38
BAB III PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan adalah pembatalan hubungan suami istri sesudah dilangsungkan akan nikah. Selain itu pembatalan perkawinan juga tindakan
putusan pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan tidak sah akibatnya perkawinan itu dianggap tidak pernah ada. Maka akibatnya segala
sesuatu yang dihasilkan dari perkawinan itu menjadi batal dan semuanya dianggap tidak pernah terjadi pula.
Pembatalan perkawinan dalam hukum islam disebut fasakh yang artinya merusakkan atau membatalkan. Jadi fasakh sebagai salah satu sebab putusnya
perkawinan ialah merusakkan atau membatalkan hubungan perkawinan yang telah berlangsung.
38
Fasakh disebabkan dua hal
39
1. Disebabkan oleh perkawinan yang tidak memenuhi rukun dan syarat atau
terdapat adanya halangan perkawinan. :
2. Disebabkan terjadinya sesuatu dalan kehidupan rumah tangga yang tidak
memungkinkan rumahtangga itu dilanjutkan.
38
Ahmad Ajhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, UII press, yogyakarta, 2000, hal 85.
39
Amir Syarifuddin , Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, antara fiqh munakahat dan UUP, kencana, jakarta, 2006, hal 253
Dalam fikih sebenarnya dikenal dua istilah yang berbeda kendati hukumnya sama yaitu nikah al-fasid dan nikah al-batil. Al-jaziry menyatakan bahwa nikah
fasid adalah nikah yang tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat-syaratnya, sedangkan nikah al-batil adalah apabila tidak terpenuhinya rukun. Hukum nikah
al-fasid dan al-batil adalah sama-sama tidak sah. Dalam terminologi undang- undang perkawinan nikah al-fasid dan al-batil dapat digunakan untuk pembatalan
dan bukan pada pencegahan.
40
Pembatalan perkawinan di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 22 apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan. Pembatalan perkawinan diatur dalam UUP pada Bab IV, Pasal 22-28. Pasal 22 menyatakan dengan tegas bahwa perkawinan dapat
dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syatrat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Di dalam penjelasannya kata “dapat” dalam pasal ini
bisa diartikan bisa batal atau tidak batal, bila mana ketentuan hukum agamanya tidak menentukan lain. Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam diatur pada Bab
XI, Pasal 70-76.
Istilah “batal” nya perkawinan dapat menimbulkan salah paham, karena terdapat berbagai ragam tentang pengertian batal tersebut. Batal berarti nietig
zonder kracht tidak ada kekuatan zonder waarde tidak ada nilai. Dapat
40
http:darmansyahteknisicomp.wordpress.com20120406pemmbatalan-perkawinan diakses pada tanggal 18 juni 2013
dibatalkan berarti nietig verklraad, sedangkan absolute nietig adalah pembatalan mutlak.
41
Istilah dapat dibatalkan dalam UUP ini berarti dapat difasidkan, jadi relatif nietg. Dengan demikian perkawinan dapat dibatalkan berarti sebelumnya telah
terjadi perkawinan lalu dibatalkan karena adanya pelanggaran terhadap aturan- aturan tertentu.
42
Ada kesan pembatalan perkawinan ini terjadi karena tidak berfungsinya pengawasan baik pihak kelaurga atau pejabat berwenang sehingga perkaiwnan itu
terlanjut terlaksana kendati setelah itu ditemukan pelanggaran terhadap UUP atau hukum munakahat.
Jika ini terjadi maka pengadilan agama dapat membatalkan perkawinan tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. Suatu perkawinan
dapat batal demi hukum dan bisa dibatalkan oleh pengadilan. Secara sederhana ada dua sebab terjadinya pembatalan perkawinan. Pertama, pelanggaran
prosedural perkawinan. Kedua, pelanggaran terhadap materi perkawinan.
Selanjutnya dalam skripsi ini penyebab pembatalan perkawinan yaitu perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II batal dan tidak sah dikarenakan
salah satu pihak telah memalsukan identitas, selanjutnya Tergugat II dan Tergugat III melakukan perkawinan tanpa ada persetujuan dari wali nasab yang sah, dan di
nikahkan dengan wali yang tidak sah. Perkawinan ini tidak lah memenuhi rukun
41
Martiman P, Hukum Perkawinan Indonesia, Center Publishing, Jakarta, 2002, hal. 25
42
Ibid
maupun syarat perkawinan dan apabila perkawinan tersebut tidak dibatalkan, maka mereka telah berbuat zina yang sesuai apa yang diatur dalam QS. AN-
NISA’ :24.
Kemudian dalam proses pelaksanaan pembatalan perkawinan langkah- langkahnya meliputi:
1. Pendaftaran Perkara,
2. Penunjukan Majelis Hakim,
3. Pemanggilan Pihak-pihak,
4. Sidang Pertama,
5. Tahap Jawab-berjawab,
6. Tahap Pembuktian,
7. Tahap Penyusunan Konklusi,
8. Musyawarah Majelis Hakim,
9. Pengucapan Keputusan.
Selain langkah-langkah tersebut pihak Penggugat mengajukan alat bukti berupa surat dan seorang saksi. Sementara itu perkawinan yang batal dan tidak
sah menimbulkan akibat hukum dalam perkawinan tersebut. Maka akibat hukum dalam pembatalan tersebut akta nikah yang bersangkutan tidak berkekuatan
hukum lagi. Dengan adanya putusan pembatalan perkawinan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka perkawinan tersebut putus sebagaimana
terdapat dalam pasal 28 ayat 1 dan 2 a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Sedangkan landasan hukum yang dipakai dalam pengambilan putusan pembatalan perkawinan meliputi:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,
3. Al-Qur’an,
4. Hadits,
5. Kompilasi Hukum Islam.
B. Pihak-Pihak yang Berhak Mengajukan Pembatalan Perkawinan