93 hasil metabolisme bakteri, dengan demikian pH naik karena amoniak
bersifat basa. Semakin tinggi nilai pH mengakibatkan kebusukan daging semakin cepat terjadi. Beberapa bakteri penyebab kebusukan pada daging
yaitu B.subtilis, Pseudomonas, Streptococcus, dan Leuconostoc Jensen, 1987
Daging ayam normal yang digoreng memiliki nilai pH sebesar 5.43 dan ayam tiren goreng tetap memiliki nilai pH yang lebih tinggi, yaitu
6.12. Perlakuan dengan penambahan bumbu pada daging ayam normal dan ayam tiren tetap menghasilkan nilai pH yang berbeda, yakni sebesar 5.74
untuk ayam normal dan 6.07 untuk ayam tiren. Berdasarkan analisis sidik ragam seperti ditunjukkan pada
lampiran 4, dengan selang kepercayaan 0.05, nilai pH daging ayam normal
berbeda nyata dengan daging ayam tiren pada berbagai perlakuan, yakni mentah, penggorengan, dan penambahan bumbu. Nilai Signifikansi yang
dihasilkan berturut-turut adalah 0.000 ayam mentah, 0.008 ayam goreng dan 0.006 ayam bumbu.
2. Kekenyalan Objektif
Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam memberikan gambaran tentang kualitas suatu makanan. Pada penelitian ini, dilakukan
pengujian tekstur daging ayam dengan Texture Analyzer. Parameter yang diuji adalah kekenyalan. Kekenyalan pada daging ayam menunjukkan
konsistensi daging dalam kondisi normal atau tidak. Daging ayam yang sehat akan memiliki tingkat kekenyalan yang tinggi. Daging ayam yang
mempunyai kekenyalan rendah, apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal menjadi tidak layak untuk dikonsumsi. Hasil
pengukuran kekenyalan sampel daging ayam disajikan pada Gambar 3.
94
Kekenyalan
22.4 42.8
39.5 19.1
39.5 37.6
10 20
30 40
50
Mentah Ayam Goreng
Penambahan Bumbu
Perlakuan K
e ke
n y
a lan
Ayam Normal Ayam Tiren
Gambar 4 . Grafik Persentase Kekenyalan Daging Ayam
Dari Gambar 4. terlihat daging ayam normal memiliki tingkat
kekenyalan lebih tinggi dibandingkan daging ayam tiren dengan beberapa perlakuan.. Kekenyalan objektif akan meningkat seiring dengan
meningkatnya daya mengikat air WHC dan pH. Semakin tinggi daya mengikat air, maka kekenyalan objektif akan semakin tinggi pula
Ockerman, 1983. Nilai pH akhir yang tinggi pada daging ayam tiren tidak menyebabkan kekenyalan daging meningkat, karena kematian ayam
sebelum disembelih mengakibatkan kondisi post rigor cepat tercapai. Kondisi ini mempercepat terjadinya proses pembusukan daging. Daging
yang tidak kenyal disebabkan karena hilangnya elastisitas serat-serat daging akibat aktifitas mikroorganisme yang mengeluarkan eksoenzim
yang bersifat hidrolitik. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95
menunjukkan antara daging ayam normal dan ayam tiren berbeda nyata, baik itu pada daging mentah ataupun yang telah diberi perlakuan dengan
penggorengan dan penambahan bumbu Lampiran 6.
3. Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan kualitas daging ayam. Daging ayam dengan warna tidak
95 normal memang tidak selalu membahayakan kesehatan konsumen, namun
akan mengurangi selera konsumen. Warna daging ayam yang tidak normal dapat terjadi karena proses fisiologis, seperti stres saat sebelum
disembelih. Daging ayam yang berasal dari ayam yang sudah mati sebelum dipotong pada umumnya terlihat memar, karena darah ayam tidak
keluar secara tuntas. Hasil pengukuran nilai oHue, a, b, dan C pada tiap sampel disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5. Hasil analisis warna daging ayam pada beberapa perlakuan Sampel
o
Hue Nilai a
Nilai b Nilai C
Ayam normal
mentah 82.45
5.85 45.12 45.5 Ayam tiren mentah
81.01 5.99
38.07 38.54
Ayam normal goreng 85.86
4.02 55.53
55.68 Ayam tiren goreng
87.14 2.5
50.07 50.13
Ayam normal bumbu 79.46
7.03 37.71
38.36 Ayam tiren bumbu
82.86 4.85
38.87 39.17
Kisaran warna sampel daging ayam terukur dalam derajat Hue
o
Hue pada seluruh perlakuan terletak pada kisaran 54º - 90º atau pada kisaran warna kuning kemerahan. Nilai
o
Hue didefinisikan sebagai warna- warna yang terlihat seperti merah, hijau, kuning biru dan lain-lain baik
terdiri dari satu warna maupun campuran warna. Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a positif dari 0
sampai 100 untuk wana merah dan nilai –a negatif dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai a pada seluruh sampel menunjukkan nilai positif.
