Teknik Evaluasi Mutu Biologis Protein

7 Tabel 5. Susunan asam amino pola FAO Asam amino Kadar mg g protein Histidin 19 Isoleusin 28 Leusin 66 Lisin 58 Metionin + Sistein 25 Fenilalanin + Tirosin 63 Treonin 34 Triptofan 11 Valin 35 Sumber: FAO WHO 1990. Suatu cara penilaian untuk mengetahui availabilitas protein dalam tubuh ini disebut Teknik Evaluasi Protein. Secara garis besar, metode evaluasi mutu gizi protein digolongkan menjadi dua macam. Kedua metode tersebut yaitu metode secara in vitro secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis dan metode secara in vivo secara biologis menggunakan hewan percobaan secara utuh, termasuk manusia Muchtadi, 2010. Teknik evaluasi yang mendekati pada keadaan yang sebenarnya dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan percobaan, yang pada penelitian ini menggunakan tikus putih. Metode yang digunakan tentu harus dapat mengevaluasi kemampuan metabolisme suatu protein sebagaimana fungsinya, yaitu dapat meningkatkan sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh. Beberapa parameter yang digunakan dalam evaluasi mutu biologis protein antara lain: Protein Efficiency Ratio PER, Net Protein Ratio NPR, True Digestibility TD, Biological Value BV, dan Net Protein Utilization NPU.

2.7 Tikus Percobaan

Tikus putih Rattus norvegicus merupakan spesies mamalia pertama yang didomestikasi untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Tikus putih merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan percobaan karena mempunyai kemampuan adaptasi yang baik dan cenderung tahan terhadap perlakuan berbagai macam penelitian. Selain itu, tikus putih juga mempunyai kesamaan secara fisiologi dengan manusia. Taksonomi tikus putih adalah sebagai berikut:  kingdom : Animalia  famili : Muridae  sub famili : Murinae  ordo : Rodentia  sub ordo : Myomorpha  genus : Rattus  spesies : Rattus norvegicus Lane dan Petter, 1976. Terdapat lima galur tikus putih, yaitu: Sprague Dawley, Wistar, Sherman, Osborne-Mendel, dan Long Evans. Dalam penelitian ini digunakan tikus putih galur Sprague Dawley berjenis kelamin jantan, dengan perlakuan ransum berkadar protein 10 mengacu pada standar AOAC. Pemilihan 8 hewan jantan diduga karena terdapat perbedaan hormon, sehingga hewan jantan mempunyai pertambahan bobot badan lebih cepat daripada hewan jantan yang dikebiri atau betina Parakkasi, 1988 diacu dalam Yudi dan Parakkasi, 2005. Perbedaan hormon antar jenis kelamin berpengaruh terhadap emosional atau nafsu makan tikus percobaan. Emosional hewan betina cenderung tidak stabil. Menurut Muchtadi 2010, keuntungan menggunakan tikus percobaan adalah biaya relatif murah, mudah dikontrol, tidak mampu memuntahkan isi perutnya karena tidak memiliki kantung empedu, dan tidak berhenti tumbuh, namun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur 100 hari. Secara garis besar, fungsi dan bentuk organ, proses biokimia dan proses biofisik antara tikus dan manusia memilki banyak kemiripan. Tikus percobaan juga merupakan sarana yang baik untuk memanipulasi keadaan perlakuan yang tidak mungkin diterapkan pada manusia. Oleh karena itu, cukup menggunakan tikus putih sebagai hewan model untuk percobaan.