Beberapa ahli telah menduga tempat dan waktu pemijahan ikan kembung. Ikan kembung perempuan mempunyai musim pemijahan selama
beberapa bulan yang berlangsung dari bulan Mei-Oktober di Tanjung Satai Kalimantan Barat. Ikan kembung lelaki mempunyai dua musim pemijahan
di Laut Jawa, yaitu berlangsung dalam musim Barat dari Oktober-Februari dan musim Timur dari bulan Juni-September. Jenis ini diduga banyak memijah
di sebelah Utara Tanjung Satai, Laut Cina Selatan, Samudera Hindia dan Laut Flores Burhanuddin et al. 1984.
Nurhakim 1993 menyatakan bahwa waktu pemijahan diduga berlangsung antara bulan April-Agustus dan Desember de ngan puncak pemijahan
pada bulan Agustus. Daerah pemijahan diduga sekitar Kepulauan Karimun Jawa dan Matasiri. Sujastani 1974 mengemukakan ikan kembung lelaki bertelur dua
kali dalam setahun, dari bulan Oktober-Januari dan bulan Juni-September, sedangkan Burhanuddin dan Djamali 1977 menduga ikan kembung lelaki di
Teluk Jakarta bertelur dari bulan Februari-April dan dari bulan Juni-September. Menurut Menon dan Radhakrishnan 1974 periode pemijahan ikan kembung
lelaki di sebelah Barat India berlangsung dalam waktu yang lama, bulan Maret dan berakhir sekitar bulan Oktober atau November. Musim pemijahan ikan
kembung lelaki di Selat Malaka berlangsung pada bulan Mei-Oktober dan Desember-Maret. Lokasi pemijahan diduga terletak dibagian Utara Selat Malaka
Hariati et al. 2005.
2.4 Operasi Penangkapan Ikan Kembung dengan Pukat Cincin
Pukat cincin purse seine merupakan alat tangkap ikan pelagis kecil yang paling efektif sejak diperkenalkan pada tahun 70-an di perairan Selat Malaka.
Perikanan pukat cincin telah berkembang pesat, baik dalam hal upaya penangkapan ukuran kapal, jumlah unit kapal, jumlah trip maupun daerah
penangkapan yang semakin luas. Pada tahun 2000, jumlah pukat cincin di wilayah Aceh mencapai 200 unit dan Sumatera Utara 700 unit. Berdasar kan ukuran kapal
dan alat tangkapnya, armada pukat cincin di daerah ini dapat dibedakan menjadi pukat cincin mini, sedang medium dan besar. Selain rumpon, digunakan juga
alat bantu penangkapan yang berupa lampu halogen dan lampu listrik BRPL 2004.
Prinsip penangkapan ikan dengan pukat cincin adalah melingkari gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk dinding
vertikal, dengan demikian gerakan ikan ke arah horizontal dapat dihalangi. Setelah itu, bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan lari ke arah
bawah jaring Sudirman dan Mallawa 2004. Menurut Martasuganda et al. 2004 pukat cincin dioperasikan dengan
cara melingkari gerombolan ikan yang sebelumnya telah dideteksi keberadaannya. Penurunan setting dan penarikan hauling alat tangkap dilakukan pada sisi
lambung bagian kanan kapal. Posisi kapal diatur sedemikian rupa agar jaring tidak terpintal pada baling-baling kapal. Setting berturut-turut dari salah satu
ujung bagian pelampung dan badan serta bagian bawah jaring sampai akhirnya pada bagian ujung sayap lainnya. Disela -sela setting tersebut beberapa ABK
menyiapkan cincin dan tali kerut pada ris bawah jaring yang telah dipasangi tali ring.
Ada beberapa tahapan dalam kegiatan penangkapan ikan dengan pukat cincin, yaitu : 1 menentukan kawanan ikan terlebih dahulu, 2 menentukan atau
mendeteksi kualitas dan kuantitas kawanan ikan, 3 menentukan faktor-faktor oseanografi seperti kekuatan, kecepatan dan arah angin maupun arus, serta
menentukan arah dan kecepatan renang kawanan ikan, 4 melakukan penangkapan ikan dengan melingkari jaring dan menarik purse line dengan cepat
supaya kawanan ikan tidak dapat meloloskan diri dari arah vertikal maupun horizontal, 5 jaring diangkat dan ikan dipindahkan dari bagian bunt ke palka
dengan scoop net Ayodhyoa 1981. Untuk lebar depth dari pukat cincin purse seine harus ditentukan
dengan memperhatikan tingkah laku behaviour dari ikan yang akan ditangkap dan kondisi perairan setempat. Minimum lebar dari jaring mengikuti swimming
depth dari scoaling ikan. Kedalaman dari jaring dikatakan cukup apabila ujung
bawah jaring tersebut pada permulaan proses penarikan purse line lebih dalam dari swimming layer dari scooling ikan Sudirman dan Mallawa 2004.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian