Metode Penelitian METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian terhadap analisis isi media content analysis dengan menggunakan pendekatan kualitatif 53 melalui analisis wacana kritis critical discourse analysisCDA. Sesuai tuntutannya, analisis wacana kritis yang menggunakan pandangan kritis menekankan pada multilevel analisis yang menghubungkan analisis pada jenjang mikro teks dengan jenjang meso dan makro dengan mengacu kerangka analisis wacana kritis dari Fairclough 54 . lihat tabel 3.1 Tabel 3.1. Level Analisis Wacana Kritis Dalam level analisis mikro teks peneliti akan mengumpulkan data-data dalam bentuk berita dengan melakukan analisis dengan metode analisis teks sesuai dengan pendekatan yang dikemukakan Fairclough. Teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefenisikan. Untuk menguraikan teks dapat dilakukan analisa dengan melihat tiga unsur yang ada dalam setiap teks lihat tabel 3.2 53 Penelitian kualitatif bertitiktolak dari paradigma fenomenologi yang objektivitasnya dibangun atas rumusan situasi tertentu dalam rangka mengembangkan konsep atau mengembangkan pemahaman dari suatu fenomena. Lebih lengkap lihat Desayu Eka Surya dalam jurnal Penelitian Kualitatif ’Trend Baru’ di Bidang Ilmu Komunikasi, Majalah Ilmiah Unikom, Vol.5, hlm. 139—144, dapat diakses melalui http:jurnal.unikom.ac.idvol908-desayu.pdf 54 Eryanto op. cit hal 289-326 No Level Masalah Level Analisis Metode Penelitian 1 Sosiocultural practise Makro Literatur 2 Discourse practise Meso Wawancara mendalam dengan pengelola media dan literatur 3 Text Mikro Teks Universitas Sumatera Utara Tabel 3.2. Unsur Teks Menurut Fairclough 55 Representasi pada dasarnya ingin melihat bagaimana seseorang, kelompok, tindakan, kegiatan ditampilkan dalam teks. Representasi itu dapat dilihat dalam anak kalimat dan gabungan atau rangkaian antaranak kalimat. Representasi dalam anak kalimat berkaitan dengan bahasa yang dipakai, pada tingkat kosakata vocabulary yang menunjukkan bagaimana sesuatu dimasukkan dalam sautu kategori. Sedangkan pada tingkat tata bahasa grammar untuk menampilkan apakah tata bahasa ditampilkan dalam bentuk proses ataukah partisipan. Sedangkan representasi dalam kombinasi anak kalimat adalah untuk melihat pengertian yang didapat dari gabungan anak kalimat satu dengan anak kalimat lain sehingga mempunya arti atau disebut koherensi lokal. Pada titik tertentu, koherensi dapat menunjukkan ideologi dari si pemakai bahasa. Koherensi antaranak kalimat mempunyai beberapa bentuk yakni elaborasi memperjelas, perpanjangan dan mempertinggi. Representasi dalam rangkaian antarkalimat yakni bagaimana dua kalimat atau lebih disusun dan dirangkai. 55 Ibid hal 289 Unsur Yang Ingin Dilihat Representasi Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks Relasi Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks Identitas Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks Universitas Sumatera Utara Aspek pentingnya adalah apakah partisipan dianggap mandiri ataukah ditampilkan memberikan reaksi dalam teks berita. Relasi yang dimaksudkan Fairclough dalam analisis teks berhubungan dengan bagaimana partisipan dalam media berhubungan dan ditampilkan dalam teks. Media dipandang sebagai arena sosial, dimana semua kelompok, golongan dan khalayak yang ada dalam masyarakat saling berhubungan dan menyampaikan versi pendapat dan gagasannya masing-masing. Menurut Fairclough, ada tiga kategori partisipan utama dalam media, yakni; wartawan termasuk reporter dan redaktur, khalayak media dan partisipan publik termasuk politisi, tokoh masyarakat, pengusaha, artis, ilmuwan dan sebagainya. Pengertian tentang bagaimana relasi itu dikonstruksi dalam media adalah bagian penting dalam memahami pengertian umum relasi antara kekuasaan dan dominasi dalam masyarakat yang berkembang. Aspek identitas dalam teks adalah untuk melihat bagaimana identitas wartawan ditampilkan dan dikonstruksi dalam teks pemberitaan. Identitas ini akan menentukan bagaimana teks itu dibuat, bagaimana pertanyaan diajukan kepada narasumber dan bagaimana bahan-bahan itu ditulis ke dalam teks berita. Identitas ini bukan hanya dikaitkan dan dilekatkan kepada wartawan tetapi juga bagaimana partisipan publik diidentifikasi, dan juga bagaimana khalayak diidentifikasi. Selain ketiga unsur tersebut di atas, Data dari temuan analisis di tingkat teks itu akan dianalisa ke tingkat meso pada level discourse practice dengan melakukan wawancara mendalam dengan pengelola media yang menjadi unit analisis penelitian dan studi literatur untuk pengumpulan data sekunder terkait proses pembuatan text. Menurut Fairclough, analisis discourse practise memusatkan perhatian pada bagaimana produksi dan Universitas Sumatera Utara konsumsi teks. Menurut Fairclough teks dibentuk lewat suatu praktik diskursus yang menentukan bagaimana teks diproduksi 56 Sedangkan untuk level makro sociocultural practice, peneliti juga akan mengeksplorasi lebih jauh mengenai kecendrungan media dalam mengkonstruksi berita Pilkada langsung Medan tahun 2010 melalui studi pustaka. Analisis sociocultural didasarkan atas asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana dimunculkan oleh media. Meski tidak berhubungan langsung dengan produksi teks, socioculutral practice dipandang mempengaruhi bagaimana sebuah teks diproduksi dan difahami . Ada dua sisi dalam praktik diskursus itu, yakni produksi teks di pihak media dan konsumsi teks di pihak khalayak. Keduanya saling berhubungan dan melibatkan tiga aspek penting dalam praktik diskursus untuk memproduksi wacana berita. Pertama dari sisi wartawan itu sendiri. Kedua, dari sisi bagaimana hubungan antara wartawan dengan struktur organisasi media, baik dengan sesama redaksi maupun bidang lainnya dalam satu media. Ketiga, praktik kerjarutinitas kerja dari produksi berita, mulai dari pencarian berita, penulisan, editing hingga muncul sebagai tulisan di media. Analisis pada ruang redaksi menarik bukan hanya untuk mengetahui bagaimana berita dibuat. Lebih dari itu untuk mengetahui pertarungan yang terjadi dalam ruang redaksi untuk menentukan berita yang diangkat. Sebab pekerjaan redaksi harus difahami sebagai kerja kolektif dan tiap bidang atau bagian mempunyai kepentingan dan orientasi yang mungkin saja berbeda sehingga teks berita yang muncul pada hakikatnya adalah hasil negosiasi dalam ruang redaksi. 57 56 Ibid hal 316. . Fairclough menjelaskan bahwa praktik itu tidak terjadi secara langsung melainkan dimediasi oleh discourse practice. 57 Ibid hal 320 Universitas Sumatera Utara Mediasi itu meliputi, pertama bagaimana teks diporduksi dan kedua bagaimana khalayak mengkonsumsi teks tersebut. Pada analisis level sociocultural practice, Fairclough membuat tiga level analisis yakni situasional, institusional dan sosial. Situasional maksudnya setiap teks dihasilkan dalam suatu kondisi atau suasana yang khas dan unik sehingga suatu teks bisa jadi berbeda dengan teks yang lain. Sedangkan level institusional artinya melihat bagaimana pengaruh institusi organisasi dalam praktik produksi wacana. Institusi itu bisa jadi berasal dari internal media sendiri ataupun eksternal media. Salah satunya adalah ekonomi media yang berpengaruh terhadap produksi berita di media yang pada gilirannya akan mempengaruhi wacana dalam pemberitaan. Pengaruh itu bisa jadi datang dari mitra iklan yang selama ini turut memberikan andil dalam kelangsungan media. Kemudian, khalayak pembaca yang dapat dilihat dari oplah yang juga memberikan kontribusi terhadap pemasukan media. Selain itu juga persaingan media dalam rangka merebut pangsa pasar khalayak dan mitra iklan. Terakhir adalah intervensi dari kepemilikan atau modal yang terkadang membuat media menjadi tidak sensitif terhadap berita yang ada hubungannya dengan pemilik atau pemodal. Selain ekonomi, institusi lain yang berpengaruh adalah politik. Pertama, adalah institusi politik yang mempengaruhi kehidupan dan kebijakan yang dilakukan media. Institusi politik yang dimaksud memang tidak berpengaruh langsung terhadap produksi berita namun menentukan seperti apa suasana ruang redaksi saat memutuskan apakah sebuah peristiwa akan diberitakan atau tidak, apakah berita tersebut akan dipotong atau tidak. Tentu pada akhirnya berita yang ditampilkan adalah hasil negosiasi dan pertarungan yang berlangsung di ruang redaksi. Pengaruh institusi redaksi ini juga dapat dilihat dengan adanya regulasi terhadap produksi berita yakni peraturan yang membatasi apa yang Universitas Sumatera Utara boleh diliput dan apa yang tidak boleh diliput. Kedua, institusi politik dalam arti media menjadi alat oleh kekuatan politik tertentu di masyarakat. Sebab media dapat menjadi alat bagi kelompok-kelompok tertentu yang dominan di masyarakat untuk memarjinalkan kelompok yang lain. Media yang menjadi alat oleh kelompok tertentu ini dapat dikatakan sebagai media partisan yang memang sengaja dibentuk untuk mendukung kelompok atau kekuatan tertentu dimasyakarat serta kepentingan- kepentingan lainnya. Level ketiga dari analisis sociocultural practice adalah sosial. Menurut Fairclough, dalam level sosial, budaya masyarakat ikut menentukan perkembangan wacana media. Aspek sosial yang dimaksud lebih mengarah pada aspek makro seperti sistem politik, sistem ekonomi atau sisitem budaya masyarakat secara keseluruhan. Sistem itu menentukan siapa yang berkuasa, nilai-nilai apa yang dominan dalam masyarakat dan bagaimana kelompok yang berkuasa itu mempengaruhi masyarakat melalui media.

3.2. Unit Analisis