Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor.

(1)

ANALISIS DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE

NON-PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI

DI KELURAHAN MULYAHARJA, KOTA BOGOR

GILANG PUTRI REMBULAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Gilang Putri Rembulan


(3)

ABSTRAK

GILANG PUTRI REMBULAN. Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Dibimbing oleh NINDYANTORO.

Konversi lahan pertanian dapat mempengaruhi pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat seperti yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor kebijakan penyebab konversi lahan pertanian, mengkaji potensi manfaat dan kerugian dari konversi lahan pertanian, serta menganalisis dampaknya terhadap pendapatan petani. Penelitian ini menggunakan metode content analysis, deskriptif, serta melihat aspek peluang kerja, produktivitas, dan perubahan pendapatan petani. Pengamatan dan wawancara dilakukan kepada stakeholder pemerintah Kota Bogor dan kepada petani yang melakukan usaha tani pada lahan pertanian. Sampel diambil dengan metode simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab konversi lahan pertanian adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah akibat tingginya jumlah penduduk Kota Bogor, adanya pengembangan lahan untuk kegiatan jasa dan perdagangan yang merupakan salah satu implementasi visi Kota Bogor sebagai Kota Jasa, dan tingginya investasi pada non-sektor pertanian. Manfaat dari konversi lahan pertanian ini yaitu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor, terutama terhadap Pajak Bumi Bangunan (PBB) Kelurahan Mulyaharja dengan persentase 75% dari total PBB per tahun. Sebaliknya, potensi hilangnya

nilai fungsi tenaga kerja akibat konversi lahan pertanian pada petani lahan sawah yaitu Rp 51 814 366.67/tahun dengan kehilangan upah sebesar Rp 1 656 638 095.24/tahun. Pada petani lahan kering yaitu Rp 15 703 442.11/tahun dengan kehilangan upah Rp 550 235 714.29/tahun.

Perubahan produktivitas hasil pertanian pada petani lahan sawah sebesar Rp 20 325 200/ha dengan kehilangan pendapatan Rp 1 623 989.60/ton/ha. Pada petani lahan kering nilai turunnya produktivitas yaitu Rp 16 836 480/ha dengan kehilangan pendapatan Rp 1 312 288.77/ton/ha.


(4)

ABSTRACT

GILANG PUTRI REMBULAN. The Impact Analysis of Conversion of Agricultural Land to Non-Agricultural on Farmer's Income in Mulyaharja Regency, Bogor City. Supervised by NINDYANTORO.

Conversion of agricultural land can affect to the social and economic aspects of society, as happened in Mulyaharja Regency, Bogor City. The purposes of study were to identify the policy factors conversion of agricultural land, to examine the benefits and disadvantages of conversion of agricultural land, and to analyze the impact on farmer's income. This survey used several tools, such as the content analysis, descriptive, and then the aspect of job opportunities, productivity, and

changes on farmer’s income. Observations and interviews were conducted to

stakeholders in Bogor City government and the farmers who farm on agricultural land. Samples were taken by simple random sampling method. The results showed that the cause factors of the conversion of agricultural land were the expansion of housing and service sectors. The benefits of conversion of agricultural land are contributes to the Gross Regional Domestic Product (GRDP) Bogor City, especially to Land and Building Tax (LBT) in Mulyaharja Regency with a

percentage is 75% of the total LBT per year. In contrast, the potential loss from conversion to function of labor on wetland is Rp 51 814 366.67/year

with lost wage is Rp 1 656 638 095.24/year. Then, in the dryland farmer is Rp 15 703 442.11/year with loss of wage is Rp 550 235 714.29/year. The changes in agricultural productivity on the wetland farmer is Rp 20 325 200/hectar and the loss of income is Rp 1 623 989.60/ton/hectar. In the dryland farmer, decreasing of productivity value is Rp 16 836 480/hectar and the loss of income is Rp 1 312 288.77/ton/hectar.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN KE

NON-PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI

DI KELURAHAN MULYAHARJA, KOTA BOGOR

GILANG PUTRI REMBULAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja. Kota Bogor. Nama ; Gilang Putri Rembulan

NIM : H44090055

Disetujui oleh

. Nindyantoro, MSP Pembimbing


(7)

Judul Skripsi: Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Nama : Gilang Putri Rembulan

NIM : H44090055

Disetujui oleh

Ir. Nindyantoro, MSP Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Bidang penelitian yang menjadi fokus penulis adalah Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

 Kedua orang tua tercinta yaitu Ibu Siti Halimah dan Bapak Agus Mucharom Kuswara, beserta kedua kakak (Ir. Anggraeni Kusumah dan Dessy Lestari, SE) yang selalu memberikan didikan, dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

 Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta Ibu Dr. Mety Ekayani, SHut, MSc dan Bapak Benny Osta Nababan, SPi, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

 Kantor Kesbang, DPRD, Dinas Pertanian, Bappeda, BPN, Dispenda, BPS, PPL, Kelurahan, Kepala RT/RW, dan petani-petani yang telah memberikan masukan dan bantuan selama pengumpulan data.

 Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua dukungan dan bantuannya.

 Romil Sudin yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam situasi dan kondisi apapun.

 Teman terdekat, Arum, Aisya, Intan, Bida, April, Adin, Reyna, Putri, dan Nadia yang selalu menjadi teman baik dan selalu memberikan semangat. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak terkait dan para pembaca.

Bogor, September 2013


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PRAKATA... ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR . ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Konsep Lahan dan Manfaat Lahan Pertanian ... 7

2.2. Konsep Petani ... 9

2.3. Konversi Lahan ... 9

2.4. Penelitian Terdahulu ... 11

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14

3.1.1. Teori von Thunen (1826-1850) ... 14

3.1.2. Conflicting Land Use ... 16

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 17

IV. METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 21

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 21

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 21

4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data ... 22

4.4.1. Content Analysis ... 23

4.4.2. Deskriptif Kuantitatif ... 23


(10)

4.4.4. Pendekatan Produktivitas dan Perubahan Pendapatan ... 25

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 30

5.1. Kondisi Geografis Kelurahan Mulyaharja ... 30

5.2. Kependudukan ... 32

5.3. Kondisi Pertanian... 33

5.4. Karakteristik Umum Responden... 34

5.4.1. Usia Petani ... 34

5.4.2. Pendidikan ... 35

5.4.3. Pengalaman Usaha Tani ... 36

5.4.4. Luas Lahan Pertanian ... 37

5.4.5. Status Lahan Pertanian ... 38

VI. KEBIJAKAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN ... 40

VII. MANFAAT DAN KERUGIAN KONVERSI LAHAN ... 47

7.1 Perkembangan Penggunaan Lahan Pertanian di Kota Bogor ... 47

7.2 Manfaat Ekonomi dari Konversi Lahan Pertanian ... 48

7.2.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 48

7.2.2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ... 51

7.3 Potensi Kerugian terhadap Peluang Kerja Petani ... 53

VIII. PENDEKATAN PRODUKTIVITAS DAN PERUBAHAN PENDAPATAN ... 58

IX. SIMPULAN DAN SARAN ... 61

9.1 Simpulan ... 61

9.2 Saran… ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Luas lahan menurut jenis pengairan dan penggunaannya di

Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2010 ... 2

2 Perkembangan jumlah penduduk Kota Bogor hasil sensus penduduk 1971–2010 ... 3

3 Perkembangan jumlah dan kepadatan penduduk di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2010-2011 ... 4

4 Sintesis penelitian terdahulu ... 13

5 Jenis dan sumber data serta metode analisis yang digunakan... 22

6 Matriks perubahan pendapatan petani ... 28

7 Penggunaan lahan di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2011... 31

8 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2011 ... 32

9 Usia petani responden lahan sawah dan lahan kering Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 35

10 Pengalaman usaha tani responden lahan sawah dan lahan kering Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 37

11 Content analysis Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2009 ... 42

12 Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2013-2031 ... 43

13 Content analysis Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 ... 46

14 Perkembangan penggunaan tanah pertanian di Kota Bogor tahun 2006-2011 ... 47

15 Perubahan penggunaan tanah pertanian di Kota Bogor tahun 2006-2011 ... 48

16 Perkembangan PDRB Kota Bogor tahun 2006-2011 (Rp) ... 49

17 Kontribusi sektor terhadap PDRB Kota Bogor tahun 2009-2011 (%)... 50


(12)

18 Kontribusi sektor terhadap PDRB Kecamatan Bogor Selatan

atas dasar harga berlaku tahun 2010-2011 (%) ... 51 19 Pertumbuhan PAD dan APBD Kota Bogor tahun 2009-2011 .... 51 20 Target dan realisasi bagi hasil PBB Kota Bogor tahun

2006-2011 ... 52 21 Kebutuhan tenaga kerja pada lahan sawah di Kelurahan

Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 54 22 Kebutuhan tenaga kerja pada lahan kering di Kelurahan

Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 55 23 Potensi upah yang dapat hilang akibat konversi lahan pertanian

di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 56 24 Perubahan pendapatan petani lahan sawah di Kelurahan

Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 58 25 Perubahan pendapatan petani lahan kering di Kelurahan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Pola pemanfaatan lahan ... 15 2 Perbedaan land rent dan jarak berdasarkan penggunaan lahan

menurut jenis komoditi ... 16 3 Perbedaan penggunaan lahan ... 18 4 Alur kerangka pemikiran ... 21 5 Persentase pendidikan petani responden lahan sawah dan lahan

kering Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 36 6 Luas tanam lahan sawah dan lahan kering oleh petani

responden Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 ... 38 7 Status kepemilikan lahan sawah dan lahan kering petani


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Peta wilayah Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor ... 65

2 Waktu pelaksanaan penelitian ... 66

3 Tahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bogor Tahun 2005-2025 ... 67

4 Peta rencana pengembangan lahan di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor ... 69

5 Nilai fungsi lahan sawah sebagai penyedia lapangan kerja ... 70

6 Nilai fungsi lahan kering sebagai penyedia lapangan kerja ... 71

7 Produktivitas padi lahan sawah ... 73


(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya lahan merupakan modal dasar dan utama dalam mendukung suatu kegiatan produksi pertanian. Secara umum, lahan pertanian memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung baik yang berhubungan dengan ekonomi, sosial, maupun dengan lingkungan. Adanya peningkatan jumlah penduduk dan tuntutan pertumbuhan ekonomi membuat lahan semakin memberikan arti penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Konversi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian, misalnya menjadi areal pemukiman, industri, jasa, dan perdagangan merupakan bentuk nyata dari konsekuensi kebutuhan manusia yang terus mengalami peningkatan. Hal tersebut karena sumber daya lahan memiliki nilai yang semakin tinggi, terutama di sekitar wilayah urban maupun yang terkena dampak urbanisasi.

Konversi lahan pertanian yang terus-menerus berlangsung selain dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan terhadap ketahanan pangan, juga dapat mempengaruhi pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat, serta masalah lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena konversi lahan pertanian sebagian besar hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi jangka pendek tanpa memperhitungkan berbagai jenis dan besaran manfaat penting, seperti nilai pasif yang melekat pada lahan pertanian yang bisa saja berkurang atau bahkan hilang pada beberapa tahun kemudian. Dengan kata lain, konversi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang dapat terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung (Munir 2008).

Data hasil audit lahan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa sepanjang tahun 2008 hingga 2010 laju konversi lahan sawah di Pulau Jawa sebesar 600 ribu hektar atau secara rata-rata mencapai 200 ribu hektar per tahun1. Selain itu khusus di daerah Jawa Barat sendiri, luas lahan pertanian menurut jenis pengairan dan penggunaannya

1


(16)

mengalami penurunan saat memasuki tahun 2009 dan 2010 (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan lahan pada sektor pertanian di Pulau Jawa khususnya di Provinsi Jawa Barat sudah beralih fungsi untuk kepentingan sektor-sektor lain yang lebih memberikan manfaat ekonomi. Pada Tabel 1 tersebut lahan pertanian dibagi menjadi dua kategori, yaitu lahan sawah dan lahan kering. Lahan sawah adalah lahan pertanian berpetak-petak yang dibatasi oleh pematang dan terdapat saluran untuk menahan/menyalurkan air, biasanya ditanami tanaman padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut. Berdasarkan pengairannya, lahan sawah dibedakan menjadi lahan sawah irigasi dan lahan sawah non-irigasi. Sebaliknya, lahan kering digunakan untuk usaha pertanian yang membutuhkan air dalam jumlah terbatas dan bergantung pada hujan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Contoh lahan kering adalah tegalan dan ladang.

Tabel 1 Luas lahan menurut jenis pengairan dan penggunaannya di Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2010

No Penggunaan lahan (ha)

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

A Luas lahan sawah 926.782 934.845 945.544 937.426 930.268 Sawah irigasi 750.487 756.991 762.594 759.552 755.956 Sawah non-irigasi 176.295 177.854 182.950 177.874 174.312 B Luas lahan kering 791.617 850.158 798.314 797.087 787.951 Tegal/kebun 548.182 610.660 576.565 563.015 561.150 Ladang/huma 243.435 239.498 221.749 234.072 226.801 Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2011)

Tabel 1 memperlihatkan bahwa sifat kelangkaan sumber daya lahan pertanian jelas semakin meningkat dari waktu ke waktu, sehingga penilaian manfaat lahan pertanian harus mempertimbangkan keberlanjutannya. Perlunya perencanaan jangka panjang dalam pengaturan penggunaan lahan pertanian secara proporsional sesuai dengan potensi dan daya saing wilayah dapat berguna untuk meningkatkan efekftivitas pemanfaatan sumber daya lahan secara lestari dan menguntungkan. Kondisi yang demikian dapat tercapai salah satunya dari peran andil positif pemerintah daerah dalam mempertahankan fungsi lahan sesuai dengan penggunaannya. Untuk itu, komitmen pemangku kepentingan


(17)

(stakeholder) dalam mengelola sumber daya secara lestari sangat penting untuk dilaksanakan.

Kota Bogor memiliki luas wilayah sekitar 118.50 km² dengan rata-rata kepadatan penduduknya sebesar 8 020 jiwa/km² (BPS Kota Bogor 2011). Berdasarkan perkembangan jumlah penduduk Kota Bogor dari hasil sensus penduduk tahun 1971 sampai dengan tahun 2010 (Tabel 2), menunjukan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan pertumbuhan penduduk yang lebih tajam yaitu pada saat memasuki tahun 2000 yang mencapai 750 819 jiwa. Hal ini terjadi karena salah satunya pada tahun yang sama terdapat penambahan kecamatan baru di wilayah Kota Bogor yaitu Kecamatan Tanah Sareal yang memiliki jumlah penduduk tertinggi ketiga sebesar 136 542 jiwa (BPS Kota Bogor 2011).

Tabel 2 Perkembangan jumlah penduduk Kota Bogor hasil sensus penduduk 1971-2010

Kecamatan Tahun

1971 1980 1990 2000 2010

Bogor Selatan 39 388 50 924 52 061 147 507 181 392 Bogor Timur 35 617 51 531 62 403 77 000 95 098 Bogor Utara 38 760 39 472 81 046 132 113 170 443 Bogor Tengah 36 842 40 750 35 393 91 230 101 398 Bogor Barat 45 275 64 269 40 808 166 427 211 084

Tanah Sareal 136 542 190 919

Kota Bogor 195 882 246 946 271 711 750 819 950 334 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2011)

Kenaikan pertumbuhan jumlah penduduk tersebut karena Kota Bogor merupakan salah satu daerah penyangga ibu kota negara dan didukung oleh letaknya yang strategis dari pusat pemerintahan, sehingga membuat Kota Bogor menjadi daerah yang memberikan daya tarik kepada para pendatang untuk tinggal menetap ataupun menginvestasikan usaha-usaha ekonominya. Hal ini dibuktikan pula dari berkembangnya sarana sosial dan infrastruktur. Oleh sebab itu, kemampuan Kota Bogor yang berpotensi untuk berkembang dalam upaya meningkatkan sumber ekonomi dan pembangunan wilayah daerah, menjadi salah satu penyebab terjadinya konversi lahan pertanian, yang ditunjang pula oleh sumber daya lahan yang masih cukup tersedia.


(18)

Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bogor secara cepat ataupun lambat dapat menyebabkan pergeseran kebutuhan terhadap lahan dari pertanian ke non-pertanian. Hal ini terbukti dari banyaknya lahan di sektor pertanian di Kota Bogor yang beralih fungsi menjadi penggunaan lain di luar sektor pertanian. Seperti yang tertulis pada Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 bahwa, “makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan”2.

Kota Bogor memiliki lahan pertanian seluas 3 125 ha, yang terdiri dari lahan bukan sawah seluas 2 374 ha dan lahan sawah seluas 750 ha. Lahan sawah tersebut paling banyak terdapat di Kecamatan Bogor Selatan yaitu seluas 283 ha atau sebesar 37.73% (Kota Bogor dalam angka 2012). Kelurahan Mulyaharja yang terletak di Kecamatan Bogor Selatan adalah salah satu wilayah yang memiliki potensi pertanian produktif di Kota Bogor. Hal ini karena wilayah Kelurahan Mulyaharja memiliki luas lahan dengan struktur tanah halus lebih besar dibandingkan kelurahan-kelurahan lain yang ada di Kecamatan Bogor Selatan yaitu 418.21 ha (Kecamatan Bogor Selatan dalam angka 2012), sehingga kondisi tanah yang demikian membuat Kelurahan Mulyaharja menjadi cocok untuk kegiatan pertanian, khususnya lahan pertanian sawah. Adapun perkembangan jumlah dan rata-rata kepadatan penduduk di Kelurahan Mulyaharja pada tahun 2010 sampai tahun 2011 berdasarkan data statistik daerah Kecamatan Bogor Selatan dalam angka 2012 sebagai berikut.

Tabel 3 Perkembangan jumlah dan kepadatan penduduk di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2010-2011

Tahun Luas wilayah (km²)

Jumlah penduduk (jiwa)

Kepadatan penduduk (jiwa/km²)

2010 4.79 18 164 3 792

2011 4.79 18 739 3 912

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor (Hasil Sensus Penduduk 2010 dan Angka Proyeksi Penduduk)

2

Dikutip dari Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009d Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.


(19)

Akibat pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan tersebut serta didukungnya oleh kemajuan wilayah pada sektor ekonomi yang dominan di Kecamatan Bogor Selatan, secara perlahan telah mempersempit lahan pada sektor pertanian yang ada di Kelurahan Mulyaharja. Perubahan luas areal pertanian ini khususnya disebabkan karena adanya alih fungsi lahan menjadi perumahan di sekitar wilayah tersebut. Selain itu, dengan kondisi tanah Kelurahan Mulyaharja yang seluruh luas lahannya peka terhadap erosi, dampak pengalih fungsian lahan pertanian dalam jangka panjang dapat menyebabkan lahan yang masih bertumpu pada kegiatan pertanian menjadi terganggu bahkan menurunkan hasil produksi usaha tani.

1.2 Perumusan Masalah

Meningkatnya kelangkaan lahan akibat pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meningkatnya permintaan lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan non-pertanian menyebabkan terjadinya konversi lahan non-pertanian. Lahan non-pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lahan sawah dan lahan kering untuk tanaman palawija yang umumnya produktif dimanfaatkan dalam usaha tani di wilayah objek penelitian.

Penulis merumuskan permasalahan yang menyebabkan konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian sehingga berpengaruh pada pendapatan petani di Kelurahan Mulyaharja yaitu:

1. Faktor-faktor kebijakan apa yang menjadi penyebab konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor?

2. Bagaimana potensi manfaat dan kerugian dari konversi lahan pertanian ke non-pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor?

3. Bagaimana dampak konversi lahan pertanian ke non-pertanian terhadap pendapatan petani?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:


(20)

1. Mengidentifikasi faktor-faktor kebijakan penyebab konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor.

2. Mengkaji potensi manfaat dan kerugian dari konversi lahan pertanian ke non-pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor.

3. Menganalisis dampak konversi lahan pertanian ke non-pertanian terhadap pendapatan petani.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan hanya dalam ruang lingkup sebagai berikut: 1. Lahan pertanian yang dikonversi adalah lahan sawah untuk tanaman padi dan

lahan kering untuk tanaman palawija dengan jenis tanaman satu musim tanam. 2. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan lahan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Bogor.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor untuk mengkaji hubungan antara lahan pertanian dengan pendapatan dari hasil pertanian, perumahan, dan jasa lainnya.

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kota Bogor dan Kelurahan Mulyaharja untuk mengkaji manfaat dari adanya pembangunan perumahan.

