difahami sebagai arena pertarungan sosial. Hasilnya kelompok yang menang akan menjadi dominan dalam memberikan defenisi, pemahaman dan penafsiran dalam
memaknakan suatu realitas. Media memegang peranan penting sebagai alat untuk menyampaikan kepada khalayak bagaimana suatu realitas difahami dan dimaknai.
Sedangkan politik penandaan yakni bagaimana praktik sosial dalam membentuk, mengontrol dan menentukan makna. Menurut Hall media menandakan sebuah realitas
realitas dengan pandangan tertentu tidak lepas dari unsur ideologi. Akibat dari ideologi dalam media itu membuat realitas hasil konstruksi yang diterima khalayak
tampak natural, wajar dan nyata.
2.3. Ideologi dan Hegemoni
Salah satu sumbangan konsep tentang ideologi disampaikan Althusser atau dikenal juga dengan ideology strukturalis. Ideologi berdasarkan konsep Althusser
adalah dialektika yang dikarakteristikan dengan kekuasaan yang tidak seimbang atau dominasi. Althusser melihat bahwa ideologi adalah sebuah praktik daripada gagasan
atau ide. Althusser mengatakan ada dua dimensi hakiki negara, yaitu; 1 Represif represif state aparatusRSA dan; 2 Ideologi ideological state aparatusISA. RSA
masuk dengan jalan memaksa sedangkan ISA masuk dengan jalan mempengaruhi
23
23
Eriyanto op.cit. hal 98
. Namun yang perlu difahami bahwa RSA dan ISA memiliki tujuan yang sama yaitu
melanggengkan kekuasaan. RSA dilakukan dengan menggunakan kekerasan melalui penggunaan kekuatan militer dan polisi yang bersifat represif sedangkan ISA berperan
menciptakan kondisi untuk melegitimasi sebuah ideologi dengan memanfaatkan sekolah, gereja, dan media agar dapat diterima masyarakat sebagai sesuatu yang
benar, absah dan wajar. Dalam konteks ISA, media merupakan salah satu alat yang
Universitas Sumatera Utara
efektif untuk digunakan bagaimana kekuasaan yang dominan mempengaruhi kelompok yang tidak dominan. Hal penting dari teori ideologi dari pemikiran
Althusser adalah subjek dan ideologi. Althusser berpendapat bahwa ideologi adalah hasil rumusan individu-individu yang dalam pemberlakuannya tidak hanya menuntut
individu yang bersangkutan melainkan juga membutuhkan subjek. Ideologi membutuhkan subjek dan juga menciptakan subjek, usaha inilah yang dinamakan
interpelasi. Setelah subjek tercipta maka akan diarahkan untuk kepentingan penciptanya individu atau kelompok yang menciptakan ideologi. Atau merujuk
kepada kepada faham Marxis strukturalis yang dianut Althusser maka kehidupan manusia sebagai subjek sama artinya dengan subjek bagi struktur kelas yang dominan.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa ideologi pada hakikatnya adalah alat untuk menciptakan manusia sesuai dengan dengan kepentingan negara yang identik dengan
alat intervensi bagi perjuangan kelas. Konsep interpelasi adalah konsep penting dalam dunia komunikasi. Semua
tindakan komunikasi menurut Jhon Fiske pada dasarnya adalah menyapa seseorang, dan dalam penyapaanpenyebutan itu selalu terkandung usaha menempatkan
seseorang dalam posisi dan hubungan sosial tertentu
24
24
Ibid. hal 100.
. Hal yang sama juga terjadi dengan isi media yang berisi tentang interpelasi. Teks berita selalu menyapa seseorang
ketika membaca teks berita tersebut. Sebab teks media bukan ditujukan untuk dirinya melainkan ditujukan untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Sebagaimana yang
dikatakan Fiske, berita dan proses komunikasi secara keseluruhan pada dasarnya adalah praktik dan proses sosial dan hampir selalu ideologi; interpelasi adalah bagian
penting dari praktik ideologi itu.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang menarik adalah bagaimana ideologi dapat diterima sebagai sesuatu yang seakan-akan benar adanya. Jika Althusser berbicara tentang ideologi dan
bagaimana kelompok yang dominan mengontrol kelompok yang tidak dominan, maka ahli filsafat politik asal Itali yakni Antonio Gramsci membangun teori yang dikenal
dengan hegemoni hegemony. Menjelang kejatuhan orde baru, kata hegemoni sempat akrab dan menjadi cap bagi rezim orde baru yang berkuasa. Hegemoni diidentikkan
dengan praktik pembodohan dan penindasan yang dilakukan penguasa kepada rakyat. Istilah hegemoni awalnya berasal dari bahasa Yunani yaitu hegeishtai artinya
memimpin, kepemimpinan, atau kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang lain. Antonio Gramsci berpendapat bahwa kekuatan dan dominasi kapitalis tidak hanya
melalui dimensi material dari sarana ekonomi dan relasi produksi tetapi juga melalui kekuatan force hegemoni
25
25
Ibid. hal 103
. Mirip seperti konsep pemikiran Althusser RSA dan ISA, jika yang pertama dengan cara memaksa maka hegemoni meliputi perluasan dan
pelestarian kepatuhan aktif secara sukarela dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas penguasa lewat kepemimpinan intelektual, moral dan politik.
