Letak Geografis dan Administrasi Operasi Penangkapan Ikan Kembung dengan Pukat Cincin

4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Administrasi

Kabupaten Asahan merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Asahan berada pada 2 o 03 ’ 00’’ – 3 o 26’ 00’’ LU, 99 o 01’ 00’’ – 100 o 00’ 00’’ BT. Letak Kabupaten Asahan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu dan Toba Samosir, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun dan di sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka. Luas Kabupaten Asahan adalah 4.624,41 km 2 atau 462.441 Ha. Kabupaten Asahan terdiri dari 20 kecamatan, 34 kelurahan serta 237 desa. Wilayah kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Bandar Pulau dengan luas sekitar 735 km 2 15,89. Luas wilayah kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Kisaran Barat yaitu 32.96 km 2 0,7. Dari 20 kecamatan tersebut hanya 8 kecamatan yang memiliki garis pantai, yaitu : Sei Kepayang, Tanjung Balai, Air Joman, Tanjung Tiram, Talawi, Lima Puluh, Sei Suka, dan Medang Deras. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Asahan tahun 2003, jumlah desa pantai dari 9 kecamatan tersebut adalah 36 desa, dengan jumlah desa pantai terbanyak terdapat di Kecamatan Sungai Kepayang berjumlah 9 desa 25 , Tanjung Tiram 7 desa pantai 19,4 dan Kecamatan Tanjung Balai 6 desa 16,7. 4.2 Kondisi Oseanografis 4.2.1 Batimetri Secara umum perairan Pantai Timur Sumatera Utara merupakan perairan yang dangkal dengan lereng dasar perairan yang landai. Hal ini terjadi karena perairan pantai Timur ini merupakan daerah pengendapan yang terjadi akibat pasokan sedimen dari muara sungai dan pergerakan sedimen sepanjang pantai. Pantai yang terdapat di Kabupaten Asahan kurang berlekuk-lekuk dan garis pantainya jauh le bih panjang jika dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara sekitar 118 km. Sepanjang pantai terdapat pelumpuran dengan ketebalan yang bervariasi antara 1 km sampai 3 km dari garis pantai. Kelandaian dasar perairan untuk kontur kedalaman 5 m, 10 m sangat bervariasi dan tidak mengikuti pola garis pantai. Garis pantai pada kedalaman 20 m mempunyai pola yang mengikuti garis pantai pada jarak 10 - 14 km dari garis pantai pada hampir semua pantai kecuali di bagian ujung Barat Laut. Pada bagian ini kontur kedalaman 20 m berlekuk-lekuk tidak mengikuti pola garis pantai. Selain itu ke arah laut terdapat lagi perairan yang dangkal dengan kedalaman 5 - 10 m. Lebih jelas disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Peta batimetri perairan Kabupaten Asahan

4.2.2 Pasang surut

Pasang surut merupakan fenomena alam yang terlihat berupa naik turunnya muka paras laut secara periodik. Pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari terhadap bumi. Pasang surut di perairan Kabupaten Asahan dipengaruhi oleh perambatan pasang surut semi-harian yang berasal dari Laut Andaman yang bergerak dari arah Barat menuju Tenggara. Ramalan pasang surut Tahun 2002 yang diterbitkan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL hanya terdapat pada dua lokasi yang terletak di Kabupaten Asahan yakni Kuala Tanjung 03 o 04’ 00” LU dan 99 o 05’ 00” BT dan Bagan AsahanMuara Sungai Asahan 03 o 01’ 00” LU dan 99 o 01’ 00” BT. Tipe pasang surut pada kedua lokasi tersebut adalah tipe semi-harian ganda. Kisaran pasang surut di Kuala Tanjung berkisar antara 0,9 m saat pasang perbani sampai 2,8 m saat pasang purnama. Di Bagan Asahan Muara Sungai Asahan pasang surutnya berkisar antara 1,1 m saat pasang perbani sampai 3,9 m saat pasang purnama.

