bawah PT Media Warta Kencana dipimpin oleh Soffyan pasca pemimpin redakasi pertama yakni FN Zainoeddin meninggal dunia 18 April 1972.
4.1.2. Harian Sumut Pos
Harian Sumut Pos sebelumnya adalah Radar Medan yang terbit pertama kali 1 Juni 1999 di kota Medan. Tampil beda dengan semua koran lokal di kota Medan yang
saat itu tampil dengan 9 kolom, Radar Medan sebagai ‘pemain baru’ tampil modern dengan 7 kolom. Dalam perkembangannya Radar Medan memiliki ‘adik baru’ yakni
Radar Nauli, koran yang mengakomodir semua berita dan geliat daerah di kabupatenkota Sumatera Utara dan didistribusikan hanya di daerah. Kemudian dalam
perjalanannya, manajemen merubah nama Radar Medan menjadi Harian Sumut Pos, yang merupakan perpaduan Radar Medan dengan Radar Nauli. Koran yang
berpenampilan modern dan intelek ini terbit 1 Oktober 2001. Setiap hari tebit 24 halaman dan berwarna, dan semakin kaya akan informasi lokal, nasional, internasional
maupun Lifestyle-nya. Harian Sumut Pos merupakan keluarga kandung lebih dari 150-an koran
terkemuka di Indonesia yang merupakan Group Jawa Pos dengan kemampuan memimpin pasar market leader di daerah masing-masing. Dari barat sampai ke
timur, di pulau Irian Jaya Papua ada Cenderawasih Pos, di Sulawesi pun eksis Manado Pos, di Kalimantan kukuh Kaltim Pos dan Akcaya Pontianak Pos, di Pulau
Jawa ada Jawa Pos, di timur Sumatera solid Sumatera Ekpres. Di Nanggroe Aceh Darusallam ada Harian Rakyat Aceh. Dan, di belahan barat Pulau Andalas ini
berkembang Sumut Pos. Dengan modal kekuatan jaringan yang besar dari JPNN Jawa Pos National Network, Sumut Pos menjamin tersediannya berita-berita
nasional internasional yang eksklusif. Beritanya selalu beda dan lebih menarik
Universitas Sumatera Utara
dengan media lain yang seragam. Demikian juga berita olahraganya, ter-up to date dan sangat eksklusif dari koran lokal lainnya di Medan. Dengan adanya penempatan
sejumlah wartawan di setiap event olahraga besar di dunia. Sedangkan peristiwa daerah diliput reporter yang tersebar di seluruh daerah dan disempurnakan redaktur
beretos profesional. Berdasarkan survei Nielsen Media Research tahun 2001 terungkap, pembaca Sumut Pos terdiri dari masyarakat yang berpendidikan
akademiunversitas 48, SLTA 21,5, SLTP 20, dan SD 10. Harian Sumut Pos beredar 20,000 eksemplar dengan persentase 75 persen di kota Medan dan
sekitarnya dan 25 persen di kabupatenkota di Sumatera Utara. Harian Sumut Pos diterbitkan PT. Media Medan Pers dan beralamat di Graha Pena Medan Jl. SM Raja
Km 8,5 No.134 Amplas – Medan 20148 Telp. 061 7881616 hunting, Fax. 061 7883060. Sedangkan struktur management terdiri atas H. Rida K Liamsi MBA
sebagai Chairman, Makmur sebagai Komisaris Utama, Ari Purnama sebagai Komisaris, Marganas Nainggolan sebagai Direktur Utama, Porman Wilson Manalu
sebagai Direktur sekaligus Pemimpin UmumPenanggungjawab, Indrawan sebagai Wakil Pemimpin Umum sekaligus Pemimpin Redaksi.
4.2. Analisis Teks Berita di Harian Analisa dan Harian Sumut Pos 4.2.1 Analisis Level Teks Berita di Harian Analisa
4.2.1.1. Teks Berita 1
Edisi Judul
Senin, 14 Juni 2010
Koordinator Tim Basis Maulana Centre, Muazzul SH M Hum: Sesalkan Pernyataan-pernyataan Mendiskreditkan Sofyan Tan
Ringkasan Berita Koordinator Tim Basis Maulana Centre, Muazzul SH M Hum menyesalkan
pernyataan-pernyataan dalam bentuk spanduk menjelang pilkada putaran II yang sangat mendiskreditkan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti Lubis seperti
keraguan soal warga negara Sofyan Tan sebgai calon Walikota Medan. Kepada wartawan Sabtu 126, Muazzul yang juga Wakil Dekan Fakultas Hukum UMA itu
Universitas Sumatera Utara
mengatakan ideologi Pancasila menjamin kebhinekaan dan perbedaan. “Perbedaan etnis, golongan, agama sebagai suatu kebhinekaan. Jadi tidak bijaksana perbedaan itu
dijadikan alasan untuk menolak Sofyan Tan,”jelas Muaz seraya menambahkan bahwa Tim Basis Maulana telah sepakat mendukung dan memenangkan Sofyan Tan-Nelly
Armayanti. Dijelaskannya, isu sara adalah hal yang sangat sensitif yang pernah dirasakan ketika masa Orde Baru. Pengalaman pahit itu hendaknya tidak terulang
dalam Pilkada Medan. Ia berharap seluruh elemen masyarakat memberikan pendidikan kepada masyarakat pemilih secara santun dan bermartabat. Menurutnya,
hal itu penting agar kiranya masyarakat dapat memahami kemenangan dalam pilkada bukanlah kemenangan milik satu agama, etnis atau golongan tertentu saja. “Karena
pemimpin yang baik adalah pemimpin yang berdiri untuk semua kepentingan baik agama, suku, ras dan antar golongan. Sebab itu masyarakat diharapkan bisa cerdas
dalam memilih dalam Pilkada kota Medan,”kata Muazzul yang juga Sekretaris Umum KAHMI Sumut.
Pembahasan
4.2.1.1.1. Unsur Representasi
Teks kalimat di atas menjelaskan adanya dukungan yang diberikan oleh Tim Basis Maulana Centre kepada pasangan Sofyan Tan-Nelly yang dikoordinir oleh
Muazzul SH. Sedangkan wacana yang dikembangkan dalam berita adalah persoalan pernyataan atau statement yang dianggap mendiskreditkan pasangan Sofyan Tan-
Nelly. Namun tidak adanya penjelasan konkrit kenapa tim yang awalnya mendukung Mualana pada putaran pertama beralih mendukung Sofyan Tan Nelly. Dalam teks
hanya disebutkan Tim basis Maulana Centre telah sepakat mendukung dan memenangkan Sofyan Tan. Sedangkan persoalan wacana tentang pernyataan yang
dianggap mendiskreditkan Sofyan Tan juga menjadi kabur karena sama sekali tidak menyebutkan pihak yang dianggap bertanggungjawab. Padahal, dalam putaran kedua
hanya ada dua pasangan yang bertarung yakni pasangan Sofyan Tan-Nelly dan Rahudman-Eldin. Dalam kalimat tertulis ada spanduk yang membuat pernyataan soal
keraguan mengenai status warga negara Sofyan Tan, tapi tidak digambarkan siapa pelakunya dan sejauh mana persoalan itu sudah diproses. Terlebih lagi, Muazzul
memberikan penegasan untuk mengingatkan memori khalayak terhadap masalah
Universitas Sumatera Utara
SARA yang menjadi pengalaman pahit ketika orde baru. Dengan demikian secara tidak langsung wacana yang dikembangkan dalam teks berusaha menggiring khalayak
untuk memahami bahwa persoalan spanduk yang mendiskreditkan itu persoalan besar. Tapi kenapa persoalan SARA yang muncul bukan untuk diselesaikan sesuai aturan
main dalam pelaksanaan Pilkada dan malah hanya menjadi konsumsi publik tanpa arahan untuk penyelesaiannya yang jelas. Media harusnya menjadi wahana diskusi
tentang sebuah persoalan dalam berbagai perspektif dan sudut pandang dalam rangka edukasi terhadap khalayak untuk memahami persoalan dan menyelesaikannya. Tim
Basis Maulana Centre hanya sebatas menyesalkan tanpa menjelaskan sama sekali apa langkah yang dilakukan berikutnya untuk mengatasi persoalan itu termasuk
melaporkan kepada pihak atau lembaga yang berwenang mengawasi pelaksanaan Pilkada. Kalimat dalam teks seakan-akan berusaha menimbulkan empati pembaca
terhadap Sofyan Tan sebagai pihak yang menjadi korban serta menggiring khalayak untuk menentukan dan mengarahkan bahwa pihak yang melakukan itu kepada
pasangan atau calon lainnya. Padahal dalam berita dijelaskan bahwa masalah pernyataan itu adalah permasalahan yang besar dan sangat sensitif karena menyangkut
masalah diskriminasi terkait perbedaan agama, suku dan kebhinekaan ditengah-tengah masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan persoalan nasionalisme dan identitas yang
melekat pada diri seorang calon Walikota Medan periode 2010-2015 yakni status kewarganegaraan.
Dalam teks kalimat, wacana itu dapat dilihat dengan penggunaan kata mendiskreditkan pada judul berita dan menyesalkan dalam kalimat ‘…menyesalkan
pernyataan..’ pada paragraph pertama. Dari segi tata bahasa, pernyataan yang disampaikan Koordinator Tim Basis Pemenangan Maulana, Muazzul dapat
Universitas Sumatera Utara
dikategorikan dalam bentuk proses tindakan dan bentuk partisipan. Tindakan artinya penggambaran dukungan yang diberikan tim yang selama ini mendukung Maulana
Pohan. Bentuk partisipan yang muncul dalam representasi dalam anak kalimat menampilkan Sofyan Tan sebagai aktor yang menjadi korban dalam pemberitaan
terkait pernyataan yang mendiskrerditkan Sofyan Tan, tentang kewarganegaraan Sofyan Tan. Strategi wacana yang digunakan dalam teks adalah penggunaan kalimat
pasif tanpa menunjuk pihak tertentu sebagai pelaku, seperti dalam kalimat ‘…isu sara adalah suatu hal yang sensitif…’ dan ‘…menyesalkan pernyataan-pernyataan dalam
bentuk spanduk…’. Sedangkan koherensi lokal yang terbentuk dalam kombinasi anak kalimat menggunakan bentuk perpanjangan dengan pemakaian kata padahal pada
kalimat ‘…Padahal Sofyan Tan jelas warga…’ yang merupakan perpanjangan atau kelanjutan dari kalimat sebelumnya. Bentuk mempertinggi juga dapat dilihat dengan
pemakaian kata karena dalam kalimat ‘Karena pemimpin yang kita pilih…’ pada paragraph ke-9. Sementara itu, representasi dalam rangkaian antar kalimat dalam teks
berita memperlihatkan bagaimana Muazzul selaku partisipan yang mandiri dalam memberikan dukungan kepada pasangan Sofyan Tan-Nelly. Meskipun melibatkan
partisipan lain dalam teks, penempatan posisi Muazzul dalam teks terlihat dominan dengan hanya mengakomodir pernyataan Muazzul.
4.2.1.1.2. Unsur Relasi
Sedangkan unsur relasi dalam teks berita, merepresentasikan bagaimana persoalan dukungan dan wacana pendiskreditan yang terjadi terhadap pasangan
Sofyan Tan-Nelly dilihat dari persepsi partisipan Muazzul selaku koordinator. Idealnya sebagai arena sosial, media juga mengakomodir partisipan yang terlibat
dalam teks, seperti pasangan Sofyan Tan-Nelly atau lembaga yang mengawasi
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan pilkada. Pihak lain yang terlibat dalam teks, seperti Sofyan Tan yang mendapat dukungan dari Tim Basis Maulana Centre tidak memberikan keterangan
apapun. Sedangkan pihak yang dituding melakukan upaya mendiskreditkan Sofyan Tan juga tidak disebutkan apalagi diwawancarai. Begitu juga dengan lembaga yang
berwenang mengawasi pelaksanaan pilkada tidak mendapat ruang untuk menyampaikan komentarnya.
4.2.1.1.3. Unsur Identitas
Sementara itu, memberikan porsi secara keseluruhan dalam teks kepada Koordinator Tim Basis Pemenangan Maulana seakan mengidentifikasikan wartawan
menjadi bagian dari partisipan. Sedangkan partisipan dalam teks digambarkan secara mandiri. Sementara khalayak pembaca lebih cendrung diidentifikasikan sebagai
kelompok yang menentang terhadap upaya-upaya pendiskreditan Sofyan Tan yang menyangkut persoalan sara. Hal itu terlihat dalam teks yang menjelaskan bagaimana
persoalan SARA adalah hal serius dan sensitif dan menjadi pengalaman pahit bagi masyarakat saat orde baru.
4.2.1.2. Teks Berita 2
Edisi Judul
Senin, 14 Juni 2010
Sofyan Tan Bersama Penyapu Jalan Pemko Medan Tidak Beri Jaminan Kesehatan Penyapu Jalan
Ringkasan Berita “Jaminan kesejahteraan bagi PNS di lingkungan harus dilakukan, sehingga pelayanan
terhadap masyarakat jauh lebih baik,”kata Sofyan Tan ketika berdialog dengan penyapu jalan di kawasan Jalan Jamin Ginting Medan, Minggu 136. Ia menegaskan
kesejahteraan pekerja bukan hanya untuk pekerja swasta tapi juga milik PNS dilingkungan Pemko Medan. Dalam dialog itu, para penyapu jalan mengeluhkan tidak
adanya jaminan kesehatan padahal pekerjaan mereka sangat beresiko terhadap kesehatan karena harus menghirup debu setiap harinya. Pujianto, salah seorang
penyapu jalan mengaku mendapat honor sebesar Rp1,1 juta setiap bulannya sejak setahun terakhir ini. Sebelumnya mereka hanya mendapat honor Rp200 ribu tiap
bulannya. Sofyan Tan yang akan bertarung dalam putaran II Pilkada Medan berjanji akan memperhatikan kesejahteraan para penyapu jalan. Salah satunya dengan
melakukan penghematan. Ia juga menegaskan jika terpilih menjadi Walikota Medan
Universitas Sumatera Utara
maka tidak akan ada impor pejabat untuk mendudukan posisi penting di Pemko Medan.
