Respon Karyawan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan di PT. Mutiara Mukti Farma.

(1)

RESPON KARYAWAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BPJS KETENAGAKERJAAN DI PT. MUTIARA MUKTI FARMA

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh

ANGGA EFRAIMTA GINTING

100902059

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

RESPON KARYAWAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BPJS KETENAGAKERJAAN DI PT. MUTIARA MUKTI FARMA

Pada situasi saat ini sangat memungkinkan terjadinya perubahan kondisi bagi pekekerja baik karena sakit, kecelakaan dan kematian.Maka BPJS ketenagakerjaan adalah salah satu jaminan sosial yang mampu meberikan perlindungan terhadap kondisi tersebut.Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana respon karyawan terhadap pelaksanaan program BPJS ketenagakerjaan di PT. Mutiara Mukti Farma.bertujuan untuk mengetahui respon karyawan terhadap pelaksanaan program BPJS ketenagakerjaan di PT. Mutiara mukti Farma. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan jaminan sosial kepada tenaga kerja

Penelitian ini dilakukan di PT. Mutiara Mukti Farma Kecamatan Medan Johor Kota Medan.Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif dengan jumlah populasi sebanyak 250 orang yang kemuadian diambil sampel sebanyak 25 orang.Adapun teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah tenik penarikan sampel secara acak karena jenis karyawan yang bersifat homogen. Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan instrument penelitian kuesioner. Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan metode analisis kuantitatif dengan teknik analisis data deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa respon karyawan sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan dilihat dari aspek persepsi karyawan memiliki persepsi yang positif, hal tersebut dapat dilihat dari pengetahuan dan pemahaman karyawan mengenai program BPJS ketenagakerjaan. Sementara dari aspek sikap dan partsipasi karyawan memiliki respon yang negatif, hal tersebut disebabkan oleh ketidak puasan karyawan terhadap pelayanan yang diberikan petugas dan kurangnya keikutsertaan karyawan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas BPJS ketenagakerjaan.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA UTARA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

RESPONSEOFEMPLOYEESEMPLOYMENTPROGRAM IMPLEMENTATIONBPJSAT.MUTIARAMUKTIFARMA

Inthe current situationit is possiblethe change

ofconditionsforbothworkersdue to illness, accidentsanddeath.

SoBPJSemploymentisone of thesocial securityto provide protectionagainstsuchconditions. The problemaddressed inthis studyishow theemployee's response to theimplementation ofemploymentprogramsBPJSPT. mutiaraMuktiFarma. aims to determinethe employee's response to theimplementation ofemploymentprogramsBPJSPT. mutiaramuktiFarma. Throughthisresearchis expected todevelopconceptsand theoriesrelating tosocial security toworkers.

This research was conductedatPT. MutiaraMuktiFarmaDistrict of MedanMedanJohor. This study wasclassified asdescriptive typewitha total population of250peoplewhokemuadianbe sampledas many as 25people. Thetechnique ofsampling inthis studyisteniksamplingpurposive sampling,thecriteria for determination ofthe sampleareparticipants inthe social

securityprogramfor 5years. Toobtainthe data, researchers used

aquestionnaireresearchinstruments. Inanalyzingthe data, researchers usedquantitativeanalysis methodswithdescriptive dataanalysis techniques.

Based on the analysisof datait can be concludedthatthe responseof employeesasthe employmentprogram participantsBPJSseen fromthe aspectof

perceptionemployees havea positiveperception, it canbe seenfrom

theknowledgeandunderstanding ofemployees aboutemploymentBPJSprogram. Whileattitudesandaspectsof participationof employeeshasa negativeresponse, it is caused byemployeedissatisfactionwith the services providedand theattendantlack

ofemployeeparticipationin thefollowingactivitieswerecarried outbyofficersBPJSemployment.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Respon Karyawan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan di PT. Mutiara Mukti Farma”.Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara.

Penulis telah berusaha semaksimal agar hasil yang disajikan dalam skripsi ini bisa sebaik mungkin.Namun penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan masi jauh dari sempurna.Hal ini terutama dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman penulis.Oleh karena itu, kritik dan saran yangbersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini nantinya.

Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan betkat berbagai pihak yang telah menjadi penolong bagi penulis. Karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.DR.Badaruddin, Msi selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatra utara.

2. Ibu Hairani Siregar,S.sos,M.SP selaku ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik USU.


(5)

3. Ibu mastauli Siregar.S.sos,Msi selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Zuraida Hanum yang telah banyak membantu penulis dari awal perkuliahan hingga akhir masa studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan sosial.

5. Seluruh dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan sosial.

6. Seluruh staff yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studinya di di departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

7. Bapak Amiruddin Pinem.SH selaku menejer Personalia di PT. Mutiara Mukti Farma yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Paling teristimewa kepada kedua orang tuaku, Bapak C. Ginting dan Mamakku tersayang Sri Ulina br Tarigan yang membesarkan penulis, memberikan kasih sayang, doa dan motivasi. Semoga yang kulakukan ini bisa membuat bapak sama mamak bangga sehingga semua tetes keringat dan air mata yang bapak dan mamak selama ini gak sia-sia.

9. Kepada adikku Reggy Ephindonta Ginting yang sudah maukuliah, semoga bisa cepat-cepat slesai kuliahnya ya adinda dan juga bisa membahagiakan kedua orang tua.


(6)

10.Buat yang terkasih dan tersayang Lidya Katrina yang selalu ada disampingku dalam segala keadaan serta dukungan, doa dan semangat yang kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabatku Lewi Ebenezer Tarigan dan Evan Arisandi Pinem“(dukun cabul) hahahha….” yang telah memberikan banyak dukungan bantuan yang kalian berikan dari awal perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Kepada intan Ramadhani dan Riada N Panjaitan yang membantu penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13.Kepada seluruh Teman-teman Kessos 2010 terima kasih atas kebersamaan kita selama masa kuliah yang tak akan pernah bisa saya lupakan.

14.Team dota Jams (Lae Tigor, Edward, Ganta, Dadang) yang telah memperkenalkan dunia Dota kepada saya, hahaha…

15.Kepada seluruh buaya-buaya penghuni PT.Gantang.Tbk

16.Kepada Pengurus Sapma Pemuda Pancasila Sumut Masa bakti 2011-2014 yang telah banyak memberikan pengalaman dan pengajaran kepada penulis.

17.Kepada kak Mele, Bg Judea, kak karis, bg billy, dan semua teman yang telah membimbing saya selama menyelesaikan Praktikum Lapangan di Caritas PSE


(7)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga tuhan tetap melindungi kita semua

Medan, Oktober 2014 Penulis


(8)

.DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 9

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1.Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2.Manfaat Penelitian ... 9

1.4.Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon ... 11

2.2. Tenaga Kerja ... 14

2.2.1. Pengertian... 14

2.2. Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TKLHK) ... 15

2.3. Karyawan ... 17

2.3.1. Pengertian ... 17

2.3.2. Jenis-Jenis Karyawan ... 19

2.3.3. Kesejahteraan Karyawan ... 20

2.4. Program ... 25

2.5. Jaminan Sosial ... 26

2.6 BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial)... 28

2.6.1 Arti BPJS ... 28

2.6.2. Tugas BPJS ... 29

2.6.3. Wewenang BPJS ... 29

2.7.Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan ... 31


(9)

2.7.2. Ruang Lingkup Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 33

2.7.3. Alasan yang menyebabkan perusahaan tidak mengikuti Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 43

2.7.4. Praktek Penegakan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 46

2.7.5. Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ... 48

2.8. Kerangka Pemikiran ... 49

2.9.Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 52

2.9.1 Definisi Konsep... 52

2.9.2. Defenisi Operasional ... 53

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 56

3.2. Lokasi Penelitian ... 56

3.3. Populasi dan Sampel ... 57

3.3.1. Populasi Penelitian ... 57

3.3.2. Sampel Penelitian ... 57

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.5. Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV DESKRIPSI LOKASI 4.1. Sejaranh Singkat Perusahaan ... 60

4.2. Struktur Organisasi ... 61

4.3. Demografis Karyawan PT. Mutiara Mukti Farma ... 65

4.3.1. Distribusi Karyawan Berdasarkan Usia ... 65

4.3.2. Distribusi Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

4.3.3. Distribusi Karyawan Berdasarkan Agama ... 67

4.3.4. Distrubusi Karyawan Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 67

4.3.5. Distribusi Karyawan Berdasarkan Suku ... 68

BAB V ANALISIS DATA 5.1. Pengantar ... 70

5.2. Kharakteristik Umum Responden ... 70


(10)

5.3.1. Persepsi ... 76 5.3.2. Sikap ... 87 5.3.3. Partisipasi ... 94 BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan ... 99 6.2. Saran ... 100 DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 2.1 Alur Pikir ... 51

Tabel 2.1 Persentase Santunan Tunjangan Cacat Tetap Sebagian ... 41

Tabel 2.2 Persentase Santunan Tunjangan Cacat-Cacat Lainnya ... 42

Tabel 4.1 Distribusi Karyawan Berdasarkan Usia ... 67

Tabel 4.2. Distribusi Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

Tabel 4.3 Distribusi Karyawan Berdasarkan Agama ... 68

Tabel 4.4 Distribusi Karyawan Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 68

Tabel 4.5 Distribusi Karyawan Berdasarkan Suku ... 69

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 70

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 72

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 73

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 74

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 75

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai BPJS ... 76

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Perolehan Informasi BPJS 77 Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Sosialisasi Perusahaan Terhadap Karyawan Mengenai Program BPJS ... 78

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Informasi………... 79

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Manfaat Program BPJS ... 80

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Tujuan Program BPJS ... 81

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Pelaksanaan Program BPJS di Perusahaan. ... 82


(12)

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Pelaksanaan Program BPJS di Perusahaan ... 83 Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang

Pendanaan Program BPJS ... 84 Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang

Klaim Program BPJS ... 85 Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang

Ketentuan Dana Klaim ... 86 Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Mengenai

Sosialisasi Program BPJS ... 87 Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Mengenai Dana

Premi yang Harus di Bayar ... 88 Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Mengenai

Pelayanan Dana Klaim ... 89 Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Mengenai

Waktu Pemberian Dana Klaim ... 90 Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Dana Kalim

yang diberikan…. ... 91 Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Mengenai

Program BPJS Ketenagakerjaan ... 92 Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Mengenai

Kelanjutan Program BPJS ... 93 Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Dalam

Sosialisasi Program BPJS Ketenagakerjaan ... 94 Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Adanya Pelaksanaan

Kegiatan Dalam Program BPJS Ketenagakerjaan ... 95 Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Dalam

Pelaksanaan Kegiatan Program BPJS Ketenagakerjaan ... 96 Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Tanggapan Mengenai


(13)

Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Program BPJS Ketenagakerjaan ... 98


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

RESPON KARYAWAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM BPJS KETENAGAKERJAAN DI PT. MUTIARA MUKTI FARMA

Pada situasi saat ini sangat memungkinkan terjadinya perubahan kondisi bagi pekekerja baik karena sakit, kecelakaan dan kematian.Maka BPJS ketenagakerjaan adalah salah satu jaminan sosial yang mampu meberikan perlindungan terhadap kondisi tersebut.Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana respon karyawan terhadap pelaksanaan program BPJS ketenagakerjaan di PT. Mutiara Mukti Farma.bertujuan untuk mengetahui respon karyawan terhadap pelaksanaan program BPJS ketenagakerjaan di PT. Mutiara mukti Farma. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan jaminan sosial kepada tenaga kerja

Penelitian ini dilakukan di PT. Mutiara Mukti Farma Kecamatan Medan Johor Kota Medan.Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif dengan jumlah populasi sebanyak 250 orang yang kemuadian diambil sampel sebanyak 25 orang.Adapun teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah tenik penarikan sampel secara acak karena jenis karyawan yang bersifat homogen. Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan instrument penelitian kuesioner. Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan metode analisis kuantitatif dengan teknik analisis data deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa respon karyawan sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan dilihat dari aspek persepsi karyawan memiliki persepsi yang positif, hal tersebut dapat dilihat dari pengetahuan dan pemahaman karyawan mengenai program BPJS ketenagakerjaan. Sementara dari aspek sikap dan partsipasi karyawan memiliki respon yang negatif, hal tersebut disebabkan oleh ketidak puasan karyawan terhadap pelayanan yang diberikan petugas dan kurangnya keikutsertaan karyawan dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas BPJS ketenagakerjaan.


(15)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA UTARA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

RESPONSEOFEMPLOYEESEMPLOYMENTPROGRAM IMPLEMENTATIONBPJSAT.MUTIARAMUKTIFARMA

Inthe current situationit is possiblethe change

ofconditionsforbothworkersdue to illness, accidentsanddeath.

SoBPJSemploymentisone of thesocial securityto provide protectionagainstsuchconditions. The problemaddressed inthis studyishow theemployee's response to theimplementation ofemploymentprogramsBPJSPT. mutiaraMuktiFarma. aims to determinethe employee's response to theimplementation ofemploymentprogramsBPJSPT. mutiaramuktiFarma. Throughthisresearchis expected todevelopconceptsand theoriesrelating tosocial security toworkers.

This research was conductedatPT. MutiaraMuktiFarmaDistrict of MedanMedanJohor. This study wasclassified asdescriptive typewitha total population of250peoplewhokemuadianbe sampledas many as 25people. Thetechnique ofsampling inthis studyisteniksamplingpurposive sampling,thecriteria for determination ofthe sampleareparticipants inthe social

securityprogramfor 5years. Toobtainthe data, researchers used

aquestionnaireresearchinstruments. Inanalyzingthe data, researchers usedquantitativeanalysis methodswithdescriptive dataanalysis techniques.

Based on the analysisof datait can be concludedthatthe responseof employeesasthe employmentprogram participantsBPJSseen fromthe aspectof

perceptionemployees havea positiveperception, it canbe seenfrom

theknowledgeandunderstanding ofemployees aboutemploymentBPJSprogram. Whileattitudesandaspectsof participationof employeeshasa negativeresponse, it is caused byemployeedissatisfactionwith the services providedand theattendantlack

ofemployeeparticipationin thefollowingactivitieswerecarried outbyofficersBPJSemployment.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pada saat ini banyak sekali permasalahan sosial yang belum dapat terselesaikan, salah satunya adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang sedang dihadapi oleh pemerintah, yang hingga pada saat ini belum dapat dihilangkan dari bumi pertiwi.Walaupun kemiskinan selalu menjadi prioritas bagi pemerintah dan selalu menjadi masalah yang menjadi topik didalam setiap kampanye-kampanye para calon pejabat pada pemilihan umum.Kemiskinan di Indonesia menjadi semakin parah sejak terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 dan sejak saat itu kemiskinan di Indonesia semakin sulit diatasi.

Pemerintah telah banyak melakukan upaya untuk mengentaskan masalah kemiskinan, akan tetapi semuausaha tersebut belum mampu untuk menekan jumlah angka kemiskinan. Namun banyak pihak yang menganggap upaya yang telah dibuat oleh pemerintah tersebut hanya untuk menaikkan citra para pemimpin partai politik tersebut di hadapan masyarakat.Hal ini membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Asia Tenggara. Meskipun Indonesia menjadi negara terbanyak dalam dalam jumlah penduduk miskin, ternyata ada orang Indonesia yang menjadi salah satu orang terkaya di Asia Tenggara dan juga bahkan di Asia. Ini membuktikan bahwa kesenjangan ekonomi yang dialami oleh penduduk di Indonesia sangatlah tinggi. Padahal sejak berdirinya negara ini secara jelas telah dikemukakan bahwa negara harus


(17)

memajukan kesejahteraan umum dan menegakkan keadilan sosial, yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013, telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Dari jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 yang mencapai 28,59 juta jiwa atau sekitar 11, 66 persen dari seluruh penduduk Indonesia dan pada september 2013 telah turun menjadi 28,07 juta jiwa atau 11, 37 dari jumlah seluruh penduduk di indonesia. Salah satu faktor utama penyebab menurunnya tingkat kemiskinan di Indonesia adalah naiknya upah minimum regional (UMR) karena lebih dari 80 persen dari penduduk di Indonesia bekerja sebagai karyawan ataupun buruh pada suatu perusahaan.

Dunia ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan sedikit perbaikan, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya pengangguran dan meningkatnya kelompok penduduk yang bekerja. Berdasarkan data dari BPS pada agustus 2012 ada 110,81 juta jiwa yang bekerja sedangkan pada agustus 2013 jumlah penduduk yang bekerja mencapai 114,02 juta jiwa. Ini membuktikan adanya peningkatan jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 3,21 juta jiwa. Pada tahun 2012 jumlah pengangguran di Indonesia yang berjumlah sekjuitar 7,24 juta jiwa atau sama dengan 6,14 persen mengalami penurunan menjadi 7,17 atau 5,92 persen dari jumlah seluruh penduduk di Indonesia.

Menurut jenis kegiatannya, ada dua jenis kegiatan pada pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk di Indonesia yaitu sektor formal dan informal.Sektor formal mencakup kategori berusaha yang dibantu oleh buruh tetap ataupun


(18)

karyawan. Menurut hasil survey dari Badan Pusat Statistik, peningkatan jumlah pekerja yang paling besat terdapat pada sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan yang mencapai 18,21 juta jiwa ditahun 2013, setelah sebelumnya hanya mencapai 17,10 juta jiwa pada tahun 2012. Selain itu peningkatan juga terjadi di sektor perdagangan, rumah makan dan akomodasi yang mencapai 23,15 juta jiwa dan meningkat menjadi 23,73 di tahun 2013.

Sektor lainnya yang juga mengalami peningkatan adalah sektor lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan. Sementara itu, penurunan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuhan dan perikanan yang pada pada tahun 2012 mencapai 38,88 juta jiwa turun menjadi 38,06 juta jiwa di tahun 2013. Pada tahun 2013 jumlah penduduk yang bekerja di sektor konstruksi juga mengalami penurunan, hal ini dibuktikan dengan hanya ada 6, 27 juta jiwa yang bekerja ditahun 2013, setelah ditahun 2012 mencapai 6,79 juta jiwa. Sektor lainnya yang juga mengalami penurunan jumlah pekerja adalah pertambangan dan penggalian serta industri.Penurunan jumlah pekerja dalam setahun terakhir (agustus 2012-agustus 2013) paling banyak terjadi pada sektor perburuhan dan industri.Hal ini tidak lepas dari semakin sedikitnya lapangan perkerjaan pada sektor tersebut dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja.Selain itu keselamatan kerja bagi para pekerja atau karyawan yang masih bekerja baik di pabrik, bidang industri ataupun pekerja outsourcing minim dengan jaminan-jaminan yang diberlakukan oleh pemerintah kurang terealisasi dengan baik. Namun dengan adanya Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja diharapkan keselematan dan upaya perlindungan


(19)

bagi tenaga kerja menjadi lebih baik dengan adanya program jaminan sosial. Jaminan sosial pada dasarnya merupakan hak asasi dari setiap warga negara, hal ini secara universal dijamin pada pasal 22 dan pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1948.

Hasil konfrensi ILO pada tahun 2002 menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan bentuk perlindungan yang disediakan untuk masyarakat melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, usia lanjut maupun karena kematian. Jaminan sosial telah menjadi hal yang penting di Indonesia karena menjadi perhatian mendasar dan hak konstitusional bagi setiap warga negara. Hal ini terbukti pada pasal 28 huruf h ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Kemudian pasal 34 juga menyebutkan bahwa warga negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Hingga saat ini pemerintah Indonesia telah menjalankan berbagai program-program jaminan sosial melalui berbagai Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS).Adapun badan pelaksana jaminansosial tersebut adalahBPJSketenagakerjaan, BPJS kesehatan, tabungan dan asuransi pegawai negeri (taspen) bagi pegawai negeri serta asuransi sosial angkatan bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) bagi TNI dan POLRI. Tujuan dari program jaminan sosial adalah untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam


(20)

bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia (ramli, 1997).

Di Indonesia, khususnya Badan Penyelanggara Jaminan Sosial menjadi salah satu bentuk upaya perlindungan bagi tenaga kerja. Pada kenyataannya berbagai program jaminan sosial yang dilaksanakan badan pelaksana jaminan sosial yang dibentuk oleh pemerintah juga belum mampu mencakup seluruh pekerja apalagi seluruh penduduk di Indonesia. Disamping itu, program-program tersebut belum dapat memberikan perlindungan yang memadai dan adil sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta. Permasalahan pokok yang membuat banyaknya karyawan atau tenaga kerja tidak ikut kedalam salah satu program jaminan sosial adalah kurangnya kesadaran pemilik perusahaan terhadap masa depan karyawannya. Padahal, karyawan atau buruh merupakan komponen dalam perusahaan yang berperan penuh dalam menjamin kelangsungan operasional sebuah perusahaan (harmein Nasution, 2000).

Hubungan kerja antara tenaga kerja dengan pengusaha perlu diarahkan pada terciptanya kerjasama yang serasi yang dijiwai oleh pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dimana masing-masing pihak diharapkan dapat saling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti peranan serta hak dan kewajibannya Jika hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha dapat berjalan dengan hamonis, maka dengan sendirinya dapat dipastikan kedua pihak antara karyawan dengan pengusaha dapat mencapai tujuannya masing-masing.disamping


(21)

itu mengikutsertakan karyawannya di dalam suatu sistem jaminan sosial juga merupakan salah satu bentuk penghargaan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap mereka. Para karyawan hanya akan bersedia dan mau memberikan waktu dan tenaganya pada suatu lingkungan kerja jika kebutuhannya diperhatikan. Salah satu kebutuhan itu adalah jaminan sosial, dimana nantinya para karyawan dapat bekerja dengan aman dan sehat, artinya jauh dari ancaman-ancaman bahaya yang dapat menimbulkan gangguan bagi karyawan tersebut.

Selain itu, jaminan sosial juga erat kaitannya dengan jiwa, nyawa dan badan.Bila jaminan sosial tidak diperhatian maka hal ini merupakan kerugian bagi karyawan dan perusahaan tempat mereka bekerja.Hal ini dikarenakan jaminan sosial merupakan salah satu faktor terpenting bagi usaha jika menginginkan kemajuan serta kebutuhan karyawan.Jika karyawan yang bekerja didalam suatu perusahaan sudah merasa aman dan tentram akhir mereka dapat bekerja dengat semangat sehingga hasil kerja menjadi lebih baik.Oleh karena itu sangat lah penting perusahaan agar mengikut sertakan karyawannya dalam suatu program jaminan sosial melalui badan pelaksanana jaminan sosial (ramli, 1997).

Salah satu badan jaminan sosial yang dibentuk oleh pemerintah dalam memberikan jaminan sosial bagi seluruh tenaga kerja maupun karyawan di Indonesia adalah Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan atau yang dahulunya disebut dengan namaPT.Jamsostek. BPJS ketenagakerjaan ini memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya


(22)

penghasilan yang hilang akibat resiko pekerjaannya.Menurut pasal 25 Undang-Undang nomor 23 tahun 1992, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja adalah BUMN yang berbentuk perseroan (persero) yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahun 1995 PT. Jamsostek (persero) ditunjuk sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja. Pada tahun 2011, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang badan penyelenggara jaminan sosial maka PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS ketenagakerjaan. Melalui BPJS ketenagakerjaan diharapkan pelaksanaan sistem jaminan sosial terhadap tenaga kerja akanlebih tertata dan membantu para karyawan yang mengalami resiko terhadap kecelakaan kerja, kematian serta perubahan sosial maupun ekonomi.

Salah satu hal yang membuat BPJS ketenagakerjaan menjadi sedikit berbeda dengan PT.Jamsostek adalah perubahan dari BPJS ketenagakerjaan yang tidak lagi berbentuk perseroan (persero) tetapi telah menjadi badan hukum publik dan tidak lagi melaksanakan program jaminan pemeliharaan kesehatan, karena seluruh program tentang jaminan kesehatan yang ada sudah ditangani oleh BPJS kesehatan. Seluruh peserta BPJS ketenagakerjaan secara otomatis akan ikut kedalam BPJS kesehatan. Namun, BPJS ketenagakerjaan tetap dipercaya menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang meliputi jaminan kecelakaan kerja (jkk), jaminan kematian (jkm), serta jaminan hari tua (jht).

Hingga pada saati ini BPJS ketenagakerjaan diikuti oleh 12.388.193 orang peserta dan 192,453 perusahaan diseluruh Indonesia. Menurut Pengarepan Sinulingga selaku kepala kepala kanwil BPJS Sumatera Bagian Utara, hingga


(23)

saat ini jumlah perserta BPJS ketenagakerjaan adalah 538.000 orang dan diikuti oleh 6.383 perusahaan. Jumlah ini diyakini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang ada diwilayah Sumatera dan juga mengingat betapa pentingnya jaminan sosial bagi seluruh tenaga kerja yang adadiwilayah Sumatra Utara.

Seperti halnya dengan perusahaan PT. Mutiara Mukti Farma, perusahaan yang bergerak dalam bidang obat-obatan ini merupakan perusahaan swasta yang memiliki karyawan sebanyak 253 orang.Pimpinan perusahaan ini menyadari betapa pentingnya jaminan sosial bagi seluruh karyawan yang berkerja di perusahaannya, maka perusahaan ini mengikutsertakan 250 orang karyawannya kedalam salah satu sistem jaminan sosial yaitu BPJS ketenagakerjaan.Perusahaan yang berada di kota Medan ini ikut kedalam sistem jaminan sosial dimulai pada tahun 1985. Pada awalnya perusahaan ini hanya mengikutsertakan 30 orang, namun seiring berjalannya tahun 2014 jumlah karyawan yang ikut kedalam BPJS ketenagakerjaan semakin bertambah dan hingga pada saat ini mencapai 250 orang. Adapun alasan yang menjadikan jumlah tenaga kerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan di PT. Mutiara Mukti Farma salah satunya adalah gencarnya sosialisasi yang dilakukan kepada karyawan perusahaan, selain itu semakin pedulinya perusahaan terhadap kesejahteraan karyawannya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana respon karyawan terhadap pelaksanaan program-program BPJS ketenagakerjaan yang bekeja di PT. Mutiara Mukti Farma.Maka penulis menyusun penelitian ini dalam suatu karya ilmiah


(24)

dengan judul “Respon Karyawan Pelaksanaan Program BPJS ketenagakerjaan di PT. Mutiara Mukti Farma”.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan oleh penulis , maka masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ”bagaimana respon karyawan terhadap pelaksanaan program BPJS ketenagakerjaan di PT. Mutiara Mukti Farma?”.

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon karyawan terhadap pelaksanaan program BPJS ketenagakerjaan di pt. Mutiara mukti Farma.

1.3.2 Manfaat penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini dapat digunakan dalam rangka:

a. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan jaminan sosial kepada tenaga kerja

b. Pengembangan kebijakan dan model pelayanan BPJS ketenagakerjaan.

