Hubungan Merokok dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS
KONTAK ALERGI
TESIS
NELLY
NIM : 107105009
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Tesis : Hubungan Merokok dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi
Nama : Nelly
Nomor Induk : 107105009
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
(Prof. Dr. dr. Irma D Roesyanto, SpKK(K))(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))
NIP. 194712241976032001 NIP. 195012111978112001
Program Magister Kedokteran Klinik Dekan
Sekretaris Program Studi
(dr. Murniati Manik, Msc, SpKK, SpGK)(Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH) NIP. 195307191980032001 NIP. 195402201980111001
(3)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
NAMA : NELLY
NIM : 107105009
(4)
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI
Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
Abstrak
Latar belakang : Dermatitis kontak alergi disebabkan oleh adanya paparan individu yang tersensitisasi terhadap alergen kontak.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi
Merokokmerupakan salah satu faktorrisiko untukterjadinya dermatitis kontak alergi.Berbagai penelitian mengenai hubungan antara merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Kemudian diberikan kuesioner merokok dan dianalisis secara statistik.
.
Hasil :Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah dan lama merokok memiliki peran dalam kejadian dermatitis kontak alergi.
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara derajat berat merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi.
Kata kunci : dermatitis kontak alergi, status merokok, indeks Brinkman, uji tempel.
(5)
THE ASSOCIATION BETWEEN SMOKING AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE
Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni
Department of Dermato-Venereology Medical Faculty of Sumatera Utara University
RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
Abstract
Background :Allergic contact dermatitis is caused as the result from exposure of sensitized individuals to contact allergens. Smoking is one of risk factors in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between smoking and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.
Objective :To investigate the association between smoking and allergic contact dermatitis incidence
Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Then they were given questionnaire about smoking and results were analyzed statistically.
Results :This study revealed that amount and duration of smoking had role in allergic contact dermatitis incidence.
Conclusion : There was no significantly associated between smoking status and allergic contact dermatitis incidence.
Key words :allergic contact dermatitis, smoking status, Brinkman index, patch test.
(6)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memampukan penulis dalam menyelesaikan
seluruh rangkaian penyusunan tesis yang berjudul: “Hubungan merokok dengan
kejadian dermatitis kontak alergi” sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik Kulit dan Kelamin di Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penyelesaian tesis ini ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan
untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), selaku
pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing,
memberi masukan, koreksi dan dorongan semangat kepada penulis selama
proses penyusunan tesis ini dan juga sebagai Ketua Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti
pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), selaku pembimbing
kedua, yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam membimbing,
(7)
tesis ini dan juga sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan
spesialis dan senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama
mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada
Universitas yang Bapak pimpin.
4. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr.
Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH, yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan
Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Yang terhormat dr. Richard Hutapea, SpKK(K), sebagai anggota tim
penguji, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi
atas penyempurnaan tesis ini
6. Yang terhormat dr. Kristo A. Nababan, MKed(DV), SpKK, sebagai anggota
tim penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas
penyempurnaan tesis ini
7. Yang terhormat dr. Meidina K. Wardani, SpKK, sebagai anggota tim
penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas
(8)
8. Yang terhormat para Guru Besar, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali Harahap,
SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh staf
pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP
H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya
selama mengikuti pendidikan ini.
9. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur
RSUD dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
10. Yang terhormat Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku konsultan
statistik, yang telah banyak membantu penulis dalam hal metodologi
penelitian dan pengolahan statistik penelitian ini.
11. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan atas bantuan,
dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
12. Yang terhormat semua pasien dengan riwayat dermatitis kontak yang telah
terlibat dalam penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
13. Yang tercinta Ibunda The Lie Hiong yang dengan penuh cinta kasih,
keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan luar biasa untuk mengasuh,
mendidik, dan membesarkan penulis. Tiada ungkapan yang mampu
melukiskan betapa beryukurnya saya dan kiranya hanya Tuhan Yang Maha
(9)
14. Yang terkasih adik saya Zeinun, S.Kom, terima kasih atas doa, dukungan
dan semua bantuan yang telah diberikan kepada saya selama ini.
15. Yang terkasih kekasih saya dr. Hendra A. Choandry, SpPD, terima kasih
untuk segala dukungan moril dan materil, perhatian, dan kebersamaan kita
selama ini. Doa dan semangat darimu merupakan salah satu sumber
kekuatan saya dalam menjalani suka duka masa pendidikan ini.
16. Teman seangkatan dan sahabat saya tersayang, dr. Evita Lourdes br. Pinem,
dr. Fitry Adelia Sy, dr. Nadiya Munir, dr. Lia Yutrishia, dr. Sulistya Dwi
Rahasti, dr. Indah Atmasari terima kasih untuk kerjasama, kebersamaan,
waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani
pendidikan ini.
17. dr. Liza Arianita, dr. Ridha Raudha, dr. Lora Desika Kaban, dr. Nita
Andrini, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan selama persiapan
mengikuti ujian nasional hingga penyelesaian tesis ini.
18. dr. Tri Nanda Syahfitri, dr. Arie Hidayati, dr. Ivan Tarigan, dr. Yosie Anra,
dr. Dewi Lastya Sari, dr. Meilania Hasnatasha, dr. Dina Theresa yang telah
menjadi teman berbagi cerita suka dan duka, terima kasih atas kerjasama
dan kebersamaan selama menjalani masa pendidikan ini.
19. Yang terhormat seluruh teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Kesehatan dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala
bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya selama
(10)
Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan.Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan tesis ini.Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan
permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan
yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani
masa pendidikan ini.
Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada
Tuhan Yang Maha Pengasih, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan
melindungi kita sekalian. Amin.
Medan, April 2015
Penulis
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………. i
ABSTRACT……….……….. ii
KATA PENGANTAR………...… iii
DAFTAR ISI……….. viii
DAFTAR TABEL………... x
DAFTAR GAMBAR……….….……..…. xi
DAFTAR LAMPIRAN...………….…………..………..……. xii
DAFTAR SINGKATAN……….……….. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN………..…... 1
1.1. Latar Belakang……….……… 1
1.2. Rumusan Masalah……….………...… 3
1.3. Hipotesis………..… 3
1.4. Tujuan Penelitian………. 3
1.4.1. Tujuan umum………... 3
1.4.2. Tujuan khusus……….. 4
1.5. Manfaat Penelitian………... 4
1.5.1. Bidang akademik atau ilmiah………..……. 4
1.5.2. Pelayanan masyarakat……….….… 4
1.5.3. Pengembangan penelitian……….... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………..…... 5
2.1. Dermatitis Kontak Alergi……….... 5
2.1.1. Definisi……… 5
2.1.2. Epidemiologi………...….... 5
2.1.3. Faktor-faktor predisposisi……… 5
2.1.3.1. Usia….………... 5
2.1.3.2. Jenis kelamin………..…... 6
2.1.3.3. Ras………..…... 6
2.1.3.4. Dermatitis atopik………...… 6
2.1.3.5. Penyakit penyerta……….…………. 7
2.1.3.6. Faktor-faktor lain………... 7
2.1.4. Etiologi ………...… 7
2.1.5. Patogenesis ………. 7
2.1.5.1. Fase sensitisasi………... 8
2.1.5.2. Fase elisitasi………..…. 8
2.1.6. Gambaran klinis……….….. 10
2.1.6.1. Fase akut……….…... 10
2.1.6.2. Fase sub akut………. 10
2.1.6.3. Fase kronis……….… 10
2.1.7. Diagnosis………. 10
2.2. Merokok ……….……….…...… 12
2.2.1. Definisi……….…...… 12
(12)
2.2.3. Klasifikasi ………...……… 13
2.2.4. Risiko dan komponen rokok……… 14
2.3. Merokok dan Kulit……….……. 15
2.4. Kerangka Teori……….…... 18
2.5. Kerangka Konsep……… 19
BAB 3 METODE PENELITIAN……….. 20
3.1. Desain Penelitian……….…… 20
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….…….… 20
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian………..…………. 20
3.3.1. Populasi target………. 20
3.3.2. Populasi terjangkau……….…. 20
3.3.3. Sampel………. 20
3.3.3.1. Kriteria inklusi……….…….. 21
3.3.3.2. Kriteria eksklusi……….……… 21
3.4. Besar Sampel……….……….…. 22
3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian……….……….… 22
3.6. Identifikasi Variabel……… 22
3.7. Cara Penelitian……….………… 23
3.7.1. Pencatatan data dasar……….. 23
3.7.2. Pemeriksaan uji tempel………... 23
3.7.3. Pemeriksaan hubungan merokok dengan dermatitis kontak alergi………..……….. 24
3.8. Definisi Operasional……….……... 25
3.9. Kerangka Operasional……….….… 27
3.10. Pengolahan dan Analisis Data……….… 27
3.11. Etika Penelitian……….…... 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 29
4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ………..… 29
4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi ……….… 34
4.3. Hubungan antara Status Merokok dengan Kejadian DKA … 38 4.4. Hubungan antara Derajat Berat Merokok dengan Kejadian DKA ………...… 40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 43
5.1. Kesimpulan……….…. 43
5.2. Saran……….………... 44
DAFTAR PUSTAKA……… 45
(13)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
4.1 Karakteristik subjek DK penelitian ……… 30
4.2 Karakteristik merokok subjek penelitian ……… 33
4.3. Alergen penyebab dermatitis kontak alergi ..………. 35
4.4 Hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA ………….. 39
4.5 Frekuensi jenis kelamin berdasarkan status merokok ……… 40
(14)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Kerangka teori ……… 18
2.2 Kerangka konsep ……… 19
3.1 Kerangka operasional ………. 27
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Naskah Penjelasan Kepada Peserta Penelitian ……….….. 48
2. Persetujuan Setelah Penjelasan ……….…...….. 51
3. Status penelitian ………. 52
4. Kuesioner Merokok ……… 55
5. Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan ………. 57
6. Anamnesis Tes Tempel ……….. 58
7. Hasil Pemeriksaan Tes Tempel ……..……… 64
8. Data Penelitian ………... 65
9. Analisis Statistik ……….… 69
10. Gambar Uji Tempel dan Hasil Pembacaan ……….... 73
(16)
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
AAAAI : American Academy of Allergy, Asthma and Immunology
BPS : Badan Pusat Statistik
CD :
DA : Dermatitis Atopik
Cluster of Differentiation
DK : Dermatitis Kontak
DKI :
DKA : Dermatitis Kontak Alergi
FK : Fakultas Kedokteran
DermatitisKontak Iritan
GMCSF : Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor
HAM : Haji Adam Malik
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HLA-DR : Human Leucocyte Antigen-DR ICAM-1 : Intercellular Adhesion Molecule-1
ICDRG : International Contact Dermatitis Research Group
IFN : Interferon
IgE : Imunoglobulin E
IL : Interleukin
IL-R : Interleukin Reseptor
IKKK : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
IPPD : N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine
LFA : Lymphocyte Function-associated Antigen
MBT : 2-Mercaptobenzothiazole
PPD :
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik Para-Phenylenediamine
PT : Perseroan Terbatas
PTBP : 4-tert-Butylphenolformaldehyde resin RSCM : Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SD : Sekolah Dasar
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMF : Satuan Medis Fungsional
TNF : Tumor Necrosis Factor
TRUE : Thin-layer Rapid-Use Epicutaneous
(17)
HUBUNGAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI
Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
Abstrak
Latar belakang : Dermatitis kontak alergi disebabkan oleh adanya paparan individu yang tersensitisasi terhadap alergen kontak.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi
Merokokmerupakan salah satu faktorrisiko untukterjadinya dermatitis kontak alergi.Berbagai penelitian mengenai hubungan antara merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Kemudian diberikan kuesioner merokok dan dianalisis secara statistik.