Pembahasan
4.2.1.2.1. Unsur Representasi Berita di atas secara eksplisit merepresentasikan sosok Sofyan Tan yang peduli
terhadap para penyapu jalan serta membangun wacana persoalan kesehatan dan kesejahteraan penyapu jalan, termasuk PNS di lingkungan Pemko Medan. Pada
tingkat kosa kata vocabulary pemakaian kata bersama pernyapu jalan dalam judul dan kalimat merupakan upaya membangun persepsi yang positif terhadap sosok
Sofyan Tan yang peduli dan berempati terhadap para penyapu jalan. Hal itu dikuatkan dengan membangun wacana persoalan kesejahteraan dan jaminan kesehatan terhadap
para PNS dan pegawai yang bekerja di lingkungan Pemko Medan. Penggunaan kata harus memperhatikan dalam kalimat di paragraph pertama merupakan tindakan
penggambaran kondisi para PNS dan penyapu jalan yang selama ini dianggap tidak diperhatikan Pemko Medan. Penonjolan lokasi pertemuan yang berlangsung di
kawasan Jalan letjen Jamin Ginting merupakan upaya membangun persepsi bahwa Sofyan Tan adalah sosok yang dekat dengan para pekerja lapangan. Pemilihan para
penyapu jalan yang ditemui juga dapat diartikan sebagai representasi dari masyarakat kelas bawah yang selama ini sering terlupakan dan mungkin juga upaya menjelaskan
kepada khalayak soal minimnya perhatian Pemko Medan kepada penyapu jalan. Pada tingkat tata bahasa, representasi yang terjadi dalam kalimat dapat dikategorikan
sebagai suatu proses mental yakni sesuatu yang merupakan gejala umum atau fenomena. Minimnya perhatian terhadap kesejahteraan PNS dianggap sebgau suatu
hal yang lama berlangsung dan terjadi dimana saja. Hal itu terlihat dalam kalimat ‘Bagaimana mungkin, Pemko Medan menyarankan …’ pada paragraph ke-4.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan apa yang dialami oleh penyapu jalan hanya merupakan contoh kecil dari fakta minimnya perhatian terhadap masalah kesejahteraan dan jaminan kesehatan
terhadap pekerja. Sementara itu, gagasan yang disampaikan dalam teks dapat dicermati dalam representasi dalam kombinasi anak kalimat yang membentuk
koherensi lokal dalam bentuk elborasi penjelasan, perpanjangan dan mempertinggi. Bentuk elaborasi dapat dilihat dengan penggunaan kata yang dalam kalimat ‘Yang
kami butuhkan…’pada paragraph ke-6. Bentuk pernpajangan dalam anak kalimat terlihat dengan pemakaian kata tetapi dalam kalimat ‘…tetapi statusnya masih
pegawai honorer…’. Bentuk mempertingggi dalam membentuk koherensi lokal pada kombinasi anak kalimat juga dapat dilihat dengan pemakaian kata karena dalam
kalimat ‘…karena saya percaya…’pada paragraph ke-16. Sementara itu, representasi dalam rangkaian antarkalimat pada teks berita memperlihatkan bahwa para penyapu
jalan dianggap sebagai partisipan yang mandiri, dan Sofyan Tan sebagai partisipan yang memberikan reaksi dalam teks berita. Seperti dalam kalimat ‘Melihat kondisi itu,
Sofyan Tan yang akan…’ pada paragraph ke-11. Terkait soal permasalahan yang dihadapi oleh penyapu jalan, yakni soal
kesehatan, upah dan status kepegawaian harusnya ada penjelasan yang konkrit dalam teks kenapa hal itu bisa terjadi. Bagaimana mekanisme pengangkatan atau
rekruitmen?, kenapa setelah 20 tahun masih tetap menjadi pegawai honor? Dan kenapa mereka sempat menerima upah hanya Rp200 ribu per bulan?. Sehingga
khalayak pembaca dapat memahami dan memiliki persepsi yang utuh terkait kondisi yang dihadapi para penyapu jalan di Kota Medan sehingga khalayak pembaca dapat
mengambil kesimpulan dan bersikap. Tetapi, sama sekali tidak ada penjelasan. Teks
Universitas Sumatera Utara
berita hanya menyuguhkan persoalan tanpa ada penggalian yang lebih mendalam kenapa kondisi itu terjadi.
Selain itu, teks berita di atas juga memunculkan wacana tentang penempatan pejabat di Pemko Medan, dimana Sofyan Tan tidak akan melakukan import pejabat
untuk posisi penting. Bagi Sofyan Tan, semua PNS di Pemko Medan memiliki hak yang sama untuk menempati posisi atau jabatan tertentu. Untuk penentuan
penempatan posisi itu juga bisa dilakukan uji kelayakan dan psikotest bagi PNS yang bersangkutan. Secara tidak langsung, teks tersebut menyampaikan pesan bahwa
praktik impor pejabat yang selama ini terjadi adalah sesuatu yang tidak perlu dilakukan. Pasalnya, Pemko Medan memiliki PNS yang memiliki SDM atau
kemampuan untuk ditempatkan dalam posisi-posisi penting di Pemko Medan. Selain itu, praktik import pejabat yang selama ini selalu berlangsung juga dapat
dipersepsikan sebagai tindakan atau perlakuan yang beda terhadap PNS yang selama ini bertugas di Pemko Medan. Hal itu dapat menimbulkan pesoalan psikologis dan
ketidakpuasan bagi para PNS yang ada di Pemko Medan. Teks itu menyiratkan secara jelas upaya untuk menimbulkan simpati para PNS kepada Sofyan Tan.
4.2.1.2.2. Unsur Relasi
Sedangkan unsur relasi yang tampil dalam teks memperlihatkan bahwa media sebagai arena sosial memberikan kesempatan yang sama kepada pihak-pihak yang
terlibat untuk memberikan pendapat, ide dan gagasannya. Dalam teks, hanya penyapu jalan dan Sofyan Tan mendapat ruang pada kesempatan yang sama untuk
menyampaikan gagasannya. Padahal, banyak pihak yang harusnya juga memberikan tanggapan dalam teks. Misalnya Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
Baperjakat yang menentukan promosi dan penempatan PNS terkait impor pejabat,
Universitas Sumatera Utara
sama sekali tidak memberikan komentar dan tanggapan. Selain itu juga pimpinan instansi yang mengurusi para penyapu jalan juga tidak memberikan tanggapan apapun
terkait keluhan dan persoalan yang dihadapi para penyapu jalan. Tidak hanya itu, pemko Medan yang ikut terlibat dalam persoalan yang menjadi pokok pembahasan
tidak mendapatkan ruang untuk menyampaikan pendapat dan gagasannya. Meski begitu, dalam teks berita tampak sosok Sofyan Tan menjadi lebih penting dan
menonjol karena dianggap mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi para PNS dan penyapu jalan di jajaran Pemko Medan. Sementara para penyapu jalan
ditempatkan dalam posisi yang cendrung harus dikasihani dan terpinggirkan, seperti terlihat dalam kalimat ‘…setiap harinya mereka harus menghirup debu jalanan…’.
4.2.1.2.3. Unsur Identitas
Unsur identitas dalam teks berita penting untuk mengetahui bagaimana wartawan menempatkan dirinya ketika mengkonstruksi realitas. Dalam teks berita
terlihat wartawan cendrung melihat persoalan kesejahteraan PNS sebagai bagian dari khalayak sebagai bentuk empati. Hal itu terlihat dengan menyampaikan seluruh
persoalan dan keluhan para penyapu jalan secara detil dan konkrit sebagai latar belakang berita. Sedangkan para penyapu jalan dan Sofyan Tan tampil dengan
identitasnya masing-masing.