1.4 Sistematika penulisan

Penelitian ini disajikan dalam enam bab, dan adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini sebagai berikut:


(25)

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, penumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan uraian konsep-konsep dan teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan sejarah singkat, posisi geografis, struktur organisasi, serta data-data lainnya yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

Bab V : Analisis Data

Bab ini berisikan uraian tentang data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

Bab VI : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilaksanakan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

Respon pada hakekatnya merupakan tingkah laku balas atau juga sikap yang menjadi tingkah laku balik yang juga merupakan proses pengorganisasian rangsang dimana rangsangan-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi dari rangsangan-rangsangan proksimal (Adi, 1994: 105). Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi berbicara mengenai respon atau tidak respon tidak terlepas dari permasalahan sikap.

Respon diartikan bahwa suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik itu pra pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Adi, 1994: 105).Selain itu menurut Daryl Beum respon juga dapat diartikan sebagai tingkah laku atau sikap yang menjadi tingkah laku atau adu kuat. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap sebuah kondisi.

Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara mengungkapkan sikap dapat melalui:


(27)

a. Pengaruh atau penolakan b. Penilaian

c. Suka atau tidak suka

d. Kepositifan dan kenegatifan suatu objek psikologi

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yaitu cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek dimana seseorang disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang disebut mempunyai respon negatif apabila informasi yang di dengar atau perubahan terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya atau malah menghindar atau membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang memepengaruhi respon yaitu:

a. Variabel struktural yaitu faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik

b. Variabel fungsional yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Adi, 1994: 111).

Menurut Hunn (1962) orang dewasa mempunyai sejumlah besar unit untuk memproses informasi-informasi.Unit-unit ini dibuat khusus untuk menagani representasi fenomenal dari keadaan di luar yang ada dalam diri seorang individu.Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar. Proses yang berlangsung secara rutin


(28)

inilah yang oleh Hunt dinamakan respon (Adi, 1994: 129).Maka dari itu, untuk melihat mengetahui respon dapat dilihat melalui persepsi, sikap, dan partisipasi.

Menurut Mac Mahon persepsi adalah proses menginterpresentasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat peneruma informasi. Sedangkan William James persepsi menyatakan persepsi adalah bentuk dasar data yang kita peroleh dari lingkungan yang kita serap oleh indra kita, dan diolah oleh pengolahan ingatan menjadi suatu pengalaman.

Jadi yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penerimaan. Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan suatu pencatatan yang benar.

Jika berbicara mengenai respon tidak akan lepas dari perubahan konsep sikap. Sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika dia menghadapi suatu rangsangan.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atas situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati mengharapkan suatu objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci atau tidak perduli terhadap suatu objek (Adi, 2000:178)

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting bahkan mutlak diperlukan dalam mengukur respon. Partisipasi dapat diartikan


(29)

sebagai adanya motivasi dan keterlibatan secara aktif dan terorganisir dalam seluruh tahapan suatu kegiatan.

2.2. Tenaga Kerja 2.2.1 Pengertian

Menurut Undang-Undang tahun 2003 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Pengertian ini sangat luas karena mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perseorangan, persekutuan, badan hukum, atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan lainnya dalam bentuk apapun.Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu, karena upah selama ini identik dengan uang, padahal ada pila pekerja yang menerima imbalan atau upah dalam bentuk barang.

Tenaga kerja dapat dibedakan menjadi dua kategori.Kategori pertama, tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan pada setiap bentuk usaha (perusahaan) atau perorangan dengan menerima upah. Kategori kedua adalah tenaga kerja di luar hubungan kerja, yaitu tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja adalah orang yang bekerja sendiri tanpa ikatan dengan perusahaan atau perorangan, biasa disebut dengan tenaga kerja bebas misalnya dokter yang membuka praktik, pengacara (advokad), petani yang menggarap sawahnya sendiri, wirausahawan yang melakukan usaha dalam perdagangan dan lain-lainya.


(30)

Karena definisi karyawan dapat diartikan sebagai orang penjual jasa (pikiran atautenaga) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu (Hasibuan, 2003: 13). Berkaitan dengan usia definisi tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduuk dalam suatu negara yang memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Subri, 2003: 57).

Tenaga kerja merupakan kekayaan utama dalam suatu perusahaan, karena tanpa adanya keikutsertaan mereka, aktifitas perusahaan tidak akan terlaksana. Karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, sistem, proses dan tujuan yang ngin dicapai.

2.2.2 Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TKLHK) a. Pengertian

Berdasarkan Jurnal Petunjuk Teknis Program Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TKLHK), Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diwajibkan ikut serta dalam program jamsostek adalah pengusaha dan tenaga kerja. Sedangkan yang dimaksud dengan pengusaha adalah orang, persekutuan atau badanhukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri atau bukan miliknya atau yang mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Usaha sosial dan usaha-usaha dari yang tidak terbbentuk perusahaan apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan tenaga kerja yang diperlukan


(31)

samadengan perusahaan, misalnya yayasan, lembaga-lembag ilmiah serta badan usaha lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 sebagai pelaksanan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 hanya mengatur kepesertaan bagi tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja dengan pengusaha yang berbadan hukum maupun pengusaha perorangan dengan menerima upah, sedangkan kepesertaan dalam program Jamsostek bagi tenaga kerja yang bekerja diluar hubungan kerja akan diatur dengan Peraturan Pemerintah sendiri.

Sambil menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah yang dimaksud bagi tenaga kerja diluar hubungan kerja yang melakukan kegiatan ekonomi atau usaha-usaha ekonomi, kepesertaannya dalam program Jamsostek saat ni diatur dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-24/MEN/VI/2006 tentang Pedoman Penyelenggara Program Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja yang melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (TKLHK).

b. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan

Prinsip penyelenggaraan program Jamsostek untuk Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TKLHK) adalah:

1. Kepesertaanya bersifat suka rela dan hanya dapat diikuti oleh Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TKLHK) yang usianya belum mencapai 55 tahun dan pendaftarannya dapat dilakukan sendiri atau dihimpun melalui wadahTenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TKLHK) dapat memilih program jamsostek yang akan diikuti.


(32)

2. Penghasilan yang akan dipakai sebagai dasar pembayaran iuran dan jaminan sekurang-kurangnya setara dengan UMP/UMK setempat (sesuai lampiran 1 dan 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-24/MEN/VI/2006)

3. Iuran dibayar dimuka paling lambatpada tanggal 10 bulan berjalan atau pada tanggal 13 bulan berjalan apabila pembayarannya melalui wadah dan tanggal 15 untuk peserta yang mendaftarkan untuk dirinya sendiri 4. Bagi peserta yang menunggak iuran 1(satu) bulan tetap mendapatkan hak

jaminan program yang diikuti dan wajib membayar tunggakan iuran tersebut pada saat peserta kembali aktif menjadi peserta dengan membayar iuran

5. Batasan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi pada saat tenaga kerja melakukan aktifitas sesuai dengan pekerjaannya. (Jurnal Petunjuk teknis TKLHK)

2.3 Karyawan 2.3.1 Pengertian

Perusahaan tanpa karyawan ibarat manusia tanpa darah.Hal itu menggambarkan betapa pentingnya karyawan dalam sebuah perusahaan walaupun banyak pemilik perusahaan yang tidak menyadari tentang hal itu.Tidak sedikit pemilik sebuah perusahaan yang memperlakukan karyawannya dengan tidak manusiawi sehingga berakibat fatal terhadap kelangsungan perusahaan itu sendiri dalam jangka panjang.Hal paling ideal adalah memperlakukan karyawan seperti


(33)

layaknya seorang partner yang saling membutuhkan.Sehingga penting bagi seorang owner untuk memperhatikan hal paling detail sekalipun dari seorang karyawan.Seperti halnya tingkat pendapatan yang layak, jaminan kesehatan serta hari tua yang memadai, dan lain-lain. Disadari atau tidak, secara langsung atau tidak langsung, hal-hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kerja serta loyalitas karyawan terhadap perusahaan.

Adapun definisi karyawan menurut para ahli yaitu: a. Redaksi ras, karyawan adalah asset

b. Bambang Suharno. Karyawan adalah aset, dimana aset terpenting dalam perusahaan adalah Sumber Daya Manusia.

c. Rico Sierma & Eva H. Saragih. Karyawan merupakan penggerak utama dari setiap organisasi. Tanpa mereka, organisasi dan sumber daya lainnya tidak akan pernah menjadi sesuatu yang berarti

d. Paul Birck. Karyawan adalah wajah organisasi anda

e. Rithschild (mgh). Karyawan merupakan investasi, bukan pengeluaran. f. Marcus Buckingham & Curt Coffman. Karyawan adalah pengamat pasif,

yang menunggu untuk menerima penilaian manajernya

g.Paulus Bambang Wirawan. Karyawan adalah pribadi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari mesin dan alat produksi lainnya

h.Sonny keraf. Karyawan adalah orang-orang profesional yang tidak mudah digantikan. Karena mengganti seorang tenaga profesional akan sangat merugikan baik dari segi finansial, waktu, dan energi


(34)

i. Frederic W. Taylor. Karyawan merupakan komunitas ekonomis yang termotivasi untuk bekerja berdasarkan kebutuhan keuangan mereka tanggal 11 juni 2014 pukul 22.59).