5. Kebijakan pemerintah Kota Bogor adalah salah satu faktor eksternal yang memiliki peran besar terhadap perubahan fungsi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja.

6. Faktor sosial-ekonomi yang menjadi pengaruh dari adanya konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian.

7. Pendapatan bersih usaha tani padi dan palawija (net farm income) yang merupakan selisih dari pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total usaha tani.


(21)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lahan dan Manfaat Lahan Pertanian

Dalam rangka pembangunan ekonomi wilayah, salah satu sumber daya yang pasti akan digunakan adalah lahan. Lahan dan tanah merupakan dua jenis istilah yang berbeda. Tanah merupakan sumber daya alam yang mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia, misalnya dapat dijadikan sebagai tempat kegiatan usaha seperti pertanian dan mendirikan bangunan. Sebaliknya, lahan secara ekonomi sudah siap untuk diusahakan dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Lahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan memiliki kualitas seperti topografi, struktur, dan kandungan mineral (Musthikaningtyas 2009). Berdasarkan pengertian lahan tersebut ada beberapa tujuh konsep lahan (Jayadinata 1999), yaitu:

1. Sebagai ruang, memiliki sifat tetap dalam kuantitasnya, tidak dapat dihancurkan, memiliki latitude dan longitude tertentu, serta bersifat tiga dimensi.

2. Sebagai nature, mempunyai akses terhadap sinar matahari, hujan, angin, perubahan iklim, evaporasi, dan kondisi topografi. Selain itu, lahan sebagai

nature juga dapat diubah dan dimodifikasi oleh manusia.

3. Sebagai faktor produksi, lahan dapat menghasilkan sumber pangan, papan, bahan bangunan, mineral, dan energi.

4. Sebagai situasi, lahan dapat bermanfaat untuk memberikan akses dan fasilitas transportasi.

5. Sebagai properti, lahan memiliki dasar ketentuan hukum atau legal. Maksudnya adalah suatu area di mana kelompok/individu/negara dapat memperoleh hak milik atau penggunaan dengan tanggung jawab.

6. Sebagai barang konsumsi, lahan dapat dimanfaatkan sebagai ruang parkir, apartemen, ataupun ruang bangunan sewa.

7. Sebagai kapital, dalam hal ini terdapat perbedaan antara lahan dan kapital. Lahan merupakan pemberian alam sedangkan kapital adalah buatan manusia. Selain itu, lahan bersifat tetap dan kapital dapat menyusut.


(22)

Utomo et al. (1992) dalam Astuti (2011) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan memiliki dua fungsi dasar, yaitu:

1. Fungsi kegiatan budidaya, memiliki makna suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, perkebunan, perkotaan maupun pedesaan, hutan produksi, dan lain-lain.

2. Fungsi lindung, memiliki makna suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.

Irawan (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa secara garis besar manfaat lahan pertanian dibagi atas dua kategori. Pertama, use values atau nilai penggunaan yang dapat pula disebut sebagai personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau kegiatan usaha tani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian. Manfaat use values juga dibedakan atas manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung dapat berupa output yang dapat dipasarkan dan berupa manfaat yang nilainya tidak terukur secara empirik atau harganya tidak dapat ditentukan secara eksplisit. Sebaliknya, manfaat tidak langsung berkaitan dengan aspek lingkungan. Kedua, non-use values yang disebut sebagai intrinsic values atau manfaat bawaan. Maksudnya adalah berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan.

Selanjutnya, manfaat lahan pertanian yang bersifat tidak langsung atau memiliki fungsi lingkungan dapat disebut sebagai multifungsi lahan pertanian, seperti sebagai pengendali banjir, pencegah erosi dan sedimentasi, pemasok sumber air tanah, pelestari keanekaragaman hayati, pelestari budaya pedesaan, pembersih dan penyejuk udara, tempat rekreasi, dan kesenangan (Yoshida dan Goda 2001) dalam (Irawan et al. 2006).

2.2 Konsep Petani

Petani erat kaitannya dengan lahan pertanian, di mana untuk melakukan usaha taninya diperlukan lahan sebagai faktor utama dan penting sehingga dapat


(23)

menghasilkan produksi yang diharapkan. Luas lahan pertanian yang digunakan ataupun dimiliki oleh petani sangat menentukan seberapa besar petani dapat berproduksi. Terutama dengan semakin tingginya tingkat industrialisasi, perubahan wilayah menjadi pengkotaan, dan perluasan daerah pemukiman seperti sekarang ini menjadikan petani harus bersaing ketat untuk dapat mempertahankan lahan pertaniannya. Terkait dengan struktur pemilikan lahan, Elizabeth (2007) menjelaskan perubahan struktur sosial petani sebagai akibat dari adanya pengaruh pelaksanaan pembangunan menjadi dua lapisan petani, yaitu:

1. Petani lapisan atas, merupakan petani yang akses pada sumber daya lahan, kapital, mampu merespon teknologi dan pasar dengan baik, serta memiliki peluang berproduksi yang berorientasi keuntungan.

2. Petani lapisan bawah, sebagai golongan mayoritas di pedesaan yang merupakan petani yang relatif miskin dari segi lahan dan kapital, serta hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja.

Menurut Shanin (1971) dalam Subali (2005) mencirikan ada empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga (family farm). Kedua, sebagai usaha tani mereka menggantungkan hidupnya kepada tanah. Bagi petani, lahan pertanian adalah segalanya yaitu sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan pemeliharaan tradisi dan konformitas, solidaritas sosial yang kental, dan bersifat meanistik. Keempat, cenderung sebagai pihak yang selalu kalah (tertindas) namun tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya, dan politik eksternal yang mendominasi mereka.

2.3 Konversi Lahan

Konversi lahan atau disebut juga alih fungsi lahan merupakan suatu bentuk aktivitas yang menyebabkan adanya perubahan struktur penggunaan lahan dari kondisi semula atau awalnya, misalnya dari penggunaan untuk lahan pertanian menjadi lahan industri atau pemukiman. Sumaryanto et al. (1995), menyatakan bahwa pola konversi lahan dapat ditinjau dari dua aspek yaitu menurut pelaku


(24)

konversi dan menurut prosesnya. Berdasarkan pelaku konversinya dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan dengan motif tindakan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu; (a) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, (b) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, dan (c) adalah kombinasi antara kedua hal motif tersebut seperti pembangunan rumah tinggal yang sekaligus dijadikan sebagai tempat usaha.

Kedua, alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Dalam hal ini, pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non-sawah atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara tersebut terjadi dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi, dan umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi (pengkotaan). Sebaliknya, jika ditinjau menurut prosesnya, konversi lahan sawah dapat pula terjadi secara gradual dan seketika (instant). Alih fungsi secara gradual disebabkan fungsi sawah yang tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Alih fungsi secara instant pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri.

Berdasarkan faktor penyebab terjadinya konversi lahan, Rusli (1995) dalam

Munir (2008) mengungkapkan bahwa adanya keterkaitan antara hubungan pertambahan jumlah penduduk dengan pengalihfungsian lahan. Menurutnya dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio manusia-lahan menjadi semakin besar sekalipun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan makin mengecilnya persediaan lahan rata-rata per orang. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, mereka yang tidak memiliki lahan diperkirakan semakin bertambah. Keadaan tekanan penduduk yang berat ini memberikan peluang bagi berkembangnya bentuk-bentuk hubungan penguasaan lahan yang kurang menguntungkan penggarap, sehingga persaingan antara sesama buruh tani semakin sengit dalam mendapatkan kesempatan kerja.


(25)

Secara ekonomi, Nugroho dan Dahuri (2004) menjelaskan bahwa alih fungsi lahan merupakan sebuah mekanisme yang mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem yang berbeda. Alih fungsi lahan dapat berjalan secara sistematis dan sporadis. Peralihan secara sistematis memuat karakter perencanaan dan keinginan publik sehingga luasan lahan hasil peralihan dapat lebih terkendali dan terkonsolidasi dalam kerangka perencanaan tata ruang. Pertemuan permintaan dan penawaran diputuskan dalam suatu kelembagaan yang bertujuan dapat memberikan kepuasan antara pembeli dan penjual atau stakeholder lainnya, seperti pada mekanisme pembangunan kawasan industri, pemukiman, dan sarana infrastrukturnya. Sebaliknya, peralihan lahan secara sporadis lebih kepada individual atau oleh sekelompok masyarakat, sehingga luasan tidak dapat diprediksi dan tidak terkonsolidasi. Selain itu, permintaan dan penawaran yang diputuskan tanpa melalui kelembagaan menyebabkan terjadinya kerugian pada salah satu pihak dan disertai penggunaan lahan yang tidak optimal.

2.4 Penelitian Terdahulu

Subali (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh konversi lahan terhadap pola nafkah rumah tangga petani di Desa Batujajar, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya konversi lahan pertanian menyebabkan terjadinya perubahan struktur kerja rumah tangga petani. Konversi lahan yang dilakukan penduduk Batujajar tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan, peluang kerja, dan pendapatan. Sebaliknya, faktor eksternal meliputi pengaruh investor, pengaruh tetangga yang menjual lahan terlebih dahulu, aparat desa, dan juga dari calo tanah.

Musthikaningtyas (2009) melakukan penelitian mengenai dampak pembangunan properti terhadap kesejahteraan masyarakat di Kota Bogor. Melalui penelitian ini diperoleh bahwa dengan adanya pembangunan properti dapat menguntungkan Pemerintah Kota Bogor karena selain menyerap tenaga kerja di sektor non-pertanian, juga dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB melalui sektor konstruksi dan menambah Pendapatan Asli Daerah melalui pajak. Namun


(26)

di sisi lain, pembangunan properti tersebut cenderung merugikan masyarakat karena dengan adanya pembebasan lahan mengakibatkan masyarakat kehilangan mata pencaharian. Hal ini umumnya dirasakan oleh masyarakat yang bekerja sebagai petani atau petani penggarap. Selain itu, pengembang selaku pengusaha melakukan pembangunan properti untuk kalangan atas, karena keuntungan yang besar dibandingkan pangsa konsumen lainnya.