.
Hasil :Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah dan lama merokok memiliki peran dalam kejadian dermatitis kontak alergi.
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara derajat berat merokok dengan kejadian dermatitis kontak alergi.
Kata kunci : dermatitis kontak alergi, status merokok, indeks Brinkman, uji tempel.
(18)
THE ASSOCIATION BETWEEN SMOKING AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE
Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni
Department of Dermato-Venereology Medical Faculty of Sumatera Utara University
RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia
Abstract
Background :Allergic contact dermatitis is caused as the result from exposure of sensitized individuals to contact allergens. Smoking is one of risk factors in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between smoking and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.
Objective :To investigate the association between smoking and allergic contact dermatitis incidence
Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Then they were given questionnaire about smoking and results were analyzed statistically.
Results :This study revealed that amount and duration of smoking had role in allergic contact dermatitis incidence.
Conclusion : There was no significantly associated between smoking status and allergic contact dermatitis incidence.
Key words :allergic contact dermatitis, smoking status, Brinkman index, patch test.
(19)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dermatitis Kontak (DK)ialah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit.1,2Kulit dapat bereaksi secara
imunologi dan/atau nonimunologi terhadapbahan eksogen tersebut
dimanadapatdibagimenjadi bahaniritanyangmemiliki efek toksiklangsungpada
kulitdan menyebabkan Dermatitis Kontak Iritan (DKI)dan bahan
kimiaalergidimanaterjadi reaksi imunhipersensitivitaslambatyang
menimbulkanDermatitis Kontak Alergi (DKA).3,4
Pada survei American Academy of Allergy, Asthma and
Immunology(AAAAI), DKmerupakan masalahkulit yang umumdimanaterdapat
5,7 jutakunjungan dokterpertahun.5Sampai saat ini didapatilebih dari 85.000bahan
kimiadiduniasaat ini dan hampirsetiap bahandapatmenjadi iritan, sedangkanlebih
dari3.700bahantelah diidentifikasi sebagaialergenkontak.
DKI
5,6
jauhlebih seringdaripadaDKA.7,8Insiden DKA diperkirakan terjadi
sebesar 0,21% dari populasi penduduk.6,9,10Semuakelompok usia dapat terkena
dan jumlah perempuan yang menderita DKA sedikit lebih banyak oleh
karenapaparan kontaktan spesifik dalam perhiasan dan kosmetik.
Di Indonesia, laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Sam Ratulangi Manado pada periode Januari
2001-Desember 2005 didapatkan insiden DK sebesar 5,51%.
5,6
11
Sedangkan di Poliklinik
(20)
tahun 2000 sebanyak 30,61% dan tahun 2001 sebanyak 30,40%.Di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik (HAM) Medan, selama tahun 2000
terdapat 731 pasien baru diPoliklinik Alergi-Imunologi dimana 201 pasien atau
27,50% menderita DK, sedangkan pada tahun 2001 insiden DK sebesar
23,70%.12Berdasarkan data rekam medis di RSUP HAM Medan pada tahun 2013
didapatkan pasien baru yang berkunjung ke Poliklinik Alergi-Imunologi sebanyak
248 orang dimana 77 pasien menderita DK dan 17 pasien didiagnosis DKA.Dari
catatan medis poliklinik alergi di RSUP HAM Medan pada tahun 2000 sebanyak
5,39% disebabkan oleh sandal karet, 3,43% masing-masing oleh obat tradisional
dan krim topikal, sedangkan penyebab terbanyaknya (68,62%) tidak diketahui.12,13
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki faktor-faktor yang
berkaitan dengan DKA.Beberapa faktor yang berkaitan dengan DKA adalah DA,
kerentanan genetik, tembakau, alkohol.10,14Selain itu, studi juga telah menyelidiki
mengenai hubungan gaya hidup (minum alkohol dan merokok) dengan DKA.15
Ada buktiyang kuat bahwa alkoholdan tembakaumemiliki efek
padasistem imun, tetapi sedikit yang diketahuimengenai
pengaruhfaktor-faktorgaya hidupini terhadapprevalensiDKA.15,16Penelitian pada 690wanita di
Norwegia mendapatkanhubungan yang signifikan antara merokok dan DKA,tetapi
hal ini tidak didapatkan dalam penelitian pada520laki-laki Swediayang
melakukandinas militer.Penelitian yang dilakukan Jacob P. Thyssen dkk.di
Kopenhagenpada tahun 2010yang menyelidiki hubungan merokok dengan
sensitisasi kontak dan nikel pada 3460 individumendapatkan adanya kaitan
merokok dengan sensitisasi kontak dan nikel.15Penelitian oleh Allan Linneberg
(21)
Penggunaan rokokmerupakan faktorrisiko untukterjadinya
DKA.16,17Merokokmeningkatkanproduksi sitokinproinflamasi sepertiTumor
Necrosis Factor (TNF)-α danInterleukin (IL)-1dan menurunkankadar sitokinanti-inflamasi seperti IL-10.Merokokmemiliki banyakefek merusak padasistem imun,
meskipunmekanisme yang tepatbelum sepenuhnya dipahami.18,19
Dari penelitian-penelitian tersebut didapatkan hasil-hasil yang bervariasi
dalam hubungan antara merokok dengan kejadian DKA dan penelitian ini belum
pernah dilakukan di Indonesia.Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai
hubungan merokok dengan DKA yang direncanakan dilakukan di Satuan Medis
Fungsional (SMF) Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) RSUP HAM
Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian DKA.
1.3. Hipotesis
Hipotesis mayor : ada hubungan antara merokok dengan kejadian DKA.
Hipotesis minor :
1. Ada hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA.
2. Ada hubungan antara derajat berat merokok dengan kejadian DKA.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum
(22)
2. Mengetahui hubungan derajat berat merokok dengan kejadian DKA.
1.4.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui proporsiDKA pada pasienDK.
2. Mengetahui proporsi status merokok pada pasien DKA.
3. Mengetahui proporsi derajat berat merokok pada pasien DKA.
4. Mengetahui alergenpenyebab pada pasienDKA.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bidang akademik atau ilmiah
Membuka wawasan yang lebih mendalam mengenai peran merokok
sebagai perkiraan salah satu faktor risiko dalam kejadianDKA.
1.5.2. Pelayanan masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap
masyarakat mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit alergi pada kulit terutama yang dikaitkan dengan gaya hidup
merokok.
