I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Berkembangnya perekonomian dan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan permintaan terhadap pelayanan jasa transportasi juga semakin
meningkat tajam, sehingga diikuti oleh peningkatan penawaran yaitu semakin berkembang pesatnya penyediaan jasa pelayanan transportasi melalui diversifikasi
sarana transportasi yang menyangkut jenis kendaraan yang digunakan mode of transportation seperti : kereta api, bus, pesawat udara, kapal laut,
angkutan kota, angkutan desa, kendaraan pribadi, sepeda motor dan lain-lain. Tabel 1 menunjukkan perkembangan penduduk yang diikuti oleh perkembangan
jumlah kendaraan bermotor yang semakin besar, pada tahun 2007 rasio jumlah kendaraan bermotor terhadap jumlah penduduk sebesar 18,56 dan jumlah
tersebut meningkat terus dari tahun ke tahun sehingga pada tahun 2011 menjadi sebesar 35,52 menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika BPS.
Kondisi ini menunjukkan bahwa laju perkembangan jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun semakin tinggi.
Tabel 1. Perkembangan penduduk dan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia 2007-2011
Tahun Jumlah penduduk
Jiwa Jumlah Kendaraan
Bermotor Satuan Rasio Kendaraan
terhadap penduduk 2007
234.693.997 43.313.052
18,56 2008
225.000.000 61.685.063
27,41 2009
231.000.000 67.336.644
29,15 2010
237.000.000 76.907.127
32,45 2011
241.000.000 85.601.351
35,52
Sumber : Badan Pusat Statistika BPS dan Kapolri 2011. Tingginya perkembangan pelayanan jasa transportasi yang tidak diikuti
oleh perkembangan sarana prasarana jalan akan memunculkan dampak negatif berupa kemacetan. Oleh karena itu, diperlukan manajemen permintaan
transportasi sebagai turunan dari sistem manajemen transportasi berupa strategi
yang merupakan suatu seni untuk mengubah perilaku perjalanan travel behavior dalam rangka mengurangi masalah transportasi Guiliano, 1992. Dalam rangka
mengubah perilaku perjalanan apabila dilakukan hanya dengan himbauan saja tidak akan efektif, harus melalui peraturan yang tegas berupa insentif dan
disinsentif dari pemerintah. Manajemen permintaan transportasi awalnya muncul pada tahun 1970-an
khususnya di Amerika Serikat sebagai respons terhadap krisis energi akibat embargo minyak dari negara OPEC pada tahun 1973 yang diharapkan dapat
menjadi tumpuan pemecahan kemacetan lalu lintas disamping juga dimaksudkan untuk memberi perhatian terhadap kualitas udara yang buruk di perkotaan akibat
dari pencemaran kendaraan bermotor Ferguson, 1990. Dalam melaksanakan manajemen permintaan transportasi perlu didukung peraturan-peraturan sehingga
strategi untuk mengubah perilaku transportasi bisa berhasil. misalnya untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi perlu dilakukan penggunaan pajak
kendaraan pribadi dan tarif parkir yang tinggi pada pengguna kendaraan pribadi. karena pemakaian kendaraan pribadi yang berlebihan merupakan salah satu
sumber terjadinya kemacetan. Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pada penggunaan jasa transportasi massal perlu dilakukan pemberian
subsidi pada perusahaan jasa pelayanan transportasi massal tersebut, begitu juga untuk mengarahkan pada berkembangnya sarana transportasi yang berbahan bakar
ramah lingkungan dan penggunaan bahan bakar non fosil juga perlu mendapat subsidi dari pemerintah supaya pelayanan jasa transportasi di Indonesia
berkelanjutan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Kereta api merupakan salah satu jenis transportasi massal yang cukup
efisien dan efektif, karena mampu mengangkut penumpang dalam jumlah yang relatif besar, mempunyai jalur tersendiri sehingga tidak mengenal macet serta
menggunakan bahan bakar non fosil yang ramah lingkungan. Jepang, Cina, Korea Selatan merupakan negara yang mengandalkan jasa transportasi kereta api sebagai
transportasi massal penghubung antar kota yang efisien dan efektif. penggunaan jasa transportasi kereta api perlu dikembangkan dan mendapat perhatian khusus
dari pemerintah, karena diharapkan jasa transportasi kereta api akan dapat menjadi pilihan utama bagi pengguna jasa transportasi darat di Indonesia.