Sadikin (2009) melakukan penelitian tentang analisis dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi padi dan land rent di Perumahan Pakuan Regency, Bogor Barat, Kota Bogor. Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa adanya pembangunan pemukiman di Kota Bogor ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman dan memenuhi kebutuhan perumahan. Akan tetapi, konversi lahan pertanian menjadi perumahan di Pakuan Regency telah menyebabkan hilangnya akses air irigasi bagi lahan pertanian di bagian hilir aliran air irigasi, hilangnya produksi padi, hilangnya pemasukan dari usaha tani padi, dan menyebabkan terjadinya perubahan nilai land rent. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pertanian di kawasan perumahan Pakuan Regency adalah luas lahan, penerimaan, dan biaya operasional. Biaya operasional pertanian tersebut merupakan penjumlahan dari biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja, baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Sebaliknya, faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pemukiman adalah luas lahan, luas bangunan, total penerimaan, biaya operasional, dan pajak. Biaya operasional pada pemukiman merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pemilik rumah untuk membiayai rumah yang disewakan.

Filosofianti (2010) melakukan penelitian mengenai kebijakan penataan ruang dan alih fungsi lahan pertanian di Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Penyelenggaraan penataan ruang di tingkat pelaksana mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap aturan tata ruang yang telah ditetapkan. Pelaksanaan penataan ruang Kota Bogor dapat disoroti secara spesifik dengan mengacu pada ketersediaan dana pembangunan. Oleh sebab itu, pemanfaatan yang dilakukan oleh swasta pada aspek kebijakan penataan ruang di tingkat pelaksana dan petani tersebut memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kampung Cibereum Sunting, yakni dari lahan pertanian menjadi kompleks perumahan. Faktor yang paling


(27)

mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut adalah faktor luar, yakni pihak swasta dan intervensi pemerintah daerah.

Dari penelitian di atas maka dapat digolongkan di Tabel 4. Pada tabel ini disimpulkan bahwa penyebab konversi lahan pertanian dapat dilihat dari dua sisi, yaitu berdasarkan daya tarik dan daya dorong. Pada umumnya, daya tarik merupakan faktor yang ditimbulkan dari ruang lingkup eksternal yang memiliki peran/pengaruh lebih besar. Sebaliknya, daya dorong merupakan faktor penyebab yang secara otomatis timbul akibat adanya pengaruh eksternal tersebut.

Tabel 4 Sintesis penelitian terdahulu

Penyebab konversi Variabel konversi

Daya tarik Tata ruang, pendapatan non-pertanian, harga tanah yang tinggi, usaha non-pertanian, pajak, dan keuntungan pengembang.

Daya dorong Luas lahan pertanian, kesuburan lahan pertanian, harga komoditas pertanian, perubahan tenaga kerja, pendapatan pertanian, besar keluarga, biaya operasional petani, dan faktor sosial.


(28)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis pada penelitian ini berisi tentang landasan teori yang dapat mendukung dan membantu memecahkan permasalahan penelitian. Teori-teori yang menjadi landasan berfikir peneliti yaitu teori von Thunen dan teori yang berhubungan dengan conflicting land use. Pada umumnya, kedua teori ini menjelaskan mengenai penggunaan lahan dan kaitannya dengan tata ruang wilayah (lahan).

3.1.1 Teori von Thunen (1826-1850)

Von Thunen adalah seorang ahli Ekonomi Pertanian dari Jerman yang mengidentifikasi teori lokasi. Pada teori tersebut, von Thunen menjelaskan bahwa terdapat perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian dan suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Pola pemanfaatan lahan merupakan konsep tata ruang yang dikemukakan oleh von Thunen, di mana pada lahan yang berbeda terdapat berbagai penggunaan lahan sesuai dengan lokasi berdasarkan peruntukannya. Pola pemanfaatan lahan tersebut digambarkan sebagai berikut.

1 2 3 4

Gambar 1 Pola pemanfaatan lahan Keterangan gambar:

1. Pusat pertumbuhan (pasar, rumah, palawija, dan ternak kecil) 2. Hutan untuk bahan bakar

3. Gandum dan padi 4. Ternak besar


(29)

Gambar 1 tersebut menunjukan bahwa lingkaran pertama merupakan wilayah yang berada di pusat kota dan cenderung kepada aktivitas perekonomian. Sebaliknya, untuk lingkaran yang berada pada daerah dua sampai dengan empat adalah wilayah yang lahannya digunakan untuk kegiatan pertanian secara luas. Oleh karena itu, dengan adanya pola penggunaan lahan pada Gambar 1 secara umum menerangkan bahwa setiap lahan memiliki fungsi pemanfaatan yang berbeda tergantung dari keberadaan lahan itu sendiri.

Selanjutnya, pola pemanfaatan lahan yang dikemukakan oleh von Thunen di atas dapat digambarkan melalui kurva permintaan berdasarkan jenis komoditi yang berkaitan dengan land rent dan jarak. Kurva permintaan di sini memiliki

slope negatif yang menunjukan bahwa semakin jauhnya jarak dari pusat pertumbuhan (titik 0), maka nilai land rent suatu komoditi akan semakin kecil. Hal tersebut terjadi karena semakin besarnya biaya transportasi yang dikeluarkanuntuk menuju pusat kota. Asumsi yang digunakan yaitu setiap komoditi memiliki kesuburan lahan yang sama di setiap jarak.

LR

housing

tomat

indifferent point

padi kelapa

0 X4 X6 X1 X2 X3 Jarak (X)

Pusat pertumbuhan

Gambar 2 Perbedaan land rent dan jarak berdasarkan penggunaan lahan menurut jenis komoditi

Pada Gambar 2 di atas terdapat komoditi housing

(perumahan/pemukiman) yang memiliki land rent lebih besar karena jaraknya yang lebih dekat dengan pusat pertumbuhan (kota). Hal ini sejalan bahwa dengan


(30)

kota yang akan terus berkembang, menyebabkan terjadinya intensitas perubahan atau spekulasi penggunaan lahan yang memiliki nilai land rent tinggi. Oleh karena itu, jika terjadinya kenaikan pada harga perumahan maka lahan untuk perumahan akan semakin luas sehingga menyebabkan lahan pada sektor pertanian menjadi semakin sempit.

3.1.2 Conflicting Land Use

Secara umum, land use (guna lahan) adalah lahan yang dapat digunakan oleh manusia untuk dapat dialokasikan atau dimodifikasi sesuai dengan kebutuhannya, seperti untuk kegiatan pembangunan, pertanian, konservasi, ataupun sebagai akses dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Fungsi guna lahan direpresentasikan untuk dilibatkan dalam aktivitas-aktivitas ekonomi, seperti produksi, konsumsi, perumahan, transportasi, dan kegiatan yang berkaitan dengan ruang lingkup sosial-ekonomi3. Guna lahan adalah hasil kemampuan membayar sewa dari fungsi ekonomi yang memiliki nilai rent berbeda di wilayah kota, seperti industri dan perumahan. Lokasi yang optimal atau kondisi di mana aksesibilitas juga optimal adalah lokasi yang terletak di daerah pusat pertumbuhan ekonomi (CBD).

Setiap aktivitas yang mencakup di wilayah desa sekalipun akan selalu berkaitan dengan aktivitas di lokasi pusat ekonomi (kota). Akan tetapi, setiap wilayah tersebut memiliki kapasitas yang berbeda dalam mengoptimalkan lokasi. Adanya fungsi kapasitas yang berbeda dalam memanfaatkan dan menggunakan lahan, sering menimbulkan permasalahan bagaimana lahan itu sendiri dialokasikan. Ringkasnya, bahwa setiap pemanfaatan lahan memiliki kepentingannya masing-masing dan cenderung berupaya untuk memaksimalkan rente ekonomi (economic rent). Seperti pada Gambar 3 yang menggambarkan perbedaan penggunaan lahan berdasarkan fungsi keberadaannya.

3


(31)

Economic rent

housing

dairy

wheat

grazing

Pusat kota Jarak dari kota

Gambar 3 Perbedaan penggunaan lahan

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Peningkatan jumlah penduduk pada dasarnya memiliki hubungan timbal balik atau feedback dengan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah atau negara. Tingginya jumlah penduduk dapat memberikan peluang bagi upaya peningkatan pembangunan di sektor ekonomi. Para investor akan lebih tertarik menanamkan modalnya pada suatu wilayah yang memiliki tingkat penduduk yang lebih tinggi karena kegiatan ekonomi di wilayah tersebut dapat menciptakan perekonomian yang lebih hidup dan pesat. Adanya kemajuan dan kedinamisan sistem perekonomian juga memicu terjadinya migrasi masyarakat ke wilayah tersebut untuk mencari pekerjaan ataupun melakukan suatu usaha bisnis, sehingga menimbulkan kecenderungan ketidakmerataan pembangunan ekonomi.

Selain itu, peningkatan jumlah penduduk berarti kebutuhan akan sumber daya juga terus meningkat, salah satunya adalah sumber daya lahan. Ketidakmerataan yang terjadi di wilayah tertentu akibat pertumbuhan ekonomi yang sentralistik menciptakan opportunity cost dari penggunaan lahan yang tersedia. Dengan situasi yang demikian, maka kebijakan-kebijakan terhadap penggunaan lahan harus mempertimbangkan aspek fungsi dan manfaat lahan untuk jangka panjang dan harus menghindari dari tingginya cost yang dikeluarkan akibat adanya kerugian dari penataan lahan yang tidak bijak.


(32)

Lahan yang berada pada wilayah yang memiliki tingkat penduduk tinggi dan perekonomian pesat secara tidak langsung membuat nilai lahan baik di wilayah tersebut maupun di sekitarnya juga semakin tinggi karena keberadaannya dianggap menjadi lebih penting. Seperti halnya di Pulau Jawa, banyak para pemilik lahan pertanian yang telah tertarik menjual lahan mereka kepada perusahaan/pemilik usaha dibandingkan dipertahankan untuk kegiatan pertanian. Bahkan di wilayah pedesaan yang telah terkena dampak dari pertumbuhan perekonomian perkotaan, tidak sedikit lahan pertanian yang kalah berkompetisi dengan peruntukan perumahan mewah ataupun kegiatan komersil lainnya.

