Protein Efficiency Ratio PER dan Net Protein Ratio NPR

21 Muctadi, 2010. Pada penentuan parameter NPR diperlukan data penurunan berat badan yang dihitung sebagai rata-rata dari grup tikus yang menerima ransum non-protein. NPR dihitung untuk tiap ekor tikus, dan nilainya dirata-ratakan untuk tiap grup. Rataan penurunan berat badan grup non- protein pada penelitian ini sebesar 9.4 g. Gambar 6 menjelaskan perbandingan nilai NPR Lampiran 9. Gambar 6. Perbandingan nilai NPR Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata p0.01 dengan uji jarak Duncan. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 10 menunjukkan bahwa NPR kelompok kasein tidak berbeda nyata dengan NPR kelompok daging sapi p0.01 dengan uji jarak Duncan, dan NPR kelompok isolat protein kedelai tidak berbeda nyata dengan NPR kelompok FSB p0.01 dengan uji jarak Duncan. Salah satu hal yang menarik untuk dibahas, yaitu nilai NPR kelompok FSB. Nilai NPR kelompok ransum FSB 3.63 yang tidak berbeda nyata dengan nilai NPR kelompok ransum isolat protein kedelai 3.71 berarti bahwa ketersediaan protein pada FSB itu cukup baik untuk pemeliharaan tubuh. Hal tersebut pada kenyataannya dapat ditunjukkan dengan kondisi fisik kelompok tikus tersebut yang sehat, dengan aktivitas bergerak lincah. Jadi, jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR pada kelompok ransum FSB dapat dikatakan bahwa ketersediaan protein pada FSB cukup baik untuk pemeliharaan tubuh agar tetap sehat, tetapi tidak sampai menimbulkan pertambahan berat badan. Dengan demikian, FSB ini cocok bagi orang yang sedang menjalankan „program diet‟ istilah orang awam yang ingin tetap sehat tetapi tidak mengakibatkan bertambah berat badan. 4.5 True Digestibility TD, Biological Value BV, dan Net Protein Utilization NPU Nilai True Digestibility TD, Biological Value BV, dan Net Protein Utilization NPU diperoleh dengan cara mengoleksi volume urin, dan berat feses yang telah dikeringkan dari masing- masing kelompok tikus percobaan Lampiran 11. Daya cerna protein adalah jumlah fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Tidak semua protein dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. 2 4 6 4.85 b 5.13 b 3.71 a 3.63 a NPR Net Protein Ratio Casein Beef Soy Protein Isolate Fruit Soy Bar 22 Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam amino secara biologis. Daya cerna ini berarti kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim protease Muchtadi, 2010. Gambar 7 menjelaskan perbandingan nilai daya cerna protein pada percobaan ini. Gambar 7. Perbandingan nilai daya cerna protein Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata p0.01 dengan uji jarak Duncan. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 12 menunjukkan bahwa TD kelompok ransum kasein tidak berbeda nyata dengan TD kelompok ransum daging sapi dan TD kelompok ransum isolat protein kedelai p0.01 dengan uji jarak Duncan. Ketiga nilai TD-nya bernilai lebih dari 90. Hal ini berarti lebih dari 90 protein pada masing-masing sampel dapat dicerna oleh tubuh. Sementara itu, TD kelompok ransum FSB 52.73 berbeda sangat nyata dengan TD kelompok lainnya 90 p0.01 dengan uji jarak Duncan. Secara verbal, angka 52.73 menunjukkan proporsi protein yang dapat dicerna oleh tubuh, atau tidak terbuang bersama feses. Nilai biologis BV untuk menentukan jumlah berat nitrogen tubuh yang terbentuk dari setiap 100 bagian nitrogen yang telah diserap dari suatu makanan yang diperiksa. Nilai biologis dapat didefinisikan sebagai presentase protein terabsorpsi yang diubah menjadi protein tubuh. Semakin banyak protein yang ditahan di dalam tubuh semakin tinggi nilai biologisnya. Sejumlah protein yang telah dicerna dan diserap oleh usus tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh tubuh sehingga daya cerna tinggi tidak menjamin nilai biologis akan tinggi pula. Gambar 8 menjelaskan perbandingan nilai BV pada percobaan ini. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 12 menunjukkan bahwa BV kelompok ransum kasein tidak berbeda nyata dengan BV kelompok ransum daging sapi dan BV kelompok ransum isolat protein kedelai p0.01 dengan uji jarak Duncan. Sementara itu, BV kelompok ransum daging sapi tidak berbeda nyata dengan BV kelompok ransum FSB p0.01 dengan uji jarak Duncan. Secara verbal, nilai BV kelompok ransum FSB sebesar 76.71 memiliki arti sejumlah 76.71 nitrogen terabsorpsi oleh tubuh atau tidak terbuang bersama urin. Suatu makanan dengan nilai BV lebih dari 65 itu dapat dikatakan baik. Semakin besar nilai BV, maka semakin kecil jumlah protein yang diubah menjadi urea melalui proses deaminasi. Seandainya urea berlebihan dalam darah, harus dibuang melalui ginjal dalam bentuk urin. Hal ini 20 40 60 80 100 93.26 b 94.22 b 91.45 b 52.73 a Pro te in Dig estib il ity True Digestibility Casein Beef Soy Protein Isolate Fruit Soy Bar 23 mengakibatkan makin keras kerja ginjal untuk membuang urea tersebut dan membahayakan kesehatan Muchtadi, 2010. Gambar 8. Perbandingan nilai BV Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata p0.01 dengan uji jarak Duncan. Net Protein Utilization adalah cara lain yang digunakan untuk mengukur kualitas protein, yang memperhitungkan juga kecernaan protein. NPU adalah persentase protein dalam susunan makanan yang diubah menjadi protein tubuh. Menurut Hawab 2002, asam amino yang masuk ke dalam sel akan dirakit kembali menjadi makromolekul protein sesuai dengan yang dibutuhkan sel. Gambar 9 menjelaskan perbandingan nilai NPU dalam percobaan ini. Gambar 9. Perbandingan nilai NPU Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata p0.01 dengan uji jarak Duncan. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 12 menunjukkan bahwa NPU kelompok ransum kasein 84.30 tidak berbeda nyata dengan NPU kelompok ransum daging sapi 78.81 dan NPU 20 40 60 80 100 90.36 b 83.63 ab 86.30 b 76.71 a BV Biological Value Casein Beef Soy Protein Isolate Fruit Soy Bar 20 40 60 80 100 84.30 b 78.81 b 78.93 b 40.64 a NP U Net Protein Utilization Casein Beef Soy Protein Isolate Fruit Soy Bar 24 kelompok ransum isolat protein kedelai 78.93 p0.01 dengan uji jarak Duncan. Sementara itu, NPU kelompok ransum FSB 40.64 berbeda sangat nyata dengan NPU kelompok lainnya 75 p0.01 dengan uji jarak Duncan. Secara verbal, angka 40.64 pada NPU kelompok ransum FSB menunjukkan sebanyak 40.64 nitrogen dikonsumsi dari susunan makanan yang dapat tertahan dalam tubuh, atau tidak terbuang bersama feses dan urin. Kecilnya nilai NPU kelompok ransum FSB disebabkan oleh daya cerna terhadap protein FSB kecil, dimana nilai NPU sendiri merupakan perkalian dari nilai TD dengan nilai BV. Secara umum nilai gizi protein kelompok tikus FSB berbeda nyata dengan nilai gizi protein kelompok-kelompok lainnya. Hal ini wajar terjadi karena kandungan serat FSB sangat tinggi 11.97 pada sampel. Ketika penyusunan ransum pun tidak ditambahkan serat dari luar CMC, bahkan melebihi kadar serat yang direkomendasikan AOAC yang hanya sebesar 1 dalam ransum. Kandungan serat diduga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap aktivitas enzim protease. Penurunan aktivitas enzim protease tersebut diduga disebabkan adanya pengikatan interaksi oleh serat pangan Muchtadi 2001. Hal ini sejalan dengan penelitian Syarief et al 2000 tentang evaluasi mutu gizi produk ekstrusi dari bekatul yang menyatakan bahwa semakin bertambah proporsi serat kasar pada produk tersebut, akan semakin terhambat pencernaan protein di dalam tubuh. Akibat tingginya serat FSB adalah semakin singkat waktu transit makanan di dalam usus, lalu terbuang bersama feses sehingga jumlah nitrogen feses kelompok ini menempati posisi paling tinggi dibandingkan dengan jumlah nitrogen feses kelompok lainnya Lampiran 11. Selain akibat dari tingginya kandungan serat FSB, hal ini diduga karena reaksi Maillard yang terjadi saat pengolahan FSB. Muchtadi 2010 menjelaskan bahwa reaksi antara protein dengan gula- gula pereduksi, yang disebut reaksi Maillard, merupakan sumber utama menurunnya nilai gizi protein pangan selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, reaksi ini biasanya berlangsung antara gula pereduksi dengan grup amino asam-asam amino atau protein terutama grup epsilon-amino lisin dan grup alfa-amino asam amino N-terminal. Muchtadi 2010 menjelaskan bahwa secara umum akan terjadi penurunan ketersediaan asam amino secara biologis, termasuk leusin, suatu asam amino yang mempunyai sisi rantai yang inert secara kimia. Hal ini terjadi akibat terbentuknya suatu ikatan silang cross-linkage antara bermacam- macam amino, yang tahan terhadap serangan enzim protease. Ikatan silang tersebut akan mengurangi kecepatan pencernaan protein, yang mungkin dengan cara mencegah penetrasi enzim atau dengan cara menutupi sisi yang dapat diserang oleh enzim protease.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setiap kelompok tikus percobaan memiliki profil perkembangan berat badan masing-masing. Profil perkembangan berat badan kelompok FSB relatif mendatar. Secara keseluruhan, mutu biologis protein FSB berbeda sangat nyata dengan nilai gizi protein kelompok-kelompok lainnya p0.01 dengan uji jarak Duncan. Kelompok FSB bernilai FCE -3.64, PER -0.36, NPR 3.63, BV 76.71, TD 52.73, dan NPU 40.64. FSB ini cocok sebagai snack bagi orang yang sedang menjalankan „program diet‟ istilah orang awam yang ingin tetap sehat tetapi tidak mengakibatkan bertambah berat badan. Ketersediaan protein pada FSB cukup baik untuk pemeliharaan tubuh, tetapi tidak sampai menimbulkan pertambahan berat badan. Nilai gizi protein kelompok FSB memang tidak sebagus nilai gizi protein kelompok lainnya, karena kaya serat dan diduga terjadi reaksi Maillard saat pengolahan FSB. Kandungan serat diduga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap aktivitas enzim protease. Penurunan aktivitas enzim protease tersebut diduga disebabkan adanya pengikatan interaksi oleh serat pangan. Reaksi Maillard mengakibatkan terbentuknya suatu ikatan silang cross-linkage antara bermacam-macam amino sehingga mengurangi kecepatan pencernaan protein, dengan cara mencegah penetrasi enzim atau dengan cara menutupi sisi yang dapat diserang oleh enzim protease. Meskipun demikian, nilai biologis FSB dapat dikatakan baik 65. Semakin tinggi nilai biologis, semakin ringan kerja ginjal untuk membuang urea berasal dari protein melalui proses deaminasi dalam bentuk urin.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan sampel pembanding berupa produk olahan yang siap makan, atau snack lain yang beredar secara massal di masyarakat, atau produk komersial pesaing yang serupa. Selain itu, melakukan analisis asam amino dan menentukan skor asam amino dari masing-masing sampel. DAFTAR PUSTAKA Aberle, E.D., J.C. Forrest, H.B. Hendric, M.D. Judge and R.A. Merkel. 2001. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. Adiningsih, S. 2005. Indonesian Nutritional Pattern Contributing to an Increased Obesity Pravelence in Indonesia. Makalah disajikan dalam Fourth Basic Molecular Biology Course in Patophysiology of Obesity, Perhimpunan Patologi Indonesia Cabang Malang, FK-UNIBRAW Malang, 17-18 Sepetember. http:www.elib.ub.ac.id diakses 14 Juni 2011. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analysis Chemist. Published by The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington. Virginia, USA. Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Penebar Swadaya. Jakarta. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3932:2008. Mutu karkas dan daging sapi. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit UI, Jakarta. Damodaran, S. 1996. Amino Acids, Peptides, and Proteins. Di dalam: O.R. Fennema ed. Food Chemistry 3 rd Edition. New York: Marcel Dekker Inc. FAOWHO. 1990. Report of the Joint FAOWHO Expert Consultation on Protein Quality Evaluation. FAO, Rome, Italy. Grosvenor, M.B. dan L.A. Smolin. 2002. Nutrition from Science to Life. Harcourt College Publishers, USA. Harrison. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. EGC; Jakarta. Hawab, H.M. 2002. Pembebasan asam amino dari protein berkeratin tinggi secara in vitro. Jurnal Ilmu-Ilmu Kimia, vol. II, no.2. Iping, S. 2004. Cara Mutakhir untuk Langsing dan Sehat Metode Makan Kualitatif. Puspa Swara, anggota IKAPI, Jakarta. Ishihara, K., Fukuchi Y., Mizunoya W., Mita Y., Fukuya Y., Fushiki T., dan Yasumoto K. 2003. Amino acid composition of soybean increased postprandial carbohydrate oxidation in diabetic mice. J. Biosci. 67: 2505-2511. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Obesitas dan Kurang Aktivitas Fisik Menyumbang 30 Kanker. http:www.depkes.go.id index.phpberitapress-release137 diakses 7 Agustus 2011. Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu. Penebar Swadaya, Jakarta.