Penilaian Efektifitas Bakteri Kitinolitik terhadap

berbeda dalam menghasilkan enzim-enzim yang mampu mendegradasi sel fungi Suryanto et al ., 2009. Pada tumbuhan enzim kitinase ini digunakan sebagai pertahanan melawan serangan organisme patogen yang mengandung kitin Fujii Miyashita, 1993. Aktivitas kitinase yang rendah pada jaringan tanaman sehat dapat diinduksi dengan adanya kitin pada jaringan tersebut, sehingga aktivitas kitinase meningkat tajam oleh pelukaan atau infeksi cendawan Graham Sticlen, 1994.

4.4 Penilaian Efektifitas Bakteri Kitinolitik terhadap

Colletotrichum sp. pada Tanaman Kakao Penilaian efektifitas bakteri kitinolitik terhadap serangan patogen Colletotrichum sp., pada tanaman kakao dilihat dari gejala serangan yang timbul pada setiap perlakuan yaitu intensitas serangan dan luas serangan yang dilakukan selama 4 minggu. Untuk setiap perlakuan terlebih dahulu suspensi bakteri kitinolitik disemprot pada bagian permukaan atas dan bawah daun tanaman kakao selanjutnya disungkup dengan plastik selama 24 jam, kemudian disemprot dengan patogen. Kontrol positif hanya diberikan patogen dan kontrol negatif tanpa diberikan suspensi bakteri dan patogen. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ketahanan tanaman kakao terhadap intensitas serangan Colletotrichum sp., disajikan pada Tabel 2. Universitas Sumatera Utara Tabel 2. Pengamatan Intensitas Serangan Colletotrichum sp. pada perlakuan bakteri kitinolitik untuk setiap pengamatan. Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 dengan uji jarak duncan. Berdasarkan tabel yang disajikan pengamatan pada minggu pertama intensitas serangan Colletotrichum sp. terendah terdapat pada perlakuan BK13, BK17 dan LK08 sebesar 0.8 , sedangkan yang tertinggi KR05 sebesar 2.4, untuk kontrol positif intensitas serangan sebesar 15.2 dan kontrol negatif sebesar 3.2 . Hasil analisis data diperoleh dari minggu pertama menunjukkan bahwa setiap perlakuan berbeda nyata terhadap kontrol positif sedangkan untuk antar perlakuan tidak berbeda nyata. Pada minggu kedua intensitas serangan terendah pada perlakuan BK13, BK17 dan LK08 sebesar 0.8 dan tertinggi pada KR05 sebesar 2.4 dan hasil analisis sangat berbeda nyata terhadap kontrol positif yaitu sebesar 15.2. Pada minggu ketiga intensitas serangan terendah masih terlihat pada perlakuan BK13, BK17 dan LK08 yaitu sebesar 0.8 dan perlakuan tertinggi KR05 sebesar 3.2 untuk hasil analisis sangat berbeda nyata dengan kontrol positif. Minggu keempat intensitas serangan terhadap tanaman kakao pada perlakuan BK13 dan BK17 terjadi kenaikan dibandingkan minggu pertama sampai minggu ketiga yaitu sebesar 1.6 pada perlakuan KR05 intensitas serangan menjadi 2.4, untuk perlakuan LK08 rata-rata intensitas serangan dari minggu pertama sampai minggu keempat sama yaitu sebesar 0.8. Berdasarkan analisis di atas rata-rata intensitas serangan berbeda nyata, pertumbuhan patogen lebih cepat pada kontrol positif dibandingkan dengan kelima perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa patogen memiliki kompetisi yang lebih tinggi Isolat Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 BK13 0.8 b 0.8 b 0.8 b 1.6 b KRO5 1.6 b 1.6 b 1.6 b 2.4 b BK17 0.8 b 0.8 b 0.8 b 1.6 b BK15 2.4 b 2.4 b 3.2 b 3.2 b LK08 0.8 b 0.8 b 0.8 b 0.8 b Kontrol Positif 15.2 a 15.2 a 15.2 a 16 a Kontrol Negatif 3.2 b 3.2 b 3.2 b 3.2 b Universitas Sumatera Utara dibandingkan patogen yang lain. Menurut Stainer et al ., 1982, menyatakan tingginya kecepatan pertumbuhan dan perkembangan koloni menunjukkan kemampuan kompetisi patogen tersebut lebih tinggi dibandingkan jenis patogen lainnya, baik dalam persaingan nutrisi atau unsur lain, sehingga patogen yang lemah atau lambat pertumbuhannya akan kalah bersaing. Sebaliknya tanaman kakao yang diberi perlakuan suspensi bakteri kitinolitik seperti terlihat pada perlakuan LK08, tanaman tersebut lebih mampu menurunkan serangan Colletotrichum sp. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa kemampuan bakteri yang disebabkan karena aktifitas enzim kitinase dapat menurunkan intensitas serangan patogen terhadap tanaman. Menurut Gohel et al . 