Caranya dengan menguasai basis-basis pikiran, kemampuan kritis, dan kemampuan- kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang menggiring kesadaran
masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam pola kerangka yang ditentukan lewat birokrasi atau penguasa masyarakat dominan. Di sini terlihat adanya usaha
untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang berkuasa. Artinya, dengan menggunakan ideologi, masyarakat kelas dominan dapat merekayasa
kesadaran masyarakat kelas bawah tanpa disadari sehingga rela dan mendukung kekuasaan kelas dominan. Gramsci membangun suatu teori yang menekankan
Universitas Sumatera Utara
bagaimana penerimaan kelompok yang didominasi terhadap kelompok yang dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindakan dan kekerasan yang
disebut dengan hegemoni. Hegemoni dapat berjalan melalui dua saluran, yakni ideologi dan budaya. Dalam prosesnya, hegemoni terjadi tanpa adanya paksaan dan
terlihat sebagai sesuatu yang wajar. Kekuatan hegemoni terletak bagaimana kelompok dominan mampu menciptakan dan menyebarkan cara pandang tertentu yang dominan
terhadap kelompok yang didominasi. Selanjutnya, tanpa disadari dan seakan menjadi sebuah kebenaran, cara pandang itu dianut sehingga cara pandang lain menjadi salah.
Dari sisi itulah media menjadi alat bagaimana cara pandang yang diciptakan kelompok dominan disebarluaskan sebagai nilai-nilai yang dianggap benar sehingga nilai-nilai
diluar dari itu menjadi salah. Tujuannya tetap satu yakni melestarikan kekuasaan elit atau kelompok penguasa
26
. Dalam proses produksi berita, menurut Stuart Hall proses hegemoni itu sendiri bahkan menjadi rituil yang sering kali tidak disadari oleh
wartawan
27
. Maksudnya, tanpa disadari kecendrungan wartawan atau media memberikan porsi yang lebih besar kepada kelompok penguasaha ketimbang buruh
ketika ada peristiwa unjukrasa itu merupakan bentuk-bentuk hegemoni yang dilakukan media dalam memproduksi berita. Contoh lainnya adalah bagaimana Harian Kompas,
Republik, Terbit dan Pos Kota yang dalam pemberitaan mengenai rencana referendum Aceh tahun 1999 lalu yang masih sangat elitis
28
26
Pada era orde baru eksistensi media sangat dipengaruhi penguasa untuk tujuan menghegemoni dan mengapolitisasi warga. Media menjadi perpanjangan tangan penguasa, bahasa politik bermakna ganda
untuk tujuan penghalusan maupun kepentingan memperdaya warga negara. Uraian lengkap lihat Siti Aminah dalam jurnal Politik Media, Demokrasi dan Media Politik, Dapat diakses
http:journal.unair.ac.idfilerPDFPOLITIK20MEDIA,2020DEMOKRASI.pdf
. Salah satu strategi kunci hegemoni
27
Eriyanto op. cit. 105
28
Hasil analisis isi terkait berita tentang rencana referendum Aceh, keempat media masih terjebak pada pola pemberitaan pers Orde Baru yang elitis-birokratis. Hal itu terlihat ketimpangan sumber berita dari
masyarakat Aceh hanya 13 persen sedangkan unsur elit negara 51 persen. Agus Sudibyo op.cit hal 27- 30.
Universitas Sumatera Utara
adalah melalui nalar awam common sense. Ketika kelompok dominan mampu menciptakan sebuah gagasan atau ide menjadi sebuah common sense yang tentunya
diterima secara umum maka pada dasarnya hegemoni sudah terjadi. Proses penciptaan common sense itulah yang selama ini berhubungan dengan praktik jurnalistik.
Misalnya, bagaimana wartawan lebih senang memberitakan aksi buruh yang anarkis daripada aksi yang damai atas dasar kaidah jurnalistik yang disebut dengan nilai berita
atau layak berita. Secara terus menerus dan tanpa disadari kondisi itu bakal menggiring anggapan khalayak bahwa demonstrasi identik dengan kekerasan,
kerusuhan dan tindakan anarkis.
2.4. Paradigma Kritis dalam Analisis Wacana Kritis