Pada sampel daging mentah, ayam normal memiliki nilai a lebih rendah dibandingkan ayam tiren. Nilai a ayam tiren lebih tinggi dibandingkan
ayam normal pada sampel yang diberi perlakuan penggorengan dan pemasakan dengan bumbu. Hal ini disebabkan karena mioglobin dalam
daging mengalami denaturasi karena pengaruh pemanasan pada perlakuan penggorengan dan pemasakan dengan bumbu Lawrie, 2003.
Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b positif dari nol sampai 70 untuk warna kuning dan nilai –b
96 negatif dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Nilai b seluruh sampel
menunjukkan nilai positif. Daging ayam normal mentah dan goreng memiliki nilai b lebih tinggi dibandingkan dengan ayam tiren. Pada daging
ayam bumbu, nilai b ayam tiren lebih tinggi dibandingkan ayam normal. Meskipun demikian nilai b daging ayam bumbu untuk kedua sampel
memiliki selisih nilai cukup kecil. Hal ini menunjukkan pada perlakuan pemasakan dengan bumbu, daging ayam normal dan tiren memiliki
penampakan warna kuning hampir sama. Nilai C menyatakan ketajaman warna serta merupakan gabungan
o
Hue dan L. Daging ayam normal dan tiren pada perlakuan penggorengan, intensitas warna merah meningkat
dibandingkan daging ayam mentah. Pemasakan dengan bumbu menurunkan intensitas warna merah daging ayam normal dan tiren dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 .
Perbedaan warna daging ayam normal dan ayam tiren pada perlakuan pemasakan dengan bumbu.
Daging ayam yang layak dikonsumsi umumnya berwarna putih dan memiliki kecerahan tinggi. Warna yang terang disebabkan oleh pH akhir
yang rendah berkisar 5.1 sampai 6.0 Buckle, et al., 1966. Hasil
pengukuran kecerahan pada sampel daging ayam disajikan pada Gambar 6.
97
Kecerahan
57.8 72.5
35 48.5
65.2 37
10 20
30 40
50 60
70 80
Mentah Ayam Goreng
Penambahan Bumbu
Perlakuan N
ila i L
Ayam Normal Ayam Tiren
Gambar 6 . Grafik Tingkat Kecerahan Daging Ayam
Berdasarkan gambar di atas diperoleh nilai L yang menunjukkan tingkat kecerahan pada sampel daging ayam normal lebih tinggi
dibandingkan daging ayam tiren untuk perlakuan dengan penggorengan dan daging mentah. Dalam daging normal, sebelum dimasak, bentuk kimia
yang paling penting adalah oksimioglobin. Pigmen ini sangat penting karena menggambarkan warna cerah yang dikehendaki. Nilai pH akhir
yang tinggi pada daging ayam, menyebabkan aktivitas enzim-enzim sitokrom akan lebih besar. Selanjutnya proses difusi menjadi terhalang
karena banyak air dalam daging masih berasosiasi dengan protein-protein daging dan serat-serat. Hal ini mengakibatkan lapisan mioglobin yang
cerah secara perlahan menjadi sedikit tidak menyenangkan dan berubah menjadi lebih gelap Lawrie, 2003. Kemampuan mengikat air pada
daging meningkat karena nilai pH yang tinggi, sehingga air di permukaan ikut diserap dan memberi efek daging menjadi gelap. Perbedaan warna
antara daging ayam normal dan ayam tiren dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8
.
98
Gambar 7. Perbedaan warna daging ayam normal dan ayam tiren
mentah
Gambar 8. Perbedaan warna daging ayam normal dan ayam tiren goreng
Daging ayam normal dan ayam tiren goreng menunjukkan perbedaan kecerahan. Pada daging ayam tiren, bercak darah masih terlihat.
Proses penggorengan menyebabkan warna daging ayam tiren menjadi lebih gelap dibandingkan ayam normal.
Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan pada sampel mentah dan perlakuan penggorengan, daging ayam normal dan daging ayam tiren
memiliki tingkat kecerahan yang berbeda nyata. Berbeda dengan dua perlakuan lainnya, pemasakan dengan penambahan bumbu menghasilkan
99 tingkat kecerahan lebih tinggi pada ayam tiren dibandingkan pada ayam
normal. Hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh pemasakan terutama penambahan bumbu. Baik daging ayam normal maupun daging ayam tiren
memiliki kemampuan yang hampir sama dalam proses penyerapan bumbu. Penyebab lainnya adalah pengolahan dengan suhu tinggi sekitar 80-100
o
C menyebabkan denaturasi metmioglobin sehingga warna daging menjadi
coklat tua. Hal ini diperkuat dengan analisis sidik ragam antara daging ayam normal dan daging ayam tiren yang mengalami perlakuan
penambahan bumbu. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 menunjukkan kedua sampel tersebut tidak berbeda
nyata dengan nilai Signifikansi sebesar 0.098 p0.05. Kedua sampel dengan penambahan bumbu tersebut memang sangat sulit dibedakan jika
dilihat dari penampakan luar. Hal ini menjadi perhatian serius karena konsumen akan mudah tertipu jika daging ayam tiren dijual dalam bentuk
yang siap untuk dikonsumsi seperti makanan siap saji mie ayam.
B. Analisis Mikrobiologis