4.2.3 Arus permukaan

Sirkulasi arus permukaan di perairan Kabupaten Asahan dipengaruhi oleh sirkulasi arus permukaan di Selat Malaka. Pergerakan arus permukaan Selat Malaka tidak dipengaruhi oleh arah tiupan angin tetapi secara umum selalu bergerak ke arah Barat Laut menuju Laut Andaman dengan kecepatan 2 - 8 cmdetik dan mencapai kecepatan tertinggi yakni 34 cmdetik pada bulan November. Arus yang mengalir ke Tenggara terjadi pada bulan Februari mencapai 34 cmdetik Wyrtki 1961. Menurut Khan 2004 kecepatan arus permukaan di Pulau Pandan Kabupaten Asahan berkisar antara 8 - 12 cmdetik. Selain arus permukaan yang mengikuti pola sirkulasi regional, massa air juga dapat mengalir karena adanya fenomena pasang surut dan geraka n ini disebut arus pasang surut. Hasil pengamatan lapangan oleh Dinas Perikanan 1999 di perairan Bagan Asahan menemukan arus pasang surut dengan kecepatan sekitar 60 - 70 cmdetik ke arah Timur Laut meninggalkan muara sungai saat air surut. Arus pasang surut ini mengalir ke arah Barat Daya ke hulu sungai saat air pasang kecepatannya berkisar 40 - 50 cmdetik. Sebagai pelengkap disajikan peta arus permukaan laut berdasarkan hasil pengukuran in-situ tahun 1900-1993 dari Japan Oceanographic Data Center JODC yang didapat dari website http:www.petalaut.infobcs.com pada Lampiran 1.

4.2.4 Suhu permukaan laut

Suhu permukaan laut di daerah tropis umumnya tinggi, akan tetapi variasi musiman dan tahunannya kecil, karena variasi intensitas penyinaran matahari tidak besar. SPL di Selat Malaka bervariasi antara 27,50 o C – 29,00 o C Wyrtki 1961. Pengukuran SPL oleh Dinas Perikanan 2000 pada berbagai lokasi di sekitar pantai dan muara sungai di Kecamatan Talawi, Tanjung Tiram dan Medang Deras menunjukkan SPL berkisar antara 29,00 o C – 31,00 o C. Menurut BPPT 2004 berdasarkan pengukuran SPL in-situ di bagian Utara perairan Kabupaten Asahan menunjukkan SPL berkisar antara 28,20 o C – 31,20 o C. Sedangkan menurut penelitian Khan 2004 SPL di sekitar perairan Pulau Pandan Kabupaten Asahan berkisar antara 30,00 o C – 31,00 o C. BRKP 2002 menyatakan bahwa SPL di perairan Kabupaten Asahan berkisar antara 28,00 o C – 31,00 o C. SPL pada musim Barat berkisar antara 28,00 o C – 29,00 o C. SPL pada musim peralihan pertama berkisar antara 29,00 o C – 30,00 o C. SPL pada musim Timur berkisar antara 30,00 o C – 31,00 o C, sedangkan SPL pada musim peralihan kedua berkisar antara 29,00 o C – 30,00 o C.

4.2.5 Salinitas

Salinitas di perairan Selat Malaka lebih bervariasi baik secara spasial maupun temporal dibandingkan dengan SPL Wyrtki 1961. Variasi spasial terjadi akibat pengaruh masukan air tawar, sehingga salinitas pada perairan dimana sungai bermuara akan lebih rendah dibanding lokasi yang jauh dari muara sungai. Variasi temporal terjadi akibat perubahan curah hujan dan debit air sungai yang bermuara ke Selat Malaka. Menurut Wyrtki 1961, salinitas bulanan rata -rata di Selat Malaka bervariasi antara 29,8‰ - 31,5‰ dimana salinitas minimum terjadi pada bulan Desember dan salinitas maksimum terjadi pada bulan Juli. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh BPPT 2004 menunjukkan bahwa salinitas permukaan di perairan bagian Utara Kabupaten Asahan berkisar antara 30‰ - 33‰. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khan 2004 menunjukkan salinitas permukaan di sekitar perairan Pulau Pandan Kabupaten Asahan berkisar antara 25,5‰ – 30‰. Menurut BRKP 2002 salinitas permukaan di perairan Selat Malaka berkisar antara 31‰ – 32‰.

