Aspek Teknis Analisis Kelayakan Bisnis Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) Kota Bogor

72

6.2. Aspek Teknis

Aspek teknis dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses dan peralatan. Penentuan kapasitas produksi disesuaikan berdasarkan kapasitas mesin pencacah sampah, sedangkan untuk pemilihan teknologi proses dan peralatan disesuaikan dengan teknologi pengolahan sampah Mitran sebagai pihak yang telah melakukan pengelolaan sampah dengan metode IPST disalah satu kelurahan Kota Bekasi yang akan diadaptasi di Kota Bogor.

6.2.1 Tahapan Persiapan

Pengelola IPST memulai pekerjaan melalui tahapan-tahapan, dimana tahapan pertama adalah penyiapan lahan dengan luas sekitar 200 m 3 yang tersedia di kelurahan-kelurahan yang akan didirikan IPST. Lahan tersebut adalah lahan yang sudah ada, yaitu berupa kavling siap bangun. Selanjutnya mobilisasi tenaga kerja untuk membangun infrastruktur IPST, konstruksi, pembersihan lahan, pemasangan pondasi, mobilisasi bahan bangunan, mobilisasi mesin dan peralatan IPST, dan pelepasan tenaga kerja. Setelah tahapan dilakukan, IPST akan diuji coba sebelum benar-benar layak dioperasikan, tahapan tersebut membutuhkan waktu tiga bulan. Sebagai proyek berkelanjutan, maka pemilihan lahan yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan usaha. Faktor lokasi lahan akan sangat menentukan tingkat efisiensi dan konsistensi dari pengusahaan proyek IPST. Dalam pemilihan area atau lahan yang ideal harus mempertimbangkan aspek aksesibilitas dan tidak mengganggu lingkungan sekitar. Secara teknis hal yang paling penting dalam menentukan area yang akan dibangun adalah: 1 Lahan tidak tergenang air banjir, karena kondisi tersebut dapat mengganggu proses pengolahan sampah dan tidak baik juga untuk kesehatan. Genangan dapat terjadi karena daerah tersebut merupakan daerah banjir, permukaan tanah cekung, kemiringan tanah tidak memadai atau saluran pembuangan air lokasi tersebut terhambat. 2 Bukan lahan tercemar, maksudnya tidak menggunakan lahan yang pernah digunakan untuk kegiatan yang limbahnya mencemari lingkungan seperti bekas oli, merkuri, cairan aki dll. Lokasi seperti ini jelas akan mencemari atau 73 mengganggu proses pengomposan karena air tanah yang terdapat di sekitar daerah tersebut telah tercemar. 3 Berjarak minimal 30 meter dari permukiman warga dengan melakukan sosialisasi dan mendapatkan persetujuan dari warga. 4 Aksesibilitas yang mudah. Selain mempermudah mobilisasi sampah ke area juga akan lebih mudah mengangkut hasil kompos untuk dipasarkan. Lahan yang dipilih sebaiknya tidak berada pada lahan berbukit. Kondisi lahan berbukit membuat kesulitan pengangkut sampah untuk membawa sampah ke lokasi pengomposan, terlebih lagi jika daerah yang dipilih tidak terakses oleh kendaraan bermotor. Untuk memperoleh lahan yang sesuai, diperlukan beberapa tolok ukur dalam memilih lahan. Tolok ukur tersebut akan menjadi pedoman bagaimana memilih lokasi yang tepat, sehingga tidak memerlukan biaya yang besar untuk membangun IPST pada lokasi tersebut. Berikut beberapa hal penting yang dijadikan indikator dalam memilih lokasi. 1 Pertimbangan Teknis a. Air tanah dan jaringan drainase Berikut kriteria pemilihan lokasi dilihat dari segi drainase, yaitu : lokasi bebas banjir, kering namun tidak berpasir, drainase sangat baik, muka air tanah lebih dalam dari 1.5 m, dalam untuk menjamin pengomposan tidak mencemari sumber air penduduk. Sebaliknya apabila air tanah ternyata telah tercemar oleh sesuatu sumber tertentu pabrik bekas timbunan sampah, pembuangan logam beracun, dan lain-lain, maka harus dijaga agar air tersebut tidak merembes ke permukaan. b. Kemiringan dan kebersihan lahan Kriteria yang harus dipenuhi antara lain : Calon lokasi siap bangun sudah bersih, relatif datar kemiringan 2 – 4 , ideal untuk pembangunan air hujan dari lokasi. Jika kemiringan lebih dari 4 lantai akan terlalu curam untuk truk dan gerobak pengangkut sampah. Lokasi yang sangat datar kemiringan 0 persen akan menyebabkan air tidak dapat mengalir. 74 c. Penggunaan tanah Penggunaan tanah yang terdahulu dapat berpengaruh terhadap kualitas kompos maupun keamanan pekerja. Apabila lokasi adalah bekas pembuangan industri kendaraan bermotor, ataupun alat-alat listrik akan membahayakan bagi kesehatan pekerja serta kualitas kompos yang akan dihasilkan. Pada saat musim hujan, kemungkinan air tanah telah tercemar bekas pembuangan limbah sangat besar. Kondisi yang paling baik untuk pemilihan lokasi berdasarkan penggunaan lahan adalah tanah perawan, bekas lahan pertanian, taman atau tempat terbuka. Sedangkan kondisi yang kurang baik bagi lahan pengomposan adalah tanah yang dulu digunakan sebagai pembuangan sampah kota dan bekas tempat pembuangan sampah industri atau sampah beracun. 2 Pertimbangan Lingkungan a. Sumber air penduduk Sumber-sumber air minum bagi penduduk sangat penting dan harus dijaga kelestariannya. Jarak antara calon lokasi dan sumur warga harus dijaga agar tidak mengganggu ketersediaan air bagi penduduk disekitarnya. Jarak minimal antara lokasi pengelolaan sampah dan sumur warga adalah 30 m. Kecuali, jika pengelolaan sampah dilakukan pada lahan berlantai dan pembuangan lindinya tidak mencemari tanah maka pemilihan lokasi kurang dari 30 m dari sumur warga diperkenankan. b. Tataguna lingkungan Meskipun pada umumnya proses pengolahan sampah dapat menghilangkan bau busuk, namun bau-bau tertentu tidak dapat dihilangkan seperti bau fermentasi. Untuk mengatasi hal ini, jarak antara penduduk dengan lokasi pengomposan yang peka terhadap bau harus diusahakana sejauh mungin. Selain bau, perlu diperhatikan juga penyebaran lalat yang mungkin terjadi dari proses penanganan sampah. Standarnya, setiap hari setelah selesai melakukan proses pengolahan sampah, disekitar IPST disiramkan bioaktivator atau cairan penetral bau agar tidak mengganggu masyarakat sekitar. 75 3 Persyaratan Logistik a. Pengangkutan bahan baku Pasokan sampah sebagai bahan baku dalam jumlah yang tepat sangat mempengaruhi keuntungan dan kesinambungan unit IPST, hal ini dikarenakan kondisi pasokan sampah yang ideal memungkinkan pendayagunaan seluruh bahan aktif. Apabila pasokan sampah terlalu banyak maka sampah tidak dapat diproses karena kapasitas tempat penampungan sampah terbatas. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan bau dan kontroversi masyarakat, dan sebaliknya jika sampah yang diolah terlalu sedikit maka biaya operasional unit IPST tidak dapat tertutupi. Jumlah optimal sampah yang dapat diolah perharinya oleh satu IPST adalah 15 m 3 atau sekitar 4,5 ton sampah. b. Jalan masuk dan keamanan Lokasi IPST yang baik adalah lokasi yang memiliki jalan masuk pendek, terpelihara, dan pada waktu musim hujan masih dapat dilalui kendaraan bermotor. Selain itu, lokasi harus aman agar mesin dan perlengkapan produksi kompos tidak dicuri. 4 Peraturan-peraturan Lokal a. Status kepemilikan tanah dan peruntukan Kepemilikan tanah harus jelas, bukan merupakan tanah sengketa. Tanah harus memiliki perizinan yang resmi baik dari desa maupun kecamatan. 5 Konsep Perencanaan Lahan Produksi a. Batasan Lahan Dengan kapasitas sampah yang besar, sekitar 4,5 ton perhari, maka dibutuhkan ruang rumah kompos dengan luasan yang memadai. Pengelola IPST perlu menyediakan lahan sekitar 200 m 2 yang sesuai untuk pembangunan rumah kompos. b. Desain Bangunan Setelah dipilih lahan yang akan dijadikan lokasi IPST, selanjutnya diperlukan desain bangunan IPST yang akan menunjang proses pengomposan mulai dari penampungan sampah, ruang pemilahan, ruang 76 fermentasi, ruang mesin, ruang pengayakan, ruang pengeringanginan, ruang pengemasan dan gudang.

