terpenuhi kepada Allah, yakni kebutuhan seksualnya terpenuhi, demikan juga kehormatan terjaga.
27
5. Ibadah
Tujuan perkawinan ini ialah untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah, Ini sangat tegas menyebut bahwa melakukan perkawinan adalah bagian dari
melakukan agama. Melakukan perintah dan ajaran agama tentu bagian dari ibadah. Dengan demikian maka menjadi jelas bahwa melakukan perkawinan
adalah bagian dari ibadah.
28
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah tujuan yang menyatu dan terpadu. Artinya semua tujuan itu harus diletakan menjadi satu
kesatuan yang utuh saling berkaitan. Tujuan reproduksi tidak bisa dipisahkan dari tujuan pemenuhan kebutuhan biologis, tujuan memperoleh kehidupan yang
tentram penuh cinta dan kasih sayang, tujuan menjaga kehormatan dan tujuan ibadah.
D. Perjanjian Perkawinan
Perjanjian kawin di Indonesia tidak begitu populer, karena mengadakan suatu perjanjian mengenai harta, antara calon suami dan calon istri, mungkin
dirasakan banyak orang merupakan hal yang tidak pantas. Perjanjian kawin memang tidak diharuskan, hanya banyak manfaat yang bisa dirasakan jika sebuah
perkawinan itu juga disertai adanya perjanjian kawin terlebih dahulu. Namun perjanjian kawin itu biasanya didasarkan atas kesepakatan antara calon suami dan
calon istri yang akan berumah tangga. Jika salah satu dari mereka tidak setuju, maka perjanjian tidak dapat dilakukan sebab hal ini tidak bisa dipaksakan, karena
sifatnya yang tidak wajib. Tidak adanya perjanjian kawin tidak lantas menggugurkan status perkawinan, pembuat perjanjian kawin ini lebih didorong
karena adanya kemungkinan hak-hak dari pihak yang terganggu jika perkawinan mereka telah dilangsungkan.
Perjanjian perkawinan hanya diatur oleh satu pasal di dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu Pasal 29 ayat 1 yang menyebutkan :
“pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan
27
http:ariana-myjourney.blogspot.com200904sakinah-mawadah-wa-rahmah.html diakses pada tanggal 20 Agustus 2013
28
http:ariana-myjourney.blogspot.com200904sakinah-mawadah-wa-rahmah.html diakses pada tanggal 20 Agustus 2013
oleh pegawai pencatatan perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”
Dari bunyi pasal ini sebenarnya tidak begitu jelas maksud dari perjanjian perkawinan tersebut. Menurut Martiman Prodjohamidjodjo, perjanjian dalam
Pasal 29 Undang-undang Perkawinan ini jauh lebih sempit oleh karena hanya meliputi “verbintenissen” yang bersumber pada persetujuan saja overeenkomst,
dan pada perbuatan yang tidak melawan hukum, jadi tidak meliputi “verbintenissen uit de wet” perikatan yang bersumber pada undang-undang.
29
Kendatipun tidak ada definisi yang jelas yang dapat menjelaskan perjanjian perkawinan namun dapat diberikan batasan sebagai satu hubungan hukum
mengenai harta kekayaan antara kedua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan di pihak
lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut. Dikatakan lebih sempit karena perjanjian perkawinan dalam undang-undang ini
tidak termasuk di dalamnya ta’lik talak sebagaimana yang termuat dalam surat nikah.
30
Lebih jelasnya dapat dikatakan bahwa perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh
calon suami dengan calon istri pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, perjanjian mana dilakukan secara tertulis dan disahkan oleh
pegawai pencatatan nikah dan isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang diperjanjikan.
31
Menurut Henry Lee A Weng perjanjian perkawinan lebih luas dari “huwelijksche voorwaarden” seperti yang diatur di dalam hukum perdata.
Perjanjian perkawinan bukan hanya menyangkut masalah harta benda akibat perkawinan, melainkan juga meliputi syarat-syarat atau keinginan-keinginan yang
harus dipenuhi oleh kedua belah pihak sepanjang tidak melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
32
Sebagaimana yang dimuat dalan Undang-Undang Perkawinan, ta’lik talak tidak termasuk ke dalam perjanjian. Alasannya adalah perjanjian yang termasuk di
dalam pasal yang telah disebut menyangkut pernyataan kehendak dari kedua belah pihak dalam perjanjian itu, sedangkan ta’lik talak hanya kehendak sepihak yang
diucapkan oleh suami setelah akad nikah. Ta’lik talak sebenarnya satu bentuk perlindungan terhadap hak-hak wanita yang sebenarnya dijunjung tinggi oleh
29
Martiman Prodjohamidjodjo, Hukum Perkawinan di Indonesia, Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta, 2002, hal. 29
30
Ibid
31
Gatot Supramono, Segi-segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Djambatan, Jakarta, 1998, hal. 39
32
Henry Lee A Weng, Beberapa Segi Hukum dalam Perjanjian Perkawinan, Rimbow, Medan, 1990, hal. 5
Islam.
33
1. Calon suami dapat mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Berbeda halnya dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975,
tentang Pasal 11 yang menyatakan :
2. Perjanjian yang berupa ta’lik talak dianggap sah kalau perjanjian itu
diucapkan dan ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan.
Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 45 menyebutkan : “Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam
bentuk ta’lik talak dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam”
Adanya penjelasan pada Pasal 29 Undang-undang Perkawinan yang dimaksud dengan perjanjian dalam pasal ini tidak termasuk ta’lik talak. Jadi,
tampaknya ada pertentangan antara penjelasan Pasal 29 Undang-undang Perkawinan dengan Kompilasi Hukum Islam. Mengingat isi ta’lik talak yang
memuat perjanjian tidak bertentangan dengan aturan-aturan agama, maka tegaslah bahwa ta’lik talak tersebut masuk ke dalam kategori perjanjian perkawinan. Jadi
dapat dikatakan walaupun ta’lik talak telah dituliskan dalam surat nikah namun bukan sebuah kewajiban untuk diucapkan, akan tetapi sekali ta’lik talak telah
diucapkan maka ta’lik talak tersebut tidak dapat dicabut kembali.
Apabila perjanjian perkawinan telah disepakati bersama antara suami istri, tidak dipenuhi salah satu pihak, maka pihak lain berhak mengajukan persoalannya
ke Pengadilan Agama untuk menyelesaikannya. Jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh suami maka istri berhak meminta pembatalan nikah atau sebagai
alasan perceraian dalam gugatannya, sebaliknya jika terjadi pada istri yang melanggar perjanjian di luar ta’lik talak maka suami berhak mengajukan
perkaranya ke Pengadilan Agama.
34
E. Pencegahan Perkawinan