Untuk bisa menjadi pilihan utama dalam jasa layanan transportasi maka jasa layanan transportasi kereta api harus mampu memberikan kepuasan yang
maksimun terhadap penggunanya. Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif ke
puasan konsumen merupakan kunci dalam menciptakan loyalitas konsumen. Layanan jasa transportasi kereta api yang mampu memberikan kepuasan terhadap
penggunanya maka pengguna dari kendaraan pribadi dan kendaraan lain akan beralih ke jasa transportasi kereta api dan hal ini akan berkontribusi pada
pengurangan kemacetan. Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis merupakan kota yang
mempunyai tingkat mobilitas tertinggi terhadap pergerakan penduduknya. Tingginya kepadatan penduduk dan mahalnya nilai lahan di Jakarta maka kota
Jakarta sebagai inti sangat tergantung dari wilayah penyangga yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Jabodetabek dalam kegiatan perekonomiannya.
Mobilitas penduduk dari wilayah penyangga ke inti dan sebaliknya sangat dibutuhkan adanya pelayanan jasa transportasi yang efisien dan efektif dan jenis
layanan transportasi Kereta Api Listrik KRL Commuter Line merupakan transportasi yang tepat. KRL Commuter Line
merupakan salah satu jenis transportasi yang sangat diminati masyarakat di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
KRL Commuter Line Jabodetabek melayani 3 tiga jenis kelas terdiri dari kelas ekonomi, ekonomi AC dan ekspress AC. Sebagaimana tersaji pada Gambar 1
penumpang KRL Commuter Line di wilayah Jabodetabek jumlahnya relatif besar dibanding wilayah non Jabotabek dan secara umum menunjukkan trend yang
meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah penumpang KRL Commmuter Line pada tahun 2006 sekitar 104 425
ribu orang atau sebesar 66,90 persen dari jumlah penumpang kerata api di Jawa dan di tahun 2007 meningkat menjadi sekitar 118 095 000 orang, lalu di tahun
2008 meningkat cukup tinggi sekitar 125 451 000 orang dan tahun 2009 terus mengalami peningkatan sebesar 130 508 000 orang. Namun pada tahun 2010
sedikit mengalami penurunan menjadi sebesar 124 308 000 orang serta pada tahun 2011 juga mengalami penurunan menjadi sekitar 121 105 juta orang dan
meningkat kembali pada tahun 2012 menjadi sebesar 134 088 juta orang.
Ju m
lah Pe
nu m
pan g
160000 140000
120000 100000
80000 60000
KRL Jabodetabek KRL Non Jabodetabek
40000 20000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 1. Grafik peningkatan jumlah penumpang KRL Jabodetabek dan KRL
Non Jabodetabek Dalam Ribu Orang
Sumber : BPS diolah PT KAI dan PT KAI Commuter Jabodetabek, 2012 Jumlah penumpang KRL Jabodetabek ini ternyata jauh tertinggal bila
dibandingkan dengan negara lain. Sebagaimana tersaji pada Tabel 2, panjang KRL Jabodetabek 150 km dengan 67 stasiun baru mampu mengangkut rata-rata
sebanyak 400 ribu penumpang per hari, sementara di Berlin dengan panjang perlintasan 147 km dengan jumlah stasiun 195 bisa mengangkut sebanyak 1,4
juta penumpang per hari, di Osaka panjang perlintasan 138 km dengan jumlah stasium 133 bisa mengangkut sejumlah 2,3 juta penumpang, sementara itu, di
Saint Petersburg panjang lintasan 110 km dengan 64 stasiun bisa mengangkut 2,3 juta penumpang, Singapura panjang lintasan 130 km dengan 87 stasiun mampu
mengangkut 1,8 juta penumpang per hari. Salah satu penyebabnya adalah jarak waktu kedatangan antar rangkaian kereta api head way yang lama karena
banyaknya perlintasan sebidang untuk perlintasan di Jabotabek
