Analisis Level Teks Berita di Harian Sumut Pos

sebagai tokoh ulama dan artis Ibukota, Edo Kondolangit hanya memberikan reaksi dalam teks berita terkait apa yang disampaikan Sofyan dan dukungan terhadap Sofyan Tan. Keseluruhan partisipan terlihat saling mendukung dan sejalan tentang apa yang menjadi wacana dalam teks berita. Hanya saja, tampak bahwa sosok Sofyan Tan selaku partisipan publik terlihat menonjol dan dominan dan menonjol. Persoalan komitmen dan perubahan kota medan hanya dilihat dalam hubunganya melalui cara pandang Sofyan Tan. Harusnya media memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam teks berita untuk memberikan ide dan gagasannya. Termasuk pihak yang secara tidak langsung terlibat dalam gagasan yang disampaikan Sofyan Tan, seperti Pemko Medan dan masyarakat yang menjadi bagian wacana teks berita.

4.2.1.6.3. Unsur Identitas

Sementara itu, wartawan ketika mengkonstruksi realitas yang ada memposisikan dirinya sebagai bagian dari khalayak yang menginginkan banyak perubahan. Dari mulai urusan pelayanan publik seperti pengurusan KTPKK hingga masalah pengurusan izin-izin usaha yang selama ini menjadi keluhan warga. Sedangkan sosok Sofyan Tan ditampilkan sebagai partisipan yang mandiri. Lain halnya dengan partisipan publik, Marurar Sirait, Sekjen DPP PDS Sahat Sinaga dan Ketua DPC PDIP Medan Hendri Hutagalung diidentifikasikan sebagai bagian dari Sofyan Tan karena memberikan reaksi dalam teks berita yang intinya untuk mendukung Sofyan Tan-Nelly pada putaran II Pilkada Medan. Dan khalayak ditempatkan pada posisi partisipan sebagai pihak yang menginginkan perubahan dan pemberantasan kesewenang-wenangan dan ketidakadilan yang terjadi selama ini.

4.2.2. Analisis Level Teks Berita di Harian Sumut Pos

Universitas Sumatera Utara

4.2.2.1. Teks Berita 1

Edisi Judul Senin 14 Juni 2010 Simpul Maulana Pohan Merapat ke Sofyan Tan Ringkasan berita Seluruh simpul tim pemenangan Maulana Pohan akhirnya mendukung pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti Lubis pada putaran II Pilkada Medan. Koordinator tim Basis Pendukung Maulana Pohan dalam silaturami dan konsolidasi dengan pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayatni Lubis mengatakan kota Medan membutuhkan pemimpin yang bisa membawa perubahan, terutama yang bisa melindngi warganya yang bergerak disektor UKM untuk menghadapi tantangan global. “Kami butuh perubahan dan perbaikan untuk menjawab tantangan global. Kami tidak butuh walikota yang berfikiran sempit dan hanya pintar korek parit dan bermimpi mendapat adipura padahal gak bisa,”ujar Muazzul. Dihadapan ratusan relawan, Muazzul berjanji akan mengerahkan seluruh relawan untuk menjadikan Sofyan tan-Nelly Armayanti sebagai Walikota dan Wakil Walikota Medan. Selain itu, 3800 saksi yang sudah ada siap untuk menjaga suara baik di TPS maupun di luar TPS. Calon Walikota Medan, Sofyan Tan mengatakan bahwa dirinya mendapatkan balasan serupa dari Maulana Pohan karena saat pilkada tahun 2005 lalu ia juga turut mendukung pasangan Maulana dan Sigit Pramono. Dan sekarang pada putaran II Maulana Pohan melakukan hal serupa dengan memberikan dukungan kepadanya. Pembahasan

4.2.2.1.1. Unsur Representasi

Teks berita di atas menjelaskan adanya dukungan yang diberikan kepada Sofyan Tan dari Tim Basis Pendukung Maulana Pohan yang dikoordinir Muazzul SH MHum. Dukungan itu diberikan pasca putaran pertama yang menyisihkan Maulana dan hanya menghasilkan dua pasangan yakni Sofyan Tan-Nelly dan Rahudman-Eldin. Pada tingkat kosakata, penggunaan kata ‘seluruh simpul..merapatkan barisan’ merupakan bentuk penegasan untuk menggambarkan dukungan terhadap pasangan Sofyan Tan-Nelly. Kalimat tersebut merupakan pesan yang eksplisit sekaligus instruksi kepada seluruh kelompok atau sebelumnya memberikan dukungan kepada Calon Walikota Medan Maulana Pohan agar mengalihkan dukungannya kepada pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti. Tidak sebatas statemen, dukungan itu juga Universitas Sumatera Utara ditegaskan Muazzul dengan kesiapannya mengerahkan 3.800 saksi untuk diberdayakan saat pemungutan suara di TPS dan luar TPS. Dalam berita juga dijelaskan bahwa pengalihan dukungan itu merupakan komitmen awal yang dibangun antara Sofyan Tan dan Maulana untuk saling memberikan dukungan jika salah satunya maju pada putaran kedua. Disisi lain, bagi Sofyan Tan dukungan yang diberikan Tim Pendukung Maulana itu juga merupakan balasan dari dukungan yang pernah diberikannya kepada Maulana saat mengikuti Pilkada Medan tahun 2005 lalu. Namun dalam berita tidak ada komentar atau pernyataan langsung dari Maulana dan komitmen politik apa yang dibangun antara kedua kandidat dalam hal memberikan dukungan. Persepsi yang dibangun pengalihan dukungan seakan-akan hanya balasbudi semata terhadap apa yang pernah dilakukan Sofyan Tan terhadap Maulana, dalam kalimat disebutkan dirinya telah mendapatkan balasan yang setimpal dari Maulana. Padahal, dalam politik tidak ada yang gratis, selalu ada timbal balik. Dari segi tata bahasa, dukungan yang diberikan kepada Sofyan Tan-Nelly dilakukan dalam bentuk tindakan sebagai akibat dari dukungan Sofyan Tan ketika Maulana ikut dalam Pilkada Medan tahun 2005. Hal itu dapat dilihat dalam teks Dukungan Saya di Pilkada 2005 lalu ternyata tidak salah ke Maulana-Sigit karena sekarang Saya dibalas dengan hal serupa pada putaran kedua ini,”kata Sofyan Tan. Selain itu juga dapat dilihat dalam teks sebelum putaran pertama berlangsung…akan mendukung Maulana Pohan jika masuk putaran kedua. Namun kenyataan berkata lain…’. Sedangkan wacana yang dikembangkan adalah persoalan pengalihan dukungan dan memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan. Secara implisit teks berita memberikan persepsi bahwa diantara dua pasangan yang maju dalam putaran kedua, Sofyan Tan layak mendapat dukungan. Universitas Sumatera Utara Dan jika menginginkan perubahan, maka pilihannya adalah pasangan Sofyan Tan- Nelly. Penggambaran sosok pasangan Sofyan Tan-Nelly Armayanti juga dilakukan dengan penggunana metafora ‘pemimpin yang mampu membawa perubahan dan keseimbangan pembangunan di kota Medan’ untuk memberikan nilai positif. Penggunaan metafora seperti itu memang lazim muncul saat proses pemilihan kepada daerah, namun tidak dijelaskan secara konkrit perubahan dan keseimbangan seperti apa yang dimaksud. Dalam teks hanya disebutkan terutama yang bisa melindungi warganya yang bergerak di sektor UKM, tanpa dijelaskan perlindungan yang dimaksud dan dalam berita tidak pernah ditanya pelaku UKM bahwa selama ini mereka memang tidak dilindungi. Teks kalimat hanya menggiring pemahaman publik untuk memberikan identifikasi terhadap Sofyan-Nelly sebagai pasangan yang layak dan harus dipilih jika masyarakat kota Medan menginginkan adanya perubahan. Pada saat yang sama, secara tersirat laten ternyata label negatif diberikan kepada pasangan atau calon yang lain. Kalimat Kami tidak butuh walikota yang berfikiran sempit dan hanya pintar korek parit dan bermimpi mendapatkan piala Adipura padahal tak bisa merupakan bentuk sindiran yang secara tidak langsung diarahkan kepada pasangan lain. Kalimat tersebut seolah-olah berusaha membawa pembaca atau masyarakat kota Medan tentang kinerja Pemko Medan belakangan terkait persoalan pengorekan parit drainase dipimpin Pj Walikota Medan Rahudman Harahap yang saat Pilkada Medan maju pada putaran kedua. Ini merupakan bentuk kampanye negatif yang tersembunyi melalui media massa. Gagasan yang ditampilkan pada representasi dalam kombinasi anak kalimat yang membentuk koherensi lokal bahwa pemberian dukungan kepada pasangan Sofyan Tan-Nelly adalah hal yang tepat dapat dilihat dalam bentuk elaborasi Universitas Sumatera Utara memperjelas, perpanjangan, dan mempertinggi dalam susunan anak kalimat teks berita. Bentuk elaborasi tampak dengan penggunaan kata yang dalam kalimat ‘Mereka membutuhkan pemimpin yang mempu membawa perubahan…’ untuk memperjelas anak kalimat yang lain. Sedangkan bentuk perpanjangan dalam kombinasi anak kalimat untuk membentuk koherensi lokal terlihat dengan penggunaan kata hubung meskipun dalam kalimat ‘Meskipun yang telah dilakukannya…’ yang merupakan perpanjangan anak kalimat yang lain. Selain itu, koherensi yang tampil juga menggunakan bentuk mempertinggi yakni dimana anak kalimat yang satu posisinya lebih tinggi dari anak kalimat yang lain dengan menggunakan kata karena dalam kalimat ‘karena Sofyan Tan-Nelly dinilai sebagai pemimpin yang bijak’. Sementara itu, pada representasi dalam rangkaian antar kalimat dapat dilihat bahwa masing-masing partisipan publik ditampilkan memberikan reaksi dalam teks berita yang saling mendukung antara satu kalimat dengan kalimat lainnya. Apa yang disampaikan Muazzul selaku Koordinator Tim Basis Pendukung Maulana Pohan yang mengalihkan dukungan kepada pasangan Sofyan Tan-Nelly merupakan reaksi untuk menyambut Pilkada Medan putaran II. Hal itu terlihat dalam kalimat ‘Dia meminta seluruh tim mengajak semua keluarga, teman dan tetangga dilingkungannya untuk memilih pasangan calon no 10. Karena Sofyan Tan-Nelly dinilai sebagai pimpinan yang bijak’. Begitu juga dengan partisipan Sofyan Tan dalam rangkaian antar kalimat juga digambarkan saling mendukung dengan partisipan Muazzul, seperti yang tampak pada kalimat ‘Calon Walikota Medan Sofyan Tan mengatakan dirinya telah mendapatkan balasan yang setimpal dari Maulana Pohan. Sebab, pada Pilkada 2005 lalu, ketika Maulana Pohan berpasangan dengan Sigit Pramono Asri, dirinya turut memberikan dukungan.’ Universitas Sumatera Utara

4.2.2.1.2. Unsur Relasi

Untuk melihat unsur relasi dalam teks dapat diuraikan dengan melihat partisipan yang terlibat dalam teks berita dan bagaimana masing-masing partisipan berhubungan dalam teks berita. Muazzul SH MHum selaku koordinator Tim Basis Pendukung Maulana Pohan, Maulana Pohan sebagai calon Walikota Medan 2010- 2015, Sofyan Tan-Nelly sebagai pasangan calon Walikota dan Walikota Medan 2010- 2015 yang lolos putaran kedua, pelaku UKM yang harus dilindungi dan ratusan relawan pendukung Maulana Pohan. Tetapi teks berita di atas memperlihatkan Muazzul yang terlihat dominan selaku koordinator Tim Basis Pemenangan Maulana Pohan. Wartawan lebih memberikan porsi yang besar kepada Muazzul untuk memberikan pernyataan. Padahal, idealnya pertemuan yang bersifat silaturahmi dan konsolidasi tentunya komunikasi yang terjadi adalah dua arah dan seimbang, bukan komunikasi yang searah. Sedangkan Sofyan Tan hanya berkomentar soal dirinya yang mendapat balasan setimpal dari Maulana yang memberikan dukungan kepadanya. Sementara itu, pelaku UKM yang harus dilindungi tidak ada komentar sedikitpun, ratusan relawan yang siap mengawal TPS juga tidak diberikan ruang untuk menyampaikan ide dan gagasannya. Dan Maulana sebagai tokoh sentral dalam wacana juga tidak memberikan pendapat apapun juga soal pengalihan dukungan. Dengan demikian, relasi yang dibangun dalam teks antara partisipan merupakan hubungan yang sejalan dan saling mendukung. Sejatinya, media sebagai arena sosial harus menjadi milik publik dimana setiap orang atau kelompok yang ada untuk secara bebas menyampaikan ide, gagasan dan pendapatnya. Namun, teks berita hanya mengakomodir gagasan Muazzul dan Sofyan Tan.

4.2.2.1.3. Unsur Identitas

Universitas Sumatera Utara Unsur ketiga dalam analisis teks adalah identitas untuk melihat bagaimana wartawan menempatkan atau mengidentifikasikan dirinya dengan persoalan dukungan terhadap Sofyan Tan atau kelompok yang menyatakan dukungan. Dalam kalimat diparagraf pertama, terlihat jelas bahwa wartawan menempatkan dirinya sebagai bagian dari partisipan pendukung Sofyan Tan-Nelly. Penempatan identitas itu terlihat dalam teks-teks berita yang secara gamblang mengakomodir semua pernyataan dan komentar Muazzul. Dari mulai persoalan pengalihan dukungan hingga keinginan memilih pemimpin yang membawa perubahan. Sedangkan khalayak diidentifikasikan sebagai bagian dari partisipan dengan cara memberikan pemahaman terus menerus untuk mengikuti persepsi dan cara pandang yang disampaikan Muazzul tentang dukungan, pilkada dan perubahan kota Medan.

4.2.2.2. Teks Berita 2

Edisi Judul Senin 14 Juni 2010 Pemko Harus Jamin Kesejahteraan PNS Ringkasan Berita Calon Walikota Medan, Sofyan Tan menegaskan komitmennya untuk meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil. Menurutnya, kesejahteraan bukan cuma milik pekerja di sektor swasta, melainkan juga milik seluruh jajaran PNS dan pekerja lain di jajaran Pemko Medan. Hal itu disampaikan Sofyan Tan saat berdialog dengan para penyapu jalan di kawasan Jalan Letjen Jamin Ginting. “Pemko harusnya memberikan perhatian khusus buat pegawai yang bertugas menjaga kebersihan kota Medan sehingga mereka merasa aman dalam beraktifitas,”ujar Maulana. Sedangkan para penyapu jalan mengungkapkan kekhawatirannya soal jaminan kesehatan. “yang kami butuhkan pak cuma jaminan kesehatan, kayak jamsostek jadi kami nggak perlu khawatir jika kami sakit,”kata Pujianto salah satu penyapu jalan yang sudah bertugas 11 tahun. Para penyapu jalan mengaku mendapat upah Rp1,1 juta dalam setahun terakhir ini, sebelumnya mereka hanya terima 200 ribu setiap bulannya. Namun, resiko pekerjaan terkait kesehatan membuat mereka sangat khawatir dan berharap adanya perhatian dari pemko untuk jaminan kesehatan mereka. Menurut Sofyan Tan untuk bisa meningkatkan jaminan kesehatan pegawai, pemko Medan bisa melakukan penghematan. Pembahasan

4.2.2.2.1. Unsur Representasi

Universitas Sumatera Utara Secara umum, teks kalimat dalam berita di atas memaparkan persoalan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil PNS di jajaran Pemko Medan. Kesejahteraan yang meliputi persoalan upah hingga jaminan kesehatan untuk seluruh pegawai yang bertugas di Pemko Medan, termasuk petugas kebersihan yakni para penyapu jalan yang selama ini bertugas di berbagai ruas jalan raya di Medan. Teks itu dikontruksi oleh wartawan dari dialog yang dilakukan Calon Walikota Medan, Sofyan Tan bersama para penyapu jalan. Sedangkan wacana yang dikembangkan adalah jaminan kesejahteraan yang harus diberikan Pemko Medan. Pada tingkat kosakata, pemakaian kata harus jamin kesejahteraan PNS dalam judul dan teks berita menegaskan bahwa Pemko Medan berkewajiban untuk jaminan kesejahteraan dan PNS memilik hak untuk mendapatkan kesejahteraan. Disisi lain, pemakaian kata harus juga memberikan persepsi kepada khalayak bahwa persoalan kesejahteraan itu selama ini diabaikan oleh Pemko Medan. Kalimat ‘Bagaimana mungkin Pemerintah Kota Medan menyarankan perusahaan swasta memberikan jamsostek, sementara pegawainya sendiri belum mendapat fasilitas yang sama’ secara tidak langsung mengatakan Pemko selama ini lalai. Namun, sama sekali tidak ada komentar atau tanggapan apapun dari Pemko Medan mengenai tudingan yang disampaikan secara tersembunyi itu. Menariknya, dalam teks disebutkan dialog itu berlangsung di kawasan Jalan Jamin Ginting Medan antara Sofyan Tan dengan para penyapu jalan. Hal itu setidaknya ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa Sofyan Tan adalah pribadi yang memiliki empati tinggi untuk mendengar keluhan para penyapu jalan di tempat yang sama sekali jauh dari formalitas, tindakan yang lazim dilakukan ketika masa kampanye Pilkada. Banyak hal sebenarnya yang masih menjadi pertanyaan terkait wacana kesejahteraan PNS yang dikembangkan dalam berita, seperti soal gaji para penyapu jalan yang cuma 200 ribu Universitas Sumatera Utara per bulan dan kemudian menjadi Rp1,1 juta per bulan. Persoalan status para pekerja, jamsostek yang dikeluhkan penyapu jalan namun tidak ada penjelasan atau konfirmasi dari instansi yang berwenang di Pemko Medan. Pembaca hanya dibawa dalam sebuah persepsi untuk menyalahkan Pemko Medan yang pernah dipimpin Rahudman Harahap selaku Pejabat Walikota Medan dan kini Rahudman bersaing dengan Sofyan Tan pada putaran kedua. Analisis wacana yang dikembangkan seakan-akan ingin menyampaikan pesan bahwa terabaikannya persoalan kesejahteraan itu adalah kesalahan Pemko Medan dan juga kesalahan Rahudman. Sebab itu, tawaran konkrit di janjikan Sofyan Tan kepada para penyapu jalan bahwa dirinya yang berpasangan dengan Nelly Armayanti akan memberikan perhatian terhadap kesejahteraan pegawai di Pemko Medan. Menariknya lagi adalah ide yang ditawarkan Sofyan Tan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan penghematan ketika melakukan perjalanan dinas. Sama sekali tidak ada hitungan atau gambaran yang jelas, apakah penghematan dalam perjalanan dinas mampu untuk meningkatkan jaminan kesejahteraan. Logika kalimat juga tidak tepat dan membingungkan bagi khalayak, seperti kalimat ‘Untuk bisa meningkatkan kesejahteraan pegawai Pemko, kita tidak akan membebankannya di APBD, tetapi…’. Padahal, semua jenis pemasukan dan pengeluaran di instansi pemerintah harus ada dalam APBD. Tidak jelas apakah maksudnya tidak membebankan pada sektor pendapatan daerah yang ada selama ini, apakah masing-masing pejabat yang melakukan perjalanan dinas masing-masing menyisakan dananya atau dengan melibatkan pihak ketiga?. Dari segi tingkat tata bahasa, teks berita diatas ditampilkan dalam bentuk proses sebagai keadaan yang sudah lama terjadi. Seperti dalam kalimat ‘…penyapu jalan mengeluhkan tidak adanya jaminan kesehatan…’. Sementara itu gagasan yang Universitas Sumatera Utara ingin disampaikan dapat dilihat dari koherensi yang muncul pada kombinasi anak kalimat dan rangkaian antar kalimat yaitu komitmen Sofyan Tan untuk memperhatikan persoalan kesejahteraan PNS jika terpilih menjadi Walikota Medan. Dalam bentuk elaborasi terlihat pada kalimat ‘Sofyan mencontohkan…’ pada paragraph ke-10 yang merinci atau menguraikan serta menjelaskan anak kalimat sebelumnya. Bentuk perpanjangan juga dapat diketahui dengan penggunaan kata tetapi pada kalimat ‘…tetapi statusnya…’ pada paragraph ke-3. Selain itu ada juga anak kalimat yang bertentangan dengan anak kalimat lainnya, seperti kalimat ‘Padahal setiap harinya…’ pada paragraph ke-5. Sementara itu, representasi dalam rangkaian antara kalimat terlihat bahwa pendapat yang disampaikan partisipan Sofyan Tan merupakan reaksi dan menjadi dominan dalam menyahuti segala persoalan yang dikeluhkan oleh penyapu jalan. Hal itu terlihat dengan banyaknya informasi dan keluhan penyapu jalan sebagai informasi latar serta ditutup dengan statemen dari Sofyan Tan. Disisi lain, hal itu membuat penilaian buruk terhadap Pemko Medan karena selama ini tidak memberikan perhatian maksimal kepada penyapu jalan.

4.2.2.2.2. Unsur Relasi

Melalui wacana di atas kita juga dapat melihat bagaimana relasi yang terbangun dalam teks berita. Setidaknya, ada 3 tiga partisipan public yang terkait langsung dalam wacana diatas, yakni Sofyan Tan sebagai calon Walikota Medan yang digambarkan melakukan dialog dengan penyapu jalan, Pujianto dan Ruslan Lubis penyapu jalan dan Pemko Medan. Namun, hanya penyapu jalan dan Sofyan Tan yang mendapat ruang untuk menyampaikan gagasan dan pendapatnya. Wartawan menampilkan sosok Sofyan Tan sebagai partisipan yang dominan dan penting sebagai tokoh kunci untuk menyelesaikan semua masalah yang dihadapi para penyapu jalan. Universitas Sumatera Utara Pada saat yang sama, dalam relasi yang muncul adalah para penyapu jalan ditempatkan dalam posisi yang lebih rendah dan harus dikasihani. Misalnya dalam kalimat, ‘…aku hanya terima Rp200 ribu...’ dan kalimat ‘…harus menghirup debu…’. Sedangkan Pemko yang menjadi pihak yang paling bertanggungjawab terhadap masalah jaminan kesejahteraan para PNS tidak ada penjelasan apapun dalam teks berita. Kenapa penyapu jalan sudah belasan tahun masih berstatus honor?, mengapa bisa terjadi gaji diterima hanya Rp200 ribu per bulan, bagaimana jaminan kesehatan yang diberikan?, praktis tidak ada penjelasan apapun. Kondisi itu bisa bisa menimbulkan persepsi bahwa pemimpin kota Medan sebelumnya yang juga calon Walikota, Rahudman Harahap memang tidak perduli dengan masalah kesejahteraan PNS. Tetapi juga bisa menimbulkan opini bahwa teks berita yang disajikan hanya sepihak dan menyudutkan Pemko Medan.

4.2.2.2.3. Unsur Identitas

Kemudian, bagaimana identitas dari pihak-pihak yang diberitakan dalam teks. Dalam teks berita terlihat bahwa wartawan lebih melihat dirinya identitas sebagai bagian dari penyapu jalan yang harus diperhatikan kesejahteraan dan hak-haknya sebagai pekerja. Teks-teks kalimat yang disajikan secara eksplisit menegaskan bagaimana wartawan berusaha mengkontruksi apa yang dialami penyapu jalan dengan meletakkan dirinya sebagai bagian dari penyapu jalan. Sedangkan Sofyan Tan sebagai calon Walikota ditampilkan dengan identitas yang berbeda dan lebih tinggi sehingga dianggap mampu menyelesaikan persoalan jika menang dalam putaran II Pilkada Medan. Sedangkan khalayak diidentifikasikan sebagai bagian dari para penyapu jalan untuk melihat bahwa Pemko Medan mengabaikan kewajibannya terkait masalah Universitas Sumatera Utara kesejahteraan dan jaminan kesejahteraan maupun kesehatan adalah hak yang harus diberikan.

4.2.2.3. Teks Berita 3

Edisi Judul Selasa 15 Juni 2010 Komit Membangun Medan Ringkasan Berita Ratusan masyarakat jalan Air Bersih antusias menghadiri temu ramah bersama pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan, Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin. Mereka sepakat memilih pasangan nomor urut 6 itu dalam Pilkada putaran kedua 19 Juni mendatang. “Rahudman-Eldin akan menjaga kebudayaan asli kota Medan. Dan kita sepakat untuk memilih pasangan ini,”ucap Hendra DS salah satu tokoh masyarakat. Sedangkan Ketua Tim Pemenangan Rahudman-Eldin, Syaf Lubis mengatakan pihaknya komit untuk melakukan perbaikan publik disektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pelayanan publik. “Tidak ada pengurusan KTP lama lagi, tidak ada pengurusan kartu keluarga sampai enam bulan. Apabila pasangan ini terpilih dan pengurusannya tidak berubah, sama-sama kita menuntutnya,”kata Syaf Lubis. Pasangan Walikota, Rahudma Harahap pada kesempatan itu mengucapkan terima kasih atas dukungan ketika putaran pertama. “Kami harapkan dukungan pada putaran kedua akan tetap memilih kami. Insya Allah kami akan jalankan amanah yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Medan harus lebih baik dari hari kemarin,”kata Rahudman. Ia juga mengatakan pertemuan langsung antara pemimpin dengan masayrakat merupakan hal yang positif untuk menyerap aspirasi masyarakat agar pembangunan benar-benar bermanfaat dan menyentuh masyarakat. Selain itu, Rahudman juga mengingatkan agar Kepling tidak melakukan pungli terkait pengurusan KTP. Pembahasan