Pengalih fungsian lahan sebenarnya merupakan hal yang wajar terjadi terutama pada kondisi wilayah yang menuju pengkotaan. Akan tetapi, dapat menjadi suatu masalah jika lahan yang dikonversi tersebut adalah lahan yang produktif untuk kegiatan pertanian. Terlebih lagi bahwa lahan merupakan faktor produksi utama untuk sektor pertanian. Jika semakin banyak lahan yang dikonversi untuk kegiatan non-pertanian, maka lahan yang digunakan untuk lahan pertanian juga akan semakin terbatas keberadaannya. Dalam jangka pendek hal ini mungkin tidak berdampak serius, namun dalam jangka panjang pembangunan yang berlebihan dapat mengakibatkan kondisi over-exploited terhadap daya dukung lahan itu sendiri. Selain itu, hal serupa juga akan menjadi suatu dilema bagi pengguna lahan pertanian khususnya petani dalam menghadapi tantangan tersebut.

Lahan sebagai salah satu faktor produksi tetap dalam menghasilkan produk pertanian memiliki arti penting bagi petani karena berkorelasi positif dengan tingkat pendapatannya. Dalam hal ini, jumlah luas lahan pertanian yang tersedia untuk kegiatan usaha tani menjadi salah satu ukuran seberapa besar pendapatan yang dapat diperoleh oleh petani. Oleh karena itu, lahan yang terbatas dapat menimbulkan pergeseran pada struktur ekonomi petani. Selanjutnya, lahan yang merupakan bagian dari sumber daya dan lingkungan sangat bergantung pada kualitas dan kesehatan tanah, yang pada akhirnya dapat menentukan hasil produksi pada sektor pertanian. Semakin rendah kualitas tanah yang digunakan untuk sektor pertanian, misalnya akibat erosi dari pengaruh alih fungsi lahan maka


(33)

hal tersebut berdampak pada lemahnya ketahanan pangan dan produksi pertanian bagi petani.

Dari penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dampak konversi lahan pertanian yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor sebagai akibat dari adanya pertumbuhan penduduk di Kota Bogor yang menyebabkan tingginya permintaan kebutuhan perumahan. Langkah awal dalam pelaksanaan penelitian yaitu menganalisis faktor-faktor kebijakan yang menyebabkan konversi lahan pertanian dengan menggunakan

content analysis. Konversi lahan pertanian juga baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan potensi manfaat dan kerugian. Manfaat konversi lahan ini dapat berupa manfaat ekonomi, seperti PBB dan PDRB. Untuk mengkaji manfaat ekonomi tersebut menggunakan teknik deskriptif kuantitatif yang berguna dalam menganalisis data-data kuantitatif. Berikutnya, potensi kerugian menggunakan analisis dampak peluang kerja yang hilang akibat adanya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian.

Konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja juga menyebabkan perubahan pada produktivitas pertanian dan pendapatan petani. Hal ini disebabkan karena penggunaan lahan pertanian yang semakin sempit. Oleh karena itu, untuk menganalisis perubahan tersebut menggunakan pendekatan produktivitas dan perubahan pendapatan berdasarkan dari hasil usaha tani pertanian. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, alur kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.


(34)

Gambar 4 Alur kerangka pemikiran Keterangan: Batasan penelitian

Pertumbuhan Penduduk

Peningkatan Kebutuhan Lahan

Konversi Lahan Pertanian Menjadi

Non-Pertanian

Faktor Kebijakan Penyebab Konversi

Potensi Manfaat dan Kerugian

Konversi

Dampak terhadap Hasil Usaha Tani

Content Analysis

Deskriptif Kuantitatif dan Dampak Peluang

Kerja Petani

Pendekatan Produktivitas dan Perubahan Pendapatan


(35)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Pemilihan Kelurahan Mulyaharja sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pengetahuan penulis bahwa sebagian besar lahan pertanian sudah maupun sedang dikonversikan menjadi peruntukan lain, khususnya menjadi perumahan. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu April hingga Juni 2013. Peta wilayah Kelurahan Mulyaharja dan waktu pelaksanaan penelitian disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan kuesioner pada petani yang melakukan usaha tani dan kepada beberapa instansi pemerintah Kota Bogor yang memiliki hubungan langsung dengan konversi lahan di lokasi penelitian. Sebaliknya, data sekunder digunakan untuk melengkapi data yang tidak dapat dijelaskan oleh data primer yang dapat diperoleh dari berbagai instansi pemerintah, seperti Dinas Pertanian Kota Bogor, Badan Pertanahan Nasional Kota Bogor, Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, Badan Pusat Statistik Kota Bogor, Kantor Kelurahan Mulyaharja, instansi-instansi pemerintahan terkait, serta beberapa studi literatur.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil 60 responden petani yang melakukan usaha tani pada lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor dari total populasi ± 188 petani. Jumlah 60 responden tersebut terdiri dari 30 responden untuk lahan sawah dan 30 responden untuk lahan kering. Penulis mengacu pada Roscoe (1975) dalam Sekaran (2006) bahwa minimal 30 untuk setiap sub-sampel adalah tepat. Teknik pengambilan sample yang dilakukan dengan menggunakan simple random sampling yaitu sample yang diambil secara


(36)

acak tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi. Simple random sampling termasuk ke dalam teknik pengambilan probability sampling yang memiliki bias paling sedikit dan memberikan generalisasi paling luas (Sekaran 2006). Teknik wawancara mendalam dengan kuesioner juga ditujukan kepada beberapa tokoh instansi pemerintah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data

Konversi lahan pertanian ke non-pertanian yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja ini dilakukan dengan beberapa analisis data. Metode-metode yang digunakan antara lain deskriptif kualitatif, deskriptif kuantitatif, nilai fungsi tenaga kerja, analisis pendekatan produktivitas, dan perubahan pendapatan petani. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan Microsoft Excel 2007.

Tabel 5 Matriks metode analisis

No Tujuan Jenis data Sumber data Metode analisis

1 Mengidentifikasi faktor kebijakan penyebab konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Data Primer dan data sekunder 1. Wawancara dan kuesioner kepada stakeholder 2. Literatur Content Analysis

2 Mengkaji potensi manfaat dan kerugian dari konversi lahan pertanian ke non-pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Data Primer dan data sekunder 1. Dinas Pemerintah Kota Bogor terkait 2. Kantor Kelurahan Mulyaharja 3. Wawancara dan kuesioner untuk petani 1. Deskriptif Kuantitatif 2. Dampak terhadap Peluang Kerja Petani

3 Menganalisis dampak konversi lahan pertanian ke non-pertanian terhadap pendapatan petani. Data Primer dan data sekunder 1. Wawancara dan kuesioner pada petani yang melakukan usaha tani 2. Kantor Kelurahan Mulyaharja Pendekatan Produktivitas dan Perubahan Pendapatan


(37)

4.4.1 Content Analysis

Pada penelitian ini, content analysis atau analisis isi adalah salah satu metode kualitatif yang digunakan untuk membahas secara mendalam mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor dan peraturan daerah yang berkaitan dengan faktor kebijakan konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. Dengan diketahuinya hasil dari content analysis, maka dapat mengidentifikasi faktor kebijakan konversi lahan pertanian yang selanjutnya berguna untuk mengetahui dampaknya di lokasi penelitian. 4.4.2 Deskriptif Kuantitatif

Data kuantifikasi manfaat dari konversi lahan pertanian ini sangat diperlukan karena untuk mengetahui dan menganalisis besaran manfaat ekonomi, sehingga dapat memperkuat faktor ekonomi terjadinya konversi lahan pertanian. Manfaat dari adanya konversi lahan pertanian menjadi perumahan di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor ini ditinjau dari dua indikator ekonomi, yaitu PBB dan PDRB. PDRB adalah salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan struktur perekonomian, baik secara makro maupun secara sektoral menurut lapangan usaha yang terdapat pada wilayah tersebut. Sebaliknya, PBB adalah suatu jenis pajak yang dipungut kepada orang pribadi ataupun badan yang memiliki hak, menguasai, dan memperoleh manfaat atas tanah atau bangunan. Jika kedua hal tersebut memiliki nilai positif atau meningkat, maka dengan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dapat memberikan kontribusi ekonomi untuk wilayah Kota Bogor maupun Kelurahan Mulyaharja.

4.4.3 Dampak terhadap Peluang Kerja Petani

Sektor pertanian memiliki fungsi sebagai penyedia lapangan kerja, baik yang berkaitan dalam produksi usaha tani (on-farm) maupun yang berkaitan di luar aktivitas usaha tani (off-farm). Kondisi di lokasi penelitian menunjukkan bahwa adanya konversi lahan pertanian menyebabkan kehilangan kesempatan kerja petani pada lahan pertanian. Oleh karena itu, penulis mengkaji potensi kerugian pada lahan pertanian sebagai fungsi sosial. Pada awalnya, untuk


(38)

mengetahui kebutuhan tenaga kerja pertanian (lahan sawah dan lahan kering) dan proporsi jenis serta sumber tenaga kerjanya, dapat menggunakan persamaan sebagai berikut (Irawan 2007):

1. Kebutuhan tenaga kerja Petani lahan sawah

TKls = HK x IP… … … …. .… … … …. .… … …(1)

Keterangan:

TKls = tenaga kerja petani lahan sawah (HKP/ha/tahun)

HK = banyaknya jumlah hari kerja (HOK)/ha

IP = indeks pertanaman (%/tahun) pada lahan sawah Petani lahan kering

TKlk = HK x IP… … … …. .… … … … …. .… …(2)

Keterangan:

TKlk = tenaga kerja petani lahan kering (HKP/ha/tahun)

HK = banyaknya jumlah hari kerja (HOK)/ha

IP = indeks pertanaman (%/tahun) pada lahan kering 2. Proporsi tenaga kerja petani

Berdasarkan sumber tenaga kerja

TKK = TKW Keluarga + TKP Keluarga

TKP + TKW x 100%… ….… … … …. (3)

TKU = TKW Upahan + TKP Upahan

TKP + TKW x 100%… … … …(4)

Keterangan:

TKK = tenaga kerja keluarga (%) TKU = tenaga kerja upahan (%) Berdasarkan jenis tenaga kerja

TKP = TKP (keluarga + upahan)

TKP + TKW x 100%… … …. .… … … ….…. . . (5)

TKW = TKW (keluarga + upahan)


(39)

Keterangan:

TKP = tenaga kerja pria (%) TKW = tenaga kerja wanita (%)

Selanjutnya, untuk menghitung nilai lahan pertanian sebagai penyedia lapangan kerja yang hilang akibat konversi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian, penulis juga mengacu pada Irawan (2007) yang disesuaikan berdasarkan pada kondisi di lokasi penelitian yaitu:

�� �ℎ�� � �ℎ= ( � � )

=1

… … … …(7) Di mana:

�� = Nilai fungsi tenaga kerja pada lahan sawah = Kebutuhan tenaga kerja usaha tani (HOK/ha)

� = Upah kerja (Rp/HOK)

� = Indeks pertanaman (%/tahun)

= Luas lahan sawah pada unit lahan-i (ha)

� = Jumlah responden

�� �ℎ�� � ��= � � … … … ….… … …(8) �

=1

Di mana:

�� = Nilai fungsi tenaga kerja pada lahan kering = Kebutuhan tenaga kerja usaha tani (HOK/ha)

� = Upah kerja (Rp/HOK)

� = Indeks pertanaman (%/tahun)

= Luas lahan kering tanaman palawija pada unit lahan-j (ha)

� = Jumlah responden

4.4.4 Pendekatan Produktivitas dan Perubahan Pendapatan

Pendekatan produktivitas atau yang disebut juga pendekatan nilai pasar adalah pendekatan yang digunakan untuk menilai dampak penurunan produksi. Pada penelitian ini yaitu penurunan produksi pertanian akibat adanya alih fungsi lahan menjadi perumahan. Pendekatan produktivitas mengacu pada penentuan


(40)

ganti rugi berdasarkan perubahan produktivitas sebelum dan setelah terjadinya kerusakan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode yang digunakan Sihite (2001) dalam menilai penurunan produktivitas yang telah disesuaikan berdasarkan kondisi di lokasi penelitian, yaitu:

1. Produktivitas pada lahan sawah

� � = � � � − � � � � … … … … …. . (9) �

=1

=1

Di mana:

� � = Nilai kerugian turunnya hasil panen tanaman pertanian lahan sawah

� � � = Jumlah hasil panen tanaman ke-i per hektar sebelum konversi pada setiap lahan j (kg/ha)

� � = Jumlah hasil panen tanaman ke-i per hektar setelah konversi pada setiap lahan j (kg/ha)

� = Luas tanaman ke-i sekarang pada setiap lahan j (ha)

� = Harga produksi tanaman ke-i sekarang pada setiap lahan j (Rp/kg)

= Jenis tanaman pada lahan sawah

= Areal pertanian di Kelurahan Mulyaharja 2. Produktivitas pada lahan kering

� � = � � � − � � � � … … ….…(10) �

=1

=1

Di mana:

� � = Nilai kerugian turunnya hasil panen tanaman pertanian lahan kering

� � � = Jumlah hasil panen tanaman ke-i per hektar sebelum konversi pada setiap lahan j (kg/ha)

� � = Jumlah hasil panen tanaman ke-i per hektar setelah konversi pada setiap lahan j (kg/ha)


(41)

� = Harga produksi tanaman ke-i sekarang pada setiap lahan j (Rp/kg)

= Jenis tanaman pada lahan kering

= Areal pertanian di Kelurahan Mulyaharja

Adanya alih fungsi lahan pertanian sebagai lahan usaha tani, secara langsung dapat mempengaruhi perubahan hasil produksi yang diterima oleh petani. Dengan demikian, berdasarkan hasil yang diperoleh dari pendekatan produktivitas tersebut selanjutnya dampak kerugian ekonomi terhadap pendapatan petani dapat diestimasi. Di bawah ini adalah metode yang digunakan untuk menilai hilangnya produksi pada lahan pertanian akibat konversi lahan4 dengan membandingkan nilai dan biaya produksi usaha tani pada sebelum dan sesudah terjadinya alih fungsi lahan pertanian, yaitu:

1. Nilai Produksi Tanaman (NPT) Produksi Padi

�� = � � … … … …. (11)

Di mana:

�� = Nilai produksi tanaman ke-i (Rp/thn)

� = Produk rata-rata tanaman jenis-i pada unit lahan-j (ton/ha)

� = Harga per jenis produksi ke-i (Rp/kg)

LS = Luas sawah seluruh unit lahan (ha) = Jenis tanaman pada setiap unit lahan = Unit lahan sawah

Produksi Tanaman Palawija

�� = � � … … … …. (12)

Di mana:

�� = Nilai produksi tanaman ke-i (Rp/thn)

� = Produk rata-rata tanaman jenis-i pada unit lahan-q (ton/ha)

� = Harga per jenis produksi ke-i (Rp/kg)

4

marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/METODE-VALUASI-EKONOMI-EKOSISTEM-LAHAN-PERTANIAN.doc. diakses pada tanggal 1 Januari 2013.


(42)

= Luas lahan kering tanaman palawija seluruh unit lahan (ha) = Jenis tanaman pada setiap unit lahan

= Unit lahan kering tanaman palawija 2. Biaya Produksi Tanaman (BPT)

Biaya Produksi Padi

= … … … …. (13)

�� = … … … …(14)

Di mana:

�� = Biaya produksi tanaman ke-i (Rp/thn)

= Input rata-rata tanaman jenis-i pada unit lahan-j (kg/ha) = Jumlah input produksi tanaman jenis-i (kg)

= Luas sawah pada unit lahan-j (ha)

= Harga per jenis input produksi ke-i (Rp/kg)

LS = Luas sawah seluruh unit lahan (ha)

= Jenis input produksi pada setiap unit lahan = Unit lahan sawah

Biaya Produksi Tanaman Palawija

= … … … ….… …(15)

�� = … … … ….… …(16)

Di mana:

�� = Biaya produksi tanaman ke-i (Rp/thn)

= Input rata-rata tanaman jenis-i pada unit lahan-q (kg/ha) = Jumlah input produksi tanaman jenis-i (kg)

= Luas lahan kering tanaman palawija pada unit lahan-q (ha) = Harga per jenis input produksi ke-i (Rp/kg)

LK = Luas lahan kering tanaman palawija seluruh unit lahan (ha) = Jenis input produksi pada setiap unit lahan


(43)

Dengan diketahuinya nilai ekonomi produksi pada usaha tani padi dan palawija, peneliti dapat mengidentifikasi perubahan pendapatan yang diperoleh petani dari sebelum dan setelah terjadinya konversi lahan pertanian. Nilai perubahan pendapatan tersebut diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani. Untuk memudahkan dalam mengetahui besarnya perubahan pendapatan yang diterima petani, digunakan matriks seperti Tabel 6.

Tabel 6 Matriks perubahan pendapatan petani Nilai Produksi

Tanaman (Rp/ton/ha)

Biaya Produksi Tanaman (Rp/ton/ha)

Pendapatan (Rp/ton/ha) Padi Palawija Padi Palawija

Sebelum konversi Setelah konversi Selisih perubahan


(44)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Kondisi Geografis Kelurahan Mulyaharja

Kelurahan Mulyaharja merupakan Kelurahan yang terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Jarak dari kelurahan menuju pemerintahan kecamatan hanya 5 km, sedangkan jarak menuju pusat pemerintah Kota Bogor yaitu ± 7 km. Kelurahan yang berada di kaki Gunung Salak ini memiliki suhu udara rata-rata 15 ◦C sampai 25 ◦C dan merupakan Kelurahan yang berada pada ketinggian tanah tertinggi di antara kelurahan-kelurahan yang ada di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu 600 meter di atas permukaan laut. Selanjutnya, Kelurahan Mulyaharja yang memiliki luas wilayah sekitar 479.005 ha, rata-rata sebagian besar lahannya memiliki kedalaman efektif lahan >100 cm yaitu dengan luas 417.97 ha dan memiliki kondisi hydro-geologi muda mencapai 438.40 ha. Berdasarkan batas wilayahnya, Kelurahan Mulyaharja diapit oleh dua sungai yaitu sungai Cibeureum dan sungai Cipinanggading, yang merupakan batas wilayah alam dengan kelurahan lain. Adapun batas wilayah administratif Kelurahan Mulyaharja menurut data monografi kelurahan sebagai berikut:

1). Sebelah utara : Kelurahan Cikaret 2). Sebelah selatan : Desa Sukaharja 3). Sebelah barat : Kelurahan Pamoyanan 4). Sebelah timur : Desa Sukamantri

Dari informasi yang diperoleh, dahulu Kelurahan Mulyaharja adalah salah satu desa yang berada di bawah pemerintahan Kabupaten Bogor. Pemekaran Kota Bogor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1995 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri tahun 1995 tanggal 24 Agustus 1995 tentang Perubahan Batas–batas Wilayah Kotamadya DT. II Bogor, serta Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2001 tentang Perubahan Desa Menjadi Kelurahan, mencantumkan Desa Mulyaharja dalam wilayah Kota Bogor sehingga statusnya berubah menjadi Kelurahan pada tanggal 1 September 2001. Lahan yang berada di Kelurahan Mulyaharja ini sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi, yaitu pertanian dan perdagangan. Luas lahan yang diperuntukan untuk sektor pertanian itu sendiri memang lebih besar dibandingkan dengan lahan untuk peruntukan lain,


(45)

yaitu sekitar 90 ha untuk lahan sawah dan 20 ha untuk lahan kering (ladang). Hal tersebut dikarenakan potensi Kelurahan yang sangat cocok untuk aktivitas usaha tani. Ada beberapa jenis penggunaan lahan yang digunakan di Kelurahan Mulyaharja yang dirinci pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Penggunaan lahan di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2011 Jenis penggunaan lahan Luas lahan

(ha)

Persentase (%)

a. Pertokoan/Perdagangan 1.00 0.88

b. Perkantoran 0.08 0.07

c. Tanah wakaf 0.50 0.44

d. Tanah sawah

1) Irigasi teknis 70.00 61.63

2) Sawah pasang surut 16.00 14.09

e. Tanah kering

1) Pekarangan 4.00 3.52

2) Tegalan 20.00 17.61

3) Tempat rekreasi 2.00 1.76

Jumlah 113.58 100.00

Sumber: Data monografi Kelurahan Mulyaharja (2011) 5.2 Kependudukan

Kelurahan Mulyaharja memiliki jumlah penduduk sebesar 16 381 jiwa, yang didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki sebesar 8 523 jiwa sedangkan untuk perempuannya 7 858 jiwa. Kelurahan Mulyaharja dibagi menjadi 55 Rukun Tetangga (RT) dan 12 Rukun Warga (RW). Mayoritas agama penduduk adalah Islam. Sebagian besar penduduk Mulyaharja adalah lulusan Sekolah Dasar/MI dengan jumlah 6 435 jiwa, disusul dengan lulusan SMA/SLTA/Aliyah 1 150 jiwa, Taman Kanak-kanak 984 jiwa, SMP/SLTP/MTS 900 jiwa, Akademi/D1-D3 120 jiwa, dan Sarjana (S1-S3) 70 jiwa.