6.2.2 Penentuan Lokasi Instalasi Pengolahan Sampah

Perancangan pendirian IPST di Kota Bogor merupakan bagian dari program pengelolaan sampah Kota Bogor dengan pola 3R yang diluncurkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Berdasarkan rancangan kerja Bidang Kebersihan DCKTR Tahun 2010, Pemerintah Kota Bogor menargetkan pendirian 40 IPST yang terdapat pada setiap kelurahan di 6 kecamatan Kota Bogor. Program tersebut akan dilaksanakan secara bertahap. Pada Tahun 2011 akan didirikan 10 IPST sebagai percontohan. Hal tersebut agar dapat dilakukan evaluasi yang kemudian diaplikasikan pada IPST akan dibangun di daerah lain. Sepuluh lokasi penempatan IPST awal antara lain Kelurahan Tajur, Perumahan Pakuan, Kelurahan Warung Jambu, Kelurahan Semplak, Kelurahan Katulampa, Kelurahan Pasir Mulya, Perumahan Bukit Nirwana Raya, Kelurahan Ciparigi, Kelurahan Genteng, dan Kelurahan Menteng Asri. Lokasi rancangan IPST Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 5. 77 Keterangan : Lokasi Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu IPST Gambar 5. Rencana Lokasi Pendirian 10 IPST di Kota Bogor Sumber : Rancangan Kerja DCKTR 2010

6.2.3 Teknologi Proses dan Peralatan

Teknologi dan proses produksi yang akan diterapkan pada IPST Kota Bogor disesuaikan dengan teknologi dan proses produksi IPST milik Mitran yang terletak di Jati Warna Bekasi. Setiap harinya, satu unit IPST Mitran mampu mengolah sampah sebanyak 3 kg per-KK, dengan jumlah KK yang dilayani sebanyak 1.500 KK, maka perhari jumlah sampah campuran yang diolah adalah 6 78 ton perhari. Dengan kapasitas mesin yang sama yaitu 15 m 3 atau setara dengan 4,5 ton sampah perhari, maka IPST Kota Bogor diharapkan mampu mengolah 150 m 3 sampah permukiman perhari. Sampah yang berasal dari permukiman diangkut oleh petugas ke IPST masing-masing daerah, dalam hal ini IPST berperan seperti TPS pada saat IPST belum dibangun. Alat angkut yang digunakan motor sampah dan gerobak sampah yang disesuaikan dengan jarak pengambilan sampah. Tahap pertama dalam proses pengolahan sampah pada IPST adalah pencacahan. Sampah yang telah sampai pada IPST dimasukan kedalam mesin pencacah yang terletak lebih rendah dengan corong masuknya sampah. Idealnya, sebelum tahap ini telah dilakukan pemilahan sampah ekonomis seperti kaleng, sterofoam , karet berukuran besar, plastik air mineral atau plastik PVC, karena bahan-bahan tersebut tidak dapat dicacah dan dapat merusak pisau mesin pencacah. Selain itu sampah air mineral dan PVC bernilai ekonomis sehingga dapat langsung dijual kepada pengumpul. Mesin yang rancang pada IPST Kota Bogor adalah mesin yang memiliki kemampuan memisahkan antara sampah berbahan plastik, organik, dan sampah residu. Ketika sampah dimasukan ke dalam mesin pencacah, sampah ringan seperti kantong plastik akan terdorong angin yang dihasilkan mesin sehingga jatuh lebih jauh atau terpisah dengan sampah basah seperti organik. Sampah kantong plastik langsung dipisahkan dan dimasukan kedalam karung, sedangkan untuk sampah organik kembali disortir sebelum dimasukan ke dalam karung-karung fermentasi. Sampah non organik yang masih terdapat pada sampah organik seperti kaleng dan sterofoam dan lainnya dipisahkan sebagai residu untuk kemudian dibuang ke pembuangan akhir atau TPA. Tahapan berikutnya, sampah organik yang telah dicacah selanjutnya difermentasikan di dalam karung. Satu karung memiliki kapasitas sampah organik sebanyak 30 kg. Proses fermentasi ini membutuhkan waktu sampai dengan 14 hari tergantung cuaca sampai menjadi kompos. Setelah proses fermentasi, selanjutnya kompos diayak. Proses pengayakan dibagi menjadi dua tahap, pengayakan kasar dan pengayakan halus. Pengayak kasar memiliki lubang berdiameter 2,5 cm, sedangkan pengayak halus memiliki lubang berdiameter 1 cm. Kompos yang tidak 79 lolos mesin pengayak akan dikumpulkan untuk dicacah dan diayak kembali tanpa melalui proses fermentasi. Sedangkan kompos yang telah terayak selanjutnya dikemas untuk dipasarkan. Sampah kantong plastik yang telah dikumpulkan selanjutnya di proses untuk siap jual. Tahap pertama adalah pencucian untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada plastik. Dalam proses ini kantong plastik cukup dimasukan kedalam mesin pencuci plastik. Setelah dicuci, plastik dikeringkan dibawah sinar matahari untuk proses pengeringan, untuk menghindari hujan sebaiknya plastik di jemur dibawah atap transparan. Setelah kering, kantong plastik dipisahkan antara plastik berbahan PE dengan plastik kresek atau plastik asoy, karena memiliki nilai jual yang berbeda. Proses terakhir adalah pengemasan, plastik sesuai jenisnya dipadatkan hingga berbentok kotak untuk dijual kepada pabrik pengolah plastik. Pada IPST Kota Bogor proses pengolahan plastik hanya sampai kepada bahan setengah jadi, tidak dilanjutkan kepada proses peleburan untuk menjadi plastik kembali, hal ini dengan pertimbangan tingginya nilai investasi mesin olah plastik. Berdasarkan proses di atas, disusun rencana standar prosedur operasional SOP umum IPST Kota Bogor, hal ini ditunjukkan secara skematik pada Gambar 7. 6.2.4 Kapasitas Produksi Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Keuntungan ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu pangsa pasar yang mungkin diraih. Sedangkan faktor internal yaitu usaha-usaha pemasaran yang dilakukan serta variabel-variabel teknik yang berkaitan langsung dengan proses produksi. Penentuan kapasitas produksi juga dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku dan teknologi proses yang dipilih. Jumlah sampah Kota Bogor yang terangkut saat ini adalah 69,8 persen atau sekitar 1.543 m 3 dari total 2.332 m 3 timbulan sampah yang dihasilkan perharinya di seluruh wilayah Kota Bogor. Dengan adanya IPST diharapkan mampu menangani sampah Kota Bogor yang tidak tertangani sebesar 30,2 persen atau sekitar 789 m 3 perhari. Satu IPST direncanakan memiliki satu unit alat pencacah sekaligus pemisah sampah organik dan plastik dengan kekuatan 50 pk, dengan kapasitas optimal produksi rata-rata 15 m 3 sampah perhari. 80 Gambar 6 . Skema Urutan Proses Pada IPST yang Dirancang Sumber : Mitran Tahun 2010, diolah. Penelitian yang dilakukan pada demplot IPST di kantor Bidang Kebersihan Kota Bogor selama bulan Juli sampai dengan Agustus 2010, diperoleh data persentase input pada demplot IPST terdiri dari 30 persen sampah organik siap kompos, 40 persen sampah plastik, dan 20 persen residu tidak terolah yang akan dibakar pada incenerator atau dibuang kembali ke TPA. Setiap lokasi IPST mungkin memiliki perbedaan dalam persentase input sampah, menurut pengalam pengelolaan sampah permukiman Mitran, rata-rata daerah permukiman hanya menghasilkan sampah organik sebesar 30 persen sampai dengan 40 persen, Sumber sampah Alat Pengangkut IPST Pencacahan Pemilahan sampah ekonomis Pemilahan Pengayakan kasar Pengayakan halus Plastik 50 Organik 30 Residu 20 Pengemasan Fermentasi 14 Hari Pengeringan Pencucian Incenerator Pencacahan Residu Kompos Pemilahan PP 5 HDPT 30 Pengepakan Mixing kompos PE 5 Biomasa 60 TPA 81 sedangkan sisanya adalah sampah non organik. Maka, dalam penelitian ini, jumlah sampah yang ada pada sepuluh lokasi dilakukan penghitungan rata-rata, yaitu berasarkan data yang ada pada demplot DKP dan pengalaman Mitran dalam melakukan pengelolaan sampah, sehingga diasumsikan dalam satu hari IPST akan mengolah sampah permukiman yang terdiri dari 30 persen sampah organik, 50 persen sampah plastik, dan sisanya residu yang sebagian digunakan untuk biomasa. Sepuluh IPST pada tahun pertama diharapkan mampu mereduksi jumlah sampah Kota Bogor sebesar 150 m 3 perharinya atau sekitar 38 persen dari total sampah yang tidak tertangani dan tidak terangkut ke TPA. Sehingga keberadaan IPST dapat meningkatkan persentase sampah tertangani Kota Bogor dari 1.543 m 3 perhari menjadi sebesar 1.843 m 3 atau meningkat menjadi 82,5 persen.

6.3 Aspek Manajemen dan Hukum