1.5.3. Pengembangan penelitian
Menjadi landasan teori dan data tambahan bagi penelitian-penelitian
(23)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat diperantarai sel atau
reaksi imun tipe IV yang disebabkan oleh kontak kulit dengan alergen
lingkungan.6.20
2.1.2. Epidemiologi
DKA terjadi pada 5-11% pria dan 13-18% wanita.3,21,22Di Indonesia
terlihat bahwa frekuensi DKA menunjukkan peningkatan dalam tahun-tahun
terakhir ini. Di bagian Alergi-Imunologi Rumah Sakit dr. Cipto
Mangunkusumo(RSCM) Jakarta pada tahun 1988 dilaporkan 35 kasus yang
berumur antara 6-67 tahun, 21 diantaranya dengan DKA yang tidak diketahui
penyebabnya dan 14 orang dengan dermatitis kronis non spesifik yang
penyebabnya tidak diketahui.1
2.1.3. Faktor predisposisi 2.1.3.1. Usia
Selama dekade terakhir, beberapapenelitian telahmemperlihatkan
DKsebagai penyebab pentingpada dermatitismasa kanak-kanak, meskipunalergen
(24)
Hasil reaksiuji tempel positif cenderung meningkatdengan usiakarena
akumulasialergiyang diperolehselama hidupnya. Orang dewasamuda
lebihcenderung mengalami alergipekerjaan ataukosmetiksedangkanorang tua lebih
cenderungterjadi sensitivitas obat. Usia merupakan faktor penting dalam setiap
penelitian uji tempel.20,24
2.1.3.2. Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamindalam terjadinyaDKA sebagian besar tidak
diketahui.6 Wanitabiasanyalebih seringdiuji tempel, dan memiliki lebih banyak
hasilpositifdaripada pria.24,25Perbedaan jenis kelaminmungkin
disebabkanfaktor-faktor sosial danlingkungan dimanawanita lebih mungkinuntukmemiliki
sensitivitasnikelkarena peningkatanpemakaianperhiasan, danprialebih mungkin
untukmemiliki sensitivitaskromatakibat paparan pekerjaan.24,25
2.1.3.3. Ras
Peranrasdalam kejadian DKA terhadapbeberapaalergenpoten
sepertiPara-Phenylenediamine(PPD)masih kontroversial.6Penelitian yang
terbatasmenunjukkantingkat sensitisasilebih rendah terhadapnikel danneomisin di
Afrika Amerika dibandingkan dengan Kaukasia.6,17,23Berkenaan
denganprotokoluji tempel, penilaian reaksi positifmungkin sedikitlebih sulit
padajeniskulit yang lebih gelap(Fitzpatrick tipeVdanVI). Hal ini disebabkan oleh
eritemayang tidakjelas sehinggaterjadirisikomengabaikanreaksialergi positif
ringan.6
(25)
2.1.3.4. Dermatitis atopik (DA)
Sampai saat ini, pasien dengan DA kebanyakan dianggap kurang
mungkin untuk menderita DKA.Beberapa peneliti telah melaporkan penurunan
frekuensi sensitisasi kontak antara individu dengan DA. Ada juga sejumlah
penelitian yang menunjukkan bahwa sensitisasi kontak dalam DA berhubungan
terbalik dengan keparahan klinis DA.23,24
2.1.3.5. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering adalah gangguan yang terkait dengan
defisiensi imun, sepertiAcquired Immunodeficiency Syndrome(AIDS), penyakit
yang beragam seperti limfoma, sarkoidosis, kusta lepromatosa, dan dermatitis
atopik telah dikaitkan dengan kurangnya reaktivitas atau anergi.20,23
2.1.3.6. Faktor-faktor lain
Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya sensitisasi bervariasi
dengan usia, faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan pekerjaan. Penelitian
telahmenyelidikihubungan yang mungkin antarafaktor-faktor gaya hidupseperti
minum alkohol dan merokoktembakaudengansensitisasikontak.15,16
2.1.4. Etiologi
Ada sekitar 25bahan kimiapenyebab DKA, termasukpoison ivy, nikel,
sarung tangan karet, pewarna rambut dan tato temporer, tekstil, bahan pengawet,
(26)
2.1.5. Patogenesis
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas diperantarai selyang lambat
(tipe IV)akibat adanyapaparan dan sensitisasi berikutnya hostyang rentan secara
genetikterhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulangakan memicu
reaksi inflamasi kompleks.2,4,6,8Ini merupakan perbedaanpenting dengan
DKIdimana DKI tidak adareaksisensitisasidanintensitasreaksi
inflamasiiritasisebanding dengandosis, konsentrasi danjumlahiritan.6,7,26Adadua
fase berbedadalam DKA yaitufasesensitisasidan faseelisitasi.6,24,25
2.1.5.1. Fase sensitisasi
Sebagian besar alergen adalah molekul lipofilik dan kecil (<500 Dalton)
yang mampu menembus stratum korneum dan mencapai sel penyaji antigen dalam
epidermis (sel Langerhans) atau dermis (sel dendritik dermal).Bahan-bahan
kimiawi ini merupakan antigen yang tidak lengkap atau hapten dimana harus
ditangkap oleh sel penyaji antigen, diinternalisasi, diikat ke protein kompleks
histokompatibilitas major, dan diekpresikan kembali pada permukaan sel untuk
menjadi antigen lengkap.Sel penyaji antigen kemudian migrasi ke kelenjar getah
bening lokal dimana alergen yang baru dibentuk dipresentasikan ke sel T naif.
Limfosit ini selanjutnya mengalami proliferasi klonal dan berdiferensiasi menjadi
sel efektor, supresor, dan memori Cluster of Differentiation (CD)4 dan CD8 yang
dilepaskan ke dalam aliran darah dan kulit. Proses ini terjadi selama 10-15 hari
dan jarang menimbulkan lesi kulit yang terlihat.21
(27)
Paparan berulang terhadap alergen menyebabkan sel T yang tersensitisasi
sebelumnya menghasilkan Interleukin (IL)-1, IL-2, dan Interferon (IFN)-γ. Limfokin-limfokin ini menginduksi proliferasi sel T sitotoksik dan perekrutan
makrofag.21Selain itu, sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon (IFN)-γuntuk mengaktifkan keratinosit yang mengekspresikanIntercellular Adhesion
Molecule(ICAM)-1 dan HLA-DR.6,10,20Molekul ICAM-1 memungkinkan
keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain yang
mengekspresikan molekulLymphocyte Function-associated Antigen(LFA)-1
sedangkan ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi
langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini juga.Selain
itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi sel T
sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin termasuk
IL-1, IL-6, dan Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor (GMCSF),
yang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan aktivasi sel T.
Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan
eikosanoid.10,20,26Adanya kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi
sel mast dan makrofag.26
Histamindari selmastdaneikosanoiddari selmast, keratinosit,
daninfiltrasileukosit menyebabkandilatasipembuluh darah danpeningkatan
permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel proinflamatori larut yang beredar.
Kaskadeini menyebabkanresponklinis inflamasi DKA, kerusakanselular, dan
selanjutnyaprosesperbaikan.
Dalam waktu 8-48 jam, sel-sel efektor ini dan sitokin proinflamatori akan
menyerang epidermis dan menimbulkan gambaran klinis dermatitis. Bila tidak
(28)
diobati, proses ini akan berlanjut selama beberapa hari atau minggu hingga sel
supresor yang terutama mensekresikan IL-4 dan IL-10 mengambil alih dan
menghambat reaksi.21
2.1.6. Gambaran klinis
Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis
berupaefloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.6,20
2.1.6.1.Fase akut
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya
kontakdengan bahan penyebab.6Pada yang ringan hanya berupa eritema
danedema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih
hebat disertaivesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan
eksudasi.Lesicenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subjektif
berupa gatal.6,20,28
2.1.6.2.Fase sub akut
Pada fase ini akan terlihateritema, edema ringan, vesikula, krusta dan
pembentukan papul-papul.6,28
2.1.6.3.Fase kronis
Lesi cenderung simetris,batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi,
papul, skuama, terlihat pulabekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta
(29)
2.1.7. Diagnosis
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab DKA,diperlukan anamnesis
yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari
penyebab yang penting dalam menentukan terapi serta tindak lanjutuntuk
mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi,
perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang
pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaanpersonal
mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta
kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
5,6,28
Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papuldengan
pembentukan vesikel yang jika pecahakan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas,
dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
5,6,25
Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat
yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan
korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukanuntuk konfirmasi dan diagnostik
tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik.
5,6,20
4
Uji tempel dapat
dilakukan dengan Thin-layer Rapid-Use Epicutaneous (TRUE) atau dengan
chamber aluminium yang disiapkan tersendiri (Finn) yang dipasang pada tape
Scanpor.4,27,29Serangkaian alergen standar atau dasar direkomendasikan untuk
penggunaanpada setiap orang yang menjalani uji tempel.4,30,31The European
(30)
dunia.31Dalam protokol uji tempel umum, jumlah tertentu hapten yang diduga
diaplikasikan ke kulit selama 48 jam (24 jam di beberapa negara), dan penilaian
selanjutnya reaksi kulit dilakukan pada waktu tertentu, biasanya setelah 2, 3, 4,
dan/atau 7 hari. Pembacaan tambahan setelah 7 hari dapat memperlihatkan hingga
10%reaksi positif yang negatif pada pemeriksaan sebelumnya.5,6,31Intensitas
reaksi dinilai dan dicatat sesuai International Contact Dermatitis Research Group
(ICDRG) menurut sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu dari + (reaksi non
vesikular lemah dengan eritema yang dapat diraba), ++ (reaksi kuat edema atau
vesikular), +++ (reaksi hebat bulosa atau ulserasi). Bila reaksi sangat lemah atau
meragukan dimana hanya ada eritema samar atau makular (tidak dapat diraba)
dicatat dengan tanda tanya (?+), dan reaksi iritan dicatat sebagai IR.6,30,31 Jika
memungkinkan, tes tempelharus dipasang di bagian punggung atas pasien karena
merupakan lokasi yang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian
besar validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh
lainmisal tangan, lengan, paha, perut) harus dibatasi dalam situasi pengecualian
dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.10,31
2.2. Merokok 2.2.1. Definisi
Merokok merupakan prosesmenghirupasappembakarantembakau yang
terbungkusdalam rokok, pipa, dan cerutu. Seorang perokokadalahseseorang yang
merokoksetidaknya saturokokdalam seminggu.32
(31)
Merokokmencapai tingkat epidemikselama abadterakhir danmencapai
puncakpada tahun 1964dimana40% orang dewasadiAmerika Serikatadalah
perokok. Sejak itu,penggunaan tembakautelah menurunsecara bertahap,
meskipun28% orang dewasadi negara-negaramajumasihperokok. Selama dekade
terakhir, jumlah perokokdi Spanyoltelahsedikit menurun menjadisekitar30% dari
populasi orang dewasa.32
Merokok adalahpenyebab utamapenyakitdan kematiandi dunia Barat
dengan persentase sekitar 20% darikematian dinegara-negara tersebut. Di seluruh
dunia,sekitar 2juta orangmeninggal setiap tahunkarena merokok, setengah
darimereka berusia di bawah70tahun.32,33
2.2.3. Klasifikasi
WHO telah menerbitkan pedoman standar untuk pengukuran merokok.
Berdasarkan pedoman ini, orang dapat diklasifikasikan sebagai perokok atau non
perokokdan dua kategori utama ini dapat dibagi menjadi beberapa sub kategori.
Seorang perokok adalah orang yangpada saat surveimerokok produk
tembakau baik harian atau okasionaldimanaperokok dapat berupa perokok harian
atau okasional. Seorang perokok harian adalah orangyang merokok produk
tembakau setidaknya sekali sehari (kecuali bahwa orang yang merokok setiap
hari, tetapi tidak pada hari-hari puasa agama, masih diklasifikasikan sebagai
perokok harian).Seorang perokok okasional adalah orangyang merokok, tetapi
tidak setiap hari.Perokok okasional bisa reducer, perokok okasional
berkesinambungan atau experimenter. Seorang reducer adalah orang yang
dulunya merokok setiap hari tetapi sekarang tidak merokok setiap hari
(32)
lagi.Seorang perokok okasional berkesinambungan adalah orang yang tidak
pernah merokok setiap hari, tetapi telah merokok 100 atau lebih rokok (atau
jumlah tembakauyang setara) dan sekarang merokok sesekali.
Seorangexperimenteradalah orang yang telah merokok kurang dari 100 batang
rokok (atau jumlah tembakauyang setara) dan sekarang perokok sesekali.
Seorang nonperokok adalah orang yang pada saat survei tidak merokok
sama sekali.Non perokok dapat dibagi eks-perokok, tidak pernah merokok atau
perokok eks-okasional. Seorang eks-perokok adalah orang yang dulunya seorang
perokok harian tetapi saat ini tidak merokok sama sekali. Seorang tidak pernah
merokok adalah orang yangtidak pernah merokok sama sekali atau belum pernah
menjadi perokok harian dan telah merokok kurang dari 100 batang rokok (atau
jumlah setara tembakau) sepanjang hidupnya. Seorang perokok eks-okasional
adalah orang yang sebelumnya merokok sesekali, tetapi tidak pernah merokok
setiap hari dan yang telah merokok 100 atau lebih rokok (atau jumlah setara
tembakau) sepanjang hidupnya.
33,34
Derajat berat merokok dihitung dengan menggunakan Indeks Brinkman
(IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan
dengan lama merokok dalam tahun, dan dikategorikan dalam ringan (0-200),
sedang (200-600), berat (>600).
33,34
33
2.2.4. Risiko dan komponen rokok
Merokokberbahayakarena ada banyakbahan dalamasap tembakauyang
dapat membahayakantubuh.35Seperti juga nikotin, ada lebih dari 4.000 bahan
(33)
dari bahan kimia ini menyebabkan kanker.35,36Asap tembakauterdiri
darifasepartikulatpadattermasukalkaloid, nikotin, dan fasegasyang mudah
menguap.Ada banyakmutagendan karsinogendalam asap tembakau, terutama
hidrokarbon aromatikpolisiklik, nitrosamin, dan aminaheterosiklik. Komponen
beracunutama fase padattermasuknikotin, fenol, katekol, kuinolin, anilin, toluidin,
nikel, N-nitrosodimetilamin, benzopiren, benzanthracenedan2-naftilamin.
Komponenberacunutama fasegastermasukkarbon dioksida, karbon monoksida,
hidrogen sianida, nitrogen oksida, aseton, formaldehid, akrolein, amonium,
piridin, 3-vinilpiridin, N-nitrosodimetilamin, danN-nitrosopirolidin.18,37Studi
ekspresi gen pada kulit memperlihatkan bahwa komponen tembakau
mengupregulasi 14 gen berbeda yang terlibat dalam metabolisme xenobiotik, stres
oksidatif, dan respon stres. Tembakau juga memiliki efek nongenomik yang
menghasilkan sebagiandari aktivasi spesies oksigen reaktif. Nikotin dan senyawa
terkait secara farmakologi lain menggunakan efek mereka pada kulit dengan
mengaktifkan reseptor asetilkolin nikotinik (nAChR) yang diekspresikan oleh
sel-sel kulit.38
2.3. Merokok dan Kulit
Nikotinselama beberapa dekadetelahdianggap sebagaifaktor utamayang
menimbulkangangguanterkait merokok, tetapi bukti terbaru secarajelas
menunjukkanbahwa efekvasoaktifsementarapadakulitdanperfusisubkutantidak
dapatmenjelaskandengan memuaskan mekanisme
patofisiologiyangmengganggupenyembuhan lukadankontribusi terhadap
(34)
Merokok menimbulkan efek imunomodulator sistemik melalui pelepasan
spesies oksigen reaktif dari asap tembakauyang diyakini menyebabkan kaskade
efek merugikan pada fungsi sel inflamasi normal dengan melemahkan mekanisme
fagositosis dan bakterisidal serta meningkatkan pelepasan enzim proteolitik.
Selain itu, sintesis kolagen dan endapan kolagen matur dalam matriks
ekstraselular berkurang.18,38Gangguan tersebutakan mempengaruhi mekanisme
biologi yang menyebabkan efek merugikan pada jalur perbaikan selular pada kulit
dan apendiksnya. Hal inidapat diamati dalam penyembuhan luka akut pada
perokok.35,38
Tidak diragukan lagi, kelainan kulitdegeneratifadalah akibat darimerokok
dalammekanismereparatifdanperkembangandegradasiekstraselularelastin,
kolagen, dan molekulmatriks ekstraselularlainnya.35,36Hal ini semakinmenjelaskan
bahwaefek imunomodulatordan perubahanfungsi selinflamatoriakibat
merokokmempengaruhiperjalanan klinispenyakitkulit.
Penelitiandermatologimasih perludilakukan untuk menjelaskanmengapamerokok
merupakanfaktor yang memperberat beberapa penyakit, sementara tampak
mengurangiperjalanan klinisyang lain.37,38
Di seluruh dunia,prevalensipenyakit alergitelah meningkat secara
bermaknadalam beberapadekade terakhiryang mungkin memilikidua penjelasan.