4.2.2.3.1. Unsur Representasi

Pada teks kalimat diatas setidaknya ada dua hal penting yang ingin direpresentasikan, yakni soal komitmen dari pasangan Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin untuk membangun kota Medan dan dukungan dari masyarakat Kecamatan Medan Kota pada putaran II pilkada Medan. Sedangkan wacana yang ingin disampaikan adalah masalah pelayanan publik dan fasilitas publik yang akan menjadi prioritas bagi pasangan Rahudman-Eldin. Menariknya, dari sisi kosakata, upaya merepresentasikan dalam teks disampaikan dengan menggunakan kosakata ratusan, antusias pada paragraph pertama, kosa kata yang abstrak dan sulit diukur untuk Universitas Sumatera Utara membayangkan pertemuan itu berlangsung. Apalagi tidak ada penjelasan dalam berita dimana pertemuan itu digelar, ruangan tertutup atau terbuka. Pemakaian kata ratusan, antusias seakan-akan ingin menggambarkan jumlah masyarakat yang hadir dalam temu ramah dengan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan serta menggambarkan animo atau keinginan yang begitu tinggi dari masyarakat untuk mengikuti acara itu. Begitu juga penggunaan kata sepakat dalam pertemuan yang melibatkan massa adalah sesuatu hal yang rancu. Mengambil kata sepakat dalam pertemuan yang bersifat massa adalah hal yang tidak logis. Apalagi sejak paragraph pertama hingga terakhir hanya 3 orang yang memberikan komentar, yakni Hendra DS, Rahudman Harahap dan Syaf Lubis. Tidak ada dijelaskan bagaimana proses dan mekanisme yang dilakukan hingga menghasilkan kata sepakat. Pada tingkat tata bahasa grammar, dukungan masyarakat terhadap Rahudman-Eldin digambarkan pada teks berita dalam bentuk proses peristiwa. Bentuk itu terlihat dari teks dalam kalimat pada paragraph pertama, ‘…antusias menyambut kehadiran pasangan…’. Penggambaran sosok Rahudman juga dilakukan dengan penggunaan Metafor yang jarang muncul dalam ajang pemilu, yakni pada kalimat, ‘Rahudman-Eldin akan menjaga kebudayaan asli kota Medan….,’ucapnya dalam temu ramah itu. Kalimat di atas memberikan persepsi yang bertolak belakang jika Rahudman tidak terpilih, Sehingga kalimat tersebut dapat menimbulkan asumsi negatif jika Rahudman tidak terpilih budaya yang ada selama ini tidak terjaga atau hancur. Bisa jadi, kalimat itu seolah-olah menyiratkan bahwa calon selain Rahudman Sofyan Tan tidak memiliki komitmen menjadi kebudayaan kota Medan. Banyak hal yang menjadi komitmen Rahudman membangun kota Medan jika terpilih menjadi Walikota Medan. Mulai dari perbaikan pelayanan publik dibidang Universitas Sumatera Utara kesehatan, pendidikan, infrastruktur, hingga pelayanan administrasi kependudukan. Setidaknya teks berita berusaha memberikan gambaran yang konkrit kepada khalayak tentang apa yang akan dilakukan Rahudman nanti ketika terpilih. Tidak sekedar konsep yang abstrak, Rahudman memberikan penjelasan konkrit, seperti tidak ada pengurusan KTP sampai memakan waktu 4 bulan, pengurusan KTP akan dikembalikan ke kecamatan, staf dinas kependudukan juga akan ditempatkan di kantor camat. Persoalan pajak reklame juga akan diselesaikan dengan menindak pengusaha penunggak pajak. Meski tidak ada kepastian tindakan apa yang akan dilakukan. Setidaknya Rahudman tidak memberikan ‘cek kosong’ jika terpilih nanti, masyarakat tahu apa yang akan dilakukannya. Meskipun banyak hal-hal yang tidak jelas dan terkesan menghibur pembaca, seperti kalimat ‘Apabila pasangan ini nanti terpilih dan pngurusan tidak berubah, sama-sama kita menuntutnya,’. Sebab hingga kini tidak ada landasan hukum yang menjadi dasar bagi masyarakat untuk menuntut kepala daerah jika melanggar janjinya saat berkampanye. Semuanya hanya bersifat sanksi moral dan sosial buat kepala daerah yang bersangkutan. Begitu juga dengan janji Rahudman yang akan mencopot kepling jika melakukan penyimpangan dan pungli. Siapapun kepala daerahnya memang harus melakukan itu, tidak hanya Rahudman. Apalagi sudah menyangkut pungli yang dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum. Semua gagasan yang tampil dalam teks dapat dilihat dalam kombinasi anak kalimat yang membentuk koherensi lokal. Koherensi itu terjadi dalam melalui bentuk elaborasi yakni memperjelas, seperti terlihat dengan penggunaan kata apabila dalam kalimat di paragraph ke-4, dimana anak kalimat yang kedua menjelaskan anak kalimat yang pertama. Koherensi lainnya juga terlihat dalam bentuk perpanjangan dengan pemakain kata meskipun dalam kalimat ‘…meskipun itu hanya pungli…’ pada Universitas Sumatera Utara paragraph ke-7. Bentuk mempertinggi juga dapat dilihat dengan pemakaian kata sebab pada ‘Sebab, pengurusan KTP gratis’ pada paragraph ke-7. Sedangkan pada representasi dalam rangkaian antar kalimat terlihat bahwa Rahudman merupakan partisipan yang memberikan reaksi dalam teks berita. Pemaparan dukungan di paragraph awal dan dilanjutkan dengan pemaparan tim sukses Rahudman dan program kerja Rahudman jika terpilih memperlihatkan bahwa Rahudman menjadi sosok yang dominan dan penting dalam teks berita.

4.2.2.3.2. Unsur Relasi

Untuk melihat relasi yang terbangun dalam teks dapat dicermati melalui partisipan publik yang terlibat dalam berita. Hendra DS, tokoh pemuda yang ikut memberikan pertemuan dan perwakilan masyarakat jalan Air Bersih guna mengingatkan agar masyarakat tidak salah pilih saat putaran kedua Pilkada Medan. Rahudman Harahap sebagai calon Walikota Medan 2010-2015 yang menyampaikan kampanye dihadapan masyarakat dan Syaf Lubis selaku Ketua Tim Pemenangan Rahudman-Eldin yang juga menyampaikan gagasannya saat acara. Namun tidak ada satupun pendapat atau gagasan yang disampaikan masyarakat dalam acara itu. Hal itu memperlihatkan bahwa persoalan dukungan dan pilkada masih dilihat dari cara pandang calon dan tim sukses pasangan Rahudman-Eldin. Sehingga media yang harusnya menjadi arena sosial bagi seluruh partisipan sama sekali tidak mencerminkan keragaman pendapat. Tim Sukses pasangan calon Rahudman=Eldin dan Rahudman tetap pada posisi dominan yang lebih tinggi dibanding dengan partisipan publik lainnya. Sehingga khalayak maupun pemilih tetap saja dianggap sebagai objek. Universitas Sumatera Utara

4.2.2.3.3. Unsur Identitas

Dari analisa di atas juga dapat dicermati bagaimana proses identifikasi yang terjadi. Menariknya, dengan uraian diatas tampak bahwa wartawan secara tidak langsung menempatkan identitas dirinya tidak menjadi bagian dari khalayak pembaca dan juga tidak mandiri. Wartawan cendrung menempatkan dirinya sebagai bagian dari partisipan tim sukses dan pasangan calon yang mendapatkan porsi dominan dalam teks berita. Sebaliknya, tim sukses dan pasangan calon ditampilkan sebagai partisipan yang lebih mandiri.

4.2.2.4. Teks Berita 4

Edisi Judul Rabu 16 Juni 2010 Ical Semangati Rahudman-Eldin Ringkasan Berita Ketua DPP Partai Golkar yang akrab dipanggil Ical menyemangati pasangan Rahudman-Eldin yang akan bertarung dalam putaran II Pilkada Medan saat membuka pendidikan dan Pelatihan Kader Out Wardbound Golkar di Hotel Polonia, Selasa Malam 156. “Dengan segala kekuatan, seluruh kader Golkar harus memenangkan pasangan Rahudman-Dzulmi Eldin,”kata Ical. Ia juga mengatakan dukungan itu harus dikawal hingga proses pemilihan selesai dan seluruh kader harus mampu mengajak masyarakat untuk memilih pasangan Rahudman-Eldin. Sebagai partai besar, Ical mengatakan bahwa Golkar harus mengedepankan percaturan ide dan gagasan untuk dapat bersaing. “Ide dan gagasan itu tentunya merupakan suara rakyat yang harus diperjuangkan. Ini sejalan dengan slogan partai, yakni suara rakyat adalah suara Golkar,”sambung Ical. Ia juga mengatakan bahwa cara-cara kampanye juga harus disesuaikan dengan golongan pemilih, apakah termasuk anak muda atau tidak. Salah satunya dengan cara memanfaatkan tekonologi informasi yang sudah berkembang saat ini. Pembahasan

4.2.2.4.1. Unsur Representasi

Pada teks berita di atas secara umum menggambarkan bagaimana Ketua DPP Partai Golkar memberikan semangat dan motivasi untuk memenangkan pasangan Rahudman-Eldin yang didukung partai Golkar. Sedangkan wacana yang dibangun Universitas Sumatera Utara adalah bagaimana langkah-langkah yang dilakukan seluruh fungsionaris dan kader Golkar agar memenangkan Rahudman sekaligus mengawal proses pelaksanaan Pilkada Medan hingga selesai. Representasi sosok Ketua DPP Partai Golkar Abu Rizal Bakrie atau Ical dan dukungan yang diberikan secara langsung oleh orang nomor satu di Golkar itu terhadap pasangan Rahudman-Eldin agar memenangkan putaran II Pilkada Medan terlihat pada tingkat kosakata grammar dengan penggunaan kata menyemangati, memenangkan, hasil maksimal. Hal itu merupakan bentuk komitmen dan soliditas Golkar secara institusi yang ditunjukkan Ical untuk mendukung Rahudman-Eldin. Dari segi tatabahasa vocabulary, dukungan yang diberikan merupakan bentuk tindakan yang menggambarkan sosok Ical ketika melakukan sesuatu yakni memberikan semangat dan arahan kepada seluruh kader Golkar saat pembukaan acara Pendidikan dan Pelatihan Kader Out Wardbound di Hotel Polonia Medan. Hal itu dapat dilihat dengan penggunaan kata memenangkan pada kalimat ‘…harus memenangkan pasangan…’ pada paragraph ke-3 yang berarti sebuah tindakan. Namun dalam teks berita yang disampaikan, wacana yang dikembangkan lebih bersifat umum dan lebih cenderung memberikan arahan untuk mempersiapkan kader dan fungsionaris Golkar dalam rangka menghadapi pemilu 2014. Misalnya arahan Ical agar kader dan fungsionaris dapat mengedepankan percaturan ide dan gagasan untuk membangun partai dan masyarakat. Kemudian bagaimana kader dan pengurus dapat menggunakan dan memanfaatkan Informasi Teknologi IT untuk mencari simpati pemilih pemula. Seperti pemanfaatan situs jejaring sosial seperti twitter dan facebook. Setidaknya teks berita di atas berhasil menyampaikan ‘pesan’ bahwa Golkar solid mendukung Rahudman-Eldin yang dibuktikan dengan kehadiran orang nomor 1 di Universitas Sumatera Utara Partai Golkar itu. Bagaimana halnya dengan masyarakat kota Medan dan pemilih kota Medan agar ikut juga memenangkan Rahudman-Eldin, sama sekali tidak disinggung dalam teks berita. Padahal, kalah menangnya satu kandidat bukan ditentukan partai melainkan oleh pemilih karena sistem pemilihan bersifat langsung. Bahkan dalam teks berita sama sekali tidak menjelaskan satu alasan pun kenapa pemilih atau masyarakat harus mendukung Rahudman. Sementara itu, gagasan yang ditampilkan dapat dilihat dalam representasi dalam kombinasi anak kalimat yang membentuk koherensi lokal. Seperti gagasan mengedepakan pemikiran untuk membangun Golkar dan masyarakat yang terlihat dalam kalimat ‘…yakni, suara rakyat adalah…’. Pemakaian kata yakni dalam kalimat adalah bentuk elaborasi untuk membentuk pengertian. Bentuk perpanjangan dan mempertinggi juga terlihat dalam membentuk koherensi dalam kobinasi anak kalimat. Seperti pemakaian kata dan pada kalimat ‘… Dan pemikiran seperti…’ di paragraph kelima, pemakaian kata dengan pada kalimat ‘dengan cara-cara…’ pada paragraph ke- 9. Sementara itu dari representasi dalam rangkaian antar kalimat terlihat bahwa sosok Ical sebagai partisipan publik dalam teks berita dianggap mandiri dan lebih menonjol dalm menyamapaikan gagasan dan ide pada teks berita. Teks berita yang secara keseluruhan memberikan ruang untuk Ical membuktikan bahwa sosok Ical menjadi sangat menonjol. Padahal dalam konteks dukungan, setidaknya ada partisipan lain dalam teks berita yakni pasangan calon pasangan Rahudman-Eldin.

4.2.2.4.2. Unsur Relasi

Untuk melihat unsur relasi dari semua partisipan yang terlibat dalam teks berita dapat dilihat dengan menguraikan pihak-pihak mana saja yang terdapat dalam teks. Abu Rizal Bakrie atau Ical selaku Ketua DPP Partai Golkar, peserta pendidikan Universitas Sumatera Utara dan pelatihan kader Out Wardbound, Rahudman-Eldin sebagai pasangan Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010-2015 yang didukung Partai Golkar. Dari teks yang disajikan kepada khalayak, secara eksplisit memperlihatkan posisi Ical sebagai partisipan yang dominan. Sedangkan peserta peserta pendidikan dan pelatiahn Kader Out Wardbound sama sekali tidak mendapat ruang untuk menyampaikan ide dan gagasannya. Begitu juga dengan Rahudman-Eldin sebagai pasangan yang didukung Partai Golkar tidak mendapat ruang dalam pemberitaan. Padahal, media yang harusnya menjadi ruang dan arena sosial bagi semua pihak terkait untuk menyampaikan gagasan dan ide ternyata tidak mengakomodir partisipan publik lainnya. Persoalan dukungan terhadap pasangan Rahudman-Eldin hanya dilihat dari kacamata Ical sebagai Ketua DPP Partai Golkar. Teks berita di atas dapat membentuk persepsi yang sempit terhadap makna demokrasi dalam proses pemilihan kepala daerah, seakan-akan dukungan dan memenangkan calon kepala daerah hanya domain elit partai. Sebab itu, proses rekontruksi realitas yang dilakukan dalam bentuk teks berita dapat dikategorikan sebagai berita yang elitis, suatu prilaku yang kerap terjadi ketika massa orde baru.

4.2.2.4.3. Unsur Identitas

Sedangkan unsur identitas dalam teks dapat ditelaah dengan melihat kalimat dalam berita di atas. Wartawan lebih meletakkan dirinya sebagai bagian dari partisipan publik yakni Abu Rizal Bakrie. Hal itu terlihat dengan pemberian porsi berita secara keseluruhan kepada Abu Rizal Bakrie sebagai sumber tunggal dan dominan. Sedangkan Ical ditampilkan sebagai sebagai partisipan publik yang mandiri.

4.2.2.5. Teks Berita 5

Edisi Judul Rabu 16 Juni 2010 Warga Minang Pusat Pasar Dukung Rahudman-Eldin Universitas Sumatera Utara Ringkasan Berita Warga Minang di Pusat Pasar Medan siap memenangkan pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Rahudman Harahap-Dzulmi Eldin dalam putaran II Pilkada Medan. “Kami warga Minang di Pusat Pasar tidak ada pilihan lain hanya nomor urut 6 Rahudman-Eldin. Jadi, kalaupun ada yang membuat statemen di media massa mengatasnamakan Minang mendukung calon lain, itu hanya beberapa orang saja. Minang identik dengan muslim dan harus memilih pemimpin yang muslim juga,”kata pedagang di Pusat Pasar kepada wartawan, Selasa 156. Adapun perwakilan ibu-ibu pedagang antara lain Hj Linda Wati, Hj Yurneti, Yentri, Herdiasman dan seorang warga turunan Tionghoa yang telah menganut agama Islam Yunani Tan. Selain itu juga ada Ketua Yayasan Mesjid Raya Pusat Pasar, H Syafruddin Nasir, Wakil Sekretaris HM Hanif, Ketua Koperasi Pedagang Pusat Pasar Medan KP3M Franky Napitupulu. Menurut Franky, Rahudman telah berbuat semasa menjadi Pejabat Walikota Kota Medan, salah satunya memperbaiki Pasar Jalan Bulan yang dulunya seperti kubangan kerbau. “Pak Rahudman bukan penggusur melainkan melakukan penataan. Kami pedagang disini sangat yakin jika pasangan nomor urut 6 menang maka pasar-pasar di kota ini akan lebih tertata dan rapi,”katanya. Hal yang sama juga disampaikan H Syafruddin Nasir yang meyakini bahwa pasangan Rahudman-Eldin mampu membangun kota Medan. “Pasangan ini sudah terbukti dan bukan coba-coba lagi. Untuk pemimpin kota ini harus yang berasal dari birokrat yang sudah memahami masalah perkotaan,”pungkasnya. Pembahasan

4.2.2.5.1. Unsur Representasi

Teks diatas menggambarkan dukungan yang mengalir untuk pasangan Rahudman-Eldin. Dukungan itu berasal dari kelompok masyarakat yang berada di areal perbelanjaan Pusat Pasar Medan. Judul dan paragraph pertama lebih menonjolkan dukungan yang diberikan oleh masyararakat Minang, dengan judul Warga Minang Pusat Pasar Dukung Rahudman-Eldin. Memang, sudah menjadi rahasia umum jika sektor ekonomi dan perdagangan lebih banyak dilakoni oleh suku Minang. Padahal, dalam berita dukungan yang diberikan ternyata tidak hanya berasal dari warga Minang saja, ada warga Tionghoa yang telah memeluk Islam yakni Yunani Tan, Ketua Yayasan Mesjid Raya Pusat Pasar H Syafruddin Nasir, Ketua Koperasi Pedagang Pusat Pasar Medan KP3M Franky Napitupulu. Tidak disebutkan dalam berita secara persis bagaimana peristiwa itu diliput, dalam temu pers atau dalam suatu Universitas Sumatera Utara pertemuan atau wawancara khusus. Dalam teks hanya disebutkan, masing-masing perwakilan menyampaikan dukungannya untuk pasangan Rahudman-Eldin. Sementara itu, wacana yang berusaha dikembangkan dalam teks terkait persoalan agama dan kiprah Rahudman selama menjabat sebagai Pejabat Walikota Kota Medan yang dianggap berhasil memperbaiki Pasar Jalan Bulan yang dulunya seperti kubangan kerbau, terkait dengan penataan pusat perbelanjaan di kota Medan. Upaya merepresentasikan sekelompok orang yakni warga Minang yang berprofesi sebagai pedagang pusat pasar memberikan dukungan itu terlihat dalam teks berita dengan menggunakan kosa kata vocabulary warga minang, mendukung, memenangkan pada kalimat di paragraph pertama. Hal itu memberikan penegasan komitmen warga Minang untuk memberikan dukungan kepada pasangan Rahudman- Eldin. Penggunaan metafora pak Rahudman bukan penggusur dalam kalimat di paragraph ke-4 juga ingin memberikan kesan positif mengenai sosok Rahudman kepada khalayak karena selama ini sering terjadi penggusuran pedagang oleh Pemko Medan. Dari sisi tata bahasa grammar, dukungan yang ditampilkan merupakan salah satu bentuk proses tindakan yang dilakukan warga Minang Pedagang pusat pasar kepada pasangan Rahudman-Eldin. Penggambaran dukungan dan wacana soal agama dan kiprah Rahudman selama menjabat sebagai Walikota adalah upaya membentuk persepsi yang positif terhadap Rahudman yang berpasangan dengan Dzulmi Eldin. Banyaknya kelompok yang mendukung seakan-akan memberikan gambaran bahwa mayoritas kelompok masyarakat mendukung Rahudman-Eldin. Namun yang terjadi sebaliknya adalah tindakan ‘mengatasnamakan’ atau claim terhadap seluruh warga Minang di Pusat Pasar. Disebutkan dalam teks bahwa ada 4 empat perwakilan pedagang yakni Hj Universitas Sumatera Utara Linda Wati, Hj Yurneti, Yentri dan Herdiasman, tetapi dalam kapastias apa hingga disebut mewakili warga Minang di pusat Pasar. Bahkan tidak dijelaskan identitas kesukuan keempat orang tersebut. Teks tersebut pada dasarnya merupakan upaya menggeneralisir. Lebih parah lagi adalah mengenyampingkan warga Minang lainnya, hal itu terlihat dalam teks ‘kalau ada…yang mengatasnamakan Minang…itu hanya beberapa orang saja’. Upaya menggeneralisir dan mengatasnamakan juga melibatkan agama dengan menyebutkan ‘…Minang identik dengan muslim. Jadi, pilihlah pemimpin yang muslim…’. Teks berita tersebut berusaha membangun persepsi dan menciptakan kotak-kotak ditengah masyarakat dengan membawa masalah suku dan agama. Dalam proses demokrasi hal itu bisa berbahaya jika terus dikembangkan, sebab pada gilirannya yang tercipta adalah kompetisi atas nama suku dan agama. Pada gilirannya, hal itu dapat membuat persepsi bahwa kemenangan dalam Pilkada adalah kemenangan suku atau agama tertentu. Soal penataan kota yang dilakukan Rahudman selama memimpin kota Medan ketika menjadi Pejabat Walikota Medan juga menimbulkan pertanyaan. Apakah perbaikan Jalan Pasar Bulan dapat menjadi indikator kemampuan Rahudman memimpin kota Medan dan menata pasar tradisional. Wacana itu jelas ‘mengecilkan’ sosok Rahudman sebagai calon Walikota Medan. Lalu, bagaimana dengan nasib-nasib pasar tradisional lainnya, tidak ada penjelasan dalam teks berita. Wacana kiprah Rahudman sebagai pasangan yang sudah teruji adalah upaya menggiring opini publik untuk memilih pemimpin sebelumnya dan menututp peluang bagi calon lain Sofyan Tan-Nelly yang dianggap baru dalam dunia birokrat. Pesan tersembunyi laten itu dapat dilihat dalam teks ‘Pasangan ini sudah terbukti dan bukan coba-coba lagi…’ Universitas Sumatera Utara Dalam proses representasi, gagasan tampil melalui kombinasi representasi yang terkandung dalam kombinasi anak kalimat. Representasi itu terlihat dari koherensi lokal yang terbentuk melalui elaborasi dan mempertinggi dalam anak-anak kalimat. Bentuk elaborasi atau penjelasan tampak dengan penggunaan kata jadi pada kalimat ‘…Jadi, pilihlah pemimpin…’ di paragraph ke-3. Bentuk mempertinggi antara anak kalimat juga dapat dilihat dengan pemakaian kata kalaupun dalam kalimat ‘…kalaupun ada yang membuat…’ pada paragraph pertama. Sedangkan representasi yang terbentuk dalam rangkaian antarkalimat memperlihatkan kelompok pedagang pusat pasar sebagai partisipan publik yang dominan dan lebih menonjol. Pedagang dalam teks terlihat sebagai partisipan yang mandiri dalam kaitan menyampaikan gagasan atau dukungannya kepada Rahudman-Eldin. Sedangkan pasangan Rahudman- Eldin sebagai partisipan yang juga terkait dalam teks berita tidak terakomodir dalam teks berita.

4.2.2.5.2. Unsur Relasi

Bagaimana relasi yang tercipta dalam teks berita dapat dilihat dengan menelaah pihak-pihak yang terlibat dalam teks. Ada Hj Linda Wati, Hj Yurneti, Yentri dan Herdiasman yang dijelaskan sebagai perwakilan pedagang, warga Tionghoa yang telah memeluk Islam yakni Yunani Tan, Ketua Yayasan Mesjid Raya Pusat Pasar H Syafruddin Nasir, Ketua Koperasi Pedagang Pusat Pasar Medan KP3M Franky Napitupulu. Semua pihak yang terlibat dalam teks ditampilkan berhubungan, sejalan dan saling mendukung. Sedangkan warga Minang lainnya, pedagang lain dan pedagang dari pasar tradisional lainnya tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan ide dan gagasannya. Namun, Rahudman yang menjadi tokoh sentral dan teks sama sekali tidak dijelaskan tanggapan atau komentar apapun tentang wacana dan dukungan Universitas Sumatera Utara yang disampaikan pedagang Pusat Pasar itu. Relasi yang tercipta dalam teks seakan- akan ingin menciptakan kesan bahwa dukungan itu diberikan secara spontan dan tanpa disadari oleh Rahudman selaku calon Walikota. Pertanyaannya apakah mungkin wartawan datang dan langsung mewawancari pihak-pihak yang disebutkan dalam teks, atau apakah ide itu disampaikan dalam bentuk temu pers suatu hal yang tidak lazim dilakukan para pedagang di Pusat Pasar. Harusnya, media sebagai arena sosial yang bebas untuk semua pihak yang terlibat menyampaikan gagasannya.

4.2.2.5.3. Unsur Identitas

Sementara itu, dalam melakukan kontruksi realitas soal dukungan wartawan cenderung memposisikan dirinya sebagai bagian dari warga Minang dan pedagang yang memberikan dukungan kepada pasangan Rahudman-Eldin. Begitu juga dengan khalayak yang cenderung ditempat dalam kelompok partisipan yang terlibat dalam berita.

