Kerangka Berpikir Latar sosial

praktis. Artinya, model tersebut bernilai praktis dalam pembelajaran berbahasa. Kefungsionalan model adalah model pembelajaran yang benar-benar fungsional dalam arti cocok dengan tujuan pembelajaran dan benar-benar berfungsi untuk menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan bukan sekedar sebagai pelengkap proses pembelajaran, tetapi benar-benar siswa berlatih terampil berbahasa dengan berbagai fariasi sesuai dengan fokus pembelajaran saat itu. Model yang menantang dan kaya aksi merupakan persyaratan model yang baik dalam pembelajaran. Dengan model yang menanatang diharapkan siswa lebih serius untuk mempelajari dan menghadapi model tersebut. Tentunya untuk memilih model dibutuhkan aplikasi berbagai kemahiran berbahasa. Semakin banyak kemahiran berbahasa yang teraktualisasi, maka model tersebut semakin kaya aksi.

2.2.9 Kerangka Berpikir

Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan diperbarui dengan Kurikulum Tahun 2013 merupakan kurikulum yang di rancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri ekstra-kurikuler. Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill, terutama kemampuan personal personal skill yang dimilikinya, termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan budi pekertinya. Dalam pengembangan karakter siswa di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa di tiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inspirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan budi pekerti serta kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transformasi, identifikasi, dan jati diri tentang diri sendiri yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis dan dinamis. Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya. Guru di tuntut untuk perduli, mau dan mampu mengkaitkan konsep-konsep pendidikan budi pekerti pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru di tuntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan budi pekerti yang dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Para guru pembina program jurusan melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psiko-motorik. Di sisi lain, lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia peserta didik, baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik. Bentuk kerja sama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan seorang guru, sedikit-banyak tidak akan tergantung kepada penerimaan pribadi peserta didik tersebut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, karena seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh yang disenangi dari model atau figurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya. Dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam pengembangan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang di tiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang di pakai dalam pengembangan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya. Di sisi lain, karakter sebagai kecenderungan hati seseorang terhadap dua pilihan, yaitu perilaku buruk dan perilaku baik, sehingga setelah menerima materi pembelajaran siswa memiliki perilaku baik yang ditunjukkan dalam budi pekerti. Mengingat penelitian ini dikenakan pada siswa SMA Kesatrian 2 Semarang, maka karakter tersebut adalah sikap yang ditunjukkan kegiatan sehari-hari baik di sekolah maupun kegiatan di rumah yang berbentuk positif. Dengan demikian diperlukan adanya kerja sama antara guru dan orang tua untuk membawa perubahan perilaku dan karakter pada anak, apalagi anak SMA adalah anak yang masih rentan terhadap perubahan, sehingga bila tidak ada kerja sama antara guru dengan orang tua, dikhawatirkan anak akan mengalami kegagalan. Salah satu bentuk kerja sama antara orang tua dengan guru ini adalah, pemberian informasi mengenai kebiasaan-kebiasaan anak sebagai suatu bentuk sikap dan bertingkah laku, agar guru mengetahui dan mengambil tindakan dengan menerapkan cara atau metode agar anak tidak melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat diperjelas dengan bentuk bagan sebagai berikut. Bagan 1 : Alur Kerangka Pikir

2.2.10 Hipotesis Tindakan