4.2.1.3. Teks Berita 3
Edisi Judul
Analisa, Rabu 16 Juni 2010
Rahudman Wujudkan Pembangunan Berpijak pada Tiga Prinsip
Ringkasan Berita Calon Walikota Medan Rahudman Harahap menegaskan dirinya bersama Dzulmi
Eldin memiliki komitmen dan konsep yang jelas dalam mewujudkan Medan Metropolitan, aman, tertib dan sejahtera. “Saya dan pak Eldin dalam setiap kebijakan
dan tugas yang dilakukan berpijak pada tiga prinsip yang saling terkait yakni berfikir secara rasional, apa yang bagus dan baik bagi masyarakat, rasional itu harus memiliki
etika nilai dan norma yang ada di masyarakat dan ketiga harus mempunya
Universitas Sumatera Utara
estetika,”ungkap Rahudman didampingi Dzulmi Eldin ketika menjawab pertanyaan dari salah seorang peserta talkshow, Senin 146 sore di Hotel Garuda Plaza Medan.
Dalam talkshow bertema “Rahudman-Eldin milik semua suku dan umat” menampilkan Dr Ir Satia Negara MEc USU, H Nasir Perwakilan Pedagang Pusat
Pasar dan tokoh masyarakat Sumut, Rajamin Sirait. “Insya Allah jika kami diberi amanah, kedepan kawasan Medan Utara akan menjadi prioritas kami. Kebersamaan
dengan seluruh komponen masyarakat dalam membangun sangat diperlukan,”jelasnya. Dalam kesempatan itu, Rahudman juga menyampaikan visi dan
misinya untuk mewujudkan anggaran pendidikan 20 persen agar guru honor bisa meningkat kesejahteraannya. Selain itu juga mengenai penataan Pedagang Kaki Lima
PKL dengan cara membentuk Badan Pengelolaan PKL. Pembahasan
4.2.1.3.1. Unsur Representasi
Teks kalimat di atas menjelaskan sosok atau pribadi Rahudman sebagai salah satu calon Walikota Medan 2010-2015 pada acara talkshow di Hotel Garuda Plaza
Medan. Penggambaran sosok Rahudman yang berpasangan dengan Dzulmi Eldin itu dapat dilihat dengan penggunaan kosa kata vocabulary dirinya pada kalimat
‘…dirinya bersama…’pada paragraph pertama. Penegasan sosok Rahudman bersama wakilnya Dzulmi Eldin itu dipertegas dengan penggunaan metafora Rahudman-Eldin
milik semua suku dan umat yang menjadi tema talkshow. Penggunaan metafora tersebut seolah-olah berusaha mengingatkan kembali khalayak terutama simpatisan
Syamsul Arifin ketika mencalonkan diri menjadi Gubernur yang mengklaim sebagai sahabat semua suku dan golongan. Hal itu merupakan tindakan pemberian label yang
positif untuk menimbulkan kesan bahwa pasangan Rahudman-Eldin adalah pasangan yang merakyat dan diterima semua golongan masyarakat. Namun, yang menjadi
pertanyaan tidak ada penjelasan sedikitpun dalam teks berita lembaga atau pihak yang menjadi penggagas atau pelaksana acara tersebut. Apakah memang digelar oleh pihak
yang mendukung Rahudman, atau Rahudman yang memfasilitasi dan kenapa kandidat yang lain tidak diundang?.
Universitas Sumatera Utara
Adapun wacana yang dibangun adalah proses pembangunan yang akan dijalankan dengan berpegang pada prinsip yang sesuai dengan nilai-nilai budaya
masyarakat Medan dengan mengedepankan berfikir rasional, estetika dan etika. Prinsip tersebut akan dijalankan dalam membangun kota Medan agar apa yang
dibutuhkan masyarakat dapat tercapai. Termasuk memprioritaskan pembangunan di kawasan Medan Utara. Penonjolan kawasan Medan Utara ini memang merupakan hal
yang menarik. Pertanyaannya bagaimana dengan kawasan Medan lainnya, apakah tidak mendapat prioritas?. Menariknya lagi adalah Medan Utara belakangan dalam
ajang pemilihan kepala daerah sebelumnya, termasuk Pemilu legislaitf memang banyak mendapat sorotan karena kuatnya kontrol masyarakat yang berasal dari daerah
Belawan dan sekitarnya itu untuk mecicipi pembangunan kota Medan. Sebab itu, pengangkatan isu Medan Utara lebih diartikan sebagai upaya menarik simpati
terhadap masyarakat daerah Belawan dan sekitarnya. Pada tingkat tata bahasa grammar representasi terhadap sosok Rahudman
dikategorikan sebagai proses peristiwa yang hanya melibatkan satu partisipan saja dalam kalimat. Hal itu dapat dilihat dalam judul berita atau pun kalimat ‘calon
Walikota Medan, Rahudman Harahap menegaskan…. ’. Sedangkan gagasan yang disampaikan Rahudman dalam teks berita dapat dicermati dalam kombinasi anak
kalimat yang membentuk koherensi. Gagasan yang disampaikan terkait dengan prinsip-prinsip pembangunan dan visi misinya terkait pendidikan, penataan Pedagan
Kaki Lima PKL dan persoalan masyarakat lainnya jika terpilih memimpin kota Medan. Bentuk elaborasi dalam kalimat dapat dilihat dengan penggunaan kata lebih
lanjut pada kalimat ‘Lebih lanjut, Rahudman mengatakan ketiga prinsip dasar…’ yang artinya merinci atau menguraikan anak kalimat sebelumnya. Koherensi dalam kalimat
Universitas Sumatera Utara
juga dilakukan dalam bentuk mempertinggi dimana anak kalimat yang satu posisinya lebih besar atau menjadi penyebab dari anak kalimat yang lain. Hal itu dapat dilihat
dengan pemakaian kata namun dalam kalimat ‘Namun dalam setiap program perbaikan…’ pada paragraph ke-6. Sementara itu, repserentasi dalam rangkaian
antarkalimat memperlihatkan bahwa teks berita hanya menonjolkan satu partisipan saja yakni Rahudman-Eldin. Padahal dalam acara talkshow yang menghadirkan
Rahudman itu juga dihadiri pihak lain sebagai partisipan public dalam teks berita, seperti tokoh pemuda Rajamin Sirait atau kalangan akademis dari USU. Penonjolan
sosok Rahudman dalam teks itu cenderung memposisikan Rahudman sebagai partisipan yang mandiri. Sebaliknya pernyataan Dr Ir Satia Negara MEc pada akhir
berita membuat posisinya menjadi partisipan yang memberikan reaksi dalam berita terhadap apa yang dikemukaan Rahudman.
4.2.1.3.2. Unsur Relasi
Unsur relasi dalam teks berita dapat dilihat dari partisipan yang terlibat dalam teks berita. Dalam teks disebutkan sebagai pembicara, Dr Ir Satia Negara MEc, H
Nasir Perwakilan Pedagang Pusat Pasar, tokoh masyarakat Rajamin Sirait dan Dzulmi Eldin yang mendampingi Rahudman Harahap. Sedangkan siapa saja yang
hadir dan dari kalangan mana yang hadir dalam pertemuan itu sama sekali tidak disinggung. Namun, dari teks berita yang disajikan, praktis hanya Rahudman yang
memberikan pernyataan dan gagasannya. Kemudian pada dua paragraph terakhir ditutup dengan eprnyataan Dr Ir Satia yang secara garis besarnya mengatakan
Rahudman-Eldin layak didukung. Hal itu menggambarkan bagaimana partisipan berhubungan dan ditampilkan dan teks. Media yang sejatinya menjadi arena sosial
untuk semua orang yang terlibat ternyata tidak demikian. Sosok Rahudman
Universitas Sumatera Utara
ditampilkan menonjol dan lebih tinggi. Persoalan pembangunan kota Medan lebih dilihat dari persepsi Rahudman selaku calon Walikota Medan. Hal itu dapat dicermati
dengan melihat teks berita yang menjadikan pernyataan-pernyataan Rahudman sebagai latarbelakang dan isi berita. Sebaliknya partisipan lain yakni kalangan
akademis dari USU dan tokoh pemuda Rajamin Sirait cendrung menjadi pelengkap berita.
4.2.1.3.3. Unsur Identitas
Sementara itu, unsur identitas yang tampil dalam teks menampilkan wartawan menjadi bagian dari partisipan publik dalam berita. Sedangkan partisipan publik dalam
teks berita ditampilkan dengan identitasnya secara mandiri jauh dari khalayak pembaca. Hal itu seakan menjadi pembenaran bahwa ide, proses dan pelaksanaan
pembangunan masih bersifat dari atas ke bawah top down dan jauh dari keterlibatan masyarakat secara luas.
4.2.1.4. Teks Berita 4
Edisi Judul
Rabu, 16 Juni 2010
Ical Bicara Soal Anak Muda Kader Golkar Waib Menangkan Rahudman-Eldin
Ringkasan Berita Ketua Umum DPP Partai Golkar Abu Rizal Bakrie mengajak seluruh kader Golkar
untuk jeli dalam mengambil hati anak muda. Dalam pembukaan Diklat dan Outwaard Bound DPD Golkar Sumut di Hotel Polonia Medan, Ical bahkan mendorong seluruh
kadeer agar aktif dalam situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter untuk mendekatkan diri dengan pemuda. “Sehingga ke depan Partai Golkar tidak lagi
dianggap partai orangtua,”katanya. Menurutnya, saat ini tidak jamannya lagi mengumpulkan orang hingga ratusan ribu massa, tetapi sekarang cukup dengan
menggunakan facebook dan twitter untuk mengetahui ide dan gagasan yang disampaikan. “Kalau ini berhasil, Saya optimis Golkar akan mampu meraup 30 persen
suara di nasional pada Pemilu 2014 nanti,”tukasnya seraya mengaku memiliki facebook dan twitter. Ia juga mengatakan bahwa seluruh anggota legislative harus
turun ke desa untuk menyerap aspirasi masyarakat dengan menggunakan dana aspirasi. Dengan dana aspirasi desa itu diharapkan masyarakat desa dapat membangun
desa sesuai dengan kebutuhan desa. “Karena setiap desa memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Bisa untuk irigasi, jembatan atau untuk jalan,”sebutnya. Selain itu, pada
kesempatan yang sama Ical juga menegaskan agar seluruh kader Golkar di Sumatera
Universitas Sumatera Utara
Utara, khususnya Medan mengerahkan segala kekuatan untuk memenangkan Calon Walikota medan Rahudman Harahap. “Orang melihat Sumatera Utara dari Medan.
Kita harus menggunakan seluruh power untuk memenangkan Rahudman. Jangan sampai ada kader Golkar mendukung calon lain. Seluruh kader Golkar wajib
memenangkan Rahudman,”kata Ical lagi. Pembahasan
4.2.1.4.1. Unsur Representasi
Teks kalimat diatas merepresentasikan sosok Ketua DPP Partai Golkar Abu Rizal Bakrie atau yang dikenal Ical bicara soal pemilih pemula dan dukungan terhadap
pasangan Rahudman-Eldin dalam Pilkada Langsung Medan 2010. Hal itu disampaikan Ical saat Evaluasi Pilkada dan Pembukaan Diklat dan Out Waard Bound
DPD Golkar Sumut di hotel Polonia Medan. Dalam teks berita, wacana yang dikembangkan adalah tentang bagaimana Golkar dapat mendekati para pemilih
pemula yang terdiri dari kalangan anak muda.Trik yang harus dilakukan juga dijelaskan, salah satunya dengan penggunaan situs jejaring sosial yang saat ini
digandrungi kaum muda. Tujuannya agar pada pemilu 2014 nanti, Golkar dapat meraup suara hingga 30 persen secara nasional. Teks berita tersebut secara tidak
langsung ingin menyampaikan bahwa Golkar menyadari pentingnya konsern terhadap pemilih pemula yang dalam pemilu selama ini selalu menjadi rebutan partai-partai
politik. Pemilih pemula adalah floating mass yang merupakan asset kemajuan partai di masa yang akan datang. Berhasil menarik simpati pemilih pemula berarti investasi
yang besar untuk dukungan partai pada masa-masa mendatang. Sehingga Golkar tidak dikenal sebagai partai orangtua. Pesan tersirat juga disampaikan Golkar bahwa
masyarakat pedesaan harus mendapat prioritas, salah satunya dengan mewujudkan dana aspirasi yang sempat menjadi masalah nasional. Bagi Golkar, dana aspirasi
Universitas Sumatera Utara
penting bukan untuk legislator melainkan diperuntukkan bagi pembangunan di pedesaan sesuai kebutuhan masyarakat.
Sedangkan dukungan Golkar terhadap Rahudman, dijelaskan pada bagian akhir-akhir teks berita yang menjelaskan bahwa Golkar harus solid untuk
mengerahkan kemampuan memanangkan Rahudman-Eldin pada pilkada Medan. Sebab kemenangan Rahudman akan menjadi indikator untuk kepentingan partai
Golkar pada masa-masa yang akan datang. Hal itu menunjukkan, bahwa bagi Golkar, upaya memenangkan Rahudman adalah bagian kecil dari pekerjaan besar partai untuk
menghadapi Pemilu 2014. Proses representasi terkait dukungan itu dapat dilihat dalam anak kalimat yang menggunaan kota kata mengerahkan, memenangkan untuk
memberikan gambaran tentang dukungan dan keseriusan Partai Golkar mengusung pasangan Rahudman-Eldin. Pada tingkat tata bahasa grammar, dukungan yang
diberikan dapat dikategorikan dalam bentuk tindakan yang menggambarkan Ketua DPP Golkar memberikan dukungan kepada Rahudman-Eldin dan secara tegas
memberikan instruksi kepada kader Golkar untuk mengerahkan segala kekuatan untuk menang dalam Pilkada Medan. Sedangkan gagasan yang disampaikan dalam teks
berita dapat diketahui melalui representasi dalam kombinasi anak kalimat yang membentuk pengertian lokal koherensi. Proses terbentuknya koherensi dalam
kombinasi anak kalimat terjadi melalui bentuk elaborasi, mempertinggi. Seperti penggunaan kata dengan pada kalimat ‘Dengan dana aspirasi itu…’ pada paragraph
ke-10 yang artinya menguraikan atau merinci anak kalimat sebelumnya. Sedangkan bentuk mempertinggi dapat dilihat dengan pemakaian kata karena pada kalimat
‘Karena, menurut Ical, kemenangan Rahudman…’ yang menggambarkan bahwa anak kalimat yang satu posisinya lebih besar dari anak kalimat yang lain. Selain itu, dalam
Universitas Sumatera Utara
representasi dalam rangkaian antarkalimat terlihat bahwa partisipan dalam teks berita yakni Ketua DPP Partai Golkar Abu Rizal Bakrie ditampilkan secara mandiri. Hal itu
dapat dikaji dengan teks berita yang hampir secara keseluruhan memuat penyataan Ical dalam acara Evaluasi Pilkada dan Pembukaan Diklat dan Outwaard Bound di
Hotel Polonia. Padahal banyak partisipan yang terlibat dalam acara itu, namun hanya statemen Ical yang menjadi latarbelakang dan isi berita.
