HbA1c Karakteristik Responden Penelitian

tipe 2 sebesar 11,5 di Kolkata, persentase tersebut sangat dipengaruhi oleh riwayat penyakit keluarga, usia, serta obesitas sentral tetapi tidak memiliki pengaruh yang cukup besar dari BMI. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada BMI saat dibandingkan dengan kelompok normoglycaemic dan diabetes melitus tipe 2.

3. HbA1c

Uji normalitas nilai HbA1c menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95 menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,200 yang menunjukkan bahwa data terdistribusi normal. Ukuran pemusatan data HbA1c dinyatakan dalam mean yaitu 5,52 termasuk dalam kategori normal serta ukuran penyebarannya dinyatakan dalam standar deviasi yaitu 0,47 namun terdapat beberapa responden yang memiliki nilai HbA1c melebihi nilai normal dan pada grafik distribusi HbA1c terdapat data yang terpisah dari data yang lain. Distribusi nilai HbA1c responden dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Grafik Distribusi HbA1c Responden Menurut National Institutes of Health 2011, tes HbA1c atau hemoglobin terglikasi merupakan tes sampel darah yang memberikan informasi mengenai rata-rata kadar glukosa darah seseorang selama 3 bulan terakhir. Tes HbA1c terkadang disebut tes A1c hemoglobin atau tes glikohemoglobin. Tes HbA1c menjadi tes utama yang digunakan untuk manajemen diabetes melitus atau penelitian mengenai diabetes melitus. Hasil tes HbA1c dinyatakan dalam persentase dimana semakin tinggi persentase HbA1c maka kadar glukosa darah seseorang semakin tinggi pula, nilai normal HbA1c adalah di bawah 5,7 . The International Expert Committee 2009 merekomendasikan tes HbA1c sebagai salah satu tes yang sangat membantu dalam mendiagnosa diabetes melitus tipe 2 dan pradiabetes, karena pada tes HbA1c tidak memerlukan puasa dan sampel darah dapat diambil setiap waktu. Kemudahan dalam tes HbA1c ini diharapkan lebih banyak orang yang melakukan tes HbA1c sehingga dapat terjadi penurunan jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak terdiagnosa. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng, Neugaard, Foulis, and Conlin 2011 yang menyatakan bahwa HbA1c dapat membantu memprediksi risiko diabetes melitus tipe 2 di masa mendatang. Penelitian lain terkait HbA1c juga dilakukan oleh Pradhan, Rifai, Buring, and Ridker 2007 yang melibatkan responden wanita berusia ≥ 45 tahun dan tidak menderita diabetes melitus atau penyakit kardiovaskuler menyatakan bahwa kadar HbA1c yang terukur berkorelasi signifikan dengan kejadian penyakit diabetes melitus serta berkorelasi positif lemah dengan kejadian penyakit kardiovaskuler. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ginis, et al. 2012 yang melibatkan 295 responden dimana responden tersebut terbagi menjadi 4 kelompok sesuai diagnosa meliputi 120 responden normoglikemi, 44 responden diabetes melitus, 62 responden impaired fasting glucose, dan 69 responden impaired glucose tolerance menunjukkan bahwa HbA1c dapat digunakan untuk diagnosa diabetes melitus pada penduduk Turki. Penggunaan nilai cut-off untuk diagnosa diabetes melitus 6,1 , HbA1c memiliki sensitivitas sebesar 81,8 dan spesifisitas 80 . Pada penelitian ini juga menunjukkan kadar glukosa darah puasa dan glukosa darah sewaktu berkorelasi positif sedang dengan kadar HbA1c masing-masing, r = 0,47 ; p=0,001 dan r = 0,52 ; p=0,000.

B. Perbandingan Rerata Hba1c pada Kelompok Body Mass Index ≥ 25 kgm