Perumusan Masalah Keaslian Penelitian

diharapkan mampu membantu masyarakat dalam memprediksi risiko diabetes melitus tipe 2 dengan melakukan pengukuran body mass index BMI.

1. Perumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini adalah : Apakah terdapat korelasi yang bermakna antara body mass index BMI dengan HbA1c ?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pencarian informasi terkait penelitian mengenai korelasi body mass index BMI terhadap HbA1c, dapat dinyatakan belum pernah dilakukan penelitian ini sebelumnya, namun terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan antropometri, kadar glukosa darah, serta penyakit diabetes melitus. Penelitian – penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi : a. “Correlation between body mass index and blood glucose levels among some Nigerian undergraduates” Innocent, God, Sandra, and Josiah, 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat korelasi yang bermakna tetapi lemah antara BMI dan kadar glukosa darah pada responden laki-laki r=0,43; n=151; p≤0,05 sedangkan pada responden perempuan menunjukkan korelasi yang bermakna dan kuat r=0,53; n=102; p≤0,05. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah responden yang diteliti berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berusia 17 – 27 tahun yang sehat, sedangkan pada penelitian sekarang, responden yang diteliti adalah wanita dewasa yang sehat berusia 40 – 50 tahun. Pada penelitian tersebut juga menggunakan parameter kadar glukosa darah puasa sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan parameter kadar HbA1c. b. “Association between Obesity and Impaired Glucose Tolerance IGT in New Providence Adolescents as Demonstrated by the HbA1c Test ” Rivers, Hanna-Mahase, Frankson, Smith, and Peter, 2013. Hasil penelitian ini adalah terdapat korelasi yang bermakna antara IGT dan obesitas pada remaja Bahama p0,005. Analisis kovarians dengan post hoc menunjukkan bahwa responden laki-laki dan perempuan yang masuk dalam kategori obesitas, masing-masing 25,54 dan 22,96 kali lebih besar kemungkinan mengalami IGT daripada responden yang nilai BMI nya masuk dalam kategori normal. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah responden yang diteliti adalah responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berusia 13-19 tahun, sedangkan pada penelitian sekarang, responden yang diteliti merupakan wanita dewasa berusia 40-50 tahun. c. “Diabetes mellitus defined by hemoglobin A1c value: Risk characterization for incidence among Japanese subjects in the JPHC Diabetes Study ” Kato, Takahashi, Matsushita, Mizoue, Inoue, Kadowaki, et al., 2011. Pada penelitian ini melibatkan 9223 responden di Jepang. Selama periode follow up 5 tahun, ditemukan 518 kasus diabetes dengan 310 kasus yang didiagnosa dengan HbA1c. Khusus pada responden wanita dengan nilai body mass index ≥ 25 kgm 2 menunjukkan hasil 2,64 kali lebih berisiko menderita diabetes melitus daripada wanita dengan nilai body mass index 25 kgm 2 berdasarkan hasil tes HbA1c. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah penelitian tersebut merupakan penelitian cohort dengan responden pria dan wanita sedangkan pada penelitian sekarang merupakan penelitian cross sectional dengan responden wanita. d. “Correlation among BMI, fasting plasma glucose, and HbA1c levels in subjects with glycemic anom alies visiting Diabetic Clinics of Lahore” Farasat, Cheema, and Khan, 2009. Hasil penelitian ini adalah pada pasien Impaired Glucose Tolerance IGT, tidak terdapat korelasi antara glukosa darah puasa dengan BMI r= -0,091, p0,05 tetapi terdapat korelasi bermakna dan signifikan dengan HbA1c r=0,298, p0,005. Pada pasien diabetes melitus, terdapat korelasi yang tidak bermakna antara glukosa darah puasa dengan BMI r= -0,093, p0,05 tetapi terdapat korelasi bermakna dan signifikan dengan HbA1c r=0,460, p0,005. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah responden pada penelitian tersebut merupakan responden yang telah didiagnosa Diabetes Melitus dan IGT sedangkan pada penelitian sekarang, responden yang digunakan adalah responden yang masih sehat. Selain itu, pada penelitian sekarang hanya mencari korelasi antara BMI dengan HbA1c. e. “The Relation of Body Fat Distribution and Body Mass with Haemoglobin A 1c , Blood Preassure and Blood Lipids in Urbans Japanese Men” Iso, Kiyama, Naito, Sato, Kitamura, Iida, et al., 1991. Hasil penelitian ini adalah terdapat korelasi yang bermakna antara body fat distribution dengan A1c p=0,02 serta tidak terdapat korelasi yang bermakna antara body mass index dengan A1c p=0,32. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah pada penelitian tersebut responden yang diteliti merupakan pria berusia 40-59 tahun, sedangkan pada penelitian sekarang, responden yang diteliti merupakan wanita dewasa berusia 40-50 tahun. f. “Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah” Lipoeto, Yerizel, Edward, dan Widuri, 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah penderita obesitas berdasarkan body mass index BMI ≥ 25 adalah 34,3, berdasarkan Lingkar Pinggang LP berjumlah 38,6 dan berdasarkan Rasio Lingkar Pinggang Panggul RLPP berjumlah 24,4. Dari hasil analisa korelasi didapatkan nilai korelasi r kadar glukosa darah dengan BMI adalah 0,101 p0,05, dengan LP adalah 0,168 p0,05 dan dengan RLPP adalah 0,186 p0,05 sehingga tidak terdapat korelasi yang bermakna antara nilai antropometri dengan kadar glukosa darah dalam penelitian ini. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah responden yang digunakan berjenis kelamin pria dan wanita dengan usia 20 sampai 70 tahun, serta belum diketahui apakah responden mengidap penyakit kronis atau tidak, misalnya diabetes melitus dan hipertensi, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan responden wanita dewasa sehat berusia 40 sampai 50 tahun. Pada penelitian tersebut menggunakan parameter glukosa darah puasa sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan parameter HbA1c. g. “Hubungan Overweight dengan Peningkatan Kadar Gula Darah pada Pedagang Pusat Pasar Medan” Theresia, 2012. Hasil penelitian ini adalah terdapat korelasi yang tidak bermakna antara overweight dengan peningkatan kadar glukosa darah p=0,99. Kesimpulan dari penelitian ini ialah peningkatan kadar glukosa darah tidak dipengaruhi oleh kelebihan berat badan overweight berdasarkan nilai indeks massa tubuh. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah parameter yang digunakan kadar glukosa darah puasa sewaktu, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan parameter HbA1c. Selain itu, responden penelitian pada penelitian tersebut berusia 20-59 tahun sedangkan pada penelitian sekarang, responden penelitian berusia 40-50 tahun. h. “Hubungan Indeks Massa Tubuh IMT Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus DM Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang” Adnan, Mulyati, dan Isworo, 2013. Hasil penelitian ini adalah Indeks Massa Tubuh IMT sebagian besar pada nilai 25 – 29,9 yaitu sebanyak 19 orang 51,4. Kadar glukosa darah sewaktu sebagian besar 200 mgdl yaitu sebanyak 26 orang 70,3. Terdapat korelasi antara Indeks Massa Tubuh IMT dengan kadar glukosa darah sewaktu penderita DM tipe 2 p=0,000. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah responden yang diteliti berjenis kelamin pria dan wanita berusia lebih dari 30 tahun dan mengidap diabetes melitus tipe 2 tanpa disertai komplikasi serta parameter yang digunakan adalah kadar glukosa darah sewaktu sedangkan pada penelitian sekarang, responden yang diteliti adalah wanita dewasa yang sehat berusia 40-50 tahun dan parameter yang digunakan adalah HbA1c. i. “Korelasi Abdominal Skinfold Thickness dan Body Mass Index Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Kabupaten Temanggung” Ludji, 2014. Hasil penelitian ini adalah terdapat korelasi tidak bermakna abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah puasa pada responden pria p=0,330; r=-0,160 dan korelasi bermakna pada wanita p=0,002; r=- 0,190. Terdapat korelasi tidak bermakna body mass index terhadap kadar glukosa darah puasa pada responden pria p=0,248; r= -0,190 dan responden wanita p=0,957; r=0,007 di RSUD Kabupaten Temanggung. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah pada penelitian sekarang menggunakan parameter HbA1c. j. “Korelasi Body Mass Index BMI dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap kadar glukosa darah puasa” Pika,2011. Hasil penelitian ini menunjukkan ada korelasi yang tidak bermakna antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa p=0,141 dan antara abdominal skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa p=0,077 pada penelitian ini. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah parameter yang digunakan kadar glukosa darah puasa, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan parameter HbA1c yang dapat mengukur kadar glukosa darah 2 sampai 3 bulan terakhir.

3. Manfaat Penelitian