4.2.1.4.2. Unsur Relasi
Sementara itu, pada teks berita dapat dilihat bahwa hanya ada dua pihak yang terlibat langsung dalam teks berita dan memberikan pendapatnya. Ical selaku Ketua
DPP Partai Golkar dan Syamsul Arifin selaku Ketua DPD I Golkar Sumut yang menegaskan adanya keputusan Golkar secara institusi untuk mendukung Rahudman-
Eldin. Sedangkan pengurus atau kader yang hadir dalam acara sama sekali tidak mendapat tempat untuk menyampaikan ide dan gagasannya terkait wacana yang
disampaikan. Termasuk Rahudman-Eldin yang mendapat dukungan dari partai Golkar juga tidak memberikan komentar atau pendapat apapun juga. Hal itu memperlihatkan
bahwa persoalan dukungan partai Golkar terhadap pasangan Rahudman-Eldin hanya dilihat dari sisi hubungannya dengan DPP Partai Golkar yakni Abu Rizal Bakrie
selaku Ketua Umum. Seharusnya, media merupakan sebagai arena sosial yang memberikan ruang dan kesempatan untuk semua pihak yang terlibat dalam teks
memberikan tanggapan, ide dan gagasan. Namun, realitas yang dikonstruksi hanya menonjolkan sosok Ical sebagai partisipan yang dominan.
4.2.1.4.3. Unsur Identitas
Universitas Sumatera Utara
Hal yang menarik adalah ketika wartawan melakukan konstruksi realitas dalam bentuk teks, terlihat bahwa wartawan memposisikan dirinya sebagai bagian dari
partisipan berita dan tidak mandiri. Sebaliknya partisipan berita yakni Ical ditampilkan mandiri. Hal itu dapat dilihat dengan diakomodirnya semua pernyataan Ical dalam
teks. Mulai dari persoalan secara nasional yakni kesiapan Golkar menghadapi Pemilu 2014 hingga masalah dukungan terhadap pasangan Rahudman-Eldin. Disisi lain,
khalayak juga ditampilan dalam posisi yang mandiri dan bukan menjadi bagian dari partisipan berita.
4.2.1.5. Teks Berita 5
Edisi Judul
Selasa, 15 Juni 2010
Prajaniti Siap Sukseskan Pilkada Medan Putaran II Dukung Pasangan Rahudman-Eldin
Ringkasan Berita Prajaniti Hindu Indonesia siap mengawal dan mensukseskan Pilkada Kota Medan
putaran II agar berjalan lancar, damai dan tertib. Hal itu disampaikan Ketua DPD Prajaniti Hindu Indonesia Sumut Djendi Kumar didampingi Sekretaris Ir Subenthiren
kepada Analisa di kantornya, Senin 146. Pada putaran II Pilkada Medan 2010, Prajaniti merupakan organisasi yang mendukung pasangan calon Walikota dan Wakil
Walikota Medan Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin karena sudah pernah berbuat dan teruji. “Kami mengimbau kepada seluruh keluarga besar Prajaniti Hindu Indonesia
baik pengurus maupun anggota agar datang ke TPS dan mencoblos nomor 6,”tukasnya. Menurut Djendi yang juga kader Partai Demokrat menegaskan dukungan
itu murni tanpa iming-iming atau janji salah satu kandidat. “Kita berharap calon Walikota yang memimpin Medan tokoh sudah teruji kepemimpinannya. Hal ini telah
ditunjukkan Rahudman dimana baru 5 bulan memimpin Medan selaku Pj Walikota sudah membuat berbagai gebrakan yang menguntungkan masyarakat,”tukasnya.
Pembahasan
4.2.1.5.1. Unsur Representasi
Teks berita di atas menjelaskan adanya kelompok masyarakat yakni Prajaniti Hindu Indonesia Sumut memberikan dukungan terhadap pasangan Rahudman-Eldin
yang disampaikan Djendi Kumar dan Ir Subhentiren sebagai Ketua dan Sekretaris. Sedangkan wacana yang dikemukakan dalam teks berita di atas mengenai kiprah dan
Universitas Sumatera Utara
rekam jejak Rahudman yang dianggap sukses menjadi Pejabat Walikota Medan selama 5 bulan. Secara eksplisit berita disebut dapat diartikan sebagai arahan atau
petunjuk bagi seluruh umat Hindu di Kota Medan untuk memberikan suaranya kepada pasangan Rahudman-Eldin. Meskipun tidak ada data yang jelas dalam berita, tentang
seberapa banyak umat Hindu yang ada di Medan dan tergabung dalam organisasi Prajaniti. Dukungan yang diberikan Prajaniti kepada Rahudman-Eldin juga menjadi
bias karena Djendi Kumar ternyata merupakan kader partai Demokrat yang secara institusi memang mendukung Rahudman-Eldin. Hal itu dijelaskan di paragraph
terkahir dalam teks kalimat ‘…dikatakan Djendi yang juga kader partai Demokrat…’. Hal itu menimbulkan pertanyaan, apakah dukungan yang diberikan Prajaniti
merupakan dampak ikutan dari keputusan Partai Demokrat, atau sebaliknya. Dari sisi tata bahasa, dukungan yang diberikan Prajaniti dapat dikategorikan dalam bentuk
tindakan yang artinya Prajaniti melakukan sesuatu untuk pasangan nomor urut 6. Wacana yang dikembangkan tentang calon yang sudah pernah berbuat dan
teruji secara tersirat juga menutup kemungkinan dan peluang untuk pesaing Rahudman-Eldin yakni Sofyan Tan-Nelly karena bukan merupakan birokrat dan
belum pernah memimpin kota Medan. Dalam proses demokrasi, idealnya siapapun memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk memilih dan dipilih. Disisi lain,
birokrat atau tidak dan pernah memimpin atau tidak tentunya juga bukanlah sebuah jaminan sebagai indikator berhasil atau tidaknya memimpin kota Medan.
Menanamkan persepsi seperti itu ditengah-tengah masyarakat tidak saja mengecilkan arti demokrasi tetapi juga dapat diartikan sebagai tindakan memonopoli kekuasaan
untuk kelompok orang tertentu saja. Hal itu bertentangan dan prinsip demokrasi yang menegaskan persamaan hak dan kedudukan setiap orang dalam berpolitik.