2003, kemampuan bakteri disebabkan karena aktivitas enzim kitinase yang merupakan enzim yang mampu menghambat perkembangan jamur patogen dengan menghidrolisis polimer kitin sebagai salah satu komponen dinding sel hifa cendawan. Luas serangan penyakit antraknosa sangat berpengaruh nyata pada tanaman kakao karena serangan yang terjadi menunjukkan bahwa semua tanaman terserang oleh fungi Colletotrichum sp. terutama terlihat pada kontrol positif yang diberi perlakuan patogen yaitu dari minggu pertama sampai minggu keempat persentase luas serangannya sebesar 20 Tabel 3. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Pengamatan Luas Serangan Colletotrichum sp. pada perlakuan bakteri kitinolitik untuk setiap pengamatan. Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 dengan uji jarak duncan. Tingkat persentase luas serangan patogen pada kontrol positif sangat tinggi dibandingkan terhadap perlakuan. Hal ini disebabkan karena patogen mengganggu metabolisme dari tanaman sehingga tanaman menjadi rentan dan menimbulkan gejala. Menurut Agrios 1996, patogen menyebabkan penyakit pada tumbuhan dengan cara melemahkan inang yaitu menyerap makanan secara terus menerus dari sel inang untuk kebutuhannya, menghentikan atau mengganggu metabolisme sel inang dengan toksin, enzim atau zat pengatur tumbuh yang disekresikannya, menghambat transportasi makanan, hara mineral, dan air melalui jaringan pengangkut dan mengkonsumsi jaringan sel inang setelah terjadi kontak. Timbulnya gejala disebabkan karena perubahan fungsi fisiologis tumbuhan yang disebabkan patogen terutama dalam fotosintesis, sehingga terlihat jelas nekrosis yang meluas yang disebabkan oleh patogen seperti halnya bercak daun yang merusak jaringan daun dan defoliasi pengguguran daun sehingga proses fotosintesis akan menurun karena permukaan yang berfotosintesis menjadi berkurang Agrios, 1988. Pada kontrol negatif luas serangan dari minggu pertama sampai minggu keempat sebesar 8, kontrol negatif terserang oleh patogen diduga karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan salah satunya angin. Menurut Masanto et al 2009, angin merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit tanaman dengan menyebarkan Isolat Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 BK13 4 b 4 b 4 b 8 b KRO5 8 b 8 b 8 b 12 b BK17 4 b 4 b 4 b 8 b BK15 8 b 8 b 8 b 8 b LK08 4 b 4 b 4 b 4 b Kontrol Positif 20 a 20 a 20 a 20 a Kontrol Negatif 8 b 8 b 8 b 8 b Universitas Sumatera Utara inokulum patogen tanaman karena konidia yang terbentuk pada permukaan bercak daun yang terinfeksi mudah lepas dan sangat ringan jika tertiup angin atau percikan air hujan sampai ratusan kilometer sehingga penyakit dapat tersebar luas dalam waktu yang singkat Soepana, 1995. Pada setiap perlakuan persentase luas serangan tidak berbeda akan tetapi sebaliknya terhadap kontrol positif seluruh perlakuan berbeda. Perlakuan minggu pertama sampai minggu ketiga persentase luas serangan terendah yaitu BK13, BK17, dan LK08 sebesar 4, yang tertinggi KR05 dan BK15 sebesar 8 dan nilai persentasenya sama dengan kontrol negatif. Minggu keempat terlihat terjadi kenaikan persentase luas serangan pada BK13 dan BK17 menjadi 8, BK15 menjadi 12. Sedangkan pada LK08 persentasenya tetap 4, hal ini menunjukkan serangan patogen masih dapat dihambat oleh kemampuan bakteri kitinolitik yang diinokulasi pada bagian daun tanaman kakao. Luas serangan rata-rata penyakit antraknosa diketahui berdasarkan jumlah unit pengamatan yang terserang dibagi dengan jumlah unit pengamatan total. Berdasarkan data yang diperoleh menjelaskan bahwa inokulasi bakteri kitinolitik menurunkan persentase luas serangan pada tanaman kakao. Secara umum mekanisme penghambatan pertumbuhan oleh bakteri terhadap jamur diantaranya sebagai berikut: 1. Bakteri menghasilkan senywa bioaktif yang dapat merusak komponen struktural jamur, misalnya enzim hidrolitik kitinase yang menghidrolisis struktur dinding sel jamur. 2. Senyawa bioaktif bakteri dapat mempengaruhi permeabilitas membrane sel jamur sehingga mengganggu transportasi zat-zat yang diperlukan untuk metabolism. Gangguan metabolism sel pada akhirnya mengganggu pertumbuhan. 3. Senyawa yang dihasilkan oleh bakteri dapat berfungsi sebagai inhibitor suatu enzim pada jamur. Jika enzim jamur tersebut berperan dalam metabolism yang penting, maka aktivitas enzimatis sel akan terganggu akibatnya juga akan menekan pertumbuhan jamur. 4. Senyawa tersebut mungkin menghambat sintesis protein pada jamur. Sintesis protein terganggu menyebabkan jamur kekurangan protein tertentu yang mungkin vital. Pertumbuhan jamur menjadi terhambat. Universitas Sumatera Utara

4.5 Reisolasi