BAB III RENUNGAN HARIAN UNTUK PEMBINAAN SPIRITUALITAS KATEKIS
Renungan atau doa renung merupakan salah satu bentuk doa yang ada dalam tradisi Gereja katolik. Sebagai orang yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
bidang kerohanian, tentu para calon katekis perlu memilik kemampuan untuk melaksanakan beberapa bentuk doa yang ada dalam tradisi umat katolik tersebut.
Selain itu, renungan atau doa renung juga dapat menjadi salah satu bentuk pembinaan semangat hidup atau spiritualitas bagi para calon katekis.
A. Renungan Harian
Renungan merupakan salah satu bentuk doa yang ada dalam tradisi umat katolik. Renungan atau doa renung dilaksanakan dengan cara meditasi atau refleksi
yang mengutamakan daya imajinasi, ingatan, pemahaman dan kehendak. Dalam renungan atau doa renung yang menjadi bahan utama untuk renungan atau berdoa
adalah teks Kitab Suci dan juga bacaan-bacaan rohani yang sesuai dengan tema yang ingin direnungkan.
1. Pengertian Doa
Doa berarti pernyataan iman manusia kepada Allah dengan mengangkat dan mengarahkan hati kepada-Nya. Dengan berdoa berarti manusia menyatakan bahwa
dirinya adalah anak Allah dan mengakui Allah sebagai Bapa, sehingga doa merupakan kata cinta seorang anak yang ditujukan kepada Bapanya. Ungkapan doa tidak harus
dengan banyak kata-kata serta waktu dan tempat tertentu KWI, 1996: 193-194.
45
Menurut Kompendium Katekismus Gereja Katolik KKGK 534: Doa berarti mengangkat hati dan budi menuju Allah, atau memohon hal-hal
baik kepada-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Doa selalu merupakan rahmat Allah yang datang untuk berjumpa dengan manusia. Doa Kristen ialah relasi
anak-anak Allah yang personal dan hidup dengan Bapa mereka yang mahabaik, dengan putra-Nya Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang tinggal dalam hati
mereka.
Dalam Tradisi dan kebiasaan yang ada dalam kehidupan umat kristiani, terdapat tiga bentuk untuk mengungkapkan dan menghayati doa, yaitu doa dengan
kata-kata atau doa lisan, doa renung atau meditasi dan doa batin atau kontemplatisi.
a. Doa Lisan atau Doa dengan Kata-kata
“Doa lisan merupakan unsur hakiki dalam kehidupan Kristen. Kristus mengajar murid-murid-Nya yang merasa tertarik pada doa batin dari Gurunya, satu doa lisan:
Bapa Kami”. Doa Bapa Kami menjadi salah satu bentuk doa lisan atau doa dengan kata-kata yang paling sempurna yang telah ada dalam Gereja katolik seperti yang telah
diajarkan oleh Yesus sendiri kepada para murid-Nya. Doa lisan atau doa dengan kata- kata menyatukan badan dengan kedalaman doa batin, namun yang paling penting
dalam berdoa adalah ungkapan doa harus selalu keluar dari iman personal seorang pendoa KGK 2700-2704.
b. Doa Renung atau Meditasi
Doa renung atau meditasi merupakan satu pencarian Roh untuk memahami alasan dan cara hidup kristiani sehingga dapat menjawab apa kehendak Tuhan.
Meditasi atau doa renung merupakan suatu refleksi mendalam yang diawali dengan membaca Sabda Allah dalam teks Kitab Suci atau bantuan buku-buku lain seperti teks
46
liturgis sesuai dengan hari yang bersangkutan, tulisan-tulisan dari bapa rohani, kepustakaan rohani dan lain sebagainya KGK 2705-
2708. “Meditasi meliputi pikiran, imajinasi, dan keinginan untuk memperdalam iman, pertobatan hati, dan memperkuat
kehendak kita untuk mengikuti Kristus. Meditasi adalah langkah pertama untuk menuju persatuan cinta dengan Allah
kita” KKGK 570.
c. Doa Batin atau Kontemplatif
Doa batin atau kontemplatif merupakan puncak doa, karena doa batin adalah doa seorang anak Allah yang berdosa dan telah diampuni. Kontemplatif ialah hanya
memandang Allah dalam keheningan dan cinta. Doa batin atau kontemplatif adalah rahmat dari Allah, dalam iman murni seorang berdoa untuk mencari Kristus dan
menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Bapa dan menempatkan diri orang tersebut dalam naungan tindakan Roh Kudus KGK 2709-2719.