Universitas Sumatera Utara
Proses penyampaian gagasan dalam teks kalimat juga dapat dilihat dalam representasi dalam kombinasi anak kalimat yang membentuk pengertian lokal
koherensi. Koherensi yang terbentuk dapat dilihat dalam bentuk eloborasi atau penjelasan dengan pemakaian kata lebih lanjut pada kalimat ‘Lebih lanjut
diutarakannya…’ yang artinya menjelaskan atau menguraikan anak kalimat kalimat sebelumnya. Sedangkan dalam representasi rangkaian antarkalimat yang ditampilkan
adalah gagasan dan dukungan Prajaniti kepada pasangan Rahudman-Eldin bersifat mandiri dan bukan merupakan reaksi dalam teks berita. Hanya saja, dalam teks berita
kelompok Prajaniti yang direpresentasikan oleh Djendi Kumar selaku Ketua tampil dominan dan menonjol tanpa melibatkan pihak lain yang terlibat dalam teks berita.
4.2.1.5.2. Unsur Relasi
Unsur relasi dalam teks berita dapat dicermati dengan melihat partisipan yang terlibat dalam teks berita. Djendi Kumar dan Ir Subhentiren selaku Ketua dan
Sekretaris Prajaniti yang memberikan keterangan kepada wartawan dan pasangan Rahudman-Eldin sebagai calon yang mendapat dukungan umat Hindu pada putaran
kedua Pilkada Medan. Dalam teks berita hanya memunculkan satu partisipan saja, yakni Djendi Kumar selaku Ketua. Sedangkan Rahudman-Eldin sama sekali tidak
memberikan komentar apapun juga. Hal itu mengisyaratkan seolah-oleh dukungan itu diberikan secara spontan atas dasar keinginan umat Hindu yang tergabung dalam
Prajaniti. Apalagi, hal itu dipertegas dengan kalimat ‘…dukungan itu murni tanpa ada iming-iming atau janji…’. Padahal dalam politik apalagi menjelang Pilkada tidak ada
hal yang kebetulan karena semua pasti ada yang melatarbelakangi kenapa dukungan itu jatuh kepada Rahudman-Eldin, kenapa tidak untuk pasangan Sofyan TanNelly?.
Disisi lain, meski melibatkan atau mengatasnamakan kelompok masyarakat Hindu,
Universitas Sumatera Utara
ternyata tak satupun masyarakat Hindu yang ikut memberikan komentar tentang sosok pasangan yang didukung. Idealnya, semua pihak dan partisipan yang terlibat dalam
teks berita diberikan kesempatan yang sama menyampaikan ide dan gagasannya. Tetapi, dalam melakukan kontruksi atas realitas dalam bentuk teks, hanya memuat ide
dan pendapat dari Ketua Prajaniti. Hal itu memperlihatkan bahwa persoalan dukungan hanya dilihat hubungannya dari persepsi dan cara pandang Prajaniti yang disampaikan
Djendi Kumar selaku Ketua. Sedangkan pengurus atau pun anggota Prajaniti tidak mendapat peluang untuk memberikan ide dan gagasan. Begitu juga dengan
Rahudman-Eldin yang didukung tidak mendapat peluang dalam teks berita untuk meyampaikan pendapatnya. Pada saat yang sama khalayak media ditempatkan pada
posisi pasif dan hanya menerima apa yang disampaikan Ketua Prajaniti.
4.2.1.5.3. Unsur Identitas
Melalui analisa teks berita di atas juga dapat dilihat bahwa wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari partisipan dan tidak mandiri. Sebab,
wacana dukungan yang dikembangkan dalam teks berita hanya memuat pernyataan dari Ketua Prajaniti. Sebaliknya, partisipan dalam teks Prajaniti dikonstruksikan
dalam teks sebagai partisipan yang mandiri, sedangkan khalayak media diidentifikasikan sebagai bagian dari kelompok partisipan Prajaniti.
4.2.1.6. Teks Berita 6
Edisi Judul
Rabu, 16 Juni 2012 Pendukung Pasangan No 10 “Menyemut” di Lapangan Merdeka
Sofyan Tan Nyatakan Komitmen Siap Digantung dan Sediakan peti Mati Jika Korupsi
Ringkasan Berita Calon Walikota Medan dr Sofyan Tan menegaskan komitmen tidak akan pernah
melakukan korupsi jika terpilih menjadi Walikota Medan. “Saya katakan, Saya siap digantung dan saya juga siapkan satu peti mati untuk diri saya kalau memang
melakukan korupsi yang menyengsarakan rakyat kota Medan,”kata Sofyan Tan sembari berdiri di bawah tiang gantungan yang disiapkan pada kampanye akbar
putaran II di Lapangan Merdeka Medan, Selasa 136. Dikatakan Sofyan Tan, meski
Universitas Sumatera Utara
hukuman gantung tidak ada di Indonesia, tapi ini merupakan komitmen seorang pemimpin yang berbuat salah dan berani bertanggungjawab. Ia juga menegaskan ingin
melakukan peubahan karena masih ada 359 ribu warga Medan yang hidup dibawah garis kemiskinan, sulit memperoleh minyak tanah, infrastruktur jalan berlubang, banjir
terjadi dimana-mana dan penyelewengan. Untuk itu Sofyan Tan-Nelly berjanji akan melakukan perubahan dengan melakukan reformasi birokrasi. Salah satunya dengan
cara pelayanan satu atap untuk pengurusan izin membuka usaha. Selain itu juga pelayanan satu atap terhadap izin-izin dan memberikan pelayanan surat KKKTP
dengan pelayanan mobil keliling seperti yang dilakukan polisi ketika mengurus SIM. Ia juga mengatakan tidak perlu membayar upeti untuk menempati jabatan tertentu di
Pemko Medan. “Kalau saya menerima suap, atau menerima upeti saya siap dipecat. Kita tahu masih banyak PNS yang baik dan berkualitas, tapi karena mereka harus
membayar, maka yang mampu menyogok itu yang menduduki jabatan. Kita tidak butuh hal-hal seperti itu,”katanya. Sofyan Tan juga menjelaskan, meski berasal dari
suku Tionghoa tapi ia tumbuh dan besar sebagai orang Indonesia. Sebab itu, ia tidak akan membangun kota Medan dengan bersekat-sekat. Pada saat yang sama, Juru
Kampanye Nasional Jurkamnas Maruar Sirait mengatakan isu soal korupsi sangat penting. Ia sendiri mengaku percaya bahwa Sofyan Tan-Nelly siap digantung saat
melihat langsung tiang gantungan sebagai simbol mereka melawan korupsi. Dikatakan Maruar, banyak calon hanya baik-baik kepada rakyat sebelum terpilih dan berbohong
ketika terpilih. Pemimpin sebelum terpilih anti korupsi dan ketika meimpin korupsi. Pada acara kampanye itu, Sekjen DPP Partai Damai sejahtera PDS Sahat Sinaga dan
ketua DPC PDIP Medan, Jhon Hendri Hutagalung serta Anton Medan bersama sejumlah ulama juga menyampaikan orasi yang intinya mengajak masyarakat
menggunakan hak pilihnya 19 Juni 2010 dengan memilih pasangan no 10, Sofyan Tan-Nelly.