2.3.2 Jenis-jenis karyawan

Ada beberapa jenis-jenis karyawan berdasarkan statusnya dalam sebuah perusahaan.Karyawan bisa dibedakan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak dillihat dari perjanjian kerjanya.Perjanjian kerja adalah menurut hukumonline (2009) perjanjian antara pekerja dengan pemberi kerja atau pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak mulai saat hubungan kerja, dalam perjanjian kerja juga harus jelas apak ah hubungan kerja tersebut untuk waktu tertentu atau untuk tidak waktu tertentu.

Hukum online (2009) pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2009 tentang ketenagakerjaan.Perjanjian kerja adalah perjanjian antar pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dalam perjanjian tersebut dapat diketahui definisi karyawan tetap ataupun karyawan kontrak.Karyawan tetap adalah karyawan yang sudah mengalami pengangkatan sebagai karyawan perusahaan dan kepadanya diberikan kepastian akan keberlangsungan masa kerjanya, sedangkan karyawan kontrak merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan karyawan kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja


(35)

dengan pengusaha dengan berdasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Pengaturan tentang PKWT ini kemudian diatur lebih teknis dalam Keputusan Menteri Teanaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100 tahun 2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Jadi karyawan kontrak, karyawan yang diperbantukan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutin perusahaan, dan tidak ada jaminan kelangsungan masa kerjanya.Dalam hal ini kelangsungan masa kerja karyawan kontrak ditentukan oleh prestasi kerjanya.

2.3.3 Kesejahteraan Karyawan 1. Pengertian

Setiap bulan perusahaan memberikan gaji kepada karyawannya, namun perusahaan juga perlu memberikan tunjangan, fasilitas ataupun uang diluar gaji yang biasa disebut kesejahteraan. Pemberian kesejahteraan merupakan salah satu cara yang efektif untuk memelihara sikap karyawan agar merasa puas, nyaman serta senang dalam bekerja. Dengan begitu, motivasi karyawan untuk berprestasi akan terus meningkat.

Tujuan pemberian kesejahteraan tidak hanya untuk kepentingan karyawan saja tetapi juga untuk kepentingan perusahaan.Kebijakan perusahaan dalam menetapkan dan memberikan kesejahteraan kepada karyawan hendaknya dilakukan berdasarkan azas keadilan dan kelayakan serta sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang telah ditetapkan pemerintah.Kebijakan pemberian kesejahteraan baik jenis maupun besarnya harus berdasarkan analisis tugas dan


(36)

tanggung jawab, uraian pekerjaan, jabatan serta lamanya masa kerja dan waktu pembayaran.Perusahaan harus membayar tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Hal tersebut akan membuat kepercayaan karyawan kepada perusahaan semakin besar. Karyawan akan merasa tenang dan konsentrasi kerja akan lebih baik. Tetapi, apabila perusahaan tidak membayar tepat waktu, akiabatnya karyawan menjadi tidak disiplin kerja, tidak loyal kepada perusahaan dan sudah tentu kualitas karyawan akan menurun.

Kesejahtraan karyawan pada umumnya merupakan bentuk penyediaan paket tunjangan (benefit) dan program pelayanan karyawan (service).Kesejahteraan merupakan bentuk kompensasi di luar gaji dan tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi kerja. Gambaran jelas mengenai pengertian kesejahteraan karyawan yaitu:

a. Panggabean (2002: 96), kesejahteraan karyawan yang juga dikenal benefit mencakup semua jenis penghargaan berupa uang yang tidak dibayarkan langsung kepada karyawan

b. Moekijat (2002: 166), dalam perusahaan pelayanan pegawai mempunyai bermacam-macam nama. Ada yang menyebut program benefit, ada yang menyebut kesejahteraan pegawai (employee welfare) dan yang lain lagi menenkankan kepada biaya-biaya dan menyebutnya daftar pembayaran yang disembunyikan (hidden payroll). Akan tetapi yang paling lazim pelayanan pegawai itu dianggap sebagai bagian dari pada kesejahteraan sosial (fringe benefits). Kesejahteraan sosial demikian umumnya


(37)

mengandung lebih dari pada apa yang dimaksudkan oleh pengertian pelayanan pegawai.

Berdarkan pendapat-pendapat para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan: a. Kesejahteraan karyawan merupakan program yang menitikberatkan pada

pemeliharaan sikap karyawan baik terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya

b. Program pelayanan karyawan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan guna membentuk dan mendorong motivasi kerja karyawan.

2. Tujuan Pemberian Kesejahteraan Karyawan

Tujuan pemberian kesejahteraan tidak hanya untuk kepentingan karywan saja tetapi juga untuk kepentigan perusahaan dan agar tujuan pemberian kesejahteraan tercapai, diharapkan ada timbal balik yang saling menguntungkan anatar perusahaan denga karyawan.Bagi karyawan dapat memenuhi kebutuhannya dan bagi perusahaan mendapatkan laba.

Tujuan pemberian kesejahteraan kepada karyawan menurut Moekijat (2002: 174) adalah:

a. Bagi perusahaan, adalah

1. Meningkatkan hasil atau laba 2. Mengurangi pergantian karyawan 3. Meningkatkan semangat kerja karyawan


(38)

5. Menambah peran serta karyawan dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam suatu perusahaan atau organisasi

6. Mengurangi keluhan-keluhan 7. Mengurangi pengaruh serikat kerja 8. Memperbaiki hubungan masyarakat

9. Mempermudah usaha penarikan karyawan (recruitment) dan

mempertahankannya 10. Memperbaiki kondisi kerja

11. Menambah perasaan aman karyawan

b. Bagi karyawan

1. Memberikan kenikmatan atau fasilitas dengan cara lain meskipun tersedia tetapi kurang memuaskan

2. Menambah kepuasan kerja

3. Membantu kepada kemajuan perseorangan 4. Mengurangi perasaan tidak aman

5. Memberikan kesempatan tambahan untuk memperoleh status 6. Menambah motivasi untuk bersaing atau berprestasi antar karyawan 3. Azas-azas kesejahetraan karyawan

Pemberian kesejahteraan kepada karyawan diharapkan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan digunakan secara efektif.Oleh karena itu, agar pemberian kesejahteraan dapat berm, manfaat secara maksimal dan efektif, maka dalam pelaksanaanya harus berdasarkan azas keadilan dan kelayakan.Keadilan yang


(39)

dimaksud adalah penyesuaian balas jasa (Sesuai dengan haknya) yang diterima atas jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab dan jabatan. Jadi adil dalam hal ini bukan berarti setiap karyawan menerima kesejahteraan sama besarnya. Sedangkan kelayakan yang dimaksud adalah balas jasa yang diberikan pada karyawan menggunakan tolak ukur yang berlaku di masyarakat, industri dan negara. Dengan demikian perusahaan dapat menentukan tinggi, sama atau rendah tingkat kesejahteraannya secara relatif sesuai dengan yang berlaku di masyarakat, industri dan negara. Dengan demikian, perusahaan dapat menentukan tinggi, sama atau rendah tingkat kesejahteraannya secara relatif sesuai yang berlaku di masyarakat, industri dan negara. Pelaksanaan pemberian kesejahteraan dengan didasari azas tersebut diharapkan dapat saling menguntungkan demi kepentingan bersama.

Prinsip terpenting daripada program kesejahteraan karyawan adalah program itu hendaknya dapat memberi bantuan kepada organisasi, paling sedikit sama jumlahnya dengan biaya yang telah dikeluarkan. Lain daripada petunjuk yang pokok ini, ada beberapa kesimpulan lain yang perlu mendapat perhatian. Diantara prinsip-prinsip ini menurut Moekijat (2012: 171) adalah:

a. Program kesejahteraan karyawan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan yang sesungguhnya

b. Program kesejahteraan karyawan hendaknya dibatasi dengan kegiatan-kegiatan dimana kelompok adalah lebih efisien daripada orang perseorangan c. Program kesejahteraan karyawan hendaknya dikembangkan seluas-luasnya


(40)

d. Biaya program kesejahteraan karyawan hendaknya dapat dihitung dan dikelola dengan kebijaksanaan yang baik

4. Jenis-jenis kesejahteraan karyawan

Jenis kesejahteraan yang diberikan perusahaan akan bervariasi, hal ini disesuaikan dengan kebijakan perusahaan. Banyak para ahli yang mengelompokkan kesejahteraan ini menjadi bagian-bagian tertentu, tetapi pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama.

Panggabean (2002: 96-100) mengemukakan bentuk kesejahteraan yang diberikan adalah:

a. Kesejahteraan yang bersifat ekonomis yaitu berupa uang seperti uang pension, uang makan, uang tunjangan hari raya (THR), bonus, uang duka kematian, pakaian dinas dan uang pengobatan

b. Kesejahteraan yang berupa fasilitas antara lain sarana ibadah, kafetaria, olahraga, kesenian, pendidikan atau seminar, cuti tahunan dan cuti hamil, koperasi ataupun toko

c. Kesejahteraan berupa pelayanan yaitu puskesmas atau dokter, jemputan karyawan, penitipan bayi, bantuan hukum, penasihat keuangan serta asuransi kredit rumah

2.4 Program

Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah


(41)

untuk dioperasionalkan (Jones, 1994: 296). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu

3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggran yang dibutuhkan

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Jones, 1994 : 296).

Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program ialah adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasildari program yang dijalankandan adanya perubahan serta peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat pada kelompok orang, boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan.Berhasiltidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur pelaksanaanya.Unsur pelaksanaan itu merupakan unsur ketiga.Pelaksana adalah hal penting dalam mempertanggungjawabkan pengolahan maupun pengawasan dalam pelaksanaan, baik itu organisasi ataupun perorangan (Jones, 1994: 298).

2.5 Jaminan sosial

Jaminan sosial merupakan upaya memberikan perlindungan dengan peyelenggaraan untuk menciptakan sosial security bagi setiap elemen warga


(42)

negara.Rasa aman menjadi setiap impian bagi setiap orang ketika sedang mengalami sebuah permasalahan hidupnya, permasalahan pada dasarnya tidak diinginkan namun pasti terjadi.Upaya pemenuhan kesejahteraan dapat terwujud jika adanya jaminan sosial, karena cita-cita pendiri bangsa ini untuk memajukan kesejahteraan umum, kesejahteraan masyarakat yang kita inginkan masyarakat sejahtera yang memiliki nilai keadilan sosial, sikap gotong royongan dan kebersamaan.

Jaminan sosial juga merupakan bagian dari konsumsi publik yang wajib didanai oleh negara, dalam pengertian umumnya sering diartikan sebagai sutu bentuk usaha untuk memberikan bantuan kepada masyarakat.Pengertian itu tampak sangat limitative bila mengacu pada arti leksibel. Dalam pengertian formal, ISSA (International Social Security Association) mengartikan jaminan sosial sebagai perlindungan yang diberikan bagi anggota masyarakat untuk suatu resiko atau peristiwa tertentu, dengan tujuan menghindari sejauh mungkin terjadinya peristiwa yang mengakibatkan hilang atau turunnya sebahagian besarpenghasilan. Jaminan sosial juga memberikan pelayanan medis, tunjangan keluarga dan anak atau jaminan keuangan atau konsekuensi ekonomi dari suatu peristiwa.

Pada sisi lain, konvensi ILO No. 102 tahun 1952, mendefinisikan jaminan sosial sebagai usaha pemerintah untuk melindungi masyarakat atau sebahagian anggota masyarakat dari tekanan ekonomi yang dapat menghilangnya penghasilan karena sakit, mengganggur, cacat, hari tua dan kematian. Jaminan sosial juga


(43)

menyediakan dana bagi masyarakat serta memberikan bantuan kepada keluarga dalam pemeliharaan anak.

Dari rumusan pengertian tentang jaminan sosial itu terlihat bahwa esensi dari jaminan sosial adalah semacam pemberian kompensasi atas suatu peristiwa tertentu yang berakibat berkurangnya atau hilangnya penghasilan (merupakan definisi dari jaminan sosial kepada tenaga kerja), namun dari sisi lain jaminan sosial harus meliputi seluruh elemen masyarakat di Indonesia yang memberikan kesejahteraan bagi mereka guna esensi tujuan dari Negara kesejahteraan (Drs. Andi Usman RM, dalam Jurnal Kiprah Jamsostek Pada MIllenium Ketiga, 1999 : 51)

2.6 BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) 2.6.1 Arti BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga penyelenggara jaminan sosial, sehingga dengan adanya jaminan sosial, resiko keuangan yang dihadapi oleh seseorang, baik itu karena memasuki usia tidak produktif, mengalami sakit, mengalami kecelakaan dan bahkan kematian, akan di ambil alih oleh lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.


(44)

2.6.2 Tugas BPJS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut, BPJS bertugas untuk: a. Melakukan dan menerima pendaftaran peserta

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta

e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial

f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat

juni 2014 pukul 16.43).

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.


(45)

2.6.3 Wewenang BPJS

Dalam melaksanakan tugasnya BPJS berwenang dalam: a. Menagih pembayaran Iuran

b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai

c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional

d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah

e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan

f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya

g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial

juni 2014 pukul 16.48).


(46)

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.

2.7 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan 2.7.1 Pengertian

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS

Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (2) dan Undamg-Undang Nomor 40 Tahun 2011 Tentang SJSN, Pasal 1 angka 8, Pasal 4 dan Pasal5 ayat (1).

Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Pengertian jaminan sosial tenaga kerja menurut Prof. Imam Supomo, SH adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh itu diluar


(47)

kesehatannya tidak melakukan pekerjaan agar menjamin kepastian pendapatan dalam hal buruh kehilangan pendapatannya atau upahnya karena alasan diluar kehendak.Jaminan sosial tenaga kerja merupakan jaminan yang diadakan dengan sukarela oleh majikan atau karena kewajiban untuk keperluan atau kepentingan buruh yang ditujukan terhadap kebutuhan pada umumnya yang tidak dapat dicukupi upah serta tidak mempunyai hubungan kerja.BPJS Ketenagakerjaan terbentuk setelah mengalami proses yang cukup panjang, dimulai dari:

a. Pembentukan Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1951 tentang kecelakaan kerja

b. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 48 tahun 1952 dan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 8 tahun 1956 tentang Pengaturan Bantuan untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh

c. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 15 tahun 1957 tentang Pembentukan Yayasan Sosial Buruh

d. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 tahun 1964 tentang Pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS)

e. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja

f. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK) yaitu Perum Astek. g. Pada tahun 1992 lahirlah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang


(48)

h. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 maka PT. Jamsostek ditetapkan sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek ini memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko sosial

i. Pada tahun 2011 ditetapkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang badan penyelenggara jaminan sosial, dan sesuai amanat undang-undang tersebut pada tanggal 1 januari 2014 PT. jamsostek akan berubah menjadi BPJS ketenagakerjaan.

2.7.2 Ruang Lingkup Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Adapun ruang lingkup program Jaminan Sosial Tenaga Kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah

a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Jaminan Kecelakaan Kerja adalah santunan berupa uang sebagai pengganti biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, biaya pengobatan atau perawatan, biaya rehabilitasi serta santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya baik, fisik maupun mental, santunan kematian sebagai akibat peristiwa berupa kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja (JKK).Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh


(49)

tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.

Adapun Tata Cara Pengajuan Jaminankecelakaan kerja adalah

1. Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib mengisi form BPJS Ketenagakerjaan 3 (laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada BPJS Keteneagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan

2. Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh atau meninggal dunia oleh dokter yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal. Selanjutnya BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja/ahli waris.

3. Form BPJS Ketenagakerjaan 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:

a. Fotokopi kartu peserta (KPJ)

b. Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form BPJS Ketenagakerjaan 3b atau 3c


(50)

c. Kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan

b. Jaminan Kematian

Jaminan kematian (JK) adalah santunan kematian berupa uang tunai dan santunan berupa uang pengganti biaya pemakaman, seperti pembelian tanah (sewa atau retribusi), peti jenazah, kain kafan, transportasi, dan lain-lain yang berkaitan dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kondisi daerah masing-masing dan tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK).

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari Rp 14.200.000,- santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan santunan berkala.

Adapun manfaat program jaminan kematian adalah memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:

1. Santunan Kematian: Rp 14.200.000,- 2. Biaya Pemakaman: Rp 2.000.000,-


(51)

3. Santunan Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan) (sesuai dengan PP Nomor 53 Tahun 2012)

Adapun Tata Cara Pengajuan Jaminan Kematian adalah Pengusaha atau keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia mengisi dan mengirim form 4 kepada BPJS Ketenagakerjaan disertai bukti-bukti:

1. Kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan (KPJ) Asli tenaga Kerja yang Bersangkutan

2. Surat keterangan kematian dari Rumah sakit/Kepolisian/Kelurahan 3. Salinan/Copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga Tenaga Kerja bersangkutan

yang masih berlaku

4. Identitas ahli waris (photo copy KTP/SIM dan Kartu Keluarga) 5. Surat Keterangan Ahli Waris dari Lurah/Kepala Desa setempat

6. Surat Kuasa bermeterai dan copy KTP yang diberi kuasa (apabila pengambilan JKM ini dikuasakan). Dimana BPJS Ketenagakerjaan hanya akan membayar jaminan kepada yang berhak

c. Jaminan hari tua

Jaminan hari tua (JHT) adalah santunan berupa uang yang dibayarkan secara sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala kepada tenaga kerja karena telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter. Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, jaminan hari tua (JHT) dibayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu. Yang dimaksud dengan yatim piatu adalah anak yatim atau anak piatu yang ada pada


(52)

saat janda atau duda meninggal dunia masih menjadi tanggungan janda atau duda tersebut. Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dibayarkan kepada tenaga kerja yang belummencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, yaitu dalam hal ini tenaga kerja telah mempunyai masa kepesertaan sekurang-kurangnya 5 tahun dan mengalami pemutusan kerja. Program jaminan hari tua (program pensiun) dapat dibedakan antara program manfaat pasti dan program iuran pasti yaitu:

1. Program manfaat pasti (defined benefit), yaitu program yang manfaatnya ditetapkan dalam ketentuan yang mengaturnya, sedang iuran disesuaikan dengan manfaat tersebut.