Selain itu, jumlah penduduk di Kelurahan Mulyaharja menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 8. Pada tabel tersebut, sebagian besar penduduk berprofesi sebagai wiraswasta/pedagang dan buruh tani. Jumlah buruh tani yang cukup besar tersebut dikarenakan adanya kepemilikan lahan pertanian yang semakin berkurang akibat kegiatan pengalihfungsian lahan pertanian yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja. Hal ini juga ditunjukan oleh kecilnya jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani yaitu sebesar 100 jiwa.


(46)

Tabel 8 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2011

Jenis pekerjaan Jumlah penduduk (jiwa)

Persentase (%)

Pegawai Negeri Sipil 205 6.09

TNI 4 0.12

POLRI 15 0.45

Swasta/BUMN/BUMD 5 0.15

Wiraswasta/Pedagang 2 414 71.72

Petani 100 2.97

Pertukangan 122 3.62

Buruh tani 400 11.88

Pensiunan 59 1.75

Jasa/lain-lain 42 1.25

Jumlah 3 366 100.00

Sumber: Data monografi Kelurahan Mulyaharja (2011)

Penduduk Kelurahan Mulyaharja adalah berasal dari warga negara Indonesia yang sebagian besar penduduknya bersuku Sunda. Mobilitas penduduk Kelurahan Mulyaharja yang datang dan pergi pada tahun 2011 juga bervariasi. Sebanyak 353 penduduk yang datang, terdiri dari 178 orang laki-laki dan 175 orang untuk perempuan. Sebaliknya, penduduk yang pindah sebanyak 198 yang terdiri dari 99 orang laki-laki dan 99 orang perempuan. Berdasarkan tingkat usianya mayoritas penduduk Mulyaharja berada pada usia produktif, yaitu umur 0-4 tahun sebanyak 2 292 jiwa, 5-9 tahun sebanyak 1 742 jiwa, 10-14 tahun sebanyak 1 657 jiwa, 15-19 tahun sebanyak 1 359 jiwa, kemudian 20-29 tahun sebanyak 1 437 jiwa, 30-34 tahun sebanyak 1 093 jiwa, selanjutnya 35-39 tahun sebanyak 1 098 jiwa, 40-44 tahun sebanyak 1 037 jiwa, 45-49 tahun sebanyak 910 jiwa, 50-54 tahun sebanyak 860 jiwa, dan umur >60 tahun sebanyak 415 jiwa.

5.3 Kondisi Pertanian

Kelurahan Mulyaharja adalah salah satu daerah di Kecamatan Bogor Selatan yang memiliki lahan pertanian produktif, salah satunya disebabkan karena kondisi geografi wilayah yang sangat mendukung. Kegiatan usaha tani pada lahan sawah dan lahan kering sampai saat ini masih aktif dilakukan oleh petani yang bergabung dalam kelompok tani, walaupun kepemilikan lahan pertanian sebagian besar sudah bukan lagi milik mereka. Hal ini disebabkan karena adanya


(47)

pengembangan perubahan fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan infrastruktur lainnya yang terjadi di sekitar wilayah Kelurahan Mulyaharja. Oleh sebab itu, petani yang tidak memiliki lahan pertanian tersebut hanya bekerja sebagai petani penggarap.

Kelompok tani yang ada di Kelurahan Mulyaharja terdiri dari tiga yaitu, Kelompok Tani Dewasa, Kelompok Wanita Tani, dan Taruna Tani. Kelompok Wanita Tani adalah kelompok tani yang anggotanya merupakan ibu-ibu rumah tangga yang melakukan kegiatan pengolahan dari hasil pertanian, seperti membuat jamur dan makanan-makanan olahan lain. Kemudian Kelompok Taruna Tani yaitu kelompok yang anggotanya aktif dalam melakukan kegiatan pengumpulan dan pengolahan sampah. Sampah-sampah ini berasal dari sampah rumah tangga yang nantinya dipisah berdasarkan jenis sampahnya, yaitu organik dan anorganik. Sampah organik tersebut kemudian diolah untuk dijadikan pupuk organik dan dijual kembali, khususnya kepada masyarakat Mulyaharja yang melakukan budidaya pada tanaman hias. Sebaliknya, sampah anorganik langsung dijual setelah dilakukan pemisahan jenis sampahnya, seperti botol plastik, kaleng, dan kertas-kertas. Hal ini karena Kelompok Taruna Tani masih berfokus pada pengolahan untuk sampah organik.

Berikutnya adalah Kelompok Tani Dewasa yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok tani Pandawa dan kelompok tani Lemah Duhur. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani Pandawa ini tidak lagi pada lahan pertanian, karena lahan yang dulunya digunakan untuk mencari nafkah tersebut sudah beralihfungsi menjadi peruntukan lain. Perubahan kepemilikan lahan dan pengalihfungsian yang terjadi setiap tahunnya terutama sejak direncanakannya pengembangan untuk wilayah Kecamatan Bogor Selatan sebagai perumahan baru dengan koefisien dasar bangunan (KDB) rendah yaitu 70% kawasan tidak terbangun dan 30% kawasan terbangun, menyebabkan sebagian lahan pertanian dialihfungsikan. Akibat kondisi yang demikian, aktivitas yang masih dilakukan oleh kelompok tani Pandawa hanya sebatas pada kegiatan penggilingan padi. Untuk memenuhi penggilingan tersebut, 90% gabah diperoleh dari luar daerah Kota Bogor seperti Cianjur dan Sukabumi, kemudian 10% lagi berasal dari Bogor Barat dan Bogor Timur.


(48)

Di sisi lain, kelompok tani Lemah Duhur yang berdiri tahun 2003 dengan jumlah anggota 82 orang masih aktif melakukan kegiatan usaha tani pada lahan pertanian sawah, walaupun hanya 30% lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri dan sisanya sebesar 70% merupakan lahan garapan. Sampai saat ini luas lahan sawah yang dibudidayakan adalah seluas ± 25 ha. Meskipun dengan sistem budidaya pertanian konvensional, untuk setiap kali panen kelompok tani ini dapat menghasilkan empat sampai enam ton gabah. Pada lahan sawah tersebut dimanfaatkan pula untuk jenis tanaman lain yaitu palawija yang merupakan tanaman kedua, seperti jagung manis dan kacang-kacangan.

Luas lahan kering yang masih dibudidayakan di Kelurahan Mulyaharja yaitu sekitar ± 20 ha. Hasil pertanian yang diperoleh dari lahan kering juga sangat beragam, yaitu padi ladang, palawija, sayur-sayuran, maupun buah-buahan. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan bahwa tenaga kerja petani yang sampai saat ini masih aktif melakukan budidaya di lahan kering berjumlah ± 106 orang. Seperti halnya pada lahan sawah, lahan kering di Kelurahan Mulyaharja juga sebagian besar sudah menjadi milik pengembang perumahan komersil yang ada di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, hanya sekitar 20% sampai 30% saja petani lahan kering yang masih memiliki lahan pertanian.

5.4 Karakteristik Umum Responden

Karakteristik umum responden pada lahan sawah dan lahan kering di Kelurahan Mulyaharja yaitu berdasarkan kategori usia petani, pendidikan, pengalaman usaha tani, luas lahan pertanian, dan status lahan pertanian. Kategori tersebut diasumsikan dapat mempengaruhi petani dalam melakukan usaha tani. Penjelasan masing-masing kategori sebagai berikut.

5.4.1 Usia Petani

Tabel 9 menerangkan karakteristik usia petani responden pada lahan sawah dan lahan kering di Kelurahan Mulyaharja. Dari jumlah responden yang terpilih berdasarkan simple random sampling yaitu 30 orang untuk lahan padi sawah dan 30 orang untuk lahan kering tanaman palawija, sebagian besar usia petani tersebut adalah 40 sampai 49 tahun yang memiliki persentase masing-masing sebesar 37%


(49)

dan 34%. Pada lahan sawah, masih terdapat petani berusia 70 sampai 79 tahun dengan persentase 26% atau menempati urutan terbanyak kedua. Karakteristik usia petani tersebut merupakan usia yang paling tua di antara usia responden lain di lahan sawah. Berbeda pada lahan sawah, usia petani responden pada lahan kering yang tertua adalah 80 sampai 89 tahun yang memiliki persentase terendah sebesar 3%.

Tabel 9 Usia petani responden lahan sawah dan lahan kering Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013

Kategori usia

(tahun) Lahan sawah Lahan kering

30 – 39 13% -

40 – 49 37% 34%

50 – 59 17% 23%

60 – 69 7% 30%

70 – 79 26% 10%

80 – 89 - 3%

Total 100% 100%

Sumber: Hasil analisis data (2013) 5.4.2 Pendidikan

Dapat dilihat pada Gambar 5 bahwa sebagian besar pendidikan petani responden adalah lulusan sekolah dasar (SD) dengan persentase masing-masing 76% pada lahan sawah dan 47% pada lahan kering. Selain itu, ada pula petani responden yang tidak dapat menyelesaikan sekolah dasar (SD) hingga selesai. Hal tersebut dikarenakan adanya kendala ekonomi yang dialami oleh petani tersebut pada masa itu. Pada lahan sawah terdapat petani responden yang sampai pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA), walaupun persentase yang dimiliki sama dengan persentase sekolah menengah pertama (SMP) yaitu sebesar 7%.


(50)

Sumber: Hasil analisis data (2013)

Gambar 5 Persentase pendidikan petani responden lahan sawah dan lahan kering Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013

5.4.3 Pengalaman Usaha Tani

Responden petani pada lahan sawah dan lahan kering memiliki pengalaman usaha tani lebih dari 1 tahun. Mayoritas petani lahan sawah memiliki pengalaman bertani pada skala 1 sampai 10 tahun dengan persentase 34%. Sebaliknya, jumlah responden lahan sawah yang memiliki pengalaman bertani selama 21 sampai dengan 40 tahun hanya sekitar 3% yang merupakan persentase terkecil. Selain itu, pada lahan kering pengalaman bertani responden yang lebih besar juga terdapat pada skala 1 sampai 10 tahun yang memiliki persentase 40% dari total jumlah responden pada lahan kering. Sebaliknya, persentase terkecil terdapat pada skala 31 sampai 40 tahun yaitu sebesar 0%. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa selama 10 tahun terakhir ini lahan pertanian pada lahan sawah dan lahan kering masih memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja petani baru dan nilai kearifan budaya bertani masih diminati secara turun-temurun. Lamanya pengalaman usaha tani pada lahan sawah dan lahan kering yang sudah dijelaskan sebelumnya terdapat pada Tabel 10.

