Paradigma Kritis dalam Analisis Wacana Kritis

adalah melalui nalar awam common sense. Ketika kelompok dominan mampu menciptakan sebuah gagasan atau ide menjadi sebuah common sense yang tentunya diterima secara umum maka pada dasarnya hegemoni sudah terjadi. Proses penciptaan common sense itulah yang selama ini berhubungan dengan praktik jurnalistik. Misalnya, bagaimana wartawan lebih senang memberitakan aksi buruh yang anarkis daripada aksi yang damai atas dasar kaidah jurnalistik yang disebut dengan nilai berita atau layak berita. Secara terus menerus dan tanpa disadari kondisi itu bakal menggiring anggapan khalayak bahwa demonstrasi identik dengan kekerasan, kerusuhan dan tindakan anarkis.

2.4. Paradigma Kritis dalam Analisis Wacana Kritis

Kata wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yakni discourse. Discourse berasal dari Bahasa Latin yakni discursus terdiri atas dua kata dis dan currere yang berarti lari kesana kemari 29 29 Secara etimologi kata wacana berasal dari bahasa sanskerta yakni wacwakvak yang berarti berkata atau berucap. Sedangkan bentuk ana adalah sufiks akhiran yang berarti membendakan nominalisasi. Jadi wacana diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Lebih lengkap lihat Mulyana dalam Kajian Wacana; Teori, Metode Apikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2005 hal 3-5 . Istilah wacana telah digunakan baik dalam arti terbatas maupun luas. Secara terbatas, wacana merujuk pada aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Lebih luas lagi, wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan. Di Indonesia, istilah wacana mulai akrab didengar pasca reformasi. Pemahaman terhadap wacana sering dikaitkan dengan diskursus tentang sesuatu hal. Wacana diletakkan pada posisi sesuatu yang layak untuk diperdebatkan dan dibahas. Namun, apa yang dimaksud wacana tergantung dari penggunaannya karena banyak disiplin ilmu yang Universitas Sumatera Utara menggunakan istilah wacana. Dalam lapangan sosiologi, wacana menunjuk terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Dalam pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat yang memiliki unsur-unsur 30 . Sebab itu pengertian terhadap analisis wacana juga berbeda dalam masing-masing studi dan disiplin ilmu. Wacana yang dimaksud adalah Discourse memakai huruf D besar yang berarti merangkaikan unsur linguistik dengan unsur non lignuistik untuk memerankan kegiatan, pandangan dan identitas 31 . Analisis wacana discourse analysis diperkenalkan Harris melalui artikel ‘discourse analysis’ dalam jurnal language No. 281952 1-30. Dalam artikel itu, Harris membicarakan wacana iklan dengan menelaah hubungan antara kalimat-kalimat yang menyusunnya dan kaitannya antara teks dengan masyarakat dan budaya 32 Salah satu ciri dan sifat analisis wacana adalah upaya mamahami makna tuturan dalam konteks, teks dan situasi. Analisis wacana kini menjadi salah satu alternatif dalam analisis isi. Analisis wacana kritis adalah analisis wacana yang berasal dari pandangan kritis. Unsur bahasa menjadi aspek penting dalam analisis wacana untuk menggambarkan sebuah objek yang mengandung nilai-nilai ideologi dan tujuan. Setidaknya ada tiga pandangan bahasa dalam analisis wacana yakni; 1 Padangan positivisme-empiris; 2 Pandangan konstruktivisme . 33 30 Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur internal dan ekternal. Unsur internal terdiri dari; 1 kata dan kalimat, dan; 2Teks dan Konteks, unsur eksternal terdiri dari; 1 Implikatur; 2Presuposisi; 3Referensi, 4 Inferensi dan; 5 Konteks. Ibid. hal 7-24 dan; 3 Pandangan kritis. 31 Berdasarkan pendapat Gee 1999 bahwa discourse huruf d kecil yang menjadi perhatian ahli bahasa tentang bagaimana bahasa digunakan pada tempatnya. Sedangkan Discourse huruf D besar merangkai unsur linguistik dan non lingustik. Non linguistik diantaranya kepercayaan, perasaan, cara, interaksi, penilaian yang bermakna dan penuh arti dengan cara tertentu. Ibnu Hamad. op. cit. hal 34. 32 Lebih lengkap lihat P. Ari Subagyo dalam Pragmatik Kritis: Paduan Pragmatik dengan Analisis Wacana Kritis, dapat diakses melalui http:sastra.um.ac.idwp-contentuploads201001009-P.-Ari- Subagyo-Univ.-SaDhar-Pragmatik-Kritis-.-.-..pdf 33 Padangan positivisme-empiris yang melihat bahwa bahasa adalah media antara manusia dengan sesuatu di luar dirinya, Makanya, ciri pandangan positivisme-empiris selalu memisahkan antara pemikiran dan realitas. Kaitannya dengan analisis wacana adalah, tidak penting dan tidak perlu Universitas Sumatera Utara Pandangan kritis pada dasarnya pandangan yang melakukan koreksi terhadap pandangan konstruktivisme karena dianggap kurang sensitif terhadap proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis dan institusional. Pandangan kritis melihat ada kekuatan-kekuatan sosial dalam masyarakat yang membuat seseorang tidak bisa bertindak netral dan bebas memberikan pemaknaan terhadap suatu objek Sebab itu analisis wacana dalam pandangan kritis adalah membongkar kuasa yang ada dalam proses bahasa, perspektif apa yang digunakan, apa tujuannya dan tema apa yang ingin disampaikan. Perbedaan ketiga paradigma tersebut juga dapat dilihat dari dimensi epistemologis, dimensi ontologi, dimensi metodologis dan dimensi aksiologis. Dimensi epistemologis berkaitan dengan asumsi hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam proses memperoleh pengetahuan tentang objek yang diteliti. Dimensi ontologis berkaitan dengan asumsi mengenai objek dan realitas yang diteliti. Dimensi metodologis mencakup asumi bagaimana memperoleh pengetahuan dari suatu objek. Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgment, etika serta pilihan moral peneliti. Paradgima kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang menerapkan epistemologis kritik marxisme dalam proses metodologi penelitiannya. Dalam analisis wacana kritis Critical Discourse AnalysisCDA, wacana tidak hanya difahami sebagai studi bahasa saja, tetapi juga untuk menghubungan konteks yakni tujuan dan praktik, termasuk praktik kekuasaan. Ada 5 lima hal penting yang mengetahui makna-makna subjektif atau nilai dari pernyataan tentang pengalaman manusia dengan sesuatu di luarnya sepanjang benar menurut kaidah semantik dan sintaksis. Pandangan konstruktivisme yang berpendapat bahasa tidak dapat dilihat hanya sekedar sebagai alat untuk memahami realitas objektif. Pandangan ini berpendapat bahwa manusia sebagai subjek merupakan faktor sentral dalam wacana dan semua hubungan sosial yang terkandung didalamnya. Bahasa difahami sebagai suatu yang memiliki nilai dan tujuan tertentu. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan dan pengungkapan jati diri orang yang berbicara. Sebab itu, analisis wacana yang dimaksudkan dalam pandangan konstruktivisme adalah upaya untuk mengungkap makna atau sesuatu yang tersembunyi dibalik pernyataan-pernyataan itu. Eriyanto. op. cit. hal 4-6. Universitas Sumatera Utara menjadi karakteristik dalam analisis wacana kritis 34 34 Ibid hal 8-14 . Pertama, tindakan. Artinya, bahwa wacana dianggap sebuah tindakan action. Dengan demikian wacana harus dipandang sebagai sesuatu yang mempunyai tujuan dan wacana harus difahami sebagai tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkontrol, bukan diluar kendali atau di luar kesadaran. Kedua, konteks. Maksudnya analisis wacana kritis selalu mempertimbangkan konteks dari wacana itu sendiri. Wacana harus dipandang, diproduksi dan dianalisis pada konteks tertentu. Guy Cook menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana, yakni teks, konteks dan wacana. Teks maksudnya adalah semua bentuk bahasa, baik yang tercetak maupun terucap. Konteks adalah semua situasi dan hal-hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Sedangkan wacana dimengerti sebagai teks dan konteks bersama-sama. Jadi, poin utama dalam analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi. Meski demikian, tidak semua konteks dapat dimasukkan dalam analisis wacana kritis. Konteks yang dimaksud adalah konteks yang dapat mempengaruhi produksi wacana. Konteks tersebut dibagi dalam dua kelompok, yakni; 1 Partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana, jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnik dan agama, dan; 2 Setting sosial tertentu, seperti waktu, tempat, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan secara fisik. Ketiga, Historis. Salah satu hal penting untuk dapat memahami teks adalah dengan cara memperhatikan wacana tersebut dalam konteks historis atau kesejarahan. Dibutuhkan sebuah tinjauan historis untuk memahami sebuah wacana, kenapa wacana itu berkembang dan dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti itu dan sebagainya. Keempat, Kekuasaan. Dalam analisis wacana Universitas Sumatera Utara kritis, harus mempertimbangkan faktor kekuasaan dalam proses analisisnya. Sebab, teks atau wacana yang muncul bukan sesuatu yang wajar, alamiah dan netral. Wacana muncul sebagai bentuk dari pertarungan kekuasaan. Hal ini membuktikan bahwa analisis wacana kritis tidak terbatas pada struktur level dan wacana saja, tetapi menghubungkannya dengan kekuasaan dan kondisi sosial politik, ekonomi dan budaya tertentu. Kekuasaan dalam analisis wacana kritis penting untuk melihat adanya kontrol yaitu satu atau sekelompok orang mengontrol orang lain melalui wacana. Kontrol itu dapat dilakukan melalui kontrol teks dan kontrol atas struktur wacana. Kelima, Ideologi. Teori klasik mengenai ideologi mengatakan bahwa ideologi 35 Dalam paradigma kritis, analisis wacana berpendapat bahwa media bukanlah sesuatu yang netral melainkan bisa dikuasai oleh kelompok dominan. Wartawan juga dibangun oleh sekelompok orang yang dominan dengan tujuan mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Caranya dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima oleh khalayak. Wacana adalah media komunikasi yang sangat tepat bagi kelompok-kelompok dominan untuk mempersuasi dan mengkomunikasikannya kepada khalayak sehingga tampak absah dan benar. Sebab itu, ideologi merupakan hal penting dalam analisis wacana kritis. Setidaknya ada dua implikasi penting terkait ideologi ini, yakni; 1 Ideologi secara inharen bersifat sosial, tidak personal atau individual sehingga ia membutuhkan share diantara orang-orang pada kelompoknya; 2 Ideologi yang bersifat sosial tetapi digunakan secara internal antara kelompok atau komunitas tertentu sebagai fungsi koordinatif maupun membentuk identitas kelompok atau komunitasnya. 35 Sebuah teks menurut Aart Van Zoest tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca kearah suatu ideologi. Dalam pandangan Magnis Suseno, ideologi dipergunakan dalam arti kesadaran palsu, ideologi dianggap sebagai sistem berfikir yang telah terdistorsi disadari atau tidak. Alex Sobur. op. cit. hal 60-68 Universitas Sumatera Utara dalam proses produksi berita bukan pihak yang otonom karena adanya ketidakseimbangan dan dominasi. Dalam tradisi CDA, atribut kritis dibangun berdasarkan gagasan kritis dari sekolah Franfurt, khususnya Jurgen Habermas yang berpandangan bahwa ilmu critical science harus sampai pada refleksi diri, yakni harus merefleksikan interes-interes awal yang menjadi dasarnya dan mengindahkan konteks historis dari interaksi yang dilibatinya 36 . Sebab itu, yang menjadi pertanyaan dalam paradigma kritis adalah siapa yang mengontrol media?, Kenapa ia mengontrol? Keuntungan apa yang bisa diambil dengan kontrol tersebut? Kelompok mana yang tidak dominan dan menjadi objek pengontrolan? 37

2.5. Pendekatan Perubahan Sosial