Raden Pinten. Nama istrinya adalah Dewi Soka. Pasangan ini memiliki keturunan bernama Dewi Pramati dan Bambang Pramusinta. Menurut
kisahnya Raden Nakula selalu mengikuti kakaknya Prabu Puntadewa Yudistira .
Wayang Kulit Jawa : Raden Sadewa Raden Sadewa merupakan saudara kembar Raden Nakula. Keduanya
merupakan putra dari Prabu Pandhudewanata Dewi Madrim. Pada waktu kecil diberi nama julukan Raden Darmagranti atau Raden Tangsen.
Berkuasa atau sebagai ksatria di wilayah Wukir Ratawu. Ia mempunyai istri bernama Dewi Padapa. Dari pernikahannya tersebut dikaruniai putra yaitu
Raden Sabekti Raden Dewakusuma. Dalam lakon wayang Sudamala dikisahkan Raden Sadewa berjasa besar dalam meruwat Batari Durga ratu
para demit kembali ke wujudnya semula menjadi bidadari jelita Dewi Uma.
2.2.7 Pendidikan Karakter
2.2.7.1 Pengertian Karakter
Menurut Foerster dalam Wibowo 2012:26 tujuan pendidikan adalah untuk membentuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan
esensial subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi pribadi seseorang.
Karakter menjadi identitas mengatasi pengalaman kontingan yang selalu berubah.
Menurut Koesoema A 2007:79 karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ ciri atau karakteristik atau
gaya atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan- bentukan yang diterima dari lingkangan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
bawaan seseorang sejak lahir”. Menurut Gunawan 2012:2, karakter berarti sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, tenpramen, watak. Menurut Samani dan Hariyanto 2012: 41 karakter dimaknai sebagai
cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat , bangsa, dan
negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari
keputusannya. Menurut Muslich 2011: 67 pendidikan karakter, alih-alih disebut
pendidikan budi pekerti, sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata.
Secara sederhana pembentukan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa.
Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, salah satunya dapat dikemukakan dari pendapat Narwanti 2011: 1 yang menyatakan bahwa
karakter dapat diartikan sebagai sifat- sifat kejiwaantabiatwatak. Adapun menurut Gunawan 2012:2 karakter adalah sifat-sifat
kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Maka istilah berkarakter berarti memiliki karakter, memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat dan berwatak. Menurut Samani dan Hariyanto 2012:41 karakter dimaknai sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya.
Muslich 2011:67 memberikan pengertian bahwa pendidikan karakter adalah sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan
dilakukan dalam tindakan nyata. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa pembentukan karakter mengajarkan cara membentuk kebiasaan berpikir
dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu pula mereka
untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabankan.
Dengan kata lain pembentukan karakter mengajarkan anak didik berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami. Pembentukan
karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasar pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa pembentukan
karakter merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak sebagai ciri
khas dan mengakar pada kepribadian benda atau individu serta merupakan “mesin” yang mendorong seseorang untuk bertindak, bersikap, berucap, dan
merespon terhadap sesuatu yang terjadi. Karakter sendiri merupakan kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti kejujuran
seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Tujuan pendidikan nasional merupakan rumusan mengenai kualitas
manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam
pengembangan pendidikan
budaya dan
karakter bangsa.
Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter
bangsa perlu dikemukakkan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana dalam
Narwanti 2011:16 mengemukakan bahwa tujuan pendidikan karakter. 1.
Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik
ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah setelah lulus dari sekolah.
2. Mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak
bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memecahkan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan nilai- nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dan
diidentifikasi dari sumber-sumber agama, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama, maka kehidupan individu, masyarakat, dan
bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan. Secara politis, kehidupan kenegaraan didasarkan pada nilai yang
berasal dari agama, dan sumber yang kedua adalah Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut dengan Pancasila, seperti yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih
lanjut lagi pasal demi pasal. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara
yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Budaya sebagai suatu kebenaran
bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut.
Nilai-nilai budaya dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Posisi
budaya yang demikian penting dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa, apalagi bagi negerasi muda.
2.2.7.2 Nilai-nilai Pembentukan Karakter