Disatu sisi, adanya peningkatan kesadarandoktersertakesadaran pasien
danorangtua yang menyebabkanpeningkatanidentifikasi danpeningkatanpresentasi
kasus kepadadokter. Di sisi lain, ada kemungkinan bahwapeningkatan ini
disebabkanperubahanpaparan terhadap faktorrisiko yang diketahuidantidak
(35)
Merokokmeningkatkanproduksi sitokinproinflamasi sepertiTNF-α dan IL-1dan menurunkankadar sitokinanti-inflamasi seperti IL-10.17Cirikhas
imunologiDKAadalahreaksi imun diperantarai sel tipe IVdimana
sel-selThelpertipe 1dansitokinterkaitadalah dominan. Halini diketahui baik
bahwamerokokmemiliki banyakefek merusak padasistem imun,
meskipunmekanisme yang tepatbelum sepenuhnya dipahami. Efekimunologi juga
bisamemainkan perandalam regulasi reaksi imun diperantarai selThelper tipe 1
sehinggamemperantaraiterjadinyaalergi kontak.15,16Merokok mungkin juga
memiliki efeknonimunologimisalnyadengan mengurangialiran darahdalam
kulityang dapatmemiliki pengaruh padareaktivitas uji tempel. Dengan demikian,
kemungkinanmekanisme yang mendasarihubungan yang diamatiantara
(36)
2.4. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Alergen Stratum korneum Sel Langerhans Kelenjar regional Limfosit T Sirkulasi aliran Proliferasi Paparan berulang antigen Sel T aktivasi IFNγ ICAM-1 LFA-1 IL-1 IL-2 IL-6 GMCSF • Dilatasi pembuluh darah
• Pean permeabilitas DKA Genetik Jenis kelamin Usia Ras Penyakit penyerta Faktor-faktor lain: - Pekerjaan - Hobi/kebiasaan
Pean TNF-α & IL-1
Pean IL-10
Pean sel Th tipe 1
Merokok Faktor-faktor predisposisi IFNγ ICAM-1 LFA-1 IL-1 IL-2 IL-6 GMCSF Dermatitis atopik
(37)
2.5. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep
Merokok Dermatitis Kontak Alergi
Status Merokok
Derajat Berat Merokok
(38)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan rancangan potong
lintang (cross sectional).
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober2014 hingga Maret 2015
yang bertempat di SMF IKKK RSUP HAM Medan.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi target
Pasien-pasien dengan riwayat DK.
3.3.2. Populasi terjangkau
Pasien-pasien dengan riwayat DK yang berobat keSMF IKKK RSUP
HAMsejakOktober2014 hinggaMaret 2015.
3.3.3. Sampel
Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
(39)
3.3.3.1. Kriteria inklusi
1. Pasien berumur 18-65 tahun dengan riwayat DK.
2. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent.
3.3.3.2. Kriteria eksklusi
1. Pasien yang menderita flare DK.
2. Pasien yang mendapat pengobatan antihistamin sistemik (antagonis
reseptor H1, antagonis reseptor H2, antagonis leukotrien) dan
anthistamin topikal (doksepin) dalam waktu 2 minggu terakhir
sebelum penelitian.
3. Pasien yang menggunakan obat kortikosteroid topikal dan
imunosupresan topikal lain (takrolimus, pimekrolimus) pada lokasi
uji tempel dalam 2 minggu terakhir.
4. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat kortikosteroid sistemik
dengan dosis diatas 20 mg dalam 2 minggu terakhir.
5. Pasien yang memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol.
6. Pasien yang memiliki riwayat stigmata atopik baik pada dirinya
maupun keluarganya.
(40)
3.4. Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel, digunakan rumus berikut.
Rumus :
(
)
(
)
2 2 ) 1 ( ) 2 / 1( (1 ) ) (1 )
a o a a o o P P P P Z P P Z n − − + −
= −α −β
Dimana :
) 2 / 1 (−α
Z = deviat baku alpha, untuk α= 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96
) 1 (−β
Z = deviat baku betha, untuk β= 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282
0
P = proporsi di populasi (0,22)
a
P = perkiraan proporsi di populasi (0,47)
a P
P0 − = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25
Maka :
(
)
(
)
2 2 25 , 0 ) 47 , 0 1 ( 47 , 0 282 , 1 ) 22 , 0 1 ( 22 , 0 96 ,1 − + −
= n
≈ 34
Sampel untuk penelitian ini sebanyak 34 orang.
3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Pada penelitian ini akan digunakan pengambilan sampel secara
non-randomized consecutivesampling.
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel bebas : status merokok, derajat berat merokok
(41)
3.7. Cara Penelitian
3.7.1. Pencatatan data dasar
Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti diSMF IKKK Divisi
Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan meliputi identitas pasien,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologis.Diagnosis klinis
ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di SMF IKKKDivisi
Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan.
3.7.2. Pemeriksaan uji tempel
1. Bahan alergen standar yang digunakan dalam penelitian ini adalah
alergen dari European Baseline Series Chemotechnique Diagnostics.
2. Aplikasikan sejumlah kecilantigenpada setiap chamber berurutan
dimulai darinomor satubahan standar
3.
.
Untukantigencair, diaplikasikansatu tetescairanke kertas saring yang
sudah ditempatkan di dalamchamber
4.
.
Posisi pasien duduk atau telungkup.
5. Dilakukan pembersihan pada kulit punggung bagian atas dengan
kain kasa atau jika kulit pasien berminyak dapat dibersihkan dengan
kapas alkohol, kemudian dibiarkan kering.
6. Ditempelkan IQ Ultra®chamberpada punggung dan direkat dengan
plester hipoalergenik, serta diberi tanda sesuai dengan urutan bahan
(42)
7. Pasien diijinkan pulang dengan pesan bahwa lokasi uji tempel tidak
boleh basah terkena air dan untuk berhati-hati bila sedang mandi
serta mengurangi aktivitas yang menimbulkan keringat berlebihan.
8. Pembacaan dilakukan pada jam ke 48 dan 72 (atau lebih awal jika
ada keluhan sangat gatal atau rasa terbakar pada lokasi uji tempel).
9. Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan ICDRG menurut
sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu :
- negatif
29,30
?+ reaksi meragukan
+ reaksi lemah (non vesikular)
++ reaksi kuat (edema atau vesikular)
+++ reaksi hebat (bula atau ulseratif)
NT tidak diuji
IR reaksi iritan tipe berbeda
10. Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan
anamnesis dan gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap
sebagai penyebab (pembacaan dilakukan 15 menit setelah plester
dilepaskan).Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif
bermakna.
3.7.3. Pemeriksaan hubungan merokok dengan dermatitis kontak alergi
Pasien yang telah didiagnosis dengan DKA melalui pemeriksaan uji
tempel kemudian akan diberikan kuesioner mengenai kebiasaan merokoknya
(43)
hasil kuesioner tersebut pasien akan dihitung derajat berat merokok dengan indeks
Brinkman yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari
dikalikan lama merokok dalam tahun, yang dikategorikan menjadi ringan (0-200),
sedang (200-600), dan berat (>600).33Setelah itu, hubungan merokok dengan
DKA akan dihitung secara statistik.
3.8. Definisi Operasional
3.8.1. DKA adalahdermatitis kontak yang disebabkan adanya kontak kulit
dengan alergen. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
gambaran klinis yang didukung oleh uji tempel yang hasilnya positif.
Anamnesis berupa riwayat kontak ulang dengan bahan alergen yang
dicurigai.
Gambaran klinis berupa makula eritema, edema, papul, vesikel pada
tempat kontak dengan bahan alergen, tidak berbatas tegas dan dapat
meluas ke sekitarnya.
Uji tempel adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan
apakah suatu bahan tertentu menyebabkan inflamasi alergi pada kulit
pasien dengan aplikasi sejumlah bahan alergen standar ke kulit selama 48
jam dan dinilai reaksi kulit pada hari ke-2 dan 3. Uji tempel dinyatakan
positif bila ditemukan intensitas reaksi +, ++, +++ pada kulit sesuai
dengan sistem ICDRG.
(44)
3.8.2. Merokok adalahkegiatan atau aktivitas menghisapasaptembakau yang
dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.
Merokok akan dibagi menjadi status merokok dan derajat berat merokok.
Skala ukur : ordinal
3.8.3. Status merokok adalah riwayat mengenai jumlah total rokok yang dihisap
yang diperoleh melalui kuesioner. Status merokok dibagi menjadi tidak
pernah, eks-perokok, ≤15 batang per hari, >15 batang per hari.
3.8.4. Indeks Brinkman merupakan penentuan
Skala ukur : ordinal
derajat berat merokok yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan
dengan lama merokok dalam tahun yang diperoleh melalui
kuesioner.Indeks Brinkman dikategorikan atasderajat ringan (0-200),
(45)
3.9. Kerangka Operasional
Gambar 3.1 Kerangka operasional
3.10. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang didapat diolah dengan metode analisis hipotesis untuk
menentukan hubungan antara merokok dengan DKA.Analisis dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak pengolah data.
Untuk menganalisis hubungan antar variabel dilakukan uji statistik chi
square dengan jumlah sel tidak ada nilai ekspektasi(expected count)kurang dari 5
tidak lebih dari 25%. Bila ada, maka digunakan ujiFisher.Batas uji keamanan atau
nilai p yang digunakan dalam penelitian adalah 0,05 dengan interval kepercayaan
95%. Dikatakan bermakna jika nilai p≤0,05 dan tidak bermakna jika nilai p>0,05. Pasien riwayat DK yang berobat ke SMF IKKK RSUP HAM
Medan
Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
DKA (+)
Merokok (+)
Uji tempel
DKA (-)
Merokok (+)
(46)
3.11. Etika Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan sampel biologis, yang
selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
kode etik peneltiian biomedik.Ijin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas
(47)
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan terhadap 34 subjek dengan riwayat DK sejak
Oktober 2014 –Maret 2015.
4.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan
distribusi frekuensi kelompok jenis kelamin, usia, suku, agama, pendidikan, status
pernikahan. Sedangkan karakteristik merokok terdiri dari status merokok dan
(48)
Tabel 4.1Karakteristik subjek DK penelitian
Karakteristik sosiodemografi Jumlah (n=34) Persentase (%)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 23 11 67,6 32,4 Usia 18-34 35-49 50-65 13 11 10 38,2 32,4 29,4 Suku Aceh Batak Jawa Melayu Tionghoa 1 10 15 5 3 2,9 29,4 44,1 14,7 8,8 Agama Buddha Islam Katolik Protestan 2 22 3 7 5,9 64,7 8,8 20,6 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan tinggi 3 0 19 12 8,8 0 55,9 35,3 Status pernikahan Menikah Belum menikah 29 5 85,3 14,7
Total 34 100,0
Dari tabel 4.1 tampakbahwa laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan, yaitu laki-laki sebanyak 23 orang atau 67,6% dan perempuan
sebanyak 11 orang atau 32,4%.
Pada penelitian di Jerman yang dilakukan oleh Forsbeck pada tahun 2001
ditemukan 1141 orang dengan DK dengan perbandingan 50,4% untuk perempuan
dan lebih banyak daripada laki-laki. Demikian juga pada penelitian Basketter di
Thailand, dari 1178-2545 orang yang diikutsertakan dalam penelitiannya
(49)
Dotterud di Norwegia pada tahun 2007 ditemukan prevalensi sebesar 55,8%
perempuan dari 1236 orang subjek penelitian.23 Hasil penelitian yang dilakukan
oleh García-Gavín tentang epidemiologi DK di Spanyol pada tahun 2008
ditemukan 740 orang atau 63,7% adalah perempuan dan 421 orang atau 36,3%
adalah laki-laki, dengan perbandingan antara perempuan dan laki-laki sebesar
1,76dari 1161 pasien.40
Pada umumnya, wanitalebih seringdilakukan uji
tempelsehinggadidapatkan hasilpositifyang lebih banyak daripada pria. Selain itu,
wanita lebih peduli dan lebih takut terhadap kesehatannya sehingga lebih sering
mencari pengobatan secepatnya.20,23
Distribusi berdasarkan usia yang dibagi dalam tiga kelompok didapatkan
kelompok usia 18-34 tahun memiliki frekuensi kejadian terbanyak sebesar 13
orang atau 38,2% dengan usia termuda adalah 20 tahun sedangkan usia tertua
adalah 62 tahun.
Pada penelitian ini ditemukan prevalensi
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini dapat terjadi karena subjek
yang diikutsertakan dalam penelitian sesuai dengan kriteria eksklusi dan inklusi
sehingga didapatkan prevalensi laki-laki yang lebih besar dalam penelitian ini.
Pada penelitian Wulus di Manado ditemukan kelompok usia tertinggi
25-44 tahun yaitu sebanyak 30,18%.41 Pada penelitian Fatma dan Hari tentang
analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian DK pada pekerja di PT Inti
Pantja Press Industri menunjukkan bahwa 26 pekerja atau 60,5% dari 43 pekerja
yang berusia ≤30 tahun terkena DK, sedangkan di antara pekerja yang berusia >30 tahun hanya sekitar 13 orang atau 35,1% yang terkena DK.42Menurut kepustakaan
(50)
mengenai semua usia dan angka kejadian meningkat pada usia produktif. Hal ini
terkait dengan pekerjaan dan kehidupan mereka sehari-hari dimana mereka selalu
terpapar dengan bahan-bahan iritan dan alergen.
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkansuku terbanyak adalah suku Jawa
sebesar 15 orang atau 44%.
20,29
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera
Utara pada tahun 2000 mayoritas penduduk kota Medan berasal dari suku Jawa
sebesar 33,03% dan Batak sebesar 20,93%, kemudian suku Tionghoa sebesar
10,65%, Mandailing sebesar 9,36%, Minangkabau sebesar 8,6%, Melayu sebesar
6,59%, Karo sebesar 4,10%, Aceh sebesar 2,78%, dan lain-lain sebesar 3,95%.43
Berdasarkan pendidikan didapatkan
Menurut Yuli Kusumawati (2008) tingkat pendidikan seseorang ikut
menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu
pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin mudah
menerima informasi tentang kesehatan.
frekuensi tertinggi adalah SLTA
sebanyak 19 orang atau 55,9% dimana dapat disimpulkan bahwa rata-rata sampel
pada penelitian ini memiliki tingkat intelektual yang cukup baik.
44
Namun, dalam penelitian Budiani di
Puskesmas Turi Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta ditemukan bahwa
pendidikan tidak berhubungan dengan DKA dan secara statistik tidak bermakna.
Demikian juga pada penelitian Mithia R dkk.di Makassar yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan pengetahuan dengan kejadian DK di Rumah Tahanan
Kelas I Makassar. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan yang cukup baik tidak akan menjamin seseorang terhindar dari
(51)
Perilakulah yang kemudian menjadi pencetus seseorang berperilaku sehat ataupun
tidak.
Tabel 4.2Karakteristik merokok subjek penelitian 45
Karakteristik Jumlah (n=34) Persentase (%)
Status merokok Tidak pernah Eks-perokok ≤15 batang/hari >15 batang/hari 13 0 21 0 38,2 0 61,8 0 Derajat berat merokok
Ringan Sedang Berat 26 8 0 76,5 23,5 0
Total 34 100,0
Distribusi frekuensi status merokok terbanyak adalah ≤15 batang/hari sebanyak 21 orang atau 61,8% yang diikuti tidak pernah merokok sebanyak 13
orang atau 38,2%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Linneberg, dkk. ditemukan bahwa
alergi kontak terjadi pada status merokok ≤15 batang/hari dan eks -perokok dengan prevalensi yang sama yaitu sebesar 19,7% yang diikuti status merokok
>15 batang/hari sebesar 17,9% dan tidak pernah sebesar 13,6%.16
Dari tabel 4.2 tampak bahwa frekuensi derajat ringan merokok sebanyak
26 orang atau 76,5%, kemudian derajat sedang delapan orang atau 23,5%, dan
tidak ada yang memiliki derajat berat.
Dalam penelitian
ini hanya didapatkan status merokok yang tidak pernah dan ≤15 batang/hari sedangkan untuk status merokok eks-perokok dan >15 batang/hari tidak dijumpai
dalam sampel penelitian. Hal ini menjadi keterbatasan penelitian sehingga tidak
dapat melihat bagaimana prevalensi alergi kontak pada masing-masing status
(52)
Hasil penelitian Thyssen JP dkk. menunjukkan bahwa sensitisasi nikel
dihubungkan secara signifikan dengan merokok tembakau dengan hubungan yang
tergantung dosis dan tidak tergantung jenis kelamin.15 Pada penelitian ini hanya
didapatkan status merokok yang tidak pernah dan ≤15 batang/hari sehingga derajat berat merokok yang paling banyak diperoleh adalah derajat ringan diikuti
oleh derajat sedang.
4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi
(53)
Tabel 4.3Alergen penyebab dermatitis kontak alergi
No Alergen standar
Hasil uji tempel
Total Negatif
(%)
Positif (%)
1. Potassium dichromate 29 (85,2) 5 (14,7) 34 (100,0)
2. p-Phenylenediamine (PPD) 33 (97,0) 1 (2,9) 34 (100,0)
3. Thiuram mix 33 (97,0) 1 (2,9) 34 (100,0)
4. Neomycin sulfate 34 (100,0) 0 34 (100,0)
5. Cobalt(II)chloride hexahydrate 28 (82,4) 6 (17,6) 34 (100,0)
6. Benzocaine 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)
7. Nickel(II)sulfate hexahydrate 25 (73,5) 9 (26,4) 34 (100,0)
8. Clioquinol 34 (100,0) 0 34 (100,0)
9. Colophonium 34 (100,0) 0 34 (100,0)
10. Paraben mix 34 (100,0) 0 34 (100,0)
11.
N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine (IPPD) 33 (97,0) 1 (2,9) 34 (100,0)
12. Lanolin alcohol 34 (100,0) 0 34 (100,0)
13. Mercapto mix 34 (100,0) 0 34 (100,0)
14. Epoxy resin, Bisphenol A 34 (100,0) 0 34 (100,0)
15. Myroxylon pereirae resin 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)
16. 4-tert-Butylphenolformaldehyde
resin (PTBP) 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)
17. 2-Mercaptobenzothiazole (MBT) 34 (100,0) 0 34 (100,0)
18. Formaldehyde 34 (100,0) 0 34 (100,0)
19. Fragrance mix I 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)
20. Sesquiterpene lactone mix 34 (100,0) 0 34 (100,0)
21. Quaternium-15 34 (100,0) 0 34 (100,0)
22.
2-Methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone 33(97,0) 1(2,9) 34 (100,0)
23. Methylisothiazolinone +
Methylchloroisothiazolinone 34 (100,0) 0 34 (100,0)
24. Budesonide 34 (100,0) 0 34 (100,0)
25. Tixocortol-21-pivalate 34 (100,0) 0 34 (100,0)
26. Methyldibromoglutaronitrile 34 (100,0) 0 34 (100,0)
27. Fragrance mix II 34 (100,0) 0 34 (100,0)
28. Lyral 34 (100,0) 0 34 (100,0)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas didapatkan bahwa lima alergen yang
(54)
sebanyak 9 orang atau 26,4%, kobalt klorida sebanyak 6 orang atau 17,6%,
potassiumdichromate sebanyak 5 orang atau 14,7%, myroxylon pereirae
resinsebanyak 2 orangatau 5,8%, dan fragrance mix I sebanyak 2orangatau 5,8%.