Tidak tamat SD

10%

SD 76%

SMP 7%

SMA 7%

Lahan sawah

Tidak tamat SD 40% SD

47% SMP 13%


(51)

Tabel 10 Pengalaman usaha tani responden lahan sawah dan lahan kering Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013

Pengalaman bertani

(tahun) Lahan sawah Lahan kering

1 – 10 34% 40%

11 – 20 30% 13%

21 – 30 3% 23%

31 – 40 3% 0%

41 – 50 20% 17%

51 – 60 10% 7%

Total 100% 100%

Sumber: Hasil analisis data (2013) 5.4.4 Luas Lahan Pertanian

Luas lahan pertanian yang dibudidayakan oleh responden petani lahan sawah dan lahan kering sekarang ini tidak lebih dari 1 ha. Hal ini diakibatkan adanya perubahan fungsi lahan pertanian menjadi perumahan. Jika dilihat pada Gambar 6, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan sawah yang dibudidayakan oleh petani lebih dari 0.5 ha (tetapi kurang dari 1 ha) yaitu sebesar 37%. Pada lahan sawah, tidak ada petani responden yang membudidayakan lahan pertanian kurang dari 0.1 ha, sehingga untuk persentasenya adalah sebesar 0%. Kemudian, pada lahan kering sebagian besar lahan yang dibudidayakan adalah sekitar 0.1 hingga 0.15 ha dengan persentase 30% dan persentase terkecil sebesar 3% pada luas lahan 0.4 sampai 0.45 ha. Sama halnya pada lahan sawah, lahan kering yang dibudidayakan untuk tanaman palawija oleh petani responden tidak lebih dari 1 ha, walaupun sekitar 13% lahan yang dibudidayakan tersebut lebih dari 0.5 ha.


(1)

66

Lampiran 6 (Lanjutan)

No

Luas lahan

(Ha)

Tanaman

Kebutuhan tenaga kerja

(HOK/ha) Upah (Rp/HOK) IP*

(%)/tahun

Nilai fungsi tenaga kerja (Rp/tahun)

Bajak Pria Wanita Bajak Pria Wanita

18 0.03 singkong

19 0.15 padi ladang 1 3 6 70 000 35 000 20 000 2.5 110 625

20 0.6 singkong 2 35 000 20 000 1 42 000

21 0.4 padi ladang 1 5 9 70 000 35 000 20 000 2.5 425 000

22 0.3 padi ladang 1 4 9 70 000 35 000 20 000 2.5 292 500

23 0.1 padi ladang 1 2 5 70 000 35 000 20 000 2.5 60 000

24 0.09 padi ladang 1 2 4 70 000 35 000 20 000 2.5 49 500

25 0.1 singkong

26 0.15 padi ladang 1 3 6 70 000 35 000 20 000 2.5 110 625

27 0.06 kacang tanah

28 0.07 padi ladang 1 2 4 70 000 35 000 20 000 2.5 38 500

29 0.2 talas 2 35 000 1 14 000

30 0.2 singkong 3 35 000 1 21 000

Rata-rata x populasi 15 703 442.11

Diketahui suku bunga (i) = 5.75%, maka nilai fungsi tenaga kerja untuk tahun ke-2, ke-7, ke-12, dan ke-18 adalah:

Tahun Ke-2 Ke-7 Ke-12 Ke-18

Nilai fungsi tenaga kerja

(Rp/tahun) 17 561 257.45 23 225 094.52 30 715 625.96 42 957 759.93

*) Keterangan: Indeks pertanaman (IP) dihitung dari banyaknya masa tanam tanaman palawija dalam 1 tahun


(2)

Lampiran 7 Produktivitas padi lahan sawah

No Tanaman

Luas tanam (ha) Sebelum konversi (kg/ha) Setelah konversi (kg/ha) Harga (Rp/kg) Nilai turunnya hasil panen (Rp/ha)

1 padi 0.3 750 500 6 800 510 000

2 padi 0.5 1 500 1 200 6 800 1 020 000

3 padi 0.5 1 000 750 6 800 850 000

4 padi 0.2 200 120 6 800 108 800

5 padi 0.2 300 200 6 800 136 000

6 padi 0.5 250 200 6 800 170 000

7 padi 0.2 100 70 6 800 40 800

8 padi 0.12 300 200 6 800 81 600

9 padi 0.2 700 500 6 800 272 000

10 padi 0.3 400 300 6 800 204 000

11 padi 0.2 400 300 6 800 136 000

12 padi 0.2 300 200 6 800 136 000

13 padi 0.5 1 000 750 6 800 850 000

14 padi 0.5 750 500 6 800 850 000

15 padi 0.6 1 500 1 500 6 800 2 040 000

16 padi 0.3 1 000 700 6 800 612 000

17 padi 0.5 1 500 1 000 6 800 1 700 000

18 padi 0.4 1 250 800 6 800 1 224 000

19 padi 0.3 600 400 6 800 408 000

20 padi 0.3 1 000 750 6 800 510 000

21 padi 0.3 750 500 6 800 510 000

22 padi 0.5 1 250 800 6 800 1 530 000

23 padi 0.5 1 250 800 6 800 1 530 000

24 padi 0.2 1 500 1 000 6 800 680 000

25 padi 0.2 450 300 6 800 204 000

26 padi 0.2 500 500 6 800 136 000

27 padi 0.2 300 200 6 800 136 000

28 padi 0.5 1 250 800 6 800 1 530 000

29 padi 0.4 1 000 750 6 800 680 000

30 padi 0.5 1 250 800 6 800 1 530 000


(3)

Lampiran 8 Produktivitas palawija pada lahan kering

No Tanaman

Luas tanam (ha) Sebelum konversi (kg/ha) Setelah konversi (kg/ha) Harga (Rp/kg) Nilai turunnya hasil panen (Rp/ha)

1 singkong 0.5 3 000 2 000 1 000 500 000

2 singkong 0.05 500 400 1 000 5 000

3 jagung 0.01 300 250 3 000 1 500

4 singkong 0.1 1 000 850 1 000 15 000

5 singkong 0.1 1 000 800 1 000 20 000

6 singkong 0.2 2 000 1 500 1 000 100 000

7 singkong 0.5 1 800 1 500 1 000 150 000

8 singkong 0.04 200 100 1 000 4 000

9 padi ladang 0.1 500 300 6 800 136 000

10 singkong 1 20 000 10 000 1 000 10 000 000

11 kcg tanah 0.3 750 700 5 000 75 000

12 padi ladang 0.1 500 300 6 800 136 000

13 jagung 0.06 400 350 3 000 9 000

14 singkong 0.2 1 500 1 300 1 000 40 000

15 jagung 0.25 5 500 5 000 3 000 375 000

16 singkong 0.1 3 000 2 000 1 000 100 000

17 singkong 0.2 4 500 4 000 1 000 100 000

18 singkong 0.03 150 100 1000 1 500

19 padi ladang 0.15 400 100 6 800 306 000

20 singkong 0.6 6 000 5 000 1 000 600 000

21 padi ladang 0.4 2 000 700 6 800 3 536 000

22 padi ladang 0.3 800 750 6 800 102 000

23 padi ladang 0.1 200 90 6 800 74 800

24 padi ladang 0.09 200 160 6 800 24 480

25 singkong 0.1 600 500 1 000 10 000

26 padi ladang 0.15 400 300 6 800 102 000

27 kcg tanah 0.06 4 500 4 000 5 000 150 000

28 padi ladang 0.07 400 200 6 800 95 200

29 talas 0.2 700 680 2 000 8 000

30 singkong 0.2 1 500 1 200 1 000 60 000


(4)

Bukti dokumentasi penelitian

1). Wawancara dengan stakeholder dan petani

2). Kondisi pertanian tanaman padi sawah dan palawija

tanaman padi tanaman jagung


(5)

3). Jenis pupuk yang digunakan

pupuk urea pupuk TSP

pupuk kandang

4). Konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 18 Januari 1992 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis dibesarkan dan dididik dengan kasih sayang yang melimpah oleh orang tua kandung yaitu dari pasangan Agus Mucharom Kuswara dan Siti Halimah.

Penulis menjalani pendidikan sejak tahun 1996 sampai 1997 di TK Nurul Umat, setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Bangka 4 dari tahun ajaran 1996/1997 sampai tahun ajaran 2002/2003. Setelah lulus, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 18 Kota Bogor pada tahun ajaran 2003/2004 sampai tahun ajaran 2005/2006. Pada tahun ajaran 2006/2007, penulis melanjutkan pendidikan di SMA PGRI 1 Bogor dengan peringkat lulusan sebagai siswa berprestasi tahun ajaran 2008/2009. Selama menjalani pendidikan di SMP dan SMA, penulis mengikuti berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi di dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, yaitu Paduan Suara, OSIS, PASKIBRA, FK-PSKB (Forum Komunikasi Paskibra Sekolah Kota Bogor) tahun 2007, dan sempat mengikuti kegiatan Marching Band Kota Bogor pada tahun 2007. Penulis juga menjalani pendidikan non-formal di LIA Bogor mulai dari

Elementary Levels pada Juli 2007, sampai dengan High Intermediate 3 padaApril

2009.

Kemudian penulis melanjutkan di perguruan tinggi negeri Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Selektif Masuk IPB (USMI). Saat masih menjadi mahasiswa TPB IPB, penulis ikut terlibat sebagai anggota Gentra Kaheman di divisi tari tahun 2010. Setelah melewati semester dua, penulis menjadi salah satu civitas akademika dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Melalui organisasi REESA

(Resource Environmental and Economics Student Assosiation) sebagai himpunan

profesi departemen, penulis ikut aktif berpatisipasi dalam berbagai kegiatan kepanitiaan selama periode 2010/2011 dengan menjabat sebagai sekretaris divisi