V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Geomorfologi di Daerah Penelitian
Kondisi geomorfologi daerah penelitian berkaitan erat dengan sejarah geologi yang berkembang di wilayah tersebut, dimana proses-proses
geomorfologis endogen dan eksogen seperti proses-proses tektonik, vulkanik, dan denudasional mendominasi kenampakan geomorfologi di daerah penelitian. Hal
ini dapat merujuk pada jenis batuan yang menyusun daerah penelitian dan kenampakan morfologi yang ada secara aktual.
Berdasarkan jenis batuan dan umurnya seperti tersebut di sub-Bab Kondisi Geologi dan Geomorfologi Daerah Penelitian, maka secara umum dapat dikatakan
bahwa bentuklahan pegunungan yang terbentuk di bagian hulu daerah penelitian, tersusun oleh batuan vulkanik, mempunyai umur yang relatif lebih muda
dibandingkan dengan bentuklahan pegunungan yang ada di bagian tengah daerah penelitian, meskipun kedua bentuklahan tersebut tersusun oleh jenis batuan yang
sama, yakni batuan vulkanik Tersier. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas vulkanisme masa lalu di wilayah penelitian dan sekitarnya secara bertahap
mengalami pergerakan dari Selatan ke Utara dan meninggalkan bentuklahan pegunungan yang pada saat ini telah mengalami proses denudasi yang telah lanjut.
Proses yang belakangan ini ditunjukkan oleh banyaknya lembah-lembah hasil proses pengikisan erosi maupun longsor dan tidak menyisakan lagi bentuk kerucut
gunungapi yang umumnya terbentuk di kompleks gunungapi Kuarter. Aspek-aspek bentuklahan dan geomorfologi daerah penelitian yang
diuraikan berikut ini mencakup morfologi, morfogenesis, morfokronologi, dan litologi batuan.
5.1.1 Morfologi
Dalam analisis morfologi terdapat dua aspek, yakni aspek morfografi dan morfometri. Morfografi merupakan aspek deskriptif dari suatu bentuklahan yang
ada di permukaan bumi, sedangkan morfometri merupakan aspek kuantitatif dari suatu bentuklahan, seperti lereng kemiringan, bentuk, panjang, arah dan
ketinggian. Morfografi daerah penelitian terdiri atas daerah dataran, perbukitan,
pegunungan, tebing, dan lembah sungai. Gambaran morfografi ini dan persebarannya dapat dilihat pada Gambar 4, yang menunjukkan bahwa morfografi
perbukitan dan pegunungan tampak paling dominan. Gambaran morfometri daerah penelitian dapat dilihat dari aspek
kemiringan lereng dan ketinggian bentuklahan yang masing-masing disajikan dalam bentuk peta kemiringan lereng Gambar 5 dan peta ketinggian Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa kemiringan lereng 0-3 datar dan 3-8 landai tersebar di bagian Utara dan sedikit di bagian Selatan DAS, kemiringan
lereng 8-15 agak curam tersebar juga sedikit di bagian Utara dan Selatan DAS, sedangkan kemiringan lereng 15-30 curam tersebar hampir di seluruh wilayah
DAS. Adapun kemiringan lereng 30 sangat curam tersebar di bagian tengah dan sedikit di bagian Utara DAS.
Melihat persebaran kelas lereng di atas dan luasannya Tabel 4 memastikan bahwa daerah penelitian terletak di daerah atas upland areas yang
berupa perbukitan dan pegunungan, sehingga cukup wajar jika proses denudasi menjadi lebih dominan bekerja di atas batuan yang berumur Tersier dan tidak
terdapat lagi aktivitas vulkanik yang baru.
Tabel 4. Luas masing-masing kemiringan lereng di DAS Cimadur
No Kemiringan
Lereng Keterangan
Luas Area Ha
1 0-3
Datar 1822
8,67 2
3-8 Landai
3359 15,98
3 8-15
Agak curam 2640
12,56 4
15-30 Curam
8534 40,60
5 30
Sangat curam 4667
22,20
Luas Total 21022
100
Untuk aspek ketinggian Gambar 6, terlihat bahwa semakin ke arah Utara DAS angka ketinggian tampak semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
wilayah pegunungan dan perbukitan ini secara umum mempunyai kemiringan dari Utara ke Selatan sesuai dengan aliran sungai Cimadur yang mengalir atau
bermuara ke Laut Selatan Jawa.
Gambar 4. Gambaran morfologi DAS Cimadur dari Citra SRTM
Samudera Indonesia
Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng DAS Cimadur
Gambar 6. Peta Ketinggian DAS Cimadur
Secara spasial morfologi dataran di daerah penelitian lebih banyak tersebar di bagian Utara daripada di bagian Selatan DAS, hal ini sangat menarik karena
terletak di daerah hulu yang seharusnya lebih banyak mempunyai lereng yang curam. Jika dilihat lebih rinci morfologinya, maka pada daerah ini dijumpai suatu
cekungan besar, berbentuk melingkar, berdiameter 8000 meter dibatasi oleh tebing, dan tersusun oleh endapan abu dan batuapung. Seperti diketahui bahwa
endapan abu-batu apung merupakan hasil letusan vulkanik tipe Plinian atau letusan besar yang seringkali menghasilkan kaldera seperti kaldera Bromo-
Tengger, kaldera Tambora, kaldera Sunda-Tangkuban Perahu dan sebagainya. Kaldera adalah kawah besar berdiameter lebih dari 2000 meter sebagai hasil
proses runtuhan tubuh puncak gunungapi akibat kekosongan dapur magma, sehingga kaldera secara morfologis dibatasi oleh dinding yang terjal berbentuk
melingkar. Berdasarkan karakteristik kaldera ini, maka dapat diduga bahwa bentuklahan
tebing yang berbentuk hampir melingkar atau berbentuk huruf “U” Gambar 4 dapat diinterpretasikan sebagai suatu tebing kaldera hasil letusan
gunungapi pada zaman Tersier, dimana hipotesis ini diperkuat oleh adanya endapan abu-batuapung ignimbrite di sekitarnya atau di tengah kaldera yang
membentuk morfologi dataran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompleks pegunungan di wilayah ini dahulunya merupakan suatu kompleks
gunungapi, meskipun pada saat sekarang morfologi vulkanik seperti bentuk- bentuk kerucut sudah tidak ditemui lagi, hal ini disebabkan proses eksogenik
denudasi telah berjalan cukup lama, sejak jaman Tersier, atau sejak terhentinya aktivitas vulkanik di wilayah ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka morfologi perbukitan yang terletak di bagian tengah DAS dapat dikatakan merupakan bagian lereng bawah dari
kompleks gunungapi dimaksud, sedangkan perbukitan struktural berbatuan sedimen dimungkinkan sebagai batuan dasar basement rock dari tubuh-tubuh
gunungapi yang tumbuh di atasnya pada zaman Tersier. Untuk morfologi dataran di bagian Selatan luasannya relatif sangat kecil
merupakan bentuklahan hasil proses fluvial deposisi dan merupakan bentuklahan termuda karena terbentuk pada zaman Kuarter dibandingkan dengan
umur morfologi-morfologi lain yang telah disebutkan sebelumnya.
5.1.2 Morfogenesis