Trichuris 8,82, Ascaris 5,88, Strongylid 2,94, Hymenolepis 1,47, dan Oxyurid 1,47. Laporan tentang prevalensi jenis cacing pada satwa primata
lain juga pernah dilaporkan oleh Engel et al. 2004, Michaud 2003, Muehlenbein 2005 yaitu Trichuris 3,7, Ascaris 8,3, Strongylid 7,4,
Hymenolepis 1,7, dan Oxyurid 0,8. Berdasarkan analisis Tabel 6 dapat juga dipelajari tingkat prevalensi setiap
jenis cacing pada kelompok monyet setiap kandang. Kelompok monyet yang sering berada di kandang 1, 6, dan 9 mengalami infeksi Trichuris sebesar 25,
12,5, dan 100. Kelompok monyet yang sering berada di kandang 2, 3, dan 10 terinfeksi Ascaris 33,3, Oxyurid 12,5, Hymenolepis 33,3. Kelompok
monyet yang sering berada di kandang 4 terinfeksi Ascaris 20, Strongylid 20, dan Trichuris 10. Kelompok monyet yang sering berada di kandang 8
terinfeksi oleh Ascaris 14,28 dan Strongylid 14,28.
c. Prevalensi infeksi tunggal dan campuran cacing saluran pencernaan
Prevalensi infeksi kecacingan tunggal dan campuran dapat dilihat pada Tabel 7. Prevalensi infeksi kecacingan tunggal tertinggi adalah disebabkan oleh
Trichuris 8,82, kemudian disusul oleh Ascaris 5,88, dan Strongylid 2,49. Prevalensi tunggal terkecil ditemukan pada jenis Hymenolepis dan
Oxyurid yaitu sebesar 1,47. Prevalensi infeksi campuran hanya terjadi pada infeksi Strongylid dan Trichuris sebesar 1,47. Tidak seperti hewan domestik
yang umumnya memiliki beberapa infeksi campuran, monyet yang ada di Pulau Tinjil hanya memiliki satu infeksi campuran cacing saluran pencernaan.
Berdasarkan hasil tersebut Tabel 6 dan 7 dapat dilihat bahwa walaupun home range kelompok monyet di Pulau Tinjil ada yang bertumpukan Kyes 1994,
namun kontak antar kelompok sangat jarang terjadi sehingga transmisi penyakit tidak dapat terjadi dengan baik. Karena hal inilah infeksi tunggal lebih banyak
jenisnya apabila dibandingkan dengan infeksi campuran.
d. Transmisi kecacingan
Prevalensi infeksi cacing saluran pencernaan dipengaruhi oleh transmisi penyakit, sehingga berhubungan erat dengan siklus hidup dari masing-masing
cacing tersebut. Rute infeksi dapat terjadi melalui mulut dan kulit. Metode dari transmisi dapat terjadi melalui pencernaan dan kontak langsung dengan agen
infektif Thrushfield 2007. Infeksi Hymenolepis terjadi secara tidak langsung yaitu melalui inang antara
arthropoda larva pinjal tikus, larva pinjal mencit, kumbang tepung dewasa, lipas, Myriapoda, kumbang dan Lepidoptera. Tinja yang mengandung telur cacing
termakan oleh arthropoda, kemudian telur akan menetas dan mengeluarkan oncospher yang akan berkembang menjadi larva sistiserkoid infektif. Inang
definitif akan terkena apabila memakan arthropoda yang terinfeksi tersebut Ash dan Orihel 1990, Onggowaluyo 2001. Arthropoda bukanlah makanan bagi
monyet ini, akan tetapi tingkah lakunya yaitu merawat diri memungkinkan sistiserkoid masuk ke dalam tubuhnya. Menurut Anggraeni 2003 dan Iskandar
1993, tingkah laku ini dilakukan saat monyet beristirahat yaitu dengan melakukan grooming menggunakan tangan ataupun mulut dalam bentuk mencari
kotoran-kotoran, serpihan kulit kering, dan parasit eksternal, dari rambut satwa lain ataupun dari rambut sendiri
Tabel 7 Prevalensi infeksi tunggal dan campuran cacing saluran pencernaan Macaca fascicularis di Pulau Tinjil
No. Jenis
n sampel Prevalensi
1. Hymenolepis
1 1.47
2. Ascaris
4 5.88
3. Oxyurid
1 1.47
4. Strongylid
2 2.94
5. Trichuris
7 8.82
6. Strongylid dan Trichuris
1 1.47
Gambar 11 Monyet sedang melakukan grooming Stadium infektif Ascaris merupakan larva stadium kedua yang tidak menetas.
Larva stadium kedua infektif apabila tertelan oleh inang akan menetas di dalam usus. Larva menembus dinding usus dan pergi menuju hati melalui sistem portal
hepatik, kemudian akan berubah menjadi larva stadium tiga dalam 4-5 hari. Larva akan menuju jantung dan paru-paru melalui aliran darah, kemudian akan
berkembang lebih lanjut pada paru-paru. Larva keluar dari kapiler alveolus menuju alveolus dan akan melewati duktus alveolus ke bronkiolus, bronkus, dan
trakea. Puncak dari perpindahan ini terlihat sekitar 12 hari sesudah infeksi Levine 1990, Soulsby 1982.
Infeksi Oxyurid biasanya terjadi melalui transmisi telur secara langsung ke mulut dari tangan. Makanan dan minuman yang tercemar dapat juga sebagai
sumber penularan. Telur ini dapat berasal dari luar ataupun berasal dari tubuh sendiri yang tidak sengaja terbawa oleh tangan setelah menggaruk bagian perianal
maupun perineal. Hal ini biasa terjadi akibat pruritus yang disebabkan saat cacing betina dewasa bertelur. Beberapa larva menetas dari telur yang berada di
sekeliling anus dan merambat kembali melalui anus menuju usus, kemudian larva tersebut matang dalam usus besar Ash dan Orihel 1990, Bennett et al. 1995,
Onggowaluyo 2001. Menurut Levine 1990, modus infeksi ini dikenal sebagai retrofeksi.
Telur Strongylid akan berkembang baik pada kondisi tanah yang sedikit berpasir, tanah yang lembab sedangkan pada kondisi tanah liat dan berkerikil,
Photo by Nicolle Perisho Photo by Nicolle Perisho
telur tidak dapat berkembang dengan baik. Pulau Tinjil memiliki tanah berpasir yang cukup banyak sehingga dapat menjadi tempat berkembang yang baik bagi
telur Strongylid. Strongylid dapat menginfeksi inang apabila larva filariform menembus kulit inang dan menjadi larva migrant Ancylostoma sp. dan Necator
sp., namun ada pula cara lain bagi cacing ini untuk menginfeksi inangnya yaitu dengan cara telur infektif Oesophagostomum sp. dan larva infektif tertelan oleh
inang Ancylostoma sp. dan Necator sp. Ash dan Orihel 1990, Soulsby 1982. Telur infektif Trichuris dapat bertahan di lingkungan yang sesuai selama
beberapa tahun. Transmisi penyakit ini terjadi secara langsung yaitu dengan menelan telur infektif, kemudian larva akan menuju usus halus dan menjadi
dewasa di usus besar Soulsby 1982.
e. Peran manusia dalam transmisi kecacingan monyet di Pulau Tinjil