungan masing-masing kelompok dengan klaim kebenarannya dan wacana 22 Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan difahami suatu komunitas. Dalam penggunaannya, makna muncul dari hubungan khusus antara kata sebagai simbol verbal dengan manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata yang membangkitkan makna dalam fikiran orang. Pembahasan mengenai bahasa. verbal maupun non verbal. Lebih lengkap lihat uraian Deddy Mulyana dalam Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, Cetakan Ketujuh, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hal 237-380. Universitas Sumatera Utara difahami sebagai arena pertarungan sosial. Hasilnya kelompok yang menang akan menjadi dominan dalam memberikan defenisi, pemahaman dan penafsiran dalam memaknakan suatu realitas. Media memegang peranan penting sebagai alat untuk menyampaikan kepada khalayak bagaimana suatu realitas difahami dan dimaknai. Sedangkan politik penandaan yakni bagaimana praktik sosial dalam membentuk, mengontrol dan menentukan makna. Menurut Hall media menandakan sebuah realitas realitas dengan pandangan tertentu tidak lepas dari unsur ideologi. Akibat dari ideologi dalam media itu membuat realitas hasil konstruksi yang diterima khalayak tampak natural, wajar dan nyata.

2.3. Ideologi dan Hegemoni