Hal ini sesuai dengan penelitian García-Gavín dkk.di Spanyolyang
menemukan lima alergen penyebab DKA paling sering adalah nikel sulfat sebesar
25,88%, potassiumdichromatesebesar 5,31%, kobalt klorida sebesar 5,10%,
fragrance mixsebesar 4,64%, dan balsam Peru sebesar 4,44%. Nikel merupakan
alergen yang paling sering dengan frekuensi sensitisasi 25,88% (CI 95%,
23,35-28,41%).40 Kobalt klorida merupakan alergen kedua paling sering terjadi pada
wanita, kemungkinan disebabkan oleh sensitisasi melalui pemakaian perhiasan,
lingkungan pekerjaan, sensitisasi melalui produk kebersihan dan rambut,
produk-produk yang digunakan dalam industri tekstil, atau kulit.7,40
Dalam penelitian ini didapatkan hasil positif terhadap Myroxylon
pereirae resin (balsam Peru) dan fragrance mix masing-masing sebanyak 2 orang
atau 5,8%.Fragrance mixes dan balsam Peru dalam penelitian García-Gavín, dkk.
di Spanyol merupakan penyebab peringkat keempat dan kelima, dengan
persentase sekitar 4,5% yang sesuai dengan studi yang dipublikasikan oleh rumah
sakit di Spanyol. Prevalensi ini terjadi samaantara laki-laki dan perempuan
sehingga menunjukkan fragrance terdapat dimana-mana saat ini yang tidak hanya
terdapat dalam parfum tetapi juga dalam setiap jenis produk industri seperti sabun,
deterjen, dan cat.40
Selain itu, juga ditemukan reaksi positif terhadap benzokain pada 2 orang
atau 5,8%.Anestesi lokal dari derivat –kain digunakan secara luas terutama dalam
(55)
digunakan untuk pruritus ani, hemoroid dan gigitan serangga, lotion untuk luka
bakar, dan tetes mata dan telinga anestesi.Pada penelitian Ana,dkk. diperoleh
bahwa dari 112 pasien atau 4,1% yang diperiksa setidaknya terdapat satu reaksi
alergi terhadap anestesi lokal, dengan prevalensi reaksi terhadap benzokain
sebesar 22,5% dan sebagian besar atau 44% tidak berhubungan atau terjadi akibat
reaksi silang dengan senyawa para.46
Dari tabel 4.3 didapatkan 1 orang atau 2,9% positif terhadap PPD. Selain
itu juga dijumpai 1 orang atau 2,9% bereaksi positif terhadap
N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine (IPPD). Dalam penelitian García-Gavín, PPD adalah
alergen peringkat ketiga pada wanita, dengan frekuensi 5,03% (CI 95%,
3,43%-6,64%).40 PPD terdapat pada pewarna rambut yang merupakan prekursor umum di
dalam produk pewarna rambut oksidatif. IPPD merupakan turunan dari PPD yang
juga terdapat dalam pewarna rambut.47
Gambar 4.1 Frekuensi alergen penyebab dermatitis kontak alergi 0
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728
Ju
m
lah
Alergen
18-34 35-49 50-65
(56)
Dari gambar 4.1 tampak bahwa alergen penyebab DKA paling banyak
pada kelompok usia 18-34 tahun adalah nikel sulfat, yang disusul kobalt klorida,
potassiumdichromate, dan myroxylon pereirae resin. Alergen penyebab pada
kelompok usia 35-49 tahun adalah nikel sulfat, kobalt klorida,
potassiumdichromate, benzokain, PTBP. Pada kelompok usia 50-65 tahun alergen
penyebab adalah potassium
Faktor penting yang meningkatkan induksi DKA dalam kelompok usia
dewasa muda (15-40 tahun) adalah pekerjaan, misalnya pekerjaan industri,
katering, dan pertanian. Penyebab lain adalah pakaian, memakai kosmetik dan
faktor lingkungan lain.
dichromate, nikel sulfat, fragrance mix I, PPD,
thiuram mix, kobalt klorida, benzokain, IPPD, PTBP,
2-Methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone.
Kelompok usia yang berbeda memiliki pekerjaan tertentu dan
kesempatan paparan terhadap alergen kontak yang juga berbeda. Resistensi
terhadap dermatitis kontak okupasional menurun seiring usia sehingga risiko
dermatitis kontak okupasional meningkat secara progresif dengan usia.
48
48,49
Sugai,
dkk. yang memeriksa sensitivitas kontak terhadap alergen standar yang terdapat
dalam lingkungan sehari-hari (kromat, kobalt, nikel dan formaldehid) mengamati
penurunan pada dekade ke-4.48
Hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA dapat dilihat
pada tabel 4.4
(57)
Tabel 4.4Hubungan antara status merokok dengan kejadian DKA DKA (+) DKA (-)
Nilai p*
n % n %
Status merokok Tidak pernah
≤15 batang/hari
6 13
31,6 68,4
7 8
46,7
53,3 0,369
Total 19 100,0 15 100,0
*Chi-Square
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh nilai signifikansi p 0,369 dengan
menggunakan uji Chi-Square pada hubungan antara status merokok dengan
kejadian DKA. Oleh karena p>0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna
antara status merokok dengan kejadian DKA.
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa pada status merokok tidak pernah merokok
didapatkan sebesar 7 orang atau 20,6% yang tidak memiliki DKA dan 6 orang
atau 17,6% yang memiliki DKA. Sedangkan status merokok ≤15 batang/hari diperoleh sebesar 8 orang atau 23,5% yang tidak memiliki DKA dan 13 orang
atau 38,2% yang memiliki DKA. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kejadian
DKA bukan hanya ditentukan oleh jumlah rokok yang dihisap setiap harinya,
tetapi juga ditentukan oleh lamanya waktu merokok, jenis rokok yang digunakan,
(58)
Tabel 4.5Frekuensi jenis kelamin berdasarkan status merokok Status merokok
Tidak pernah ≤15 batang/hari
n % n %
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
3 10
23,1 76,9
20 1
95,2 4,8
Total 13 100,0 21 100,0
Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 3 orang atau 8,8% laki-laki
dengan status merokok tidak pernah dan sebanyak 20 orang atau 58,8% yang
merokok ≤15 batang/hari. Pada status merokok tidak pernah ditemukan sebesar 10 orang perempuan atau 29,4% dan yang merokok ≤15 batang/hari ada 1 orang atau 2,9% perempuan. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Allan dkk di Kopenhagen, Denmark yang ditemukan prevalensi merokok
adalah sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi merokok berat (>15
batang/hari) lebih sering terdapat pada laki-laki. Dalam penelitian tersebut
ditemukan tidak ada interaksi yang signifikan secara statistik antara merokok dan
jenis kelamin. Dengan demikian, efek merokok pada prevalensi alergi kontak
adalah sama antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara merokok dan usia.16
4.4. Hubungan antara Derajat Berat Merokok dengan Kejadian DKA
Pada frekuensi derajat berat merokok diperoleh pasien dengan DKA
sebanyak 11 orang atau 32,4% pada derajat ringan dan 8 orang atau 23,5% dengan
DKA pada derajat sedang. Sedangkan yang tidak memiliki DKA sebanyak 15
(59)
Penelitian Linneberg menemukan hubungan dosis-respon positif antara
merokok dan alergi kontak. Efek merokok tidak tergantung pada determinan
alergi kontak seperti jenis kelamin dan usia.16
Tabel 4.6Hubungan antara derajat berat merokok dengan kejadian DKA DKA (+)
Nilai p* DKA (-)
n % n %
Derajat berat merokok Ringan Sedang
11 8
57,9 42,1
15 0
100,0
0 0,004
Total 19 100,0 15 100,0
* UjiFisher
Dari tabel 4.6diperoleh nilai signifikansi p 0,004.Dengan adanya nilai
p≤0,005 maka ada hubungan yang bermakna antara derajat berat merokok dengan kejadian DKA.
Hal ini sesuai dengan penelitian di Denmark pada 1.056 partisipan yang
menemukan hubungan yang kuat antara merokok dan alergi kontak. Pada
penelitian tersebut diperoleh frekuensi alergi kontak sebanyak 13,6% pada status
merokok tidak pernah, sebanyak 19,7% dengan status merokok sebelumnya,
sebanyak 19,7% pada status merokok ≤15 gram/hari, dan sebanyak 17,9% pada status merokok >15 gram/hari.16 Sedangkan penelitian di Norwegia dengan 1.236
partisipan dewasa hanya menemukan hubungan yang lemah antara merokok dan
DKA pada subjek wanita yang diteliti.50Demikian jugapada penelitian yang
dilakukan pada 520 laki-laki Swedia muda yang menjalankan pelatihan wajb
(60)
Dua penelitian sebelumnya yaitu penelitian Edman dan Sprince,
dkk.telah melaporkan adanya hubungan antara merokok dan dermatitis tangan.43
Namun, penelitian Berndt, dkk.tidak dapat mengkonfirmasi lebih lanjut adanya
hubungan ini.52Selain itu, tidak ada penelitian yang melaporkan adanya hubungan
antara merokok dengan reaktivitas uji tempel terhadap alergen.43,52Dotterud, dkk.
menemukan hubungan antara alergi nikel dan merokok pada sampel perempuan
yang diteliti tetapi tidak terdapat hubungan antara alergi nikel dan merokok pada
sampel laki-laki, sedangkan Meijer, dkk.tidak menemukan berbagai hubungan
yang ada di antara laki-laki muda yang diteliti.50,51 Penelitian lebih lanjut perlu
dilakukan untuk mengklarifikasi apakah hubungan ini adalah kausatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor
risiko untuk terjadinyaDKA.Penemuan adanya hubungan dosis dengan respon
juga dapatmemperlihatkan bahwa penghentian merokok dapat mencegah
terjadinya DKA.16,53Namun, harus diketahui meskipun prevalensi merokok yang
tinggi di antara laki-laki, prevalensi alergi kontak nikel adalah rendah. Hal ini
memberikan penjelasan bahwa paparan terhadap alergen tetap merupakan penentu
yang paling penting dalam terjadinya alergi kontak.16
Menariknya, suatu penelitian yang berdasarkan populasi prospektif telah
menunjukkan bahwa merokok dapat menurunkan risiko sensitisasi alergi yang
diperantarai IgE terhadap aeroalergen. Suatu studi populasi cross-sectionaljuga
telah memperlihatkan adanya prevalensi yang lebih rendah terhadap aeroalergen
yang umum di antara perokok dan eks-perokok dibandingkan antara
(61)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok
dengan kejadian DKAdengan nilai signifikansi p 0,369.
2. Ada hubungan yang bermakna antara derajat berat merokok dengan
kejadian DKAdengan nilai signifikansi p=0,005.
3.
4. Dari 19 orang subjek DKA didapatkan 6 orang atau 31,6% yang
tidak pernah merokok dan 13 orang atau 68,4% yang merokok ≤15 batang/hari.
Dari 34 subjek DK yang diteliti didapatkan 19 orang atau 55,9%
yang memiliki DKA.
5. Dari 19 orang subjek DKA didapatkan 11 orang atau 57,9% derajat
ringan merokok dan 8 orang atau 42,1% derajat sedang merokok.
5. Pada penelitian ini dijumpai hasil uji tempel positif terhadap 11
alergen yaitu potassium dichromate, PPD, thiuram mix,
cobalt(II)chloride hexahydrate, benzocaine, nickel(II)sulfate
hexahydrate, IPPD, myroxylon pereirae resin, PTBP, fragrance mix
I, 2-Methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone, dengan alergen terbanyak
adalah nikel sebanyak 9 orang, kobalt sebanyak 5 orang dan
(62)
5.2. Saran
1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melihat hubungan jenis
rokok dengan DKA.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melihat hubungan cara
merokok dengan DKA.
3. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan meneliti mengenai alergen
(63)
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008: 129-53.
3.
Hayakawa R. Contact Dermatitis. Nagoya J. Med. Sci. 2000;63:83-90.
4.
English JSC. Current concepts of irritant contact dermatitis. Occup Environ Med. 2004;61:722-6.
5.
James WD, Berger TG, Elston DM. Contact dermatitis and drug eruptions. Dalam: James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi 11. British: Elsevier; 2011: 88-137.
6.
Beltrani VS, Bernstein IL, Cohen DE, Fonacier L. Contact dermatitis: a practice parameter. Ann Allergy Asthma Immunol. 2006;97(3 Suppl 2):S1-38.
7.
Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic contact dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi 8. New York: McGraw-Hill Companies; 2012:152-64.
8.
Racheva S. Etiology of common contact dermatitis. J of IMAB. 2006;12(1):14-7.
9. Keefner KR. Contact dermatitis. Dalam: Newton GD, editor. Handbook of Nonprescription Drugs. Edisi 17. Washington DC: American Pharmaceutical Association. 2012: 645-60.
Morris A. ABC of allergology: contact dermatitis. Current Allergy & Clinical Immunology. 2004;17(4):190-1.
10.
11. Wulus EN. Profil dermatitis kontak di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2001 – Desember 2005[Skipsi]. Manado: FK Unsrat; 2006.
Marks JG, DeLeo VA. Allergic and Irritant Contact Dermatitis. Dalam: Marks JG, DeLeo VA. Contact and Occupational Dermatology. USA: Mosby-Year Book; 1992: 3-13.
12. Trihapsoro I. Dermatitis kontak alergik pada pasien rawat jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan [tesis]. Medan: FK USU: 2003.
13. Siregar R. Dermatitis kontak telapak tangan pada ibu rumah tangga di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan [tesis]. Medan: FK USU : 2000.
14.
15.
English JSC, Dawe RS, Ferguson J. Environmental effects and skin disease. Br Med Bull. 2003;68:129-42.
16.
Thyssen JP, Johansen JD, Menné T, Nielsen NH, Linneberg A. Effect of tobacco smoking and alcohol consumption on the prevalence of nickel sensitization and contact sensitization. Acta Derm Venereol. 2010;90:27-33. Linneberg A, Nielsen NH, Menné T, Madsen F,
17. Lee CH, Chuang HY, Hong CH, dkk. Lifetime exposure to cigarette smoking and the development of adult-onset atopic dermatitis. Br J Dermatol. 2011;164(3):483-9.
Jørgensen T. Smoking might be a risk factor for contact allergy. J Allergy Clin Immunol. 2003;111(5):980-4.
(1)
LAMPIRAN 9
ANALISIS STATISTIK
Frekuensi
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid L 23 67.6 67.6 67.6
P 11 32.4 32.4 100.0
Total 34 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 18-34 13 38.2 38.2 38.2
35-49 11 32.4 32.4 70.6
50-65 10 29.4 29.4 100.0
Total 34 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Aceh 1 2.9 2.9 2.9
Batak 10 29.4 29.4 32.4
Jawa 15 44.1 44.1 76.5
Melayu 5 14.7 14.7 91.2
Tionghoa 3 8.8 8.8 100.0
(2)
Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buddha 2 5.9 5.9 5.9
Islam 22 64.7 64.7 70.6
Katolik 3 8.8 8.8 79.4
Protestan 7 20.6 20.6 100.0 Total 34 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid SD 3 8.8 8.8 8.8
SLTA 19 55.9 55.9 64.7
Perguruan Tinggi 12 35.3 35.3 100.0
Total 34 100.0 100.0
Status_Pernikahan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Menikah 29 85.3 85.3 85.3
Belum menikah 5 14.7 14.7 100.0
Total 34 100.0 100.0
Status_Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Tidak pernah 13 38.2 38.2 38.2
<15 batang/hari 21 61.8 61.8 100.0
Total 34 100.0 100.0
Derajat_Berat_Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Ringan (0-200) 26 76.5 76.5 76.5
Sedang (200-600) 8 23.5 23.5 100.0
(3)
DKA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid (-) 15 44.1 44.1 44.1
(+) 19 55.9 55.9 100.0
Total 34 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Status_Merokok *
Jenis_Kelamin
34 100.0% 0 .0% 34 100.0%
Status_Merokok * Jenis_Kelamin Crosstabulation
Jenis_Kelamin
Total
L P
Status_Merokok Tidak pernah Count 3 10 13 % of Total 8.8% 29.4% 38.2% <15 batang/hari Count 20 1 21 % of Total 58.8% 2.9% 61.8%
Total Count 23 11 34
% of Total 67.6% 32.4% 100.0%
Status_Merokok * DKA
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Status_Merokok * DKA 34 100.0% 0 .0% 34 100.0%
(4)
Status_Merokok * DKA Crosstabulation
DKA
Total (-) (+)
Status_Merokok Tidak pernah Count 7 6 13 % of Total 20.6% 17.6% 38.2% <15 batang/hari Count 8 13 21 % of Total 23.5% 38.2% 61.8%
Total Count 15 19 34
% of Total 44.1% 55.9% 100.0%
Derajat_Berat_Merokok * DKA
Derajat_Berat_Merokok * DKA Crosstabulation
DKA
Total (-) (+)
Derajat_Berat_Merokok Ringan (0-200) Count 15 11 26 % of Total 44.1% 32.4% 76.5% Sedang (200-600) Count 0 8 8 % of Total .0% 23.5% 23.5%
Total Count 15 19 34
% of Total 44.1% 55.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 8.259a 1 .004
Continuity Correctionb 6.085 1 .014 Likelihood Ratio 11.237 1 .001
Fisher's Exact Test .005 .004
Linear-by-Linear Association 8.016 1 .005 N of Valid Cases 34
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.53. b. Computed only for a 2x2 table
(5)
LAMPIRAN 10
GAMBAR UJI TEMPEL DAN HASIL PEMBACAAN
Gambar uji tempel pada subjek penelitian
(6)