2. Pengertian Renungan
Menurut Bernardus 2011: 16 renungan berarti buah pikiran yang disampaikan kepada orang lain untuk membantu mereka memikirkan suatu pokok pikiran tertentu
secara mendalam dan mempertimbangkannya secara tuntas. Biasanya renungan tentang pokok pikiran yang berkaitan dengan hidup rohani disampaikan pada
kesempatan retret, rekoleksi dan doa bersama. Berdasarkan uraian tersebut maka renungan merupakan hasil dari pemikiran
seseorang yang telah dipersiapkan atau dipikirkan sebelumnya dan hasil dari pemikiran tersebut diberikan atau disampaikan kepada orang lain agar orang lain yang
menerimanya juga memikirkan pokok pemikiran atau gagasan tersebut dengan
47
mendalam serta dihayati secara menyeluruh. Jika renungan atau hasil pokok pikiran berhubungan dengan hidup rohani atau keagamaan maka renungan tersebut biasanya
disampaikan pada retret, rekoleksi dan ibadat atau doa bersama lingkungan atau komunitas tertentu. Renungan juga dapat diartikan suatu refleksi yang dilaksanakan
atas ayat Kitab Suci tertentu, atau bacaan-bacaan rohani lainnya yang sesuai. Dalam kebiasaan doa yang ada dalam Gereja katolik terdapat juga doa renung atau renungan.
Doa renung atau renungan dilaksanakan dengan merefleksikan atau meditasi atas teks- teks Kitab Suci tertentu atau bacaan-bacaan rohani yang sesuai dengan tema yang
ingin direnungkan.
3. Tahapan Renungan
Menurut Mangunhardjana 1987: 9-13 ada beberapa tahapan dalam renungan, tahapan tersebut yakni persiapan renungan, pada waktu renungan yang meliputi
mengawali renungan, memasuki renungan, mengakhiri renungan dan tahapan berikutnya sesudah selesai renungan.
a. Persiapan Renungan
Sebelum melaksanakan renungan sebaiknya dilakukan persiapan terlebih dahulu agar renungan tersebut dapat berjalan dengan lancar, misalnya dari hari
sebelumnya atau setidaknya beberapa jam sebelumnya. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum renungan adalah menentukan bahan renungan dan mempelajari
isi dari bahan renungan tersebut. Bahan untuk renungan dapat diambil misalnya dari Kitab Suci, pengalaman hidup, buku ibadat harian, buku bacaan rohani atau dari buku-
48
buku inspiratif. Selain itu persiapan renungan perlu juga menentukan tempat, sikap dan waktu untuk melaksanakan renungan Mangunhardjana, 1987: 9.
b. Pada Waktu Renungan
1. Mengawali Renungan Sebelum memasuki renungan, perlu mencari tempat yang tenang dan tidak
terganggu sehingga ketika melaksanakan renungan kita merasa aman, mengambil sikap badan yang tenang dan rileks. Mengambil waktu sejenak untuk menenangkan
diri dan menghadirkan diri di hadapan Allah. Usahakan seluruh anggota tubuh tetap tenang dan rileks. Pada saat menghadirkan diri di hadapan Allah, kita menyerahkan
segala keprihatinan, perhatian, kesibukan, tugas dan pekerjaan serta semua hal yang menjadi beban dalam hidup kita. Mulai membaca secara perlahan bahan renungan
yang telah kita siapkan, misalnya teks Kitab Suci atau pengalaman hidup dan kemudian memohon rahmat yang dibutuhkan sesuai dengan apa yang direnungkan
Mangunhardjana, 1987: 9-10.
2. Memasuki Renungan Memulai renungan sesuai dengan metode atau cara yang telah ditentukan
dalam persiapan renungan. Dalam renungan perlu selalu “menjaga sikap hormat, mendengarkan, berhenti pada kata-kata, kalimat, gagasan, pemikiran, perasaan, atau
hal yang menarik perhatian, mengesankan, memikat hati, menyetuh, menimbulkan pertanyaan atau mengejutkan” kemudian kita mempertimbangkan hal-hal tersebut
dihadapan Allah dengan selalu menanggapinya secara jujur dari hati Mangunhardjana, 1987: 11.
