BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kakao
Theobroma cacao
, L. termasuk tanaman tropis, dikenal masyarakat Indonesia pertama kali tahun 1780 Spilane, 1995, dan termasuk komoditas
ekspor andalan penyumbang devisa bagi negara maupun masyarakat Indonesia Sulistyowati
et al.
, 2003. Kakao dibutuhkan sebagai bahan baku industri makanan dan
minuman, industri farmasi, industri kosmetika sehingga tidaklah mengherankan bila para petani kakao berusaha memaksimalkan produksi dengan memelihara tanaman sebaik-
baiknya Wahyudi
et al
., 2008. Masalah yang umum timbul pada perkebunan kakao adalah serangan berbagai
jamur. Jamur tersebut dapat menyerang bagian akar, batang daun dan buah. Pada bagian daun terdapat jamur
Colletotrichum
penyebab penyakit antraknosa Wicandra, 2005. Pada umumnya kerugian yang disebabkan oleh jamur ini tidak melebihi 5
–10 , meskipun diberitakan juga bahwa di Venezuela Amerika Selatan kerugian mencapai
20 Semangun, 2000. Penyakit antraknosa atau gugur daun mengakibatkan kerusakan pada tanaman di pembibitan, tanaman muda dan tanaman yang menghasilkan. Penyakit ini
juga dapat mengurangi jumlah buah per tanaman, jumlah biji, dan dapat mengurangi kandungan pati pada ranting Semangun, 2000. Daun muda yang terserang terlihat
berwarna hitam, bagian ujungnya mengkeriput dan dapat mengakibatkan kematian pada pucuk. Serangan jamur terjadi pada waktu tanaman membentuk daun muda selama musim
hujan dan penularan jamur ini berlangsung dengan perantaraan spora yang dibawa oleh angin dan air hujan terutama pada malam hari dan cuaca yang lembab Wahyudi
et al
., 2008.
Salah satu pengendalian yang dapat dilakukan pada pembibitan kakao adalah dengan penyemprotan pestisida. Penggunaan pestisida secara berlebih oleh petani dapat
Universitas Sumatera Utara
memberikan dampak negatif yaitu dapat menimbulkan resistensi hama dan penyakit serta pencemaran lingkungan Gunaeni, 2006. Upaya untuk mengurangi bahan kimiapestisida
salah satunya adalah dengan pemanfaatan agen pengendali hayati. Pada umumnya jenis agen hayati yang dikembangkan adalah mikroba, baik yang hidup sebagai saprofit di
dalam tanah, air dan bahan organik maupun yang hidup di jaringan tanaman endofit yang bersifat menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi dengan
patogen sasaran, atau bersifat menginduksi ketahanan tanaman Supriadi, 2006. Pengendalian hayati menjadi alternatif yang dipilih karena lebih ramah lingkungan dan
tidak menimbulkan efek toksik Gohel
et al
., 2006. Pemanfaatan mikroorganisme dalam mengendalikan penyakit tanaman merupakan
bidang yang relatif baru. Pengendalian hayati jamur penyakit tanaman sering dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Salah satu pemanfaatan
mikroorganisme sebagai pengendali hayati adalah isolat bakteri kitinolitik. Bakteri ini sering digunakan sebagai agen pengendali hayati karena kemampuannya menghidrolisis
kitin menjadi derivat kitin Ohno
et al
., 1996.
Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa jenis mikroorganisme yang dapat memproduksi enzim kitin seperti
Pseudomonas putida
89-B27 dan
Serratia marcescens
90-166 mampu menekan patogen penyebab penyakit antraknosa pada tomat dan timun Raupach
et al.
, 1996,
Pseudomonas
sp. strain PSJN mampu menekan pertumbuhan
Botrytris cinerea
Barka
et al
., 2002,
Pseudomonas fluoresen
t dapat mengendalikan penyakit lincat yang disebabkan oleh
Ralstonia solanacearum
pada tembakau Heru, 2006,
Bacillus mycoides
dan
Bacillus pumilis
menekan penyakit bercak daun Cercospora pada tanaman gula bit Bargabus
et al
., 2004,
Bacillus cereus
BT8 dan BP24 mampu mengendalikan penyakit pada beberapa tanaman tomat, kentang dan pecan Backman,
1997. Bakteri kitinolitik merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang relativ mudah
dikembangkan sehingga akan lebih cepat melimpah jika dikembangkan dari biosfirnya.
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas kitinase yang dapat mendegradasi dinding sel jamur menyebabkan bakteri kitinolitik ini, dapat digunakan sebagai agen biokontrol jamur patogen karena dapat
mendegradasi dinding sel jamur yang tersusun atas kitin, yang merupakan sumber nutrisi dan agen parasitisme Toharisman, 2007. Kemampuan mikroorganisme tersebut
diharapkan dalam penelitian ini, aplikasi bakteri kitinolitik dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan jamur
Colletotrichum
sp. penyebab penyakit antraknosa pada tanaman kakao secara in vitro dan in vivo.
1.2 Permasalahan