2. Program iuran pasti (defined contribution), yaitu program pension yang iurannya ditentukan dalam ketentuan yang mengaturnya, sedang manfaat bergantung pada akumulasi iuran dan hasil pengembangannya.

Jaminan hari Tua (JHT) pada pokoknya termasuk kedalam jenis program pensiunan iuran pasti, dimana besar iuran telah ditentukan secara pasti dalam ketentuan yang mengaturnya (dalam hal ini perturan pemerintah No. 14 Tahun 1993), sedangkan manfaatnya bergantung dari akumulasi iuran yang terpupuk beserta hasil pengembangannya.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 adalah Undang-Undang tentang Kecelakaan. Oleh karena itu maka undang-undang inimemberikan jaminan kecelakaan atau menderita sakit dalam hubungan kerja yang meliputi jaminan sosial untuk :

1. Jaminan Sosial/Tunjangan untuk Sakit (perawatan dan pengobatan) 2. Jaminan Sosial/Tunjangan Cacat (yaitu tunjangan kepada buruh sendiri)


(53)

3. Jaminan Sosial/Tunjangan Meninggal dunia, janda/duda, dan anak yatim piatu (H. Zainal Asikin, S.H., S.U. (dkk), op. cit., hal. 114

Jaminan-jaminan sosial tersebut diberikan kepada yang berhak sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan untuk masing-masing kecelakaan.Namun karena undang-undang ini dikeluarkan Tahun 1947 maka tentu saja jumlah pemberian ganti kerugian (jaminan) nya sudah tidak sesuai lagi untuk zaman sekarang.

Dalam praktek, yang berlaku sekarang adalah Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977).Namun ini hanya terbatas pada pekerja yang menjadi peserta ASTEK saja.Bagi yang tidak, pada prinsipnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 masih tetap berlaku bagi mereka.

a. Jaminan Sosial atau Tunjangan untuk Sakit

Perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan sakit dalam hal ini adalah sakit yang berhubungan dengan pekerjaan/hubungan kerja. Jadi bukan semacam sakit malaria atau sakit kepala, panas dan lain-lainnya yang satu, dua atau tiga hari akan sembuh. Sakit yang akan mendapatkan tunjangan adalah sakit yang diderita lebih dari tiga hari dan nyata-nyata penyakit itu disebabkan oleh karena adanya hubungan kerja atau alat-alat kerja.

Besarnya tunjangan sakit tidak ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947.Yang jelas, bahwa segala biaya pengobatan dan perawatan termasuk obat-obat yang berkaitan dengan penyakitnya harus diberikan penggantian kerugian.Oleh karena itu, segala kwitansi atau bukti-bukti pembayaran lainnya dari si penderita harus disimpan untuk nanti setelah dia


(54)

sembuh egala biaya tersebut dapat dimintakan penggantian kerugian kepada pengusaha.

Di samping itu, bagi pekerja yang terkena kecelakaan, sehingga terpaksa dirawat di rumah sakit akan mendapatkan tunjangan berdasarkan pasal 11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947. Besarnya tunjangan itu adalah sebesar upahnya setiap hari selama 120 hari. Apabila setelah lewat 120 hari pekerja ini belum juga sehat, dan tenaganya belum pulih untuk bekerja maka tunjangan itu menjadi 50% dari upah setiap hari selama pekerja yang bersangkutan belum mampu bekerja. Pembayaran tunjangan ini dilakukan setiap waktu para pekerja menerima upahnya, kecuali jika antara pengusaha dan pekerja yang bersangkutan telah dibuat perjanjian lain dari pada itu. Dalam hal menentukan mampu tidaknya seorang pekerja untuk bekerja kembali, setelah mengalami kecelakaan tentunya diperlukan jasa seorang dokter penasihat.Dokter ini adalah dokter khusus yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sehubungan dengan diberlakukannya Undang-Undang Kecelakaan tersebut.

b. Jaminan Sosial/Tunjangan Cacat

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 sebetulnya membagi pengertian cacat ini ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Cacat yang mengakibatkan pekerja untuk sementara tidak mampu bekerja

2. Cacat yang mengakibatkan pekerja untuk selama-lamanya tidak mampu bekerja


(55)

Cacat yang tersebut pada poin 1 (satu) bahwa tidaklah termasuk yang namanya cacat, sebab yang namanya cacat menurut persepsi adalah keadaan yang mengakibatkan seorang pekerja itu selamanya tidak mampu lagi mengerjakan yang biasa ia lakukan. Sedangkan kalau tidak mampu bekerjanya itu hanya untuk sementara saja maka itu bukanlah cacat, tetapi itu digolongkan ke dalam keadaan sakit. Dari tunjangan untuk ini sudah diuraikan pada sub a sebelumnya. Sedangkan tunjangan untuk pekerja yang mengalami kecelakaan yang mengakibatkan selamanya pekerja tersebut tidak akan mampu lagi untuk bekerja, sudah ditentukan di dalam lampiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947. Tunjangan tersebut harus sudah dibayar oleh pengusaha setelah dokter penasihat menyatakan, bahwa pekerja karena kecelakaan tersebut selamanya tidak akan mampu lagi bekerja.

Untuk lebih jelasnya berapa besarnya tunjangan cacat untuk selamanya tidak mampu bekerja ini dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947, yaitu:

Tabel 2.1

Persentase Santunan Tunjangan Cacat Tetap Sebagian

No Macam Cacat Tetap Sebagian % X Upah

1 Lengan kanan dari sendi bahu ke bawah 40

2 Lengan kiri dari sendi bahu ke bawah 35

3 Lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah 35

4 Lengan kiri dari atau dari atas siku ke bawah 30


(56)

6 Tangan kiri dari atau dari atas pergelangan kebawah 28

7 Kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah 70

8 Sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah 35

9 Kedua belah kaki dari mata kaki kebawah 50

10 Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah 25

11 Kedua belah mata 70

12 Sebelah mata atau diplopia pada penglihatan dekat 35

13 Pendengaran pada kedua belah telinga 40

14 Pendengaran pada sebelah telinga 20

15 Ibu jari tangan kanan 15

16 Ibu jari tangan kiri 12

17 Telunjuk tangan kanan 9

18 Telunjuk tangan kiri 7

19 Salah satu jari lain tangan kanan 4

20 Salah satu jari lain tangan kiri 3

21 Ruas pertama telunjuk kanan 4,5

22 Ruas pertama telunjuk kiri 3,5

23 Ruas pertama jari lain tangan kanan 2

24 Ruas pertama telunjuk tangan kiri 1,5

25 Salah satu ibu jari kaki 5

26 Slah satu telunjuk jari kaki 3

27 Salah satu jari kaki lainnya 2


(57)

Tabel 2.2

Persentase santunan tunjangan cacat-cacat lainnya

No Cacat-Cacat Lainnya % X Upah

1 Terkelupasnya kulit kepala 10-30

2 Impotensi 30

3 Kaki memendek sebelah a. Kurang dari 5 cm

b. 5 Cm sampai kurang dari 7,5 cm c. 7,5 cm atau lebih

10 20 30 4 Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10

desibel

6

5 Penurunan daya dengar sebelah telinga setiap 10 desibel 3

6 Kehilangan daun telinga sebelah 5

7 Kehilangan kedua belah daun telinga 10

8 Cacat hilangnya cuping hidung 30

9 Perforasi sekat rongga hidung 15

10 Kehilangan daya penciuman 10

11 Hilangnya kemampuan kerja fisik

a. 51%-70%

b. 26%-50%

c. 10%-25%

40 20 5

12 Hilangnya kemampuan kerja mental tetap 70


(58)

kehilangan efisiensi tajam penglihatan kanan dan kiri berbeda, maka efisiensi penglihatan binokuler dengan rumus kehilangan efisiensi penglihatan: (3 x % efisiensi penglihatan terbaik) + % efisiensi penglihatan terburuk.

14 Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10% 7

15 Kehilangan penglihatan warna 10

16 Setiap kehilangan lapang pandang 10% 7

Sumber: BPJS Ketenagakerjaan

2.7.3.Alasan yang Menyebabkan Perusahaan Tidak Mengikuti Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Dugaan penyebab perusahaan tidak mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja adalah:

a. Kesadaran hukum yang kurang

Kesadaran hukum merupakan hal yang penting. Jika peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum baik namun tidak didukung kesadaran hukum maka akan terjadi pelanggaran. Kesadaran hukum masyarakat dalam hal ini pengusaha sangat diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran dalam menjalankan ketentuan jaminan sosial tenaga kerja.Adanya kesadaran hukum menjadikan pengusaha taat terhadap ketentuan perundang-undangan khususnya yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja. Pengusaha dalam pengertian Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah


(59)

1. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri

2. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya

3. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia

b. Lebih mengutamakan kepentingan uang (bisnis)

Pihak pengusaha memang lebih mengutamakan kepentingan bisnis, lebih mengutamakan uang (profit oriented). Tujuan utama pengusaha mendirikan usaha adalah untuk mendapatkan laba, sehingga selalu dihindari hal-hal yang tidak mendatangkan keuntungan, antara lain ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Keikutsertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dianggap suatu pemborosan belaka karena tidak mendatangkan keuntungan atau laba

c. Kurang memperhatikan nasib tenaga kerja

Pihak pengusaha kurang memperhatikan nasib tenaga kerja, yang diperhatikan hanya kelangsungan perusahaannya saja dan keuntungan yang bakal didapat dan yang didapat. Padahal dengan memperhatikan nasib tenaga kerja berarti juga akan mendukung kelangsungan perusahaan. Produktivitas tenaga kerja akan berpengaruh langsung terhadap kelancaran perusahaan tersebut.