Tabel 2. Perbandingan Jumlah Penumpang KRL Commuter Line dengan
kereta di beberapa Negara Maju Negara
Panjang Perlintasan KM Jumlah Stasiun
Jumlah rata-rata Penumpang hari Indonesia KRL Commuter Line
150 67
400.000 Berlin Jerman
147 195
1.400.000 Osaka Jepang
138 133
2.300.000 Saint Petersburg USSR Russian
110 64
2.300.000 Singapura
130 87
1.800.000
Sumber : PT KAI 2012
Dalam upaya untuk mengejar ketertinggalannya dengan negara lain sebagai penyedia jasa transportasi massal yang tingkat dunia serta dalam upaya
meningkatkan penerimaannya PT KAI mentargetkan pada tahun 2018 jumlah penumpang KRL Jabotabek sebesar 1,5 juta penumpang per hari. Salah satu
strategi yang ditempuh selain membenahi infrastruktur adalah membenahi managemen perjalanan dengan menggabungkan perjalanan kelas ekpress AC yang
semula hanya berhenti pada stasiun-stasiun tertentu dan beroperasi pada jam-jam tertentu dengan kelas ekonomi AC yang berhenti di semua stasiun kereta api,
sedang pada kelas ekonomi secara perlahan akan dihapuskan. Dengan demikian KRL Jabodetabek menerapkan sistem baru yang disebut dengan Commuter Line
Single Operation yang beroperasi secara terus menerus dan berhenti pada semua stasiun kereta api yang mulai beroperasi terhitung sejak 2 Juli 2011. Dalam
pengoperasian KRL Commuter Line Single Operation diharapkan semua masyarakat bisa mengakses pelayanan jasa transportasi massal tersebut serta
mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Untuk dapat menjadikan KRL Commuter Line Single Operation sebagai
transportasi utama Jabodetabek maka faktor pelayanan harus mendapatkan perhatian. Mempertahankan loyalitas pengguna dan meningkatkan kualitas
pelayanan harus terus menerus dilakukan agar bisa memberikan kepuasan yang maksimum kepada pelanggan. PT KAI sebagai salah satu perusahaan yang
bergerak dalam bidang penyelenggarakan pelayanan jasa transportasi dituntut untuk terus berbenah dalam upaya meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat
supaya menghasilkan kepuasan yang maksimal terhadap pengguna jasa atau pelanggannya. Dalam industri jasa, kualitas layanan memainkan peranan penting
dalam memberi nilai tambah terhadap pengalaman layanan secara keseluruhan. Seorang pelanggan akan mengevaluasi kualitas layanan berdasarkan persepsi
mereka. Di balik fungsi strategis KRL sebagai jenis layanan transportasi yang
banyak diminati masyarakat, masih banyak kelemahan dari pelayanan KRL diantaranya adalah: 1 Jumlah penumpang yang selalu melebihi kapasitas
sehingga masih jauh untuk terciptanya rasa nyaman; 2 Seringnya terjadi hambataan baik yang disebabkan karena gangguan sarana prasarana maupun
masalah teknis sehingga jadwal keberangkatan dan tiba menjadi sering tidak sesuai sehingga masih belum bisa memberikan jasa pelayanan yang tepat waktu;
3 Sering ditemuinya kecelakaan kereta api baik yang disebabkan oleh human error maupun kesalahan teknis sehingga juga belum bisa memberikan jasa
pelayanan yang aman. Keluhan, hujatan dan kritik-kritik pedas masih sering terlontar dari masyarakat sebagai pengguna jasa transportasi KRL, karena merasa
dikecewakan oleh pelayanan KAI yang masih jauh dari harapan masyarakat. Masyarakat mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap pelayanan jasa KRL
yang lebih baik, karena mereka yakin transportasi jenis ini merupakan transportasi yang paling tepat mereka pilih karena relatif lebih efektif dan efisien dibanding
transportasi jenis lain.
1.2. Perumusan Masalah