Pembahasan
4.2.1.6.1. Unsur Representasi
Kampanye yang bersifat akbar, meriah dengan kehadiran petinggi-petinggi partai, disemarakkan dengan artis Ibukota dan dilaksanakan di Lapangan Merdeka
yang menjadi simbol kota Medan. Itulah reprsentasi yang muncul dari teks dan judul berita di atas. Apalagi digambarkan, kampanye akbar itu membuat beberapa ruas jalan
di sekitar lapangan Merdeka menjadi macet total. Meskipun macet total ternyata bisa cepat diatasi petugas Satlantas Poltabes MS. Bagaimana petugas bisa mengatasinya
dengan cepat, dari kondisi lalulintas macet total tak dijelaskan dalam berita. Seakan- akan semuanya bisa terjadi dengan serba cepat dan sekejap mata. Banyaknya massa
yang hadir itu digambarkan dengan penggunaan kata, menyemut sebagai bentuk
Universitas Sumatera Utara
perumpamaan atau pengganti kata untuk jumlah massa yang sangat banyak dan tidak terhitung lagi, idealnya media dapat menyampaikan prediksi jumlah massa
berdasarkan asumsi daya tampung lapangan merdeka. Sedangkan wacana yang muncul dalam teks berita di atas menampilkan sosok
Sofyan Tan sebagai calon Walikota Medan 2010-2015 dan komitmennya terhadap persoalan korupsi yang ditegaskan pemakaian kata-kata sediakan peti mati dan siap
digantung jika melakukan korupsi. Penggunaan kata tersebut dapat diartikan sebagai metafora karena Indonesia tidak mengenal hukum gantung. Buat khalayak umum, hal
itu dapat dikategorikan sebagai bentuk hegemoni dalam bahasa karena Indonesia tidak mengenal hukum gantung. Tidak cukup dengan ucapan, kampanye akbar itu
ternyata juga membawa tiang gantungan yang dapat diartikan sebuah simbol perlawanan terhadap korupsi sekaligus komitmen untuk pemberantasan korupsi.
Lebih luas dari persoalan korupsi, Sofyan Tan juga menyampaikan visi dan misinya untuk perubahan karena masih ada 350 ribu warga di Medan yang hidup di
garis kemiskinan yang sulit memperoleh minyak tanah, kondisi jalan yang berlubang, banjir yang selalu terjadi dan penyelewengan. Perubahan yang dimaksud Sofyan Tan
adalah masyarakat tidak perlu lagi bayar ketika berobat dan tidak perlu mengurus surat miskin, mepercepat proses pengurusan izin usaha dengan mencabut retribusi dan
izin yang tidak perlu. Hal itu perlu agar dunia usaha berkembang dan penganggguran terserap sebagai tenaga kerja. Tetapi bagaimana melakukan itu semua, retribusi mana
yang bakal dicabut atau izin usaha apa yang selama ini tidak perlu tak ada disebutkan dalam berita. Hal itu membuat apa yang disampaikan Sofyan Tan dalam kampanye tak
lebih dari janji kosong karena masyarakat tetap saja tidak tahu. Dalam teks juga disinggung persoalan promosi jabatan tidak perlu membayar jika Sofyan Tan terpilih
Universitas Sumatera Utara
menjadi Walikota Medan. Pernyataan itu sama artinya bahwa promosi jabatan yang selama ini berlangsung di Pemko Medan dilakukan dengan praktik suap atau
membayar upeti. Teks tersebut merupakan sindiran halus kepada para pejabat atau pemimpin kota Medan yang melakukan praktik jual beli jabatan di instansi
pemerintahan. Dari sisi tata bahasa, komitmen yang disampaikan Sofyan Tan dapat
dikategorikan dalam bentuk proses tindakan yaitu menggambarkan bagaimana Sofyan Tan melakukan sesuatu tindakan. Hal itu terlihat pada pada kalimat ‘…siapkan satu
peti mati untuk diri saya…’ pada paragraph pertama. Sedangkan apa yang menjadi gagasan yang disampaikan dapat dilihat pada representasi dalam kombinasi anak
kalimat yang membentuk koherensi. Proses koherensi itu terbentuk melalui elaborasi dalam kombinasi anak kalimat dengan pemakaian kata untuk itu pada kalimat ‘Untuk
itu Sofyan Tan-Nelly menjanjikan perubahan…’ yang artinya menjelaskan atau menguraikan anak kalimat sebelumnya. Bentuk perpanjangan dalam kombinasi anak
kalimat juga tampak dengan penggunaan kata selain itu dalam kalimat ‘selain itu dia akan memperbaiki ekonomi rakyat…’ yang membentuk pengertian bahwa kalimat
yang satu merupakan kelanjutan atau penambahan dari anak kalimat sebelumnya. Sedangkan representasi dalam rangkaian antarkalimat memperlihatkan bahwa sosok
Sofyan Tan sebagai salah satu partisipan dalam teks terlihat menonjol dalam teks berita dan merupakan partisipan yang mandiri.
4.2.1.6.2. Unsur Relasi
Relasi yang terbangun dalam teks dapat dilihat melalui pihak yang terlibat dalam teks, yakni Juru Kampanye Nasional PDIP, Maruar Sirait, Sekjend DPP PDS
Sahat Sinaga, Ketua DPC PDIP Medan, Jhon Hendri Hutagalung, Anton Medan
Universitas Sumatera Utara
sebagai tokoh ulama dan artis Ibukota, Edo Kondolangit hanya memberikan reaksi dalam teks berita terkait apa yang disampaikan Sofyan dan dukungan terhadap Sofyan
Tan. Keseluruhan partisipan terlihat saling mendukung dan sejalan tentang apa yang menjadi wacana dalam teks berita. Hanya saja, tampak bahwa sosok Sofyan Tan
selaku partisipan publik terlihat menonjol dan dominan dan menonjol. Persoalan komitmen dan perubahan kota medan hanya dilihat dalam hubunganya melalui cara
pandang Sofyan Tan. Harusnya media memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam teks berita untuk memberikan ide dan gagasannya.
Termasuk pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam gagasan yang disampaikan Sofyan Tan, seperti Pemko Medan dan masyarakat yang menjadi bagian wacana teks
berita.
4.2.1.6.3. Unsur Identitas
Sementara itu, wartawan ketika mengkonstruksi realitas yang ada memposisikan dirinya sebagai bagian dari khalayak yang menginginkan banyak
perubahan. Dari mulai urusan pelayanan publik seperti pengurusan KTPKK hingga masalah pengurusan izin-izin usaha yang selama ini menjadi keluhan warga.
Sedangkan sosok Sofyan Tan ditampilkan sebagai partisipan yang mandiri. Lain halnya dengan partisipan publik, Marurar Sirait, Sekjen DPP PDS Sahat Sinaga dan
Ketua DPC PDIP Medan Hendri Hutagalung diidentifikasikan sebagai bagian dari Sofyan Tan karena memberikan reaksi dalam teks berita yang intinya untuk
mendukung Sofyan Tan-Nelly pada putaran II Pilkada Medan. Dan khalayak ditempatkan pada posisi partisipan sebagai pihak yang menginginkan perubahan dan
pemberantasan kesewenang-wenangan dan ketidakadilan yang terjadi selama ini.
4.2.2. Analisis Level Teks Berita di Harian Sumut Pos