92
desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait
penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas.
Hal ini sesuai dengan Soenarko 2005 yang mengemukakan faktor-faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan, seperti: 1.
persetujuan, dukungan dan kepercayan masyarakat; 2. isi dan tujuan kebijakan haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu; 3.
pelaksanaan haruslah mempunyai cukup informasi terutama mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang menjadi kelompok sasaran; 4.
pemberian tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban yang memadai dalam pelaksanaan kebijakan.
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan di SMP Negeri 3 Tarakan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2013 tentang SPM telah mengatur tentang kuantitas dan kualitas layanan
minimal yang harus disediakan oleh setiap Pemerintah KabupatenKota cq Dinas Pendidikan, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor
Kementerian Agama KabupatenKota serta setiap Satuan Pendidikan SDMI dan SMPMTs.
Dengan ditetapkannya SPM Bidang Pendidikan Dasar, setiap Pemerintah Daerah perlu melakukan evaluasi diri dan menyusun program
atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai SPM. Adapun faktor
93
pendukung dan penghambat penerapan standar pelayanan minimal pendidikan di SMP Negeri 3 Tarakan adalah sebagai berikut:
1. Sarana Prasarana
a. Jumlah dalam setiap rombongan kelas dan kelengkapan kelas Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
Menyebutkan bahwa jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SMPMTs tidak melebihi 36 orang, dan untuk setiap
rombongan belajar tersedia 1 satu ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru serta papan
tulis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa di SMP Negeri 3
Tarakan Semua Rombongan Belajar tidak ada yang melebihi 36 orang. Namun ada yang menarik dari sekolah ini, yaitu menggunakan sistem
moving class. Sistem ini diberlakukan karena ruangan kelas untuk kegiatan belajar mengajar tidak sebanding dengan banyaknya rombel.
Dan peneliti melihat hal ini sebagai faktor pendukung dalam Implementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan di
SMP Negeri 3. Menurut Bapak Agus Salim selaku Waka Sarana Prasarana pihak sekolah menjadikan ruangan ruangan yang ada menjadi
ruang per mata pelajaran. Beliau menyatakan seperti berikut:
“Jika ruangan itu kita jadikan kelas per rombel jelas tidak cukup, jumlah rombel disini ada 30. Sedangkan ruangan yang ada tidak
sebanyak itu.”
94
b. Ketersediaan buku teks pelajaran Menurut standar pelayanan minimal pendidikan dasar, setiap
SMPMTS menyediakan buku teks mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik
Dari hasil penelitian terlihat masih ada kesenjangandalam ketersediaan buku teks pelajaran antara lain pada kelas 7, ketersediaan buku teks
semua mata pelajaran tidak mencukupi untuk tiap siswa. Pada kelas 8, ketersedian buku teks Matematika, Bahasa Inggris, Pkn, Prakarya, dan
Agama tidak mencukupi, dan pada kelas 9, ketersediaan buku teks Prakarya dan Agama tidak memenuhi SPM.
Dari data diatas semua tingkatan kelas masih terdapat kesenjangan terhadap ketersediaan buku teks pelajaran. Kendala dalam hal
ketersediaan buku teks pelajaran menurut Ibu Desi Apriani adalah pada proses pengadaan buku tersebut. Pihak CV Pengadaan yang ditunjuk
oleh Dinas Pendidikan Kota Tarakan belum dapat memenuhi kebutuhan buku mata pelajaran khususnya pada kelas 7. Selanjutnya menurut Ibu
Evy kendala yang dihadapi ialah proses pemeliharaan, kedisiplinan siswa dalam menjaga buku sering terabaikan. masih ada keraguan
apakah buku harus dibagi ke siswa untuk di bawa pulang atau hanya dipinjamkan saat pelajaran berlangsung. Senada dengan ibu Halida,
sosialisasi baik pada peserta didik, orang tua peserta didik, serta komite sekolah tentang bagaimana seharusnya buku yang ada disekolah
dimanfaatkan.