4.3 Operasi Penangkapan Ikan Kembung dengan Pukat Cincin

Usaha penangkapan ikan kembung Rastrelliger spp di Kabupaten Asahan secara umum didominasi oleh perikanan pukat cincin atau dalam bahasa daerahnya pukat langgar. Perikanan pukat cincin sebagian besar hanya terdapat di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Tanjung Balai, Sei Kepayang dan Tanjung Tiram. Dari ketiga kecamatan tersebut hasil tangkapan umumnya didaratkan di tangkahan-tangkahan yang ada di Kecamatan Tanjung Balai. Di Kecamatan Tanjung Balai telah didirikan pelabuhan perikanan tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, karena masing-masing pemilik kapal yang umumnya warga keturunan Tionghoa telah memiliki tangkahan atau gudang ikan masing-masing sehingga kegiatan mulai dari proses pembekalan untuk ke laut sampai bongkar muat hasil tangkapan dilakukan di tangkahan atau gudang ikan masing-masing pemilik kapal, akibatnya pelabuhan yang telah dibangun tidak berfungsi maksimal. Gambar 4 Pelabuhan perikanan di Kabupaten Asaha n Di wilayah perairan Kabupaten Asahan terdapat dua jenis ikan kembung, yaitu : ikan kembung perempuan dan ikan kembung lelaki. Berdasarkan statistik perikanan Indonesia, ikan pelagis dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ikan pelagis besar dan kelompok ikan pelagis kecil. Ikan kembung termasuk ikan kelompok pelagis kecil sekelompok dengan spesies lain seperti ikan alu-alu, layang, selar, tetengkek, daun bambu, sunglir, jalung-julung, teri, japuh, tembang, lemuru, parang-parang, terubuk, ikan terbang, belanak dan kacang-kacang. Ikan kembung terdiri dari tiga spesies, yaitu : kembung lelaki Rastrelliger kanagurta, kembung perempuan Rastrelliger brachysoma dan Rastrelliger faughni. Waktu operasi penangkapan ikan dengan menggunakan pukat cincin biasanya berangkat dari fishing base tangkahan pada pukul 11.00 WIB saat terjadi pasang surut permukaan laut. Mengingat tangkahan-tangkahan yang ada di daerah ini berada pada bagian muara sungai dengan tingkat pendangkalan yang tinggi, maka nelayan harus menunggu air pasang agar kapal tidak kandas. Dalam satu unit kapal pukat cincin biasanya terdapat 20 - 30 orang anak buah kapal ABK dengan perincian tugas sebagai berikut : 1 satu orang nakhoda yang dinamakan dengan ”tekong”. Tekong ini merupakan orang paling bertanggung jawab terhadap berhasil tidaknya operasi penangkapan, 2 satu orang wakil nakhoda wakil tekong, bertugas mengantikan posisi nakhoda jika nakhoda lagi istirahat, 3 15 - 20 anak buah kapal ABK, bertugas menurunkan dan menaikkan alat tangkap, 4 dua orang juru masak, bertugas menyiapkan makanan dan minuman bagi awak kapal. Untuk mencapai daerah penangkapan ikan kembung perempuan diperlukan waktu sekitar 3 - 4 jam bagi kapal pukat cincin yang tidak menggunakan alat bantu rumpon tuasan. Untuk kapal pukat cincin yang menggunakan rumpon tuasan diperlukan waktu sekitar 7 - 9 jam untuk mencapai daerah penangkapan ikan kembung lelaki. Penurunan setting dan penarikan hauling alat tangkap dilakukan pada sisi lambung bagian kanan kapal. Posisi kapal diatur sedemikian rupa agar jaring tidak terpuntal pada baling-baling kapal. Setting berturut-turut dari salah satu ujung bagian