4.2.2.6. Teks Berita 6

Edisi Judul Rabu 16 Juni 2010 Sofyan Tan Dapatkan Simpati Rudolf Ringkasan Berita Rudolf M Pardede mendukung komitmen Sofyan Tan dalam visi dan misinya menjadi calon Walikota Medan, terutama komitmennya dalam memberantas korupsi dan siap digantung jika terlibat. “Pak Rudolf mendukung komitmen Sofyan Tan yang mengatakan siap digantung jika korupsi. Menurutnya itu hal positif yang patut didukung penuh untuk memberantas korupsi terutama di medan,”kata Ramses Simbolon kepada wartawan dua hari lalu. Ramses menjelaskan hal itu disampaikan saat Sofyan Tan bersilaturahmi dengan mantan Gubsu itu di Jakarta beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, Rudolf juga berpesan agar kondusifitas kota Medan tetap dijaga. Jangan sampai pertarungan dalam Pilkada membuat masyarakat terpecah belah. Pembahasan

4.2.2.6.1. Unsur Representasi

Universitas Sumatera Utara Kalimat dalam berita di atas merepresentasikan dukungan yang diberikan oleh Rudolf Pardede selaku mantan Ketua PDIP Sumut yang juga pernah menjadi Gubernur Sumut kepada Sofyan Tan selaku calon Walikota Medan yang diusung PDIP. Dukungan itu diberikan Rudolf ketika menerima kunjungan Sofyan Tan di rumahnya di Jakarta. Penjelasan tentang isi pertemuan itu tidak secara langsung diucapkan Rudolf tetapi melalui Ramses Simbolon. Dan disampaikan ke media beberapa hari setelah pertemuan sehingga tidak disebutkan kapan pertemuan itu berlangsung. Dukungan yang diberikan Rudolf Pardede itu secara eksplisit terlihat dengan penggunaan kata simpati dalam judul berita dan kata mendukung dalam kalimat di paragraph pertama. Penonjolan sosok atau pribadi Rudolf secara tidak langsung dapat diartikan sebagai sebuah sinyal atau tanda agar orang-orang yang selama ini memberikan dukungan kepada Rudolf dapat melihat Sofyan Tan sebagai calon yang mendapat restu dan dukungan dari Rudolf dan kemudian memberikan dukungan kepada Sofyan Tan. Hal itu wajar mengingat Rudolf yang pernah menjadi orang nomor satu di Pempropsu, Ketua PDIP Sumu itu juga sempat mencalonkan diri sebagai kandidat calon Walikota tentu memiliki pengikut dan pendukung di kota Medan. Hal itu secara terbuka dan tegas disadari Sofyan Tan selaku calon Walikota yang membutuhkan dukungan dari tokoh-tokoh Sumut agar apa yang dikerjakannya mendapat dukungan dari masyarakat secara luas. Dari sisi tata bahasa grammar, dukungan yang ditampilkan dalam teks merupakan bentuk proses sebuah tindakan yang dilakukan Sofyan Tan menemui Rudolf di Jakarta dan menghasilkan simpati atau dukungan dari Rudolf, seperti dalam kalimat ‘Pak Rudolf mendukung…’ para paragraph ke-2. Universitas Sumatera Utara Hal itu diperkuat dengan wacana yang disampaikan dalam teks adalah persoalan komitmen Sofyan Tan terkait pemberantasan korupsi yang dianggap Rudolf pantas mendapat dukungan. Sebagai bentuk komitmen bahkan Sofyan Tan mengaku siap digantung jika korupsi, dan hal itu menurut Rudolf seperti disampaikan Ramses patut didukung. Tetapi pengembangan wacana soal korupsi itu sama sekali tidak menjelaskan secara detil tentang prilaku korupsi yang terjadi di kota Medan dan bagaimana langkah-langkah yang dilakukan juga tidak disebutkan dalam berita. Artinya isu pemberantasan korupsi tetap menjadi agenda kampanye yang layak jual tetapi dalam praktiknya masih abstrak. Tidak hanya dalam lingkup regional, bahkan dalam konteks nasional pemberantasan korupsi juga pekerjaan rumah yang sulit untuk diberantas. Selain itu, walaupun memberikan restu, simpati dan dukungan, tetap tidak ada penjelasan yang pasti bentuk dukungan yang diberikan dan apa yang dilakukan untuk memenangkan Sofyan Tan. Sedangkan gagasan yang disampaikan dapat dilihat dalam koherensi lokal yang terbentuk dalam kombinasi anak kalimat. Koherensi dalam bentuk perpanjangan tampak dengan penggunaan kata bagaimanapun dalam kalimat ‘Bagaimanapun Rudolf itu kan…’ pada paragraph ke-5. Bentuk mempertinggi dalam kombinasi anak kalimat juga terlihat dengan penggunaan kata terutama pada kalimat ‘Terutama komitmennya dalam…’ pada paragpraph pertama. Sedangkan representasi dalam rangkaian antar kalimat dalam teks berita memperlihatkan Rudolf sebagai partisipan yang memberikan reaksi dukungan kepada Sofyan saat berkunjung ke rumahnya di Jakarta. Dalam rangkaian antarkalimat juga tampak bahwa Rudolf menjadi sosok yang dominan dan lebih tinggi. Sedangkan partisipan lainnya dalam berita yakni sosok Sofyan Tan meskipun datang ke Jakarta tidak terlihat menonjol. Universitas Sumatera Utara

4.2.2.6.2. Unsur Relasi

Relasi yang terbangun dapat dilihat melalui pihak yang terkait dalam teks, Sofyan Tan calon Walikota Medan yang datang ke Jakarta menemui Rudolf Pardede, Ramses Simbolon sebagai pihak yang menyampaikan isi pembicaraan saat pertemuan kepada media dan Rudolf Pardede sendiri selaku tokoh Sumut, mantan Ketua PDIP Sumut yang juga mantan Gubernur Sumut. Hubungan yang tampil, memperlihatkan bahwa sosok Rudolf Pardede pada posisi yang lebih tinggi sehingga harus dikunjungi Sofyan Tan ke Jakarta. Hal itu memperlihatkan posisi Rudolf yang dianggap lebih penting. Tetapi tidak ada satupun komentar atau pendapat yang disampaikan Rudolf secara langsung dalam teks berita. Sedangkan Sofyan Tan dalam teks hanya disebutkan membenarkan pertemuan dan mendapat dukungan dari Rudolf Pardede. Dalam teks tersebut, tampak bahwa antarpihak yang terkait, posisi Ramses terlihat lebih dominan diantara pihak lainnya.

4.2.2.6.3. Unsur Identitas

Dalam teks berita yang ditampilkan, wartawan lebih mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari partisipan yakni Ramses selaku pihak yang memberikan informasi tentang pertemuan antara Sofyan Tan dan Rudolf Pardede di Jakarta. Sebab, berita yang disampaikan cenderung searah tanpa ada upaya konfirmasi langsung terhadap partisipan Rudolf yang menjadi sosok penting dalam wacana yang disampaikan. Penulis melalui teks juga cenderung berusaha menggiring untuk memposisikan pembaca sebagai objek yang sebatas menerima informasi. 4.3. Analisis Discourse Practise Universitas Sumatera Utara Sejalan dengan pendekatan perubahan sosial Norman Faiclough, analisis pada level discourse practice merupakan analisis pada jenjang meso untuk memahami bagaimana teks diproduksi dan pada akhirnya akan berdampak bagaimana suatu teks dikonsumsi. Hal itu dilakukan dengan mewawancarai pihak pengelola media, dalam hal ini Warjamil selaku Sekretaris Redaksi Harian Analisa dan Ramadhan Batubara selaku Redaktur Pelaksana Harian Sumut Pos. Secara umum, proses bagaimana teks dihasilkan pada sebuah media memiliki banyak kesamaan. Berita yang dihadirkan reporter dan kemudian diproses di ruang redaksi bisa jadi merupakan berita hasil insiatif reporter atau berita sesuai tema yang diorder atau diproyeksikan redaksi. Khusus mengenai pemberitaan Pilkadasung Medan, Harian Analisa berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan berita yang seimbang diantara kontestan yang bertarung. Meskipun begitu, harus diakui bahwa menyajikan berita yang objektif 100 persen merupakan hal yang mustahil, yang terpenting adalah berupaya menekan seminimal mungkin unsur subjektifitas. Bagi harian Analisa, media juga memiliki hak untuk menyajikan sesuatu yang lebih kepada pihak tertentu yang dinilai media tepat untuk dipilih publik karena dianggap bermanfaat bagi daerah atau rakyat atau juga melakukan terobosan atau pembaruan. Apalagi jika ada kontestan dalam pilkada yang sudah menjadi rahasia umum memiliki cacat atau hal negatif. Walaupun begitu, hal prinsip bagi Harian Analisa adalah berupaya untuk tidak berpihak kepada pihak tertentu atau mengistimewakan salah satu parpol saat pilkada. Mekanisme yang berlaku di Harian Analisa, seluruh wartawan kota tidak termasuk wartawan daerah harus mengikuti rapat pagi untuk memproyeksikan kebutuhan berita setiap hari, selain berita yang menjadi insiatif wartawan. Berita Universitas Sumatera Utara kemudian diserahkan ke kantor pusat atau diserahkan kepada Redaktur atau asisten redaktur sebelum deadline rubrik tiap-tiap halaman. Redaktur menjadi gawang gate keeper pertama untuk menentukan apakah isi dan judul berita yang diserahkan wartawan layak untuk diterbitkan. Dalam proses itu, Managing Editor atau Pemimpin Redaksi atau Wapemred bisa merubah isi dan judul berita jika dianggap perlu. Dalam keseharian, pendelegasian wewenang itu dapat diserahkan Pemred kepada masing- masing redaktur halaman atau rubrik. Terkait dengan divisi atau bagian lain dalam perusahaan media, Harian Analisa pada prinsipnya memiliki ketentuan bahwa judul dan isi berita merupakan wewenang penuh bagi bagian redaksi. Meskipun begitu, tetap saja sebelum memasuki proses cetak, isi dan judul berita akan dikoordinasikan dengan bagian lain seperti pemasaran dan iklan. Jika dianggap kurang tepat, tentunya judul dan isi berita dapat dikoordinasikan dan dikompromikan kembali untuk menghasilkan yang terbaik. Pembagian tugas dan mekanisme yang berlangsung dalam organisasi media pada akhirnya adalah kompromi dan kesepakatan bagaimana realitas dikontruksikan dalam bentuk teks kepada khalayak, Redaksi bukanlah bagian yang otonom dan mandiri untuk menentukan sebuah teks untuk disampaikan kepada pembaca. Sebab, banyak bagian dan divisi lainnya dalam organisasi media yang juga memiliki andil bagaimana teks diproduksi dan kemudian dikonsumsi khalayak pembaca. Proses dan mekanisme yang sama juga berlaku di Harian Sumut Pos. Menurut Redaktur Pelaksana, Ramadhan Batubara, Harian Sumut Pos meletakkan posisinya sebagai media control sosial. Prinsip Harian Sumut Pos berusaha maksimal untuk melakukan pemihakan guna memuaskan pembaca dan keinginan masyarakat. Pemihakan terhadap pembaca dengan cara menyuguhkan berita seperti yang Universitas Sumatera Utara diinginkan pembaca dalam rangka memberikan pelayanan dan mendekatkan diri dengan masyarakat. Mekanisme yang dilakoni redaksi juga dengan proses perencanaan melalui rapat proyeksi pagi untuk wartawan dan kemudian dilanjutkan dengan rapat budget untuk para redaktur atau manager halaman guna membahas isu dan berita yang diperoleh masing-masing reporter di lapangan. Persetujuan terhadap judul dan isi berita juga melibatkan beberapa gate keeper diinternal organisasi redaksi, mulai dari redaktur halaman, redaktur pelaksana, wakil pemimpin redaksi hingga pemred. Keseluruhan hasil proses itu juga akan dikordinasikan dengan bagian lainnya, khususnya iklan dan pemasaran untuk mengkoordinasikan tentang judul dan isi berita yang akan diterbitkan. Jika dikaji secara lebih mendalam, maka 12 dua belas berita kampanye yang menjadi unit analisis penelitian ini adalah berita yang terjadwal atau direncanakan. Hal itu wajar karena memang masa atau tenggang kampanye putaran kedua dalam Pilkadasung Medan memang sudah terjadwal dan ditentukan. Namun, bagaimana berita itu didapat dan kenapa dikontruksikan seperti itu, menurut Fairclough hal itu dipengaruhi 3 tiga factor. Pertama,terkait dengan individu reporter. Kedua, hubungan wartawan dengan organisai dan struktur media lainnya. Dan Ketiga, praktik atau rutinitas dalam pencarian, penulisan, proses editing sebuah berita. Dari berita-berita yang muncul di Harian analisa, reporter cenderung memposisikan dirinya sebagai pihak yang pasif dalam mengembangkan sebuah wacana dalam teks. Misalnya dalam berita berjudul Koordinator Tim Basis Maulana Centre Muazzul SH M Hum, Sesalkan Pernyataan-pernyataan yang Mendiskreditkan Sofyan Tan . Dalam teks yang dihadirkan kepada khalayak, wartawan cenderung hanya menerima statemen yang disampaikan sumber tanpa ada Universitas Sumatera Utara upaya melakukan upaya balik untuk menggali polemik yang dilontarkan dari pihak Sofyan Tan. Berita yang sepihak dan cenderung mengarah kepada berita yang partisan itu kemudian masuk ke ruang redaksi dan akhirnya disepakati. Hal itu mengindikasikan bahwa cara fikir dan persepsi yang sama ternyata tidak hanya terletak pada wartawan, melainkan juga pada bagian redaksi yang lain hingga akhirnya teks tersebut disepakati hadir sebagai berita. Kesemua itu, tentunya tidak bisa dilepaskan dengan persoalan bagaimana berita itu diperoleh, Khusus berita di atas, dapat disimpulkan bahwa wartawan cenderung mendapatkan berita tersebut melalui proses pers release atau konferensi pers. Namun, informasi awal yang diperoleh itu ternyata tidak digali dan dikembangkan wartawan di lapangan dengan memberikan ruang kepada pihak-pihak yang terlibat. Perlakuan yang sama juga dilakukan wartawan terhadap berita yang lain yang enderung searah dan hanya menerima informasi dari sumber tanpa berusaha memperkaya informasi atau menyediakan ruang yang sama terhadap partisipan yang terlibat dalam teks berita. Hal yang menarik di Harian Analisa adalah tidak ada satupun berita kampanye Pilkadasung Medan putaran kedua yang ditempatkan di halaman 1. Image koran dari kalangan pengusaha seakan- akan membuat Harian Analisa tidak geming dan latah untuk menjadikan isu kampanye Pilkada Medan untuk ditempatkan pada halaman 1, sebagian besar berita ditempatkan pada halaman 6. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di Harian Sumut Pos. Terjadwalnya tahapan kampanye putaran kedua membuat berita yang disampaikan kedua media tidak jauh berbeda. Perbedaan yang terjadi hanyalah sebatas pemilihan kata pada judul, sedangkan is berita secara umum sama. Wartawan Harian Sumut Pos dalam mengkokstruksi realitas kampanye juga memposisikan dirinya sebagai pihak Universitas Sumatera Utara yang pasif dan tidak berupaya memberikan ruang dan kesempatan yang sama kepada pihak-pihak yang terlibat. Hal yang menarik adalah, berita berjudul Sofyan Tan dapatkan simpati Rudolf . Berita itu diturunkan satu hari setelah Sofyan Tan melakukan kampanye akbar di Lapangan Merdeka, namun Harian Sumut Pos dalam teks berita sama sekali tidak menyinggung soal kampanye akbar di lapangan Merdeka meskipun foto berita memperlihatkan salah satu aksi kampanye Sofyan Tan di Lapangan Merdeka. Menurut Ramadhan Batubara selaku redaktur pelaksana Harian Sumut Pos, pemilihan angle dan isi berita soal simpati Rudolf terhadap Sofyan Tan lebih menarik ketimbang kampanye akbar Sofyan Tan di Lapangan Merdeka. Tentunya, hal itu menunjukkan perlakuan yang beda ketika Harian Sumut Pos mekonstruksi realitas kampanye Rahudman Harahap yang dihadiri ratusan warga Jalan Air Bersih. Hal menggambarkan Harian Sumut Pos cenderung menerapkan standar ganda dalam mengkonstruksi realitas kampanye untuk disajikan kepada khalayak. 4.4. Analisis Sociocultural Practise Analisis pada level sociocultural practice atau jenjang makro dalam kajian ini lebih difokuskan untuk melihat faktor konteks sosial yang berada di luar media dan turut berperan bagaimana wacana yang muncul dalam media. Menurut Faircough yang menjadi acuan dalam penelitian ini, faktor sociocultural practice memberikan pengaruh dalam penentuan teks melalui mediasi discourse practice. Bagaimana proses mediasi itu terjadi, menurutnya meliputi 1 Bagaimana teks diproduksi dan 2 Bagaimana khalayak mengkonsumsi, menerima dalam pandangan yang sama. Untuk proses analisis sociocultural practice menurut Fairclough mencakup 3 tiga level analisis, yakni situasional, institusional dan sosial. Universitas Sumatera Utara

4.4.1. Level Situasional