Bakteri kitinolitik sering kali menghasilkan berbagai gen kitinase, berdasarkan cara kerja hidrolisis kitinase dikelompokkan menjadi tiga tipe utama Pudjihartati, 2006,
yaitu: i endokitinase yang memotong secara acak polimer kitin secara internal sehingga menghasilkan oligomer pendek, ii eksokitinase 1,4-
β-ketobiosidase, yang memotong unit trimer ketobiosa pada ujung terminal polimer kitin, dan iii N-asetilglukosamidase,
yang memotong unit monomer pada ujung terminal polimer kitin. Menurut Oku 1994, peranan kitinase dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen terjadi melalui dua
cara, yaitu: i menghambat pertumbuhan cendawan dengan secara langsung menghidrolisis dinding miselia cendawan dan ii melalui pengelupasan elisitor endogen
oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik
systemic acquired resistance
pada inang.
2.4 Potensi Bakteri Kitinolitik sebagai Pengendali Hayati
Pengendalian hayati khususnya pada penyakit tumbuhan dengan menggunakan mikroorganisme telah dimulai sejak lebih dari 70 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun
1920 sampai 1930 ketika pertama kali diperkenalkan antibiotik yang dihasilkan mikroorganisme tanah Khalid
et al
., 2004. Tetapi beberapa percobaan belum berhasil sampai penelitian mengenai pengendalian hayati terhenti selama kurang lebih 20 tahun
Baker
et al
., 1985. Sekarang ini sudah menjadi satu pengetahuan bahwa pengendalian hayati memainkan peranan penting dalam pertanian pada masa mendatang. Ini terutama
disebabkan kekhawatiran terhadap bahaya penggunaan bahan kimia sebagai pestisida Hasanuddin, 2003. Kepedulian dalam kesehatan dan lingkungan akibat menggunakan
pestisida inilah yang mendorong peneliti dalam mencari alternatif lain untuk mengontrol penyakit dengan menggunakan mikroorganisme sebagai agen biokontrol Martin
Lopper, 1999. Kesadaran akan bahaya penggunaan pestisida sebagai bahan beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan mahluk hidup,terutama manusia dan hewan.
Merupakan titik awal lahirnya konsep pengendalian hayati Yodha, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaitan dengan pengendalian hayati tanaman agen biokontrol, dapat berefek langsung berupa kompetisi untuk nutrisi, produksi antibiotik, enzim litik, inaktivasi
patogen,dan parasitisme. Efek tidak langsung mencakup semua aspek yang menghasilkan perubahan morfologi dan biokimia dalam tanaman inang Gohel
et al
., 2005. Pengendalian hayati merupakan pemanfaatan spesies-spesies mahluk hidup
tertentu untuk mengendalikan hama tanaman. Spesies-spesies tersebut mewakili sejumlah hewan invertebrata seperti serangga, tungau dan nematode dan spesies-spesies dari
golongan rendah seperti jamur bakteri dan virus. Pemanfaatan spesies tersebut sebagai pengendali hayati disebabkan karena adanya interaksi antara dua spesies mahluk hidup
atas keuntungan yang satu karena memangsa dan yang lainnya dirugikan karena dimakan Nyoman, 1995.
Salah satu bentuk pengendalian hayati yang sudah banyak digunakan adalah dengan menggunakan berbagai jasad mikroorganisme Duffy, 1995 seperti bakteri
kitinolitik. Sejumlah mikroba telah dilaporkan dalam berbagai penelitian efektif sebagai agen pengendalian hayati hama dan penyakit tumbuhan diantaranya adalah genus-genus
Aeromonas
,
Alteromonas
,
Chromobacterium
,
Enterobacter
,
Ewingella
,
Pseudoalteromonas
,
Pseudomonas
,
Serratia
,
Vibrio
Chernin
et al
., 1998,
Bacillus
Pleban
et al
., 1997
Pyrococcus
Gao
et al
., 2003,
Burkholderia cepacia
,
Bacillus subtilis
,
Enterobacter cloacae
,
Agrobacterium radiobacter
dan
Streptomyces griseoviridis
. Bakteri ini sering digunakan sebagai agen pengendali hayati karena di dasarkan
atas kemampuan mikroorganisme menghasilkan kitinase dan dalam kontrol fungi patogen enzim kitinase berperan sebagai mikoparasitisme yang dapat melisiskan sel jamur.
Kitinase yang diproduksi mikroorganisme dapat menghidrolisis struktur kitin, senyawa utama penyusun dinding sel tabung kecambah spora dan miselia, sehingga jamur tidak
mampu menginfeksi tanaman Priyatno
et al.,
2000. Mekanisme interaksi antara inang dengan parasit sangat menentukan tingkat ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit.
Menurut Prell Day 2001, mekanisme ketahanan tanaman dapat berupa
Universitas Sumatera Utara
hipersensitifitas sel dengan cara pembentukan lignin atau protein struktural, senyawa fitoaleksin dan sintesis protein PR Pathogenesis related protein seperti kitinase.
Beberapa tanaman menghasilkan kedua enzim ini sebagai bagian dari sistem pertahanan melawan jamur patogen, karena keduanya dapat menghidrolisis komponen dinding sel
jamur patogen Ginnakis
et al
. 1998, Leubner and Meins, 1999. Kemampuan bakteri untuk memproduksi kitinase sangat bervariasi. Variasi ini
tidak saja terlihat dari jumlah aktifitas kitinase total yang diproduksi setiap spesiesnya, tetapi juga pada jenis kitinase yang dihasilkan Nugroho
et al
., 2003.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 BAHAN DAN METODE