49
3. Mengakhiri Renungan Renungan diakhiri dengan membuat dialog terhadap hal yang telah ditanggapi
dengan tokoh- tokoh yang disapa selama renungan, misalnya dengan “Allah, Tuhan
Yesus, Bunda Maria, para kudus, atau diri sendiri”. Selanjutnya kita menaggapi renungan dengan mengucapkan doa dari dorongan hati, seperti mengucap syukur atau
doa permohonan dan doa diakhiri dengan doa tradisional seperti, “
Kemuliaan, Bapa Kami, Jiwa Kristus, Salam Maria, Salam ya Ratu
, sesuai dengan isi renungan dan tokoh-
tokoh yang kita sapa dalam doa kita” Mangunhardjana, 1987: 11.
c. Sesudah Selesai Renungan
Setelah melaksanakan renungan, kita membuat evaluasi mengenai renungan yang sudah kita laksanakan. Bahan apa yang telah kita pilih untuk renungan teks KS,
pengalaman hidup dll, rahmat apa yang telah kita mohon, suasana selama melaksanakan renungan tenang, semangat, kacau dll, apakah ada gangguan selama
renungan dan apa yang menjadi gangguan. Dibagian renungan mana kita berhenti dan mengolahnya secara mendalam serta apa yang dirasakan selama mengolah bagian
tersebut, hal apa yang mengesankan bagi kita selama renungan, ke arah mana Allah mendorong kita dan bagaimana tanggapan kita terhadap dorongan tersebut. Bagaimana
waktu berjalan selama renungan, apakah lambat, cepat atau biasa saja Mangunhardjana, 1987: 11.
4. Metode-metode Renungan
Menurut Mangunhardjana 1987:14-53 ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk melaksanakan renungan.
50
a. Renungan dengan Kontemplasi
Renungan kontemplasi dilakukan dengan memilih salah satu teks Kitab Suci yang sesuai untuk kontemplasi kemudian membaca pokok-pokoknya, membayangkan
diri kita berada di tempat tersebut dan memohon rahmat yang kita inginkan dan butuhkan Mangunhardjana, 1987: 14-16.
b. Renungan Tertulis tentang Kitab Suci
Renungan tertulis tentang Kitab Suci dilaksanakan dengan pilih teks Kitab Suci yang mau direnungkan, membaca berlahan-lahan tiga sampai empat kali, merumuskan
secara tertulis dengan ringkas peristiwa atau ajaran yang terkandung dalam teks Kitab Suci, apa inti dari peristiwa atau ajaran tersebut dan memusatkan tulisan pada orang,
kata-kata, kejadian, pemikiran atau gagasan yang ada dalam teks Kitab Suci, dan menghubungkan hasil pemusatan perhatian itu pada diri sendiri Mangunhardjana,
1987: 26-28.
c. Renungan dengan Menggunakan Tiga Daya Jiwa Ingatan, Budi dan Kehendak
Proses renungan ini diawali dengan membaca dan meringkas bahan renungan, misalnya teks Kiab Suci, masalah hidup, atau pengalaman hidup, membayangkan
tempat di mana peristiwa seperti diuraikan dalam teks Kitab Suci, masalah atau pengalaman hidup itu terjadi dan kita hadir di sana, mengingat-ingat segala sesuatu
yang berhubungan dengan bahan doa, sampai sekecil-kecilnya dan lengkap: orang, peristiwa, hal, serta lain-lain, memikirkan dan merenungkan hal-hal yang sudah
diingat-ingat itu menimbang-nimbang, dan menarik kesimpulan darinya untuk kita sendiri dan melibatkan hati untuk ikut serta terdorong merasakan hal-hal yang sudah
51
diingat-ingat dan dipertimbangkan itu. Kemudian kita menentukan sikap dan mengambil kesimpulan atau keputusanMangunhardjana, 1987: 29-30.
d. Renungan dengan Fantasi
Renungan fantasi dilaksanakan dalam keheningan batin yang mendalam menghadirkan suatu peristiwa kemudian kita hadir dalam peristiwa tersebut, masuk
dalam peristiwa itu, dan mengalami kembali secara lahiriah, inderawi, batiniah serta seluruh diri kita Mangunhardjana, 1987: 50-52.
e. Renungan Tertulis tentang Pengalaman Pribadi
Renungan ini dimulai dengan memilih salah satu pengalaman pribadi yang mau direnungkan, menguraikan secara tertulis dengan lengkap dan teliti, mengenai
pengalaman itu, pusatkan perhatian pada bagian-bagian dari pengalaman itu, jalan dan tahap-tahap pengalaman itu, orang-orang yang ada dalam pengalaman itu, perasaan-
perasaan kita dan sehubungan dengan peristiwa itu, Allah mau kita sebut apa: Bapa, Penyelamat, Penyelenggara Mangunhardjana, 1987: 53-54.
B. Pembinaan bagi Katekis