Kerajaan Samudera Pasai Kerajaan Aceh

Pendidikan Agama Islam Kelas IX 88 Pada akhir pemerintahan sultan ini, kembali terjadi pertempuran yang dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya berasal dari kaum Sunni. Dengan demikian, Syiah yang sempat mewarnai perkembangan awal Islam di Sumatra berganti dengan warna Sunni hingga saat ini. Kerajaan Perlak mengalami pasang surut akibat perebutan pengaruh antartokoh. Hal ini menyebabkan para pedagang meng- alihkan perdagangannya ke Samudera Pasai yang mulai muncul. Pada akhir abad XII Kerajaan Perlak pun akhirnya mengalami kemunduran.

b. Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai dapat disebut sebagai penerus Kerajaan Perlak. Penyebaran Islam dari Kerajaan Perlak mencapai wilayah Samudera Pasai sejak awal berdirinya Kerajaan Perlak. Pada saat Kerajaan Perlak diperintah oleh Sultan XVII, yaitu Sultan Makhdum Alauddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat, terjadi pernikahan politik antara dua putri Sultan dengan penguasa negeri tetangga. Putri pertama, yaitu Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Mahmud Shah atau Parameswara dan putri kedua, Putri Ganggang, dinikahkan dengan Raja Samudera Pasai, Al-Malikus Saleh. Setelah sultan ke-18 meninggal, Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai disatukan di bawah pemerintahan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik az-Zahir, putra Al-Malikus Saleh dengan Putri Ganggang. Penyatuan kerajaan ini terjadi pada abad XIII dan terletak di daerah pantai timur Aceh. Kerajaan Samudera Pasai terdapat di sekitar Kota Lhokseumawe saat ini. Hal ini dibuktikan dengan sumber sejarah berupa penemuan batu nisan bertuliskan Sultan Malik as-Saleh dengan angka tahun 1297. Sultan Malik as-Saleh adalah raja pertama Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini menjadi kerajaan yang sangat terkenal di Kepulauan Sumatra hingga ke luar negeri. Bahkan, seorang utusan dari Sultan Delhi di India bernama Ibnu Batutah pernah berkunjung ke Samudera Pasai dan menggambarkan Samudera Pasai sebagai negeri yang memeluk Islam beraliran Sunni dan dipimpin oleh seorang raja yang alim.

c. Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh berdiri pada tahun 1514 Masehi. Sultan Ibrahim atau Ali Mugayat Syah tercatat sebagai raja pertama kerajaan ini yang memimpin antara tahun 1514–1528 Masehi. Kerajaan Aceh menjadi kerajaan yang sangat penting bagi para pedagang saat itu. Setelah bandar Malaka jatuh ke tangan Portugis, praktis para pedagang banyak yang beralih ke wilayah Aceh. Di unduh dari : Bukupaket.com Pendidikan Agama Islam Kelas IX 89 Kerajaan Aceh juga telah menjalin hubungan dengan para pemimpin Islam di kawasan Arab. Oleh karena itu, Aceh juga dikenal dengan sebutan Serambi Mekah. Puncak hubungan ini terjadi pada masa kekhalifahan Usmaniyah. Tidak sekadar pada hubungan dagang dan keagamaan, tetapi kerja sama politik dan militer telah dibangun saat itu. Hubungan ini pula yang menyebabkan pasukan perang Usmani membantu Kerajaan Aceh untuk mengusir Portugis dari Pasai yang telah dikuasai sejak tahun 1512 Masehi. Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada saat itu wilayah kekuasaan Aceh sangat luas mulai dari Aru di seberang Malaka arah utara hingga Bengkulu di sebelah barat. Kepulauan Nias dengan wi- layah Johor, Pahang, Kedah, dan Perak juga tunduk di bawah kekuasaan Aceh. Pada tahun 1600 Masehi seluruh wilayah kekuasaan Aceh telah memeluk agama Islam. Hal ini tidak lepas dari dukungan penuh dari para sultan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan gerak dakwah yang menyebabkan istana kerajaan dikelilingi oleh para ulama dan kaum terpelajar. Beberapa nama ulama besar saat itu adalah Syekh Syamsuddin, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf dari Singkal. Para ulama Aceh menyebarkan Islam melampaui batas kerajaannya. Salah satunya ke Kerajaan Minangkabau. Penyebaran Islam di Minangkabau pada awalnya tidak berjalan dengan lancar akibat pertentangan dengan tradisi yang telah ada. Baru pada tahun 1583 Masehi, tiga orang tokoh Minangkabau kembali dari tanah suci Mekah. Ketiga tokoh tersebut membawa paham Wahabi. Gerakan Wahabi akhirnya sangat mewarnai perkembangan Islam di Minangkabau dengan nama Gerakan Paderi. Sumber: www.caferijang.wordpress.com ▼ Gambar 7.4 Kerajaan Aceh mencatat sejarah emas perjuangan bangsa. Sebuah literatur kuno Arab berjudul Ajaib al-Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al-Hurmuzi pada tahun 1000 Masehi memberikan gambaran adanya perkampungan muslim di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Dalam catatan duta-duta Islam tersebut nama Zabaj atau Sribuza yang lebih dikenal sebagai Sriwijaya. Interaksi ini tidak mengherankan mengingat zaman itu adalah masa keemasan Sriwijaya. Di unduh dari : Bukupaket.com Pendidikan Agama Islam Kelas IX 90 Salah satu hubungan baik yang tercatat adalah adanya korespondensi antara Raja Sriwijaya, yaitu Shri Indravarman dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Abdir Rabih dalam karyanya al-Iqdul Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan korespondensi tersebut. Dalam hal ini Raja Shri Indravarman mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang isinya sebagai berikut. ”Dari raja diraja yang adalah keturunan seribu raja; yang istrinya juga cucu seribu raja; yang di kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala, dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkaui jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Itulah antara lain bunyi surat Raja Shri Indravarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tidak jelas apakah selanjutnya Shri Indravarman memeluk agama Islam. Meskipun demikian, hubungan korespondensi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang baik antara muslim Arab dengan penduduk pribumi Nusantara. 2. Kerajaan Islam di Pulau Jawa Sebagaimana di Sumatra, kerajaan Islam juga berkembang di Pulau Jawa. Penyebaran Islam yang didukung oleh kerajaan di Sumatra memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kerajaan di Jawa. Hal ini tidak lepas dari peran para ulama penyebar Islam di Pulau Jawa yang dikenal sebagai Wali Sanga. Para wali ini menyebarkan Islam dalam cakupan yang luas. Dari tangan merekalah beberapa kerajaan Islam muncul, di antaranya Kerajaan Demak, Pajang, Mataram Islam, dan Banten. Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus