Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh Negara Indonesia karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia. Keadaan inilah yang menampakkan bahwa sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional melalui salah satunnya adalah ketahanan pangan nasional. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamaka n . Dengan beras sebagai komoditi pangan utama di negara ini. Beras merupakan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Selama 10 tahun terakhir rata-rata konsumsi beras 148,44 kgkapitath dengan laju pertumbuhan 0,25 persentahun. Secara keseluruhan permintaan beras mencapai 30 juta ton dengan laju pertumbuhan 1,71 persentahun BPS, berbagai terbitan . Pemerintah akan kesulitan mempertahankan produktifitas beras dalam negeri jika lahan yang digunakan untuk menanam pun sudah tidak ada. Teknologi yang masih minim, ditambah lagi upaya pencerdasan petani yang masih kurang, menambah kompleksnya masalah ini. Lalu, jika produktifitas menurun, mau tidak mau pemerintah harus mengimpor beras. Pilihan mengimpor beras pun sebenarnya akan merugikan petani dalam negeri, karena beras mereka harus bersaing dengan beras impor. Sementara itu pasar beras internasional sifatnya tidak stabil, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerawanan pangan dan pada gilirannya akan mengancam kestabilan nasional. Ketika lahan pertanian semakin banyak dikonversi menjadi tidak sesuai dengan peruntukkannya, dan di sisi lain terdapat pihak yang ingin membuka lahan pertanian yang baru, maka salah satu alternatifnya adalah dengan membuka hutan. Akhirnya kondisi pun berbalik, konversi lahan pertanian tidak lagi menjadi korban, namun menjadi tersangka yang menyebabkan terjadinya pengalih fungsian hutan. Ditambah lagi pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Permintaan akan lahan tersebut terus bertambah, sedangkan kita tahu bahwa lahan yang tersedia jumlahnya terbatas. Hal inilah yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non-pertanian. BPS mencatat lahan pertanian di pulau jawa mengalami penyusutan dratis tiap tahun. Berdasarkan data departemen pertanian penyusutan terjadi sekitar 27 juta hektar tiap tahun. Penyusutan lahan pertanian diperkirakan karena maraknya konversi lahan pertanian produktif menjadi non-produktif seperti pembangunan perumahan. Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian menurut KabupatenKota di Provinsi D.I. Yogyakarta 2010 Dalam satuan Hektar Kabupaten kota Sawah Bukan Sawah Non- pertanian Total lahan Kulonprogo 10.304 35.027 13.296 58.627 Bantul 15.465 13.628 21.592 50.685 Gunung Kidul 7.865 104.117 36.554 148.536 Sleman 22.819 16.643 18.020 57.482 Yogyakarta 85 187 2.978 3.250 Sumber : Daftar SP-Lahan, Dinas Pertanian Kab. Kota, Provinsi D.I . Yogyakarta Data di atas adalah data keseluruhan lahan pertanian dan bukan lahan pertanian yang berada di Provinsi Yogyakarta. Lahan pertanian yang masih luas berada di kabupaten sleman dan yang paling sedikit lahan pertanian berada di kota Yogyakarta. Hal tersebut bisa berubah setiap tahunnya, berdasarkan data Bidang Pertanian Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Disperindagkoptan Kota Yogyakarta rata-rata pengyusutan lahan pertanian mencapai satu hektar setiap tahunnya. Pada awal 2011 lahan pertanian di Yogyakarta 85 hektar kemudian menyusut menjadi 83 hektar. Lahan pertanian produktif tersebar di 5 kecamatan dari 14 kecamatan. Yaitu di kecamatan Umbulharjo seluas 50 hektar, mantrijeron seluas 2 hektar, mergansan seluas 5 hektar, Tegalrejo 15 hektar dan kota Gede seluas 11 hektar. Pada tahun 2012 Wilayah Kabupaten Sleman yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta, paling banyak dimanfaatkan untuk permukiman, ruko atau tempat usaha lainnya. Beberapa wilayah yang menjadi sasaran alih fungsi adalah Kecamatan Depok, Mlati, Gamping, Godean, dan Ngaglik. Saat ini luas lahan pertanian di Kabupaten Sleman yang tersisa mencapai 21.000 hektare. Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Sleman untuk mempertahankan luas lahan tersebut, dengan bantuan pembuatan sertifikasi lahan pertanian. Setiap tahun ada sekitar 600 bidang lahan pertanian yang dibuatkan sertifikat baru. Data statistik Kabupaten Sleman menunjukkan terjadi konversi lahan pertanian cukup tinggi yang diimbangi dengan pertambahan jumlah penduduk dan luas areal terbangun. Pada tahun 1987 luas lahan pertanian sebesar 26.493 hektar dan pada tahun 2007 turun menjadi 23.062 hektar. Kondisi tersebut berbeda dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan sebanyak 730.889 jiwa di tahun 1987 naik menjadi 1.026.767 jiwa di tahun 2007. Demikian juga untuk luas areal terbangun, pada tahun 1987 tercatat 10.740 hektar menjadi 19.034 hektar di tahun 2007. Hal sama terjadi di kabupaten lain di provinsi daerah istimewa Yogyakarta. Penurunan lahan sawah di Kota Yogyakarta paling tinggi -6.75, sedangkan Kabupaten Sleman tercatat palin tinggi -0.68 dibandingkan tiga kabupaten lain Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul . Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman Desember 2011 telah menolak permohonan izin sebanyak 176 lokasi terdiri dari 149 lokasi Izin Perubahan Penggunaan Tanah Pengeringan dan 27 Izin Pemanfatan Tanah. Lokasi terbanyak berada di wilayah kecamatan Ngaglik sejumlah 35 lokasi, disusul kecamatan Gamping 32 lokasi dan Kecamatan Kalasan 25 lokasi dan selebihnya tersebar di beberapa kecamatan lainnya. Pada tahun 2011 DPPD telah meloloskan 478 permohonan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah. Izin tersebut terdiri dari izin Perubahan Penggunaan Tanah Pengeringan 192 lokasi, Izin Pemanfatan Tanah 276 lokasi, Izin Lokasi 9 lokasi dan Izin Konsolidasi Tanah 1 lokasi. Lokasi terbanyak ada diwilayah kecamatan Depok 115 lokasi, disusul kecamatan Ngaglik 62 lokasi serta Kecamatan Gamping 55 lokasi dan selebihnya tersebar di beberapa kecamatan lainnya. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit dikeluarkan izinnya adalah Kecamatan Minggir dan Seyegan masing-masing 2 lokasi . Godean adalah sebuah kecamatan di kabupaten sleman, Yogyakarta. Kecamatan godean berada disekitar 10 km sebelah barat daya dari ibu kota kabupaten sleman. Pada tahun 2007 mempunyai tanah sawah 1.407,14 Ha, bangunan pekarangan 787,60 Ha, sedang kan pada tahun 2009 mempunyai tanah sawah 1.400 Ha, dan Bangunan pekarangan 788 Ha dan p ada tahun 2010 kecamatan godean mempunyai luas wilayah 2.684 Ha. Bentangan wilayah dikecamatan godean berupa tanah datar dan sedikit berbukit. Tanah sawah 1.393,17 Ha sedangkan bangunan pekarangan 799,35 Ha. Hal ini disebab karena Godean merupakan akses jalan alternatif dari kota Yogyakarta ke Jalur antar daerah di Yogyakarta maupun luar Yogyakarta misalnya jalur semarang, mutilan, daerah jawa tengah dan daerah lainnya. Maka lahan sawah yang seharusnya diperuntukan bertani beralih menjadi ruko, industri maupun perumahan, dan tempat bisnis lainya terutama di jalur jalan godean yang paling banyak terkonversi. Sedangkan masyarakat mayoritas masih bertani. Karena pendidikan yang masih rendah, maka tidak jarang masyarakat lebih memilih untuk bercocok tanam. Namun, pendapatan petani masih sangat rendah dibanding sektor lain. Sedangkan kebutuhan hidup setiap tahun terus bertambah sehingga para petani bekerja juga selain di pertanian pasalnya usaha tani yang ada masih berskala kecil dan tidak menjamin untuk memenuhi kebutuhan hidup, serta pertanian masih dipengaruhi oleh musim maksudnya setiap tahun selalu berganti tanaman pangan misalnya pada saat musim kemarau petani akan menanam jenis tanaman palawija yang tidak membutuhkan banyak air sedangkan jika musim penghujan petani akan menanam padi. Untuk memenuhi pupuk misalnya, para petani harus kredit tidak jarang mereka mempunyai utang yang tidak pernah lunas walaupun tanaman pangan petani, panen dengan hasil yang baik. Teknologi dan pasar yang masih rendah menjadi kendala yang dihadapi para petani. Setiap panen, hasil mereka tidak selalu dijual tetapi untuk kebutuhan sendiri dan ada juga yang sebagian dijual untuk keperluan lain seperti biaya untuk anak mereka sekolah. Maka banyak para petani mengalihkan lahan pertanian mereka menjadi pemukiman dan tempat usaha maupun dijual kepada perusahan untuk di jadikan perumahan, industri, dan perkantoran. Dengan harapan para petani bisa memperbaiki taraf hidup mereka. Namun, hal tersebut bisa mengancam ketahan pangan karena akan berkurangnya lahan pertanian. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis tertarik utuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Konversi Lahan Pertanian Ke Pembangunan Perumahan di Kecamatan Godean”.

B. Rumusan Masalah