pelampung dan badan serta bagian bawah jaring sampai akhirnya pada bagian ujung sayap lainnya. Disela-sela penurunan jaring setting tersebut beberapa ABK menyiapkan cincin dan tali kerut pada tali ris bawah jaring yang telah dipasang tali ring. Gambar 5 Kapal pukat cincin yang terdapat di Kabupaten Asahan Untuk melihat gerombolan ikan biasanya ada tanda-tanda tertentu seperti warna air laut yang agak kehitaman dibandingkan dengan daerah sekitarnya, disamping itu juga ditandai dengan burung-burung yang berterbangan mengejar gerombolan ikan. Tanda-tanda gerombolan ikan untuk setiap spesies biasanya berbeda. Ikan kembung biasanya ditangkap pada malam hari sekitar jam 24.00 kebawah, tanda -tanda gerombolan ikan kembung ini biasanya ditandai dengan sekumpulan warna air laut yang agak keperak-perakan, sedangkan untuk ikan tongkol yang biasanya tertangkap pada siang hari ditandai dengan adanya sekumpulan burung-burung laut yang terbang sambil bercengkrama dengan ikan tersebut serta adanya percikan-percikan dan ikan-ikan yang bermunculan ke arah permukaan. Ikan kembung termasuk jenis ikan pelagis yang hidup bergerombol, baik di perairan pantai maupun lepas pantai. Dalam melakukan pemburuan gerombolan ikan sangat sulit sekali, hal ini disebabkan karena gerombolan ikan tersebut terus bergerak dan jika tidak seksama gerombola n itu hilang dari pantauan nakhoda. Ketika telah ditemukan gerombolan ikan yang kira-kira dapat ditangkap dan mempunyai kuantitas yang tinggi baru alat tangkap diturunkan. Dalam satu kali setting alat tangkap ini memerlukan waktu sekitar 30 menit. Gambar 6 Gerombolan ikan kembung tampak di permukaan laut Waktu setting alat tangkap yang pertama kali diturunkan adalah pelampung tanda, untuk operasi pada malam hari pelampung tanda biasanya dilengkapi dengan lampu sehingga memudahkan nakhoda dala m menentukan titik awal pelepasan alat tangkap. Setelah pelepasan pelampung tanda diikuti dengan cincin dan badan jaring sampai habis sehingga membentuk lingkaran. Agar gerombolan ikan tidak keluar melalui celah antara badan jaring maka beberapa anak buah kapal ABK melemparkan bambu atau besi ke dalam air yang berfungsi untuk menakuti ikan agar tidak keluar melalui celah badan jaring yang belum tertutup. Sementara itu mesin kapal terus menarik cincin kembali ke arah semula diikuti dengan penarikan badan jaring, sehingga akhirnya akan terbentuk sebuah wilayah yang berupa mangkok dan ikan tidak bisa lagi keluar dari badan jaring. Setelah ikan terkumpul maka ikan diangkat dengan menggunakan sero yang telah dilengkapi dengan katrol sehingga dapat dengan mudah diangkat ke kapal. Untuk jenis ikan kembung biasanya memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan spesies lain seperti ikan tongkol dan kakap. Hal ini disebabkan karena ukuran ikan kembung yang lebih kecil dibandingkan kedua spesies ikan tersebut, sehingga ikan ini banyak menempel pada tubuh jaring dan memerlukan waktu yang lebih lama dalam penanganan hauling nya. Dalam satu hari operasi penangkapan paling banyak dilakukan setting 2 - 3 kali setting tergantung pada gerombolan ikan yang ditemukan. Gambar 7 Pukat cincin yang sedang beroperasi

4.4 Unit Penangkapan Pukat Cincin