(60)

d. Upah terlalu kecil dan sifat pekerjaan tidak tetap

Ketentuan upah minimum telah ditetapkan, namun pengusaha selalu saja berusaha untuk tidak memenuhinya.Pengusaha selalu berusaha menghindari ketentuan yang dianggap tidak menguntungkan.Pengusaha member upah terlalu kecil, sehingga tidak memenuhi persyaratan ketentuan kepesertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dan tentunya perusahaan tidak ingin mengikutsertakan tenaga kerjanya secara sukarela. Penjelasan pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan adanya kepesertaan secara sukarela, yaitu: “Namun demikian bagi perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kepada badan penyelenggara dapat mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kemauan sendiri atau sukarela”.

e. Anggapan tenaga kerja bukan asset perusahaan

Banyak pengusaha beranggapan bahwa asset perusahaan adalah mesin dan peralatan-peralatan perusahaan, sedangkan tenaga kerja bukan asset. Anggapan ini sebenarnya merugikan pengusaha sendiri, sebba tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dalam proses produksi. Kelancaran proses produksi tergantung pada pengendaliannya dalam hal ini adalah tenaga kerje itu sendiri

f. Keikutsertaan dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan beban


(61)

Bagi pengusaha kewajiban membayar upah itu sudah cukup, tidak perlu dibebani kewajiban lainnya.Keikutsertaan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja mengharuskan pengusaha membayar premi atau iuran pada badan penyelenggara.Hal ini dianggap beban tambahan yang harus dihindari.Pengusaha lebih memilih tidak mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program asuransi tenaga kerja, sehingga tidak perlu membayar iuran yang merupakan pengeluaran tambahan bagi pengusaha.Untuk menghindari kepesertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja semakin menurun, maka diperlukan pengawasan. Jaminan sosial tenaga kerja di lapangan tidak akan terlaksana dengan baik bila pelaksanaannya tidak diawasi oleh suatu instansi pengawasan yang ahli. Pihak pengusaha dapat berharap bahwa pengawasan akan menjamin pelaksanaan peraturan jaminan sosial di semua perusahaan secara seragam (uniform) dan tidak memihak, sehingga pihak pengusaha terlindung dari persaingan tidak sehat (unfair competition) oleh perusahaan lain dan pengusaha akan menikmati keuntungan masyarakat yang terjadi karena adanya pelaksanaan peraturan secara efisien (Ramli, 1997: 17-20).

2.7.4.Praktek Penegakan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Pada kenyataannya penegakan hukum jaminan sosial tenaga kerja sering tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Praktek penegakan hukm dalam bidang jaminan sosial bagi tenaga kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku itu antara lain:


(62)

a. Dalam pengenaan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha

Setelah diketahui adanya pelanggaran biasanya Departemen Tenaga Kerja

hanya memberikan peringatan saja kepada perusahaan yang

bersangkutan.Peringatan itu diberikan tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan, maksudnya peringatan kedua diberikan jika sudah terhitung tiga bulan peringatan, sedangkan peringatan ketiga diberikan jika sudah terhitung tiga bulan dari peringatan kedua.

b. Pengenaan denda adminstratif terhadap pengusaha oleh PT. Jamsostek (Persero) dapat juga karena keterlambatan pembayaran pengusaha membayar iuran tiap bulannya. Dalam hal ini biasanya ada penyimpangan yaitu apabila denda yang harus dibayar dirasa terlalu banyak oleh pengusaha, maka pengusaha dapat berupaya memohon keringanan. Dengan cara itu pengusaha berusaha memengaruhi petugas PT. Jamsostek memberikan keringanan. Apabila hal ini terjadi tentunya akan sangat merugikan badan penyelenggara karena terjadi pengurangan pendapatan akibat kecurangan tersebut.

c. Pengenaan uang paksa (Dwangsom) oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerajaan yaitu PT. Jamsostek jika terjadi keterlambatan pembayaran kepada tenaga kerja. Dalam hal ini biasanya tidak pernah terjadi karena badan penyelanggara selalu tepat waktu untuk melakukan pembayaran kepada tenaga kerja. Bahkan dilakukan pula program Safari Klaim yaitu mengantarkan klaim asuransi ke rumah tenaga kerja yang


(1)

tidak jelas sehingga mereka tidak tahu kapan kegiatan tersebut dilaksanakan dan pada akhirnya mereka juga tidak mengikuti kegiatan tersebut.

Tabel 5.29

Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Program BPJS Ketenagakerjaan

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 Selalu Jarang Tidak pernah 18 4 3 72,00 16,00 12,00

Jumlah 25 100,00

Sumber: Data primer, Agustus 2014

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.29 dapat diketahui pemanfaatan pelayanan program BPJS ketenagakerjaan oleh responden. Sebanyak 18 responden menyatakan selalu memanfaatkan pelayanan program BPJS, karena para responden tersebut sangat merasakan manfaat dari pelayanan program BPJS tersebut. Kemudian 4 responden menyatakan bahwa mereka jarang menggunakan pelayanan program BPJS ketenagakerjaan hal tersebut disebabkan karena responden yang tidak terlalu memerlukan pelayanan program tersebut, beberapa dari responden tersebut baru menggunakan pelayanan program BPJS ketika mengalami kecelakaan kerja.Adapun pelayanan program BPJS yang paling digunakan oleh pala responden adalah tunjangan untuk sakit, yang dimana


(2)

perusahaan menanggung segala biaya pengobatan dan biaya perawatan ketika sakit.Sementara itu 3 responden menyatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan pelayanan BPJS dikarenakan sejauh ini mereka belum membutuhkan perlindungan kesehatan, karena sejauh ini mereka masih sehat.


(3)

BAB VI

PENUTUP

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data, dapat dirumuskan hasil penelitian dalam bentuk kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari aspek persepsi, hasil analisis data dapat diketahui bahwa responden sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan memiliki persepsi yang positif. Hal tersebut dapat dilihat pengetahuan peserta mengenai program BPJS, meskipun informasi yang didapat dari sosialisasi masih kurang namun beberapa peserta berusaha mencari informasi lain seperti dari media massa dan sesama karyawan.

2. Dari aspek sikap, hasil analisis data dapat diketahui bahwa responden sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan memiliki sikap yang negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kepuasan karyawan yang masih kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas BPJS ketenagakerjaan, terutama dalam hal pencairan dana klaim. 3. Dari aspek partisipasi, hasil analisis data hasil menunjukan bahwa

responden sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan memiliki partisipasi yang negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari keterlibatan peserta dalam mengikuti sosialisasi dan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Peserta kurang aktif dalam


(4)

melaksanakan kegiatan dan juga kewajiban sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan.

6.2. SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah disajikan sebelumnya, penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Pelaksanaan program BPJS ketenagakerjaan di PT. MUTIARA MUKTI FARMA diharapkan kedepannya agar dapat berjalan lebih baik lagi dalam hal pembayaran dana klaim untuk menggantikan nafkah yang hilang akibat resiko yang dialami pekerja, serta program ini juga dapat terus dilaksanakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan pekerja.

2. Kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh petugas dari PT. MUTIARA MUKTI FARMA seperti sosialisasi san kegiatan lainnya diharapakan dapat dilaksanakan secara maksimal dan berlangsung secara rutin. Agar para peserta mendapatkan informasi mengenai program serta pengetahuan yang bermanfaat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 1994. Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Adi, Isbandi Rukminto.2000. Psikologi Pekerja Sosial dan Ilmu kesejahteraan Sosial, dasar-dasar pemikiran.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Fariana, Andi. 2012. Aspek Legal Sumber Daya Manusia Menurut Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Mitra Wacana Media

Jones. Gareth R. 1994. SDM tentang Karyawan. Jakarta: Salemba Empat

Kansil, DRS. C.S.T. Kansil, Christine S.T. 1997. Pokok-Pokok Hukum Jamsostek. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Moekijat. 2002. Pengembangandan Penilaian Hasil Kerja. Bandung: Mandar Baru

Panggabean, Mutiara Sibarani. 2002. Kesejahteraan Karyawan. Jakarta: PT. Gramedia Widia Indonesia

Ramli, Lanny. 1997. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia.Surabaya: Airlangga Univesity Press

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial Medan: Grasindo Monoratama Silalahi, Uber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Utama

Singarimbun, M. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES

Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Usman. DRS. Andi RM. Kiprah Jamsostek Pada MiIllenium Ketiga, 1999

Wahab, Zulaini. 2001. Dana Pensiun dan jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti


(6)

Sumber lain

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Konvensi ILO No. 102 tahun 1952 tentang Jaminan Sosial

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS)

Sumber Online

2014 pukul 16.43).

2014 pukul 